Anda di halaman 1dari 6

2.

1 Syari’at Islam
Syariat Islam (Arab: ‫ شريعة إسالمية‬Kata syara' secara etimologi berarti "jalan-jalan yang
bisa di tempuh air", maksudnya adalah jalan yang di lalui manusia untuk menuju allah. Syariat
Islamiyyah adalah hukum atau peraturan Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat
Islam. Selain berisi hukum, aturan dan panduan peri kehidupan, syariat Islam juga berisi kunci
penyelesaian seluruh masalah kehidupan manusia baik di dunia maupun di akhirat.
a) Al-Quran
Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam adalah firman Allah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia hingga
akhir zaman.[1] Selain sebagai sumber ajaran Islam, Al Qur'an disebut juga sebagai
sumber pertama atau asas pertama syara'.
Al Qur'an merupakan kitab suci terakhir yang turun dari serangkaian kitab suci
lainnya yang pernah diturunkan ke dunia. Dalam upaya memahami isi Al Qur'an dari
waktu ke waktu telah berkembang tafsiran tentang isi-isi Al Qur'an namun tidak ada yang
saling bertentangan.

b) Al-Hadist
Hadits terbagi dalam beberapa derajat keasliannya, diantaranya adalah:
-Shaheh
-Hasan
-Dhaif (lemah)
-Maudu' (palsu)
Hadits yang dijadikan acuan hukum hanya hadits dengan
derajat shaheh dan hasan, kemudian hadits dhaif menurut kesepakatan ulama salaf
(generasi terdahulu) selama digunakan untuk memacu gairah beramal (fadhilah amal)
masih diperbolehkan untuk digunakan oleh ummat Islam. Adapun hadist dengan
derajat maudu dan derajat hadist yang di bawahnya wajib ditinggalkan, namun tetap perlu
dipelajari dalam ranah ilmu pengetahuan.
Perbedaan al-qur'an dan al-Hadist adalah al-qur'an, merupakan kitab suci yang
berisikan kebenaran, hukum hukum dan firman Allah, yang kemudian dibukukan menjadi
satu bundel, untuk seluruh umat manusia. Sedangkan al-hadist, merupakan kumpulan
yang khusus memuat sumber hukum Islam setelah al Qur'an berisikan aturan
pelaksanaan, tata cara ibadah, akhlak, ucapan yang dinisbatkan kepada Nabi Muhammadf
saw. Walaupun ada beberapa perbedaan ulama ahli fiqih dan ahli hadist dalam
memahami makna di dalam kedua sumber hukum tersebut tapi semua merupakan upaya
dalam mencari kebenaran demi kemaslahatan ummat , namun hanya para
ulama mazhab (ahli fiqih) dengan derajat keilmuan tinggi dan dipercaya ummat yang bisa
memahaminya dan semua ini atas kehendak Allah.

c) Ijtihad
Ijtihad adalah sebuah usaha para ulama, untuk menetapkan sesuatu putusan
hukum Islam, berdasarkan al Qur'an dan al Hadist. Ijtihad dilakukan setelah Nabi
Muhammad wafat sehingga tidak bisa langsung menanyakan pada dia tentang sesuatu
hukum maupun perihal peribadatan. Namun, ada pula hal-hal ibadah tidak bisa di
ijtihadkan. Beberapa macam ijtihad, antara lain :
-Ijma', kesepakatan para ulama
-Qiyas, diumpamakan dengan suatu hal yang mirip dan sudah jelas hukumnya
-Maslahah Mursalah, untuk kemaslahatan umat

d) 'Urf, kebiasaan
Terkait dengan susunan tertib syariat, al Qur'an dalam surat Al Ahzab ayat 36
mengajarkan bahwa sekiranya Allah dan Rasul-Nya sudah memutuskan suatu perkara,
maka umat Islam tidak diperkenankan mengambil ketentuan lain. Oleh sebab itu, secara
implisit dapat dipahami bahwa jika terdapat suatu perkara yang Allah dan rasul-Nya
belum menetapkan ketentuannya, maka umat Islam dapat menentukan sendiri
ketetapannya itu. Pemahaman makna ini didukung oleh ayat al Qur'an dalam Surat Al
Maidah[2] yang menyatakan bahwa hal-hal yang tidak dijelaskan ketentuannya sudah
dimaafkan Allah.
Dengan demikian, perkara yang dihadapi umat Islam dalam menjalani
hidup beribadahnya kepada Allah itu dapat disederhanakan dalam dua kategori, yaitu apa
yang disebut sebagai perkara yang termasuk dalam kategori Asas Syara'
(ibadah Mahdhoh) dan perkara yang masuk dalam kategori Furu' Syara' (Ghoir
Mahdhoh).

