Anda di halaman 1dari 30

PRESENTASI KASUS

KOLELITIASIS

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

Penyakit Dalam RSUD Saras Husada Purworejo

Disusun Oleh :

Ruly Dwi Rintayani

20164011119

Pembimbing :
dr. Syamsul Burhan, Sp. B

SMF BEDAH
RSUD SARAS HUSADA PURWOREJO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015

1
HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

KOLELITIASIS

Telah disetujui pada tanggal 2 November 2016

Oleh :

Pembimbing Kepaniteraan Klinik Bedah

dr. Syamsul Burhan, Sp. B

2
BAB I
PENDAHULUAN

Sampai saat ini kolelitiasis masih merupakan salah satu penyakit


gastrointestinal yang sering ditemui. Di beberapa negara barat dilaporkan bahwa
keluhan yang berkaitan dengan penyakit batu empedu dan komplikasinya merupakan
penyebab terbanyak perawatan untuk kelompok kelainan gastrointestinal. Meskipun
sebagian besar pengidap batu tanpa gejala, manakala simptom muncul tidak jarang
berlanjut dengan masalah dan penyulit yang penatalaksanaannya membutuhkan biaya
tinggi. Diperkirakan sedikitnya sekitar 10% populasi di negara barat mengidap penyakit
batu empedu. Di Amerika Serikat dilaporkan bahwa lebih dari 20 juta penduduk
memiliki batu empedu, dan tercatat sebanyak 700.000 tindakan operasi kolesistektomi
dilakukan setiap tahun. Prevalensi ini tampaknya juga berkaitan dengan ras, karena
didapatkan angka sangat fantastis pada suku indian, yaitu sekitar 20%.

Di Indonesia belum diketahui angka pasti pengidap batu empedu, tetapi sebuah
studi populasi di sebuah area sub-urban ( depok, jawa barat ) yang dilakukan tahun
2000 mendapatkan angka 3,6%. Insidens penyakit batu empedu dan penyakit saluran
empedu lainnya di indonesia diduga tidak berbeda jauh dengan angka di negara lain di
asia tenggara dan sejak tahun 1980-an berkaitan erat dengan cara mendiagnosis dengan
menggunakan ultrasonografi. Tipe batu empedu di Indonesia yang lebih umum adalah
batu kolesterol, namun insidens batu pigmen lebih tinggi dibanding yang terdapat di
negara barat. Di indonesia, kolelitiasis baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara
publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. Sebagian besar pasien dengan batu
empedu tidak mempunyai keluhan.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Kolelithiasis
Kolelitiasis adalah massa inorganik yang terbentuk di dalam kandung empedu,
kadang-kadang di dalam duktus koledokus atau duktus hepatikus. Sinonimnya adalah
batu empedu, gallstones, biliary calculus. Kandung empedu merupakan kantong
berongga berbentuk bulat lonjong seperti buah advokat yang terletak tepat di bawah
lobus kanan hati. Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan
empedu. Dikenal tiga jenis batu empedu yaitu batu kolesterol, batu pigmen atau batu
bilirubin, yang terdiri dari kalsium bilirubinat, dan batu campuran.

B. Anatomi Kandung Empedu


Kandung empedu merupakan organ berbentuk bulat lonjong seperti buah
advokat, berongga dan menyerupai kantong dengan panjang 4 hingga 6 cm yang berisi
30-60ml empedu. Kandung empedu terletak dalam suatu cekungan yang dangkal pada
permukaan inferior hati oleh jaringan ikat yang longgar. Dinding kandung empedu
terutama tersusun dari otot polos. Kandung empedu dihubungkan dengan duktus
koledokus lewat duktus sistikus.
Duktus sistikus panjang 1-2 cm dengan diameter 2-3mm, dinding lumennya
mengandung katup spiral yang disebut katup spiral heister yang memudahkan cairan
empedu mengalir masuk ke dalam empedu dan menahan keluarnya aliran cairan
empedu. Kandung empedu memiliki bagian berupa fundus, korpus, dan kolum. Fundus
berbentuk bulat, berujung buntu pada kandung dan biasanya menonjol dibawah pinggir
inferior hepar yang dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen
setinggi ujung rawan costa IX kanan
Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu yang berisi getah
empedu. Getah emepedu adalah suatu cairan yang disekeresi setiap hari oleh sel hati
yang dihasilkan setiap hari 500-1000 cc, sekresinya berjalan terus menerus, jumlah
produksi meningkat sewaktu mencerna lemak.. Kolum adalah bagian sempit dari
kandung empedu yang terletak antara korpus dan duktus sistika. Empedu yang
disekresikan dari hati akan disimpan sementara waktu dalam kandung empedu. Saluran
empedu terkecil yang disebut kanalikulus terletak diantara lobulus hati.

