Anda di halaman 1dari 21

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED

DISCOVERY TENTANG PERUBAHAN WUJUD BENDA


UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP IPA
PADA SISWA KELAS IV SD SINT JOSEPH

Disusun oleh:

2014-035-048 Theresia Gunawan


2014-035-052 Tri Novilistiani
2014-035-072 Christine Angelina Febrina

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar


Fakultas Pendidikan dan Bahasa
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Jakarta
2017
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ....................................................................................................................................2


BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................................................3
BAB II KAJIAN TEORETIS ......................................................................................................................7
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................................... ..…16
Daftar Pustaka .............................................................................................................................. .….20

1
Kata Pengantar

Puji dan Syukur penulis penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kasih, karena
atas berkatnya penulis dapat menyelesaikan proposal yang berjudul “Penerapan Model
Pembelajaran Guided Discovery Tentang Perubahan Wujud Benda untuk meningkatkan
Pemahaman Konsep IPA Pada Siswa Kelas IV SD Sint Joseph” dapat diselesaikan dengan
baik. Penulis tidak luput dari kesalahan, oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan
untuk perbaikan dan peningkatan. Kurang lebihnya mohon dimaklumi, semoga proposal
ini dapat bermanfaat bagi semua orang yang membacanya. Terimakasih.

Jakarta, 5 Juni 2017

Penulis

2
BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang
Pendidikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Khususnya pada
tingkat dasar, siswa memperoleh pengetahuannya melalui guru kelas sebagai
pemegang peran utama dalam kegiatan belajar. Belajar merupakan perubahan
dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru
berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan
(Witherington dalam Rusman, 2017:77). Oleh karena itu, siswa dikatakan sudah
belajar jika terjadi perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam
diri siswa.
Belajar adalah suatu kegiatan berproses, hal ini berarti pencapaian tujuan
pembelajaran bergantung pada prosesnya. Oleh karena itu, belajar merupakan
bagian dari pembelajaran. Pembelajaran adalah inti dari proses belajar secara
keseluruhan yang melibatkan interaksi antara guru dan murid. Salah satu kegiatan
pembelajaran yang dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap
adalah pembelajaran IPA. Salah satu tujuan pembelajaran IPA dalam Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di tingkat Sekolah Dasar (SD) ialah
mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, serta serta
mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar.
IPA merupakan rumpun ilmu, memiliki karakteristik khusus yaitu
mempelajari fenomena alam yang faktual, baik berupa kenyataan atau kejadian dan
hubungan sebab-akibatnya (Wisudawati dan Sulistyowati, 2015:22). Menurut
Wisudawati dan Sulistyowati (2015:26) Pembelajaran IPA adalah interaksi antara
komponen-komponen pembelajaran dalam bentuk proses pembelajaran untuk
mencapai tujuan yang berbentuk kompetensi yang telah ditetapkan. Oleh sebab itu,
dalam proses pembelajaran IPA diharapkan peserta didik dapat mengalami proses
pembelajaran secara utuh dan menggunakan rasa ingin tahunya untuk memahami
fenomena alam melalui model pembelajaran yang tepat. Dengan penggunaan model