e) Asas Syara' (Mahdhoh)


Yaitu perkara yang sudah ada dan jelas ketentuannya dalam al Qur'an atau al
Hadits. Kedudukannya sebagai Pokok Syari'at Islam di mana al Qur'an itu asas
pertama Syara`dan al Hadits itu asas kedua syara'. Sifatnya, pada dasarnya mengikat
umat Islam seluruh dunia di manapun berada, sejak kerasulan Nabi Muhammad hingga
akhir zaman, kecuali dalam keadaan darurat.
Keadaan darurat dalam istilah agama Islam diartikan sebagai suatu keadaan yang
memungkinkan umat Islam tidak mentaati Syariat Islam, ialah keadaan yang terpaksa
atau dalam keadaan yang membahayakan diri secara lahir dan batin, dan keadaan tersebut
tidak diduga sebelumnya atau tidak diinginkan sebelumnya, demikian pula dalam
memanfaatkan keadaan tersebut tidak berlebihan. Jika keadaan darurat itu berakhir maka
segera kembali kepada ketentuan syariat yang berlaku.

f) Furu' Syara' (Ghoir Mahdhoh)


Yaitu perkara yang tidak ada atau tidak jelas ketentuannya dalam al Quran dan al
Hadist. Kedudukannya sebagai cabang Syariat Islam. Sifatnya pada dasarnya tidak
mengikat seluruh umat Islam di dunia kecuali diterima Ulil Amri setempat menerima
sebagai peraturan / perundangan yang berlaku dalam wilayah kekuasaannya. Perkara atau
masalah yang masuk dalam furu' syara' ini juga disebut sebagai perkara ijtihadiyah.
2.2 Hubungan Islam & Negara
Hubungan Islam dengan Negara telah terjadi sejak lama. Dalam Islam sudah sejak abad 7
muncul melalui gagasan Rosulullah SAW yang melahirkan Piagam Madinah sehingga banyak
tokoh atau ilmuwan barat yang mengapresasi kepemimpinan dan keteladanan Rasul dalam
mengurus kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Ia sebagai negarawan tidak pernah
memunculkan kata Islam.

Satu bukti nyata dari sikap kenegaraan sejati kenegarawannya Rasulullah dalam Piagam
Madinah yang 46 pasal itu kita tidak akan menemenukan kata-kata Islam, bahkan jika kita
melihat dari segi hukum Piagam Madinah ini masuk ke dalam syariah, bukan fiqh.

Konsitusi Madinah merupakan contoh teladan dalam sejarah kemanusiaan untuk


membangun masyarakat yang bercorak majemuk. Ini tidak hanya sekedar dialektika yang
terobsesi dalam pikirna nabi, tatapi juga tampak dalam prakteknya ketika memimpin masyarakat
Madinah.

Di Indonesia, hukum Islam tidak bisa dimatikan dalam sistem hukum kenegaraan
kita."kita akan kaji bahwa Islam tidak pernah meninggalkan negara. Dalam konteksnya, terdapat
3 pandangan posisi agama dan negara yaitu;

Pertama, agama tidak mendapat tempat sama sekali dalam kehidupan bernegara. Agama
dipandang sebagai sesuatu yang berbahaya bagaikan candu bagi masyarakat. Agama dipandang
sebagai ilusi belaka yang diciptakan kaum agamawan yang berkolaborasi dengan penguasa
borjuis, dengan tujuan untuk meninabobokkan rakyat sehingga rakyat lebih mudah ditindas
dieksploitir dan. Agama dianggap khayalan, karena berhubungan dengan hal-hal ghaib yang non-
empirik. Segala sesuatu yang ada, dalam pandangan ini, adalah benda (materi) belaka. Inilah
pandangan ideologi Komunisme-Sosialisme, yang menganut ideologi serupa- sudah
bermetamorfosis menjadi kapitalisme.

