Anda di halaman 1dari 4

Konsep Dasar Manajemen

Submitted by admin on Mon, 02/18/2013 - 14:25

Konsep Dasar Manajemen

Disusun oleh Asep Suhendi Arifin

Pengertian Manajemen

Manajemen didefinisikan oleh Follet Parker (Daft dan Steers, 1986:67) sebagai “the art of
getting things done through people” atau diartikan lebih luas sebagai “proses pencapaian
tujuan melalui pendayagunaan sumber daya manusia dan material secara efisien” (Buford dan
Bedeian, 1988:78). Manajemen yang berkenaan dengan pemberdayaan sekolah merupakan
alternatif yang paling tepat untuk mewujudkan sekolah yang mandiri dan memiliki
keunggulan tinggi. Pemberdayaan adalah memberikan otonomi yang lebih luas dalam
memecahkan masalah di sekolah. Oleh karena itu diperlukan suatu perubahan kebijakan di
bidang manajemen pendidikan dengan prinsip memberikan kewenangan mengelola dan
mengambil keputusan sesuai tuntutan dan kebutuhan sekolah.

Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) atau dalam terminalogi bahasa Inggris lazim
disebut dengan “School Based Management” adalah model pengelolaan yang memberikan
otonomi atau kemandirian kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan
partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah sesuai dengan standar
pelayanan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, provinsi, kabupaten dan kota ( Permadi
Dadi dan Arifin Daeng, 2007:18). Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah memiliki
tujuan sebagai berikut: (1) Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif
sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia; (2) Meningkatkan
kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui
pengambilan keputusan bersama; (3) Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang
tua, sekolah, dan pemerintah tentang mutu sekolah; dan (4) Meningkatkan kompetisi yang
sehat antar sekolah untuk pencapaian mutu pendidikan yang diharapkan.

Dengan demikian, MBS merupakan konsep pemberdayaan sekolah dalam rangka


peningkatkan mutu dan kemandirian sekolah. Dengan MBS diharapkan para kepala sekolah,
guru, dan personel lain di sekolah serta masyarakat setempat dapat melaksanakan pendidikan
sesuai dengan kebutuhan, perkembangan zaman, karakteristik lingkungan dan tuntutan
global. Oleh karena itu, keberhasilan dalam mencapai kinerja unggul akan sangat ditentukan
oleh faktor informasi, pengetahuan, keterampilan dan insentif yang berorientasi pada mutu,
efisiensi, dan kemandirian sekolah.

Ada beberapa asumsi dasar mengapa MBS diterapkan sebagai upaya dalam meningkatkan
pengelolaan pendidikan? Asumsi dasar pertama, yaitu sekolah dipandang sebagai suatu
lembaga layanan jasa pendidikan yang memposisikan kepala sekolah sebagai manajer
pendidikan. Kepala sekolah dituntut bertanggung jawab atas seluruh komponen sekolah, dan
harus berupaya meningkatkan mutu pelayanan dan mutu hasil belajar yang berorientasi
kepada pemakai, baik internal (siswa), maupun eksternal (masyarakat), pemerintah, maupun
lembaga industri dan dunia kerja.

Berkaitan dengan harapan untuk menghasilkan mutu yang baik, konsep MBS memperhatikan
aspek-aspek mutu yang baik yang harus dikendalikan secara komprehensif, yaitu: (1)
karakteristik mutu pendidikan, yang meliputi input, proses, maupun output; (2) pembiayaan;
(3) metode penyampaian bahan pelajaran; dan (4) pelayanan kepada siswa dan orang
tua/masyarakat.

Itulah hal-hal yang melandasi keyakinan bahwa pengambilan keputusan dalam merancang
dan mengelola pendidikan seharusnya lebih banyak dilakukan di tingkat sekolah. Namun
demikian, sekolah tidak memiliki kapasitas untuk berjalan sendiri tanpa menghiraukan
kebijakan, prioritas, dan standarisasi yang diamanatkan oleh pemerintah yang telah
ditentukan secara demokratis atau politis.