3
pembelajaran yang bervariasi, peserta didik tidak akan bosan dan pembelajaran
dapat lebih bermakna.
Model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman untuk
mencapai tujuan belajar. Melalui model pembelajaran guru dapat membantu peserta
didik mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berpikir, dan
mengekspresikan ide (Suprijono, 2015:65). Berkaitan dengan definisi model
pembelajaran tersebut, Hamalik (dalam Wisudawati dan Sulistyowati, 2015:120)
mendefinisikan discovery merupakan pembelajaran yang selalu melibatkan proses
mental yang terjadi didalam diri peserta didik. Proses mental yang terjadi ketika
menggunakan model pembelajaran discovery adalah observasi, klasfikasi,
pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi. Model pembelajaran discovery melatih
anak menemukan suatu konsep sendiri yang tidak harus mengikuti metode ilmiah
secara tegas. Untuk anak usia Sekolah dasar perlu adanya bimbingan guru dalam
memperoleh pengetahuannya dan melatih keterampilan dalam melakukan kerja
ilmiah siswa.
Bell (dalam Aqib dan Murtadlo, 2016:257-258) menjelaskan bahwa belajar
dengan model guided discovery (penemuan terbimbing) dapat terjadi didalam
situasi yang sangat teratur, baik peserta didik maupun pendidik mengikuti langkah-
langkah yang sistematis. Pendidik membimbing dan mengarahkan peserta didik
selangkah demi selangkah dengan mengikuti bentuk tanya jawab yang telah diatur
secara sistematis untuk membuat penemuan. Langkah-langkah kegiatan atau
petunjuk dapat dituangkan dalam lembar kerja yang dibuat pendidik. Selain itu,
diperlukan pula campur tangan pendidik untuk membangkitkan perhatian peserta
didik pada tugas yang sedang dihadapi dan untuk mengurangi pemborosan waktu.
Berdasarkan hasil observasi kelas IV SD Sint Joseph saat guru melakukan
pembelajaran IPA, guru yang mengajar hanya menggunakan metode ceramah.
Guru menjelaskan materi-materi yang terkait dengan IPA menggunakan media
power point sedangkan siswa hanya sebagai pendengar dan tidak aktif dalam
pembelajaran. Terlihat jelas sebagian siswa yang mengikuti pembelajaran pada hari
itu sangat bosan dan mengantuk, hanya siswa yang dibagian depan saja yang
memperhatikan gurunya menjelaskan. Dalam pembelajaran guru belum sepenuhnya
menilai keterampilan melakukan kerja ilmiah siswa, karena kerja ilmiah siswa pun
jarang dilakukan. Sehingga dalam melakukan kegiatan mengobservasi, melakukan

4
percobaan, dan membuat kesimpulan siswa mengalami kesulitan karena tidak
terbiasa melakukan hal tersebut. Hal ini menunjukkan kurangnya kemampuan
siswa dalam melakukan kerja ilmiah siswa.
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan, maka
peneliti hendak melakukan penelitian dalam penerapan model pembelajaran guided
discovery tentang perubahan wujud benda untuk meningkatkan pemahaman konsep
IPA pada siswa kelas IV SD Sint Joseph.

B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka permasalahan pada
kelas IV SD Sint Joseph yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana merancang pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa
dikelas?
b. Bagaimana menciptakan pembelajaran yang efektif?
c. Bagaimana cara meningkatkan pemahaman konsep IPA peserta didik kelas
IV pada mata pelajaran IPA?
d. Apakah penerapan model pembelajaran guided discovery dapat
meningkatkan pemahaman konsep IPA di kelas IV?
2. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini, peneliti membatasi masalah pada penerapan model
pembelajaran guided discovery tentang perubahan wujud benda untuk
meningkatkan pemahaman konsep IPA pada siswa kelas IV SD Sint Joseph.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah, rumusan masalah yang diteliti dalam
penelitian ini sebagai berikut: Apakah penerapan model pembelajaran guided
discovery tentang perubahan wujud benda dapat meningkatkan pemahaman
konsep IPA pada siswa kelas IV SD Sint Joseph?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penerapan model
pembelajaran guided discovery tentang perubahan wujud benda untuk
meningkatkan pemahaman konsep IPA pada siswa kelas IV SD Sint Joseph.

5
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi guru
Sebagai masukan bagi guru berkenaan dengan cara untuk meningkatkan
pemahaman konsep IPA melalui penerapan model pembelajaran guided
discovery dan juga sebagai alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan
dalam kegiatan pembelajaran sehingga proses pembelajaran dapat lebih
bervariasi dan efektif.
2. Bagi siswa
Untuk meningkatkan pemahaman konsep IPA melalui model pembelajaran
guided discovery.
3. Bagi sekolah
Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui
penggunaan model pembelajaran guided discovery.
4. Bagi peneliti lain
Sebagai bahan dasar referensi untuk menambah wawasan dengan objek yang
sama, yaitu menerapkan model pembelajaran guided discovery pada mata
pelajaran IPA.
5. Bagi Prodi PGSD
Mendapatkan informasi mengenai cara meningkatkan pemahaman konsep IPA
melalui penerapan model pembelajaran guided discovery di sekolah dasar.