4
Kanalikulus menerima hasil sekresi dari hepatosit dan membawanya ke saluran
empedu yang lebih besar yang akhirnya akan membentuk duktus hepatikus. Duktus
tersebut keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri
yang kemudian segara bersatu membentuk duktus hepatikus komunis (common hepatic
duct). Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus
koledokus (common bile duct) yang akan mengosongkan isinya ke dalam intestinum.
Pada sebagian besar orang, duktus koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus
membentuk ampula Vateri (bagian duktus yang melebar) sebelum bermuara ke
duodenum. Bagian terminal dari kedua saluran dan ampula dikelilingi oleh serabut otot
sirkular yang dikenal sebagai sfingter Oddi yang mengatur aliran empedu ke dalam
duodenum.
Pasokan darah ke kandung empedu adalah melalui arteri sistikus yang terbagi
menjadi anterior dan posterior dimana arteri sistikus merupakan cabang dari arteri
hepatikus kanan yang terletakdi belakang dari arteri duktus hepatis komunis tetapi arteri
sistikus asesorius sesekali dapat dari arteri 10 gastroduodenal Arteri sistikus muncul
dari segitiga Calot (dibentuk oleh duktus sistikus, common hepatic ducts, dan ujung
hepar)

5
Vaskularisasi kandung empedu (a) arteri hepatika kanan (b) arteri koledokus kanan (c) arteri
retroduodenal (d) cabang kiri arteri hepatika (e) arteri hepatika (f) arteri koledokus kiri (g) arteri
hepatika komunis (h) arteri gasroduodenal

6
C. Fisiologi Kandung Empedu
Kandung empedu berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu. Kapasitas
kandung empedu adalah 30-50ml empedu. Empedu yang ada di hati akan dikeluarkan
di antara saat-saat makan, ketika sfingter Oddi tertutup, empedu yang diproduksi oleh
hepatosit akan memasuki kandung empedu. Selama penyimpanan, sebagian besar air
dalam empedu diserap melalui dinding kandung empedu sehingga empedu dalam
kandung empedu lebih pekat lima hingga sepuluh kali dari konsentrasi saat
disekresikan pertama kalinya oleh hati.
Pengaliran cairan empedu diatur oleh 3 faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati,
kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa,
empedu yang diproduksi akan dialih-alirkan ke dalam kandung empedu. Setelah
makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter relaksasi, dan empedu mengalir ke
duodenum. Memakan makanan akan menimbulkan pelepasan hormon duodenum, yaitu
kolesistokinin (CCK), yang merupakan stimulus utama bagi pengosongan kandung
empedu, hormon ini merangsang nervus vagus sehingga terjadi kontraksi kandung
empedu. Reseptor CCK telah dikenal terletak dalam otot polos dari dinding kandung
empedu. Pengosongan maksimum terjadi dalam waktu 90-120 menit setelah konsumsi
makanan. Empedu secara primer terdiri dari air, lemak, organik, dan elektrolit, yang
normalnya disekresi oleh hepatosit. Zat terlarut organik adalah garam empedu,
kolesterol, dan fosfolipid. Sebelum makan, garam-garam empedu menumpuk di dalam
kandung empedu dan hanya sedikit empedu yang mengalir dari hati. Makanan di dalam
duodenum memicu serangkaian sinyal hormonal dan sinyal saraf sehingga kandung
empedu berkontraksi. Sebagai akibatnya, empedu mengalir ke dalam duodenum dan
bercampur dengan makanan.
Empedu memiliki fungsi, yaitu membantu pencernaan dan penyerapan lemak,
berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama hemoglobin yang
berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol, garam empedu
meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak untuk
membantu proses penyerapan, garam empedu merangsang pelepasan air oleh usus
besar untuk membantu menggerakkan isinya, bilirubin (pigmen utama dari empedu)
dibuang ke dalam empedu sebagai limbah dari sel darah merah yang dihancurkan serta
obat dan limbah lainnya dibuang dalam empedu dan selanjutnya dibuang dari tubuh.