Kedua, Agama Terpisah dari Negara. Pandangan ini tidak menafikan agama, tetapi hanya
menolak peran agama dalam kehidupan publik. Agama hanya menjadi urusan pribadi antara
manusia dengan Tuhan, atau sekedar sebagai ajaran moral atau etika bagi individu, tetapi tidak
menjadi peraturan untuk kehidupan bernegara dan bermasyarakat, seperti peraturan untuk sistem
pemerintahan, sistem ekonomi, sistem sosial, dan sebagainya.
Pandangan ini dikenal dengan Sekularisme, yang menjadi asas ideologi Kapitalisme yang dianut
negara-negara Barat seperti Amerika Serikat dan Eropa serta negara-negara lain pengikut
mereka.

Ketiga, Agama Tidak Terpisah dari Negara, sebab agama mengatur segala aspek
kehidupan, termasuk di dalamnya aspek politik dan kenegaraan. Agama bukan sekedar urusan
pribadi atau ajaran moral yang bersifat individual belaka, melainkan pengatur bagi seluruh
interaksi yang dilakukan oleh manusia dalam hidupnya, baik interaksi manusia dengan Tuhan,
manusia dengan dirinya sendiri, maupun manusia yang satu dengan manusia yang lain.
Keberadaan negara bahkan dipandanng sebagai syarat mutlak agar seluruh peraturan agama
dapat diterapkan. Inilah pandangan ideologi Islam, yang pernah diterapkan sejak Rasulullah
Saw. berhijrah dan menjadi kepala negara Islam di Madinah