6
BAB II
KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

A. Kajian Teoretis
1. Model Pembelajaran
Model Pembelajaran menurut Suprijono (2015: 65) adalah pola yang
digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas
maupun tutorial. Menurut Arends (dalam Suprijono, 2015:65) model
pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman
belajar untuk mencapai tujuan belajar. Model pembelajaran merupakan
kerangka konseptual yang melukiskan prosedur secara sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
pembelajaran (Wisudawati dan Sulistyowati, 2015:48). Sedangkan menurut
Joyce, Weil, Showers (dalam Suprijono, 2016:54-55) model pembelajaran
adalah suatu perencanaan atau pola yang dapat digunakan untuk mendesain
pengajaran tatap muka di kelas atau tutorial, menyusun perangkat
pembelajara, misalnya buku, film, program komputer, dan kurikulum.
Setiap model memandu guru untuk membantu peserta didiknya mencapai
tujuan pembelajaran.
Berdasarkan pengertian menurut para ahli dapat disimpulkan, bahwa
model pembelajaran merupakan petunjuk bagi guru dalam merencanakan
pembelajaran di kelas, mulai dari mempersiapkan perangkat pembelajaran,
memilih media sampai pemilihan alat evaluasi yang mengarah pada usaha
mencapai tujuan pembelajaran.
2. Model Pembelajaran Discovery
a. Pengertian Discovery
Menurut Hamalik (dalam Wisudawati dan Sulistyowati, 2015:120)
model pembelajaran discovery merupakan suatu proses mental, yaitu
observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi.
Pembelajaran discovery merupakan pembelajaran yang selalu melibatkan
peserta didik dalam pembangunan konsep IPA yang melibatkan proses
mental yang terjadi di dalam diri peserta didik (Wisudawati dan
Sulistyowati, 2015:81). Sedangkan menurut Hamiyah (2014) model

7
pembelajaran discovery adalah model pembelajaran yang menitikberatkan
pada kegiatan siswa dalam belajar dimana kegiatan pembelajaran dirancang
sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep atau
prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan model
pembelajaran discovery merupakan model pembelajaran yang
mentikberatkan pada kegiatan peserta didik ‘dalam menemukan produk IPA
dan juga konsep-konsep IPA yang melibatkan proses mental peserta didik
b. Tahapan Model Pembelajaran Discovery
Menurut Suparno (Wisudawati dan Sulistyowati, 2015:83) ada enam
tahapan yang dapat dilakukan dalam melaksanakan pada model
pembelajaran discovery, yaitu:
1) Mengamati: peserta didik melakukan pengamatan pada gejala alam atau
persoalan yang dihadapi.
2) Menggolongkan: peserta didik mengklasifikasi dan melakukan inferensi
terhadap data-data yang diperoleh.
3) Memprediksi: peserta didik diajak untuk dapat memperkirakan mengapa
suatu gejala dapat terjadi.
4) Mengukur: peserta didik melakukan pengukuran terhadap objek yang
diamati sehingga memperoleh data yang lengkap dan akurat untuk dapat
mengambil kesimpulan.
5) Menguraikan atau menjelaskan: peserta didik dibantu untuk menjelaskan
atau menguraikan dari data hasil pengukuran yang dilakukan.
6) Menyimpulkan: peserta didik mengambil kesimpulan dari data-data
yang didapatkan.

3. Model Pembelajaran Guided Discovery


a. Pengertian Model Pembelajaran Guided Discovery
Guided Discovery adalah suatu model pembelajaran dimana guru
memberi siswa contoh-contoh topik spesifik dan memandu siswa untuk
memahami topik tersebut, model ini efektif untuk mendorong keterlibatan
dan motivasi siswa seraya membantu mereka mendapatkan pemahaman
mendalam tentang topik-topik yang jelas (Eggen, 2012). Menurut Bruner
(dalam Aqib dan Murtadlo, 2016:256) model pembelajaran guided