7
Garam empedu kembali diserap ke dalam usus halus, disuling oleh hati dan
dialirkan kembali ke dalam empedu. Sirkulasi ini dikenal sebagai sirkulasi
enterohepatik. Seluruh garam empedu di dalam tubuh mengalami sirkulasi sebanyak
10-12 kali/hari. Dalam setiap sirkulasi, sejumlah kecil garam empedu masuk ke dalam
usus besar (kolon). Di dalam kolon, bakteri memecah garam empedu menjadi berbagai
unsur pokok. Beberapa dari unsur pokok ini diserap kembali dan sisanya dibuang
bersama tinja. Hanya sekitar 5% dari asam empedu yang disekresikan dalam feses.

D. Etiologi Kolelithiasis
Penyebab dan faktor resiko terjadinya batu empedu masih belum diketahui
secara pasti, namun beberapa diduga menjadi faktor predisposisi:
1. Jenis kelamin
Pada wanita meiliki resiko 3x lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan pria. Ini
dikarenakan oleh penggunaan kontraspsi hormonal teutama hormon estrogen
berpengaruh terhadap peningkatan ekskresi kolestrol oleh kandung empedu dan
penurunan kadar chenodeoxycholat. Chenodeoxycholat efeknya melarutkan batu
kolestrol dan menurunkan saturasi kolestrol. Hormon Estrogen tinggi
akan menambah jumlah reseptor di hepatosit sehingga kolesterol meningkat.
Hormon ini juga meningkatkan langsung sekresi kolesterol bebas. Selain itu juga
bisa menghambat enzyme hidroksilase sehingga membentuk ketidakseimbangan
antara kolesterol dan garam empedu sehingga terbentuklah batu empedu. Selain itu
kehamilan yang meningkatkan kadar estrogen juga meningkatkan resiko terkena
kolelitiasis. Dikarenakan hormon estrogen dapat memacu pembentukan batu
dengan cara peningkatan saturasi kolestrol bilier dan menurunkan aktivitas
pengosongan kandung empedu
2. BMI
Orang dengan Body Mass Index tinggi mempunyai resiko lebih tinggi untuk
terjadinya kolelitiasis. Kegemukan merupakan faktor yang signifikan untuk
terjadinya batu kandung empedu. Pada keadaan ini hepar memproduksi kolesterol
yang berlebih, kemudian dialirkan ke kandung empedu sehingga konsentrasinya
dalam kandung empedu menjadi sangat jenuh. Keadaan ini merupakan faktor
predisposisi terbentuknya batu
3. Usia

8
Orang dengan usia lebih dari 40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan orang yang usia lebih muda. Hal ini terjadi akibat
bertambahnya sekresi kolesterol oleh hati dan menurunnya sintesis asam
empedu.Selain itu adanya proses aging, yaitu suatu proses menghilangnya secara
perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap jejas dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
4. Makanan.
Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani berisiko
untuk menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen dari lemak. Jika
kadar kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu melebihi batas normal, cairan
empedu dapat mengendap dan lama kelamaan menjadi batu. Intake rendah klorida,
kehilangan berat badan yang cepat ( seperti setelah oprasi gastrointestinal)
mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat
menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
E. Tipe Batu Empedu
Ada dua tipe utama batu empedu yaitu batu yang terutama tersusun dari pigmen dan
batu terutama yang tersusun dari kolesterol (Smeltzer dan Bare, 2002). Komposisi dari
batu empedu merupakan campuran dari kolesterol, pigmen empedu, kalsium dan
matriks inorganik.
1. Batu kolesterol
Batu kolesterol mengandung lebih dari 50% kolesterol dari seluruh beratnya,
sisanya terdiri dari protein dan garam kalsium. Batu kolesterol sering mengandung
kristal kolesterol dan musin glikoprotein. Kristal kolesterol yang murni biasanya
agak lunak dan adanya protein menyebabkan konsistensi batu empedu menjadi
lebih keras.Batu kolesterol terjadi karena konsentrasi kolesterol di dalam cairan
empedu tinggi. Ini akibat dari kolesterol di dalam darah cukup tinggi. Jika kolesterol
dalam kandung empedu tinggi, pengendapan akan terjadi dan lama kelamaan
menjadi batu. Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat
tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu dan lesitin
(fosfolipid) dalam empedu. Pada pasien yang cenderung menderita batu empedu
akan terjadi penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol
dalam hati; keadaan ini mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol
yang kemudian keluar dari getah empedu, mengendap dan membentuk batu. Getah

