Osteoartritis (OA) merupakan penyakit degenerasi pada sendi yang
melibatkan kartilago, lapisan sendi, ligamen, dan tulang sehingga menyebabkan
nyeri dan kekakuan pada sendi (Center for Disease Control and Prevention (CDC), 2014). Perhimpunan Reumatologi Indonesia secara sederhana mendefinisikan osteoartritis sebagai suatu penyakit sendi degeneratif yang terjadi karena proses inflamasi kronis pada sendi dan tulang disekitar sendi tersebut (Hamijoyo, 2007) American College of Rheumatology (2011) mengartikan osteoarthritis sebagai sekelompok kondisi heterogen yang mengarah kepada tanda dan gejala sendi. Penyakit ini ditandai oleh adanya abrasi rawan sendi dan adanya pembentukan tulang baru yang irreguler pada permukaan persendian. Nyeri merupakan gejala khas pada sendi yang mengalami osteoarthritis. Rasa nyeri semakin berat bila melakukan aktivitas dengan penggunaan sendi dan rasa nyeri diakibatkan setelah melakukan aktivitas dengan penggunaan sendi dan rasa nyeri semakin ringan dengan istirahat (Sumual, 2012). Sebuah penelitian sebelumnya melaporkan bahwa pasien dengan arthritis cenderung mengalami morbiditas kejiwaan dan bahwa morbiditas ini diamati pada berbagai gangguan mental (Patten et al,. 2006). Studi lain melaporkan bahwa OA sangat berkorelasi dengan kesehatan mental berdasarkan tingginya prevalensi kecemasan dan depresi (40,7%) di antara pasien dengan OA (Axford et al., 2010) Berbagai penelitian telah menunjukkan hubungan antara memiliki arthritis, terutama rheumatoid arthritis (RA) dan osteoarthritis (OA), dan gangguan kejiwaan. Lebih dari dua dekade yang lalu data dari daerah tangkapan air daerah NIMH di Amerika Serikat yang menunjukkan bahwa orang-orang dengan arthritis memiliki tingkat prevalensi gangguan kejiwaan seumur hidup sebesar 63,6 persen dan tingkat prevalensi 6 bulan sebesar 42,8 persen. Tingkat ini mengkhawatirkan sebanyak yang mereka lihat yang ditemukan pada orang-orang dengan penyakit yang berpotensi mengancam jiwa seperti PPOK, diabetes, hipertensi, dan penyakit kardiovaskular. Sementara penulis menemukan bahwa memiliki penyakit kronis meningkatkan risiko gangguan kejiwaan, data epidemiologi cross- sectional ini tidak membahas pertanyaan penting apakah arthritis didahului atau diikuti perkembangan gangguan kejiwaan, atau mengapa asosiasi ini ditemukan pada awalnya (Wells et all. 1988) Selanjutnya, bukti yang menguatkan telah ditemukan dalam penelitian yang melaporkan tingkat gangguan mood berkisar antara 15 persen hingga setinggi 45 persen pada orang dengan kondisi seperti rheumatoid arthritis (Arnold et al., 2007. Bukti juga menumpuk bahwa gangguan kecemasan lazim terjadi pada orang dengan radang sendi (Axford et al., 2010)