Manajemen Pembelajaran

Manajemen pembelajaran mempunyai pengertian “kerjasama untuk mencapai tujuan proses


belajar mengajar” (Suryosubroto, 2004 : 16). Manajemen pembelajaran dapat dilihat dengan
kerangka berpikir sistem. Sistem adalah “keseluruhan yang terdiri dari bagian-bagian yang
saling berinteraksi dalam suatu proses utuk mengubah masukan menjadi keluaran”
(Suryosubroto, 2004 : 18).

Manajemen pembelajaran mengandung pengertian proses untuk mencapai tujuan belajar


mengajar. Proses itu dimulai dari Perencanaan, pengarahan, pemantauan dan penilaian
(Suryosubroto, 2004 : 16).

a) Perencanaan diartikan sebagai langkah awal di dalam kegiatan dengan cara membagi
tugas-tugas kepada guru dan siswa di dalam kelas selama proses pembelajaran. b)
Pengkoordinasian mengandung makna menjaga agar tugas-tugas yang telah dibagikan dapat
dikerjakan menurut kehendak yang mengerjakannya, tetapi menurut aturan sehingga
menyumbang terhadap pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dan disepakati. c)
Pengarahan diperlukan agar kegiatan yang dilakukan bersama tetap melalui jalur yang telah
ditetapkan, tidak terjadi penyimpangan yang dapat menimbulkan terjadinya pemborosan. d)
Proses pemantauan(monitoring), yaitu suatu kegiatan untuk mengumpilkan data dalam usaha
mengetahui sudah seberapa jauh kegiatan belajar mengajar telah mencapai tujuannya, dan
kesulitan apa yang ditemui dalam pelaksanaan itu. e) Proses kerjasama pembelajaran yang
terakhir adalah penilaian untuk melihat apakah tujuan yang telah ditetapkan tercapai atau
tidak.

Apa yang harus dikerjakan oleh manajer pembelajaran dalam kaitannya dengan
pengembangan manajemen pembelajaran? Sebuah pertanyaan yang tidak bisa dijawab secara
ringkas, singkat dan cepat. Sedikitnya diperlukan lima langkah besar dalam rangka
pemenuhan target kegiatan tersebut, antara lain: 1) manajemen atmosfir pembelajaran; 2)
manajemen tugas ajar; 3) manajemen tugas ajar dalam domain kognitif dan afektif; 4)
manajemen penyajian bahan pembelajaran; dan 5) manajemen lingkungan pembelajaran.
(Suherman, 2001 : 35 – 57). Beberapa bagian terpenting dari manajemen pembelajaran
tersebut antara lain: 1) penciptaan lingkungan belajar; 2) mengajar dan melatihkan harapan
kepada siswa; 3) meningkatkan aktivitas belajar; dan 4) meningkatkan disiplin siswa.
(Suherman, 2001 : 54). Selain itu dalam penyusunan materi diperlukan pula rancangan tugas
ajar dalam wilayah psikomotrik, rancangan tugas ajar dalam wilayah kognitif, serta
rancangan tugas ajar dalam wilayah afektif.

Strategi pembelajaran memerlukan memerlukan perubahan paradigma yakni dari teaching ke


learning atau penggabungan keduanya, yakni teaching and learning. Untuk itu diperlukan
guru yang profesional.

Guru yang profesional adalah guru yang memiliki sepuluh kompetensi. Kesepuluh
kompetensi itu adalah (1) menguasai bahan, (2) meneglola kelas, (3) mengelola program
belajar-mengajar, (4) menggunakan media dan sumber, (5) mengelola interaksi belajar-
mengajar, (6) menilai kemampuan siswa, (7) menguasai landasan kependidikan, (8) mengenal
fungsi dan layanan BK, (9) mengenal administrasi sekolah, dan (10) memahami prinsip
penelitian.