8
discovery merupakan model pembelajaran yang menghendaki keterlibatan
aktif peserta didik dalam memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip,
sedangkan pendidik mendorong peserta didik agar memiliki pengalaman
dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan
prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri. Menurut Soedjadi (dalam Aqib
dan Murtadlo, 2016: 335) model pembelajaran guided discovery adalah
model pembelajaran yang sengaja dirancang dengan menggunakan
pendekatan penemuan dimana para peserta didik diajak atau didorong untuk
melakukan kegiatan eksperimental sehingga pada akhirnya peserta didik
dapat menemukan sesuatu yang diharapkan. Sedangkan menurut Howe
(dalam Aqib dan Murtadlo, 2016:335) menyatakan bahwa model
pembelajaran guided discovery tidak hanya sekadar keterampilan tangan
karena pengalaman dan kegiatan pembelajaran dengan model ini tidak
sepenuhnya diserahkan kepada peserta didik, namun pendidik masih tetap
ambil bagian sebagai pembimbing.
Berdasarkan uraian diatas, model pembelajaran guided discovery
merupakan model pembelajaran yang menekankan pada kegiatan siswa
dalam menemukan suatu konsep pembelajaran.
b. Tujuan Model Pembelajaran Guided Discovery
Menurut Eggen (2012) tujuan model pembelajaran guided discovery,
yaitu:
1) Meningkatkan keterlibatan siswa secara aktif dalam memproleh dan
memproses hasil belajar.
2) Mengarahkan para siswa sebagai pelajar seumur hidup.
3) Mengurangi ketergantungan kepada guru sebagai satu-satunya sumber
informasi yang diperlukan oleh siswa.
4) Melatih para siswa mengeksplorasi atau memanfaatkan lingkungan
sebagai sumber informasi yang tidak pernah tuntas digali.
Model pembelajaran guided discovery merupakan pembelajaran yang
dilakukan oleh peserta didik guna menemukan sendiri sesuatu yang baru,
tetapi ini tidak berarti bahwa yang ditemukannya sesuatu yang benar-benar
baru melainkan sudah diketahui oleh orang lain sebelumnya.
c. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Guided Discovery

9
Menurut Suchman (dalam Aqib dan Murtadlo, 2016:264) mengatakan
ada Sembilan langkah dalam model pembelajaran guided discovery, yaitu
sebagai berikut:
1) Adanya masalah yang akan dipecahkan dan dinyatakan dalam
berbagai “pernyataan” atau “pertanyaan”.
2) Jelas disebutkan tingkatan peserta didik yang akan mengikuti
pembelajaran.
3) Konsep atau prinsip yang harus ditemukan peserta didik ditulis
dengan jelas.
4) Perlu disediakan alat dan bahan sesuai dengan kebutuhan peserta didik
dalam melaksanakan kegiatan penemuan ini.
5) Diskusi pengarahan dilakukan dalam bentuk tanya jawab antara
peserta didik dan pendidik sebelum para peserta didik melakukan
kegiatan penemuan.
6) Kegiatan pembelajaran guided discovery dapat berupa penyelidikan
ataupun percobaan untuk menemukan konsep-konsep atau prinsip-
prinsip yang telah ditetapkan.
7) Proses berpikir kritis perlu dijelaskan untuk menunjukkan adanya
“mental operation” peserta didik yang diharapkan dalam kegiatan.
8) Pertanyaan-pertanyaan yang mengarah kepada pengembangan
penyelidikan peserta didik perlu diberikan.
d. Kelebihan Model Pembelajaran Guided Discovery
Menurut Bruner (dalam Aqib dan Murtadlo, 2016:266) sebagai pencetus
model pembelajaran guided discovery mengemukakan beberapa keunggulan
dari penggunaan model pembelajaran tersebut, diantaranya sebagai berikut:
1) Membantu peserta didik memahami konsep dasar dan ide-ide secara
lebih baik.
2) Membantu dalam menggunakan daya ingat dan transfer pada situasi-
situasi proses belajar yang baru.
3) Mendorong peserta didik berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri.
4) Proses belajarnya dibuat “open-ended” sehingga mendorong peserta
didik berpikir inisiatif dan merumuskan hipotesisnya sendiri.
5) Memberikan kepuasan yang bersifat intrinsic
6) Situasi proses belajar menjadi lebih meransang.