2.3 Gazhwul fikr


Perang pemikiran atau ghazwul Fikri adalah cara lain dari musuh-musuh islam
diantaranya barat untuk menghadapi umat islam khususnya dalam merusak sendi-sendi islam
bahkan keseluruhan. Perang pemikiran berbeda dengan perang militer atau fisik. Perang
pemikiran lebih ‘mudah’, hemat waktu dan biaya bahkan lebih efektif dari perang fisik yang
banyak menguras tenaga juga biaya yang tidak sedikit.
Di antara sebab mereka melakukan Ghazwul Fikri (perang pemikiran): pertama, Sulitnya
mengalahkan umat islam secara militer. Hal ini membuat mereka stress karna mereka sudah
banyak memakan biaya yang tidak sedikit, tenaga yang besar bahkan telah mengorbankan warga
mereka dalam perang fisik itu yang juga tidak sedikit warga mereka yang tewas. Terbukti dengan
adanya perang di Afghanistan, Iraq, Chechnya, Suriah dan masih banyak lagi negeri-negeri
muslim yang mereka perangi.
Namun kemenangan untuk mereka (barat) tidak pernah datang padahal negeri-negeri
(muslim) yang mereka perangi jika di bandingkan dengan mereka (barat) baik dalam hal
teknologi, persenjataan juga kekuatan Negara jauh tertinggal dari mereka (barat).
Inilah yang menyebabkan mereka mencari ‘jalan lain’ dalam memerangi umat islam
khususnya islamnya yang ingin mereka hancurkan. kedua, karna biayanya lebih rendah, mereka
tidak perlu membeli tank-tank, pesawat-pesawat, amunisi. Yang mereka perlukan hanya
menyebarkan ide-ide yang mereka usung keseluruh belahan dunia dengan tujuan imperialisme-
kolonialisme.
Bahkan dengan cara ini yang tidak terjangkau oleh perang fisik bisa terjangkau dengan
perang pemikiran, sebagai contoh; dalam perang pemikiran media yang mereka pakai sangat
benyak mulai dari media massa; cetak, elektronik dsb-nya, karya-karya ilmiah, mendirikan LSM,
Lembaga Pendidikan, buku-buku bahkan “lewat mulut” pun mereka lakukan.
Dari media-media inilah mereka bisa menjangkau apa yang tidak terjangkau. Lewat
buku-buku mereka bisa menjangkau semua kalangan dan yang lebih mengkhawatirkan mereka
melakukannya lewat media elektronik semisal televisi . Orang yang belum kuat pemahaman
Dien-nya dengan sangat mudah akan terpengaruh dari media tersebut tak terkecuali anak-anak.
Sungguh sangat menghawatirkan. ketiga, karna lebih mudah dilakukan berkat bantuan
kaki tangan mereka yakni kaum munafiqin. Inilah ‘virus’ yang amat berbahaya dari segala virus
yang ada. “virus” ini lebih hina dan keji dari virus HIV/AIDS namun dari cara kerjanya sama,
mereka menggerogoti “organ-organ” penting Dien ini yang bisa mengakibatkan hancur dari
dalam
Penganut SEPILIS termasuk ke dalam “virus” hina ini karna mereka mengusung
pemahaman yang bertentangan dengan islam, memuja kebebasan termasuk kebebasan
menafsirkan Al-Qur’an, berkiblat pada musuh islam dan masih banyak lagi produk pemikiran
kuffar yang mereka pakai dalam menjalani hidup ini namun mereka masih menyebut diri mereka
sebagai muslim! Inilah “virus” itu! keempat, Hasilnya lebih memuaskan karena melanggengkan
penjajahan terhadap dunia islam.
Pemimpin-pemimpin negeri muslim yang berkiblat pada barat dengan mudah di kontrol oleh
mereka, bahkan menjadi boneka mereka yang menjalankan pemerintahan di bawah perintah
asing. Inilah yang melanggengkan cengkeraman barat di dunia islam.
Adapun tujuan mereka melakukan ghazwul fikri:
Pertama, mendangkalkan Aqidah hingga pemurtadan. Jika tujuan ini berhasil, banyak
nya muslim yang murtad mereka berpandangan umat akan menjadi lemah dalam segi kuantitas.
Kedua, menumbuhkan keraguan terhadap ajaran islam. Yang mereka lakukan adalah
mengacak-acak syari’at islam. Mereka menyebut syari’at islam sudah tertinggal oleh jaman tidak
bisa diterapkan lagi dalam kehidupan sekarang, hukum potong tangan, rajam, jilid dsb-nya tidak
manusiawi melanggar HAM dan berbagai macam komentar dari mereka yang bertujuan
meragukan kaum muslimin dari Dien-nya. Alhasil tidak sedikit dari umat ini yang berpandangan
sama seperti mereka.
Ketiga, mereka menciptakan sekulerisme (memisahkan agama dari kehidupan). Mereka
berpendapat Agama tidak perlu dibawa-bawa dalam aktifitas keseharian terkhusus dalam hal
pemerintahan.
Keempat, menumbuhkan Islamphobia baik pada kalangan (umat) islam maupun
kalangan non-islam. Mereka “menciptakan” ide “Perang melawan Teroris” dan yang mereka
“jadikan sebagai teroris” adalah umat islam yang berjuang untuk menegakkan Kalimatullah.
mereka mencitrakan para Aktifis dakwah sebagai teroris dan berbahaya.
Kelima, merusak moral kaum muslimin. Mereka merusak moral kaum muslimin dengan
cara “memperkenalkan” pergaulan bebas, Clubbing, free sex, lagu-lagu cengeng tentang cinta,
budaya pacaran dan segudang aktifitas lainnya yang banyak dilakukan kaum muslimin sekarang
ini khususnya generasi muda. Keenam, memecah belah persatuan umat islam.
Mereka memakai pisau analis yang “membagi-bagi” kaum muslimin terdiri dari; Islam Radikal
atau Islam Fundamentalis, Tradisionalis dan Islam moderat. Kaum muslimin yang menentang
barat, barat kelompokan kedalam Islam Fundamentalis atau Islam Radikal, sementara kaum
muslimin yang ‘wellcome ‘ terhadap barat mereka kelompokkan kedalam Islam Moderat. Inilah
contoh kecil yang Barat lakukan dalam memecah belah kaum muslimin. ketujuh, adalah
melanggengkan kolonialisme baru di tengah-tengah dunia islam.
Mereka menjajah, merampas kekayaan negeri-negeri muslim untuk kepentingan negara mereka.
Mereka “membeli” orang-orang yang berpengaruh dalam negerinya untuk dijadikan antek
mereka. Dengan cara seperti itu mereka dapat mengendalikan negeri kaum muslimin karna para
penguasanya telah mereka “kuasai”.
Inilah sebagian kecil dari tujuan mereka melakukan perang pemikiran (Ghazwul Fikr) dan masih
banyak lagi tujuan-tujuan, maksud-maksud dan rencana busuk yang mereka kerjakan dan juga
yang belum mereka kerjakan. Kita sebagai umat harus selalu waspada.. perkuat barisan dan
ukhuwah, terus tambah keilmuan kita untuk menangkal dan melawan perang pemikiran yang
dilancarkan musuh-musuh islam. Wallahu’alam.

Anda mungkin juga menyukai