Salah satu metode pembelajaran yang sesuai adalah CTL (Contextual Teaching and
Learning). Filosofi pembelajaran kontekstual berakar dari faham progresivisme John Dewey.
Intinya siswa akan belajar dengan baik apabila apa yang mereka pelajari berhubungan dengan
apa yang telah mereka ketahui serta proses belajar akan produktif jika siswa terlibat aktif
dalam proses belajar disekolah. Keaktifan siswa secara individu maupun dalam kelompok
merupakan obsesi hak anak untuk bermain, bersosialisasi, dan belajar hidup selaras dengan
lingkungannya.

Selain teori progresivisme John Dewey, teori kognitif melatarbelakangi pula filosofi
pembelajaran kontektual. Siswa akan belajar dengan baik apabila mereka terlibat secara aktif
dalam segala kegiatan dikelas dan berkesempatan untuk menemukan sendiri. Sejauh ini
pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat
fakta-fakta yang harus dihafal. Kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama
pengetahuan, kemudian ceramah sebagai pilihan utama strategi belajar. Untuk itu diperlukan
sebuah strategi belajar yang lebih memberdayakan siswa . Sebuah strategi belajar tidak
mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa
mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri.

Pembelajaran kontekstual adalah suatu proses pendidikan yang bertujuan untuk membantu
siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara
menghubungkan dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari,. Pembelajaran kontekstual
terjadi apabila siswa menerapkan dan mengalami apa yang sedang diajarkan dengan mengacu
pada masalah-masalah dunia nyata yang berhubungan dengan peran dan tanggung jawab
mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, siswa dan tenaga kerja. Untuk mencapai
tujuan tersebut, sistem CTL akan membantu siswa melalui kedelapan komponen utama CTl :
melakukan hubungan bermakna, mengerjakan pekerjaan yang berarti, mengatur cara belajar
sendiri, bekerja sama, berfikir kritis dan kreatif, memelihara/merawat pribadi siswa,
mencapai standar yang tinggi dan menggunakan assesment autenty ( Johnson 2002:25 ).

Karakteristik pembelajaran kontekstual menurut Johnson (2002:24) adalah sebagai berikut :

 Melakukan hubungan yang bermakna ( making meaningful connection )


 Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan ( doing signifikan work )
 Belajar yang diatur sendiri ( self regulated learning )
 Bekerja sama ( collaboratig )
 Berfikir kritis dan kreatif ( critical and creative thinking )
 Mengasuh atau memelihara pribadi siswa ( nurturing the individual )
 Mencapai standart yang tinggi ( reaching high standarts )

Menggunakan penelitian autentik ( using autentik assesment )

Dalam proses pembelajaran guru harus memperhatikan 4 hal ( Roestiyah, 1982:7 ) yaitu: “1)
mengusahakan keikutsertaan secara aktif siswa, 2) menganalisa struktur materi, 3)
menganalisis urutan kerja siswa, 4) memberi penguatan atau umpan balik. Guru harus
meningkatkan minat dan motivasi siswa untuk mencapai hasil belajar yang optimal”.

Dalam pembelajaran biologi, guru dapat memanfaatkan berbagai macam sumber yang ada di
masyarakat sekitarnya. Perkembangan IPTEK dapat dimanfaatkan untuk media
pembelajaran. Teknologi komunikasi berupa media cetak dan elektronik, meliputi surat kabar,
majalah, brusur, buku. Media elektronik berupa, televise, radio, internet, mp3 player, CD,
VCD, tape, OHP, LCD, Komputer. Melalui internet dapat diperoleh berbagai informasi untuk
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan siswa. Melalui berbagai media tersebut siswa
dapat mengapikasikan tujuh elemen penting yaitu, penemuan (inquiry), pertanyaan
(questioning), konstruktivistik (constructivism), pemodelan (modeling), masyarakat belajar
(learning community), penilaian autentik (authentic assement), dan refleksi (reflection) .

Anda mungkin juga menyukai