10
e. Kelemahan Model Pembelajaran Guided Discovery
Selain kelebihan yang dimiliki oleh model pembelajaran guided
discovery, Hudojo (dalam Aqib dan Murtadlo, 2016:268) menjelaskan
adapun kelemahan dari model pembelajaran guided discovery antara lain:
1) Memerlukan banyak waktu dan belum dapat dipastikan apakah peserta
didik tetap bersemangat menemukan.
2) Tidak semua pendidik mempunyai semangat dan kemampuan mengajar
dengan model pembelajaran ini, terutama pendidik yang pekerjaannya
“sarat muatan”.
3) Tidak setiap peserta didik dapat diharapkan menjadi seorang “penemu”.
Bimbingan yang tidak sesuai dengan kesiapan intelektual peserta didik
akan merusak struktur kognitifnya.
4. Pemahaman Konsep
Konsep merupakan buah pemikiran seseorang atau sekelompok orang yang
dinyatakan dalam definisi sehingga melahirkan produk pengetahuan meliputi
prinsip, hukum, dan teori (Sagala, 2007:71). Menurut Rosser (dalam Sagala
2007:73) mengatakan bahwa konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu
kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-
hubungan yang mempunyai atribut-atribut yang sama. Sedangkan menurut
Ausubel (dalam Sagala 2007:73) menjelakan bahwa konsep-konsep yang
diperoleh dengan cara formasi konsep (concept formation) merupakan bentuk
perolehan konsep-konsep sebelum anak-anak masuk sekolah.
Pemahaman merupakan terjemahan dari istilah understanding yang
diartikan sebagai penyerapan arti suatu materi yang diajarkan. Dalam kamus
Besar Bahasa Indonesia, paham berarti mengerti dengan tepat, sedangkan
konsep berarti suatu rancangan. Menurut Sudijono (2007) pemahaman adalah
kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu
itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui
tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seorang peserta didik
dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau
memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-

11
katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berfikir yang
setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hapalan.
Berdasarkan pengertian yang sudah dijelaskan, maka dapat disimpulkan
bahwa pemahaman konsep adalah pengertian yang benar tentang suatu
rancangan yang melibatkan proses berpikir dalam mengorganisir ataupun
mengolah data.

5. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)


a. Pengertian IPA
IPA menurut Sukarno (dalam Wisudawati dan Sulistyowati, 2015: 23)
mempunyai tiga istilah yaitu ilmu, pengetahuan, dan alam. Pengetahuan
adalah segala sesuatu yang diketahui manusia. Dalam hidupnya, banyak
sekali pengetahuan yang dimiliki manusia. Pengetahuan tentang agama,
pendidikan, kesehatan, ekonomi, politik, sosial, dan alam sekitar adalah
contoh pengetahuan yang dimiliki manusia. Pengetahuan alam berarti
pengetahuan tentang alam semesta beserta isinya. Ilmu adalah pengetahuan
yang ilmiah, pengetahuan yang diperoleh secara ilmiah, artinya diperoleh
dengan metode ilmiah. Dua sifat utama ilmu adalah rasional, artinya masuk
akal, logis atau dapat diterima akal sehat, dan objektif. Artinya, sesuai
dengan objeknya, sesuai dengan kenyataannya atau sesuai dengan
pengamatan. Dengan pengertian ini, IPA dapat diartikan sebagai ilmu yang
memepelajari tentang sebab dan akibat kejadian-kejadian yang ada di alam
ini.
Menurut Subiyanto (dalam Wisudawati dan Sulistyowati, 2015: 23)
mengatakan bahwa IPA merupakan suatu cabang ilmu yang bersangkut-
paut dengan observasi dan klasifikasi fakta-fakta, terutama dengan
disusunnya hukum umum dengan induksi dan hipotesis. IPA adalah
interaksi antara komponen-komponen pembelajaran dalam bentuk proses
pembelajaran untuk mencapai tujuan yang berbentuk komptensi yang telah
ditetapkan (Wisudawati dan Sulistyowati, 2015: 26). Sedangkan menurut
Carin dan Sund (dalam Wisudawati dan Sulistyowati, 2015: 24)
mengatakan bahwa IPA merupakan pengetahuan sistematis yang tersusun
secara teratur, berlaku umum (universal), dan berupa kumpulan data hasil
observasi dan eksperimen. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia,

12
IPA dapat diartikan sebagai berikut: (1) ilmu pengetahuan pada umumnya;
(2) pengetahuan sistematis tentang alam dan dunia fisik, termasuk di
dalamnya botani, fisika, kimia, geologi, zoologi, dsb; (3) pengetahuan
sistematis yang diperoleh dari suatu observasi, penelitian, dan uji coba yang
mengarah pada penentuan sifat dasar atau prinsip sesuatu yang sedang
diselidiki atau dipelajari.
Bedasarkan pengertian yang telah dijelaskan dapat dismpulkan
bahwa IPA merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari
yang mempelajari tentang gejala-gejala alam dan berkembang melalui
metode ilmiah seperti observasi, uji coba dan penelitian ataupun
eksperimen.
b. Tujuan Mata Pelajaran IPA
Menurut Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP) tujuan mata
pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut.
1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA
yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat.
4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,
menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

B. Hasil Penelitian yang Relevan


Berdasarkan penelitian yang sudah pernah dilakukan sebelumnya dengan judul
skripsi “Penerapan Model Pembelajaran Guided Discovery untuk Meningkatkan

13
Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa pada Pelajaran Fisika Pokok Bahasan Cahaya
Kelas VIIIB SMPN 7 Kota Jambi” oleh Adfal Afdala pada tahun 2014
menunjukkan bahwa aktivitas dan hasil belajar siswa meningkat dengan penerapan
model pembelajaran guided discovery. Hal ini terlihat adanya peningkatan dari
hasil tes awal, siklus 1 dan siklus 2. Melalui model pembelajaran guided discovery
ini siswa dapat lebih aktif dalam belajar sehingga hasil belajar pun meningkat.
Penelitian yang juga dilakukan dengan judul skripsi “Meningkatkan
Pemahaman Konsep IPA Melalui Pendekatan Kontekstual di Kelas VI SDN
101808 Candi Rejo” oleh Abdi Imanuel pada tahun 2015 menunjukkan bahwa
pendekatan pembelajaran kontekstual terbukti dapat dapat meningkatkan
pemahaman belajar siswa pada konsep IPA di kelas VI SDN 101808 Candi Reji
tahun pelajaran 2014/2015. Hal ini dapat terlihat karena sebelum diberikan pretest
terdapat 3 orang (9,37%) yang pemahamannya sangat baik, 1 orang (3,13%) yang
pemahamannya baik, 3 orang (9,37%) yang pemahamnnya cukup baik dan 17
orang (78,13%) yang sangat kurang pemahamnnya. Pada tindakan siklus I, aktivitas
belajar siswa meningkat dimana terdapat 10 orang (31,25%) yang pemahaman
belajarnya sangat baik, 6 (31,25%) orang yang pemahaman belajarnya masih
tergolong baik, 6 orang (31,25%) yang pemahaman belajarnya masih tergolong
cukup dan 2 orang (6,25%) yang pemahaman belajarnya sangat kurang. Pada
tindakan siklus II, pemahaman belajar siswa meningkat lebih baik dibandingkan
kondisi awal dan siklus I, dimana terdapat 13 orang (65,62%) yang pemahamn
belajarnya baik sekali, 10 orang (31,25%) yang pemahaman belajarnya baik dan 1
orang (3,13%) yang pemahaman belajarnya masih tergolong cukup.
Penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan guided discovery dengan
judul skripsi “Penerapan Model Pembelajaran Guided Discovery pada Materi
Pokok Kalor untuk Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik kelas VII A MTs
Darul Ulum Beringin Semarang Semester Gasal” oleh Anik Tri Haryani pada tahun
2010 menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran guided discovery pada
pembelajaran fisika mampu meningkatkan hasil belajar peserta didik saat
pembelajaran baik secara individual maupun klasikal dari siklus I sampai siklus III
setelah ada perbaikan pada tiap-tiap siklus. Hal ini tampak dari peningkatan nilai
hasil belajar peserta didik baik aspek kognitif, afektif dan psikomotorik yang
teramati pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar. Rata-rata hasil belajar
peserta didik aspek kognitif meningkat dari 64,58 pada siklus I, 70,40 pada siklus II

14
dan 76,67 pada siklus III. Dan ketuntasan klasikal belajar peserta didik juga
mengalami peningkatan dari 50% pada siklus I, 70,83% pada siklus II dan 87,5%
pada siklus III. Hasil belajar aspek afektif pada siklus I nilai rata-ratanya adalah
63,08, pada siklus II nilai rata-ratanya 66,20 dan pada siklus III rata-ratanya adalah
73,53. Sedangkan hasil belajar aspek psikomotorik pada siklus I nilai rata-ratanya
65,38, pada siklus II nilai rata-ratanya adalah 72,47 dan nilai rata-rata pada siklus
III adalah 72,69.

C. Hipotesis Tindakan
Jika model pembelajaran guided discovey diterapkan pada materi perubahan
wujud benda, maka dapat meningkatkan pemahaman konsep IPA pada siswa kelas
IV SD Sint Joseph.

15
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah guru yang diperankan oleh peneliti, dibantu
oleh observer yaitu kepala sekolah dan guru kelas, serta siswa kelas IV SD Sint
Joseph sebanyak 20 orang yang terdiri dari 12 siswa laki-laki dan 8 siswa
perempuan.

B. Waktu dan Tempat Penelitian


1. Waktu Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan ketika jam pembelajaran.
Penelitian ini dilakukan dari bulan Desember 2017 sampai bulan Juni 2018.
Penelitian ini diawali dengan pencarian masalah dengan cara melakukan
observasi disekolah. Kemudian pada Desember 2017 dan Januari 2018 kegiatan
yang akan dilakukan adalah pembuatan proposal yang meliputi konsep,
presntasi, dan revisi. Januari, Februari, dan Mei akan mengkaji teori yang
relevan dengan topik. Februari hingga Maret akan melakukan persiapan yaitu
studi awal, rencana pelaksanaan, dan sarana pendukung. Kegiatan pelaksanaan
siklus pembelajaran akan dilaksanakan pada Maret hingga April kemudian
dilanjut dengan deskripsi dan analisis data pada April hingga Mei, dan
pelaporan hasil penelitian pada Mei hingga Juni.
2. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di ruan kelas IV SD Sint Joseph dengan alamat
Jalan Kramat Raya No. 134, Jakarta Pusat.

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional


1. Variabel Penelitian
Terdapat dua variabel yang saling berhubungan yaitu variabel pertama
penerapan model pembelajaran guided discovery dan variabel kedua
pemahaman konsep.

16
2. Definisi Operasional
a. Model Pembelajaran Guided Discovery
Model pembelajaran guided discovery merupakan model pembelajaran
yang menekankan pada kegiatan siswa dalam menemukan suatu konsep
pembelajaran dengan langkah-langkah, stimulus atau pemberian ransang
kepada siswa, pemberian masalah dalam pembelajaran, mengumpulkan
data, mengolah data, mengecek kembali hasil pekerjaan dan menarik
kesimpulan.
b. Pemahaman Konsep
Pemahaman konsep merupakan pengertian yang benar tentang suatu
rancangan yang melibatkan proses berpikir dalam mengorganisir ataupun
mengolah data.

D. Rencana Tindakan
1. Siklus I
a. Perencanaan dengan menyusun silabus dan RPP (meliputi identitas
sekolah, standar kompetensi, kompetensi dasar, rincian materi, deskripsi
peserta didik, kegiatan pembelajaran, indikator, sarana prasarana, dan
penilaian).
b. Pelaksanaan dalam pembelajaran mengenai perubahan wujud benda padat
dan cair dengan menggunakan model pembelajaran guided discovery.
Sebelum pembelajaran dimulai, peneliti memberikan pretest terlebih
dahulu.
c. Observasi dilakukan bersamaan dengan berlangsungnya proses
pembelajaran. Observasi ini dilakukan untuk memperoleh gambaran
kegiatan siswa dalam pembelajaran di kelas sehingga nantinya dapat
diketahui kekurangan maupun kendala yang muncul pada saat pelaksanaan
tindakan serta sebagai bahan masukan pada langkah selanjutnya.
d. Refleksi ada siklus pertama yang menjadi fokus utama adalah wujud benda
padat dan cair.
2. Siklus II
Perencanaan dengan menyusun silabus dan RPP (meliputi identitas sekolah,
standar kompetensi, kompetensi dasar, rincian materi, deskripsi peserta didik,
kegiatan pembelajaran, indikator, sarana prasarana, dan penilaian).

17
3. Pelaksanaan dalam pembelajaran mengenai perubahan wujud benda gas dengan
menggunakan model pembelajaran guided discovery. Setelah pembelajaran
selesai peneliti memberikan postest kepada peserta didik mengenai wujud
benda cair, padat, dan gas.
4. Observasi dilakukan bersamaan dengan berlangsungnya proses pembelajaran.
Observasi ini dilakukan untuk memperoleh gambaran kegiatan siswa dalam
pembelajaran di kelas tentang peningkatan dari siklus sebelumnya.
5. Refleksi ada siklus kedua yang menjadi fokus utama adalah wujud benda gas.

E. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data


Teknik pengumpulan data dan instrument yang digunakan antara lain:
observasi, dokumentasi, dan tes.
1. Observasi
Observasi dilakukan untuk mengamati seluruh proses kegiatan
pembelajaran dari awal hingga akhir. Melalui observasi, peneliti dapat
mengetahui kekurangan dan kelebihan pembelajaran saat dikelas.
2. Dokumentasi
Dokumentasi diperlukan saat observasi dilakukan dengan merekam proses
pembelajaran yang hasilnya berupa gambar/foto, dan catatan tentang hal-hal
yang terjadi pada saat siswa melakukan kegiatan pembelajaran
3. Tes
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tes tertulis yang berisi 15 butir soal,
terdiri dari 10 soal pilihan ganda dan 5 soal isian. Tes ini digunakan peneliti
untuk mengukur tingkat pemahaman konsep siswa. Tes berikan pada setiap
siklus berupa pretest (tes sebelum pembelajaran dimulai) dan postest (tes
setelah proses pembelajaran berakhir).

18
F. Jadwal Penelitian
Bulan Des Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli

No Kegiatan 2017 2018 2018 2018 2018 2018 2018 2018

1. Proposal (konsep,
 
presentasi, revisi)

2. Kajian teori   

3. Persiapan (studi awal,


rencana pelaksanaan,  
sarana pendukung)

4. Pelaksanaan siklus
pembelajaran (empat  
tahap PTK)

5. Deskripsi dan analisis


 
data

6. Pelaporan hasil  
penelitian

19
Daftar Pustaka

Aqib, Z. & Murtadlo, A. (2016). Kumpulan metode pembelajaran kreatif dan inovatif.
Bandung: Satunusa.

Rohendi, D., Mentari, L. A., & Saepudin, A. (2013). Pengembangan media classroom
blogging untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep TIK siswa. Jurnal
Teknodik. Vol17, No.2:140.

Rusman. (2017). Belajar dan pembelajaran berorientasi standar proses pendidikan.


Jakarta: Kencana.

Sagala, H. S. (2007). Konsep dan makna pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Suprijono, A. (2015). Cooperative learning teori dan aplikasi paikem. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Suprijono, A. (2016). Model-model pembelajaran emansipatoris. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Syamsi, R. (2016). Penerapan metode guided discovery untuk meningkatkan motivasi dan
hasil belajar pokok bahasan benda dan sifatnya siswa kelas IV. Diambil pada tanggal
21 Mei 2017, dari
repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/73537/120210204097--
Riski%20Syamsi-1-50.pdf?sequence=1

Wisudawati, A. W. & Sulistyowati, E. (2015). Metodologi pembelajaran IPA. Jakarta:


Bumi Aksara.

20

Anda mungkin juga menyukai