9
empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan predisposisi untuk timbulnya batu
empedu dan berperan sebagai iritan yang menyebabkan peradangan dalam kandung
empedu.
2. Batu Pigmen
Batu pigmen merupakan campuran dari garam kalsium yang tidak larut, terdiri dari
kalsium bilirubinat, kalsium fosfat, dan kalsium karbonat. Kolesterol terdapat
dalam batu pigmen dalam jumlah yang kecil yaitu 10% dalam batu pigmen hitam
dan 10- 30% dalam batu pigmen coklat. Batu pigmen dibedakan menjadi dua yaitu
batu pigmen hitam dan batu pigmen coklat, keduanya mengandung garam kalsium
dari bilirubin. Batu pigmen hitam mengandung polimer dari bilirubin dengan musin
glikoprotein dalam jumlah besar, sedangkan batu pigmen coklat mengandung
garam kalsium dengan sejumlah protein dan kolesterol yang bervariasi. Batu
pigmen hitam umumnya dijumpai pada pasien sirosis atau penyakit hemolitik
kronik seperti thalasemia dan anemia sel sikle. Batu pigmen coklat sering
dihubungkan dengan kejadian infeksi. Batu pigmen akan terbentuk bila pigmen tak
terkonyugasi dalam empedu mengadakan presipitasi (pengendapan) sehingga
terjadi batu.

F. Patogenesis Batu Empedu

10
Patogenesis terbentuknya batu kolesterol diawali adanya pengendapan
kolesterol yang membentuk kristal kolesterol. Batu kolesterol terbentuk ketika
konsentrasi kolesterol dalam saluran empedu melebihi kemampuan empedu untuk
mengikatnya dalam suatu pelarut, kemudian terbentuk kristal yang selanjutnya
membentuk batu. Pembentukan batu kolesterol melibatkan tiga proses yang panjang
yaitu pembentukan empedu yang sangat jenuh (supersaturasi), pembentukan kristal
kolesterol dan agregasi serta proses pertumbuhan batu. Proses supersaturasi terjadi
akibat peningkatan sekresi kolesterol, penurunan sekresi garam empedu atau keduanya.
Patogenesis batu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu, stasis empedu,
malnutrisi, dan faktor diet. Kelebihan aktivitas enzim b-glucuronidase bakteri dan
manusia (endogen) memegang peran kunci dalam patogenesis batu pigmen pada pasien
dinegara Timur. Hidrolisis bilirubin oleh enzim tersebut akan membentuk bilirubin tak
terkonjugasi yang akan mengendap sebagai calcium bilirubinate. enzim b-
glucuronidase bakteri berasal kuman E.coli dan kuman lainnya di saluran empedu.
Enzim ini dapat dihambat glucarolactone yang kadarnya meningkat pada pasien dengan
diet rendah protein dan rendah lemak.
Patogenesis batu pigmen hitam banyak dijumpai pada pasien-pasien sirosis,
penyakit hemolitik seperti thalasemia dan anemia sel sikle. Batu pigmen hitam terjadi
akibat melimpahnya bilirubin tak terkonyugasi dalam cairan empedu. Peningkatan ini
disebabkan karena peningkatan sekresi bilirubin akibat hemolisis, proses konjugasi
bilirubin yang tidak sempurna (penyakit sirosis hati) dan proses dekonjugasi. Bilirubin
tak terkonjugasi ini kemudian membentuk kompleks dengan ion kalsium bebas
membentuk kalsium bilirubinat yang mempunyai sifat sangat tidak larut. Proses
adifikasi yang tidak sempurna menyebabkan peningkatan pH, dan keadaan ini
merangsang pembentukan garam kalsium. Kalsium bilirubinat yang terbentuk terikat
dengan musin tertahan di kandung empedu. Hal ini sebagai awal proses terbentuknya
batu.
Patogenesis batu pigmen coklat umumnya terbentuk dalam duktus biliaris yang
terinfeksi. Batu pigmen coklat mengandung lebih banyak kolesterol dibanding batu
pigmen hitam, karena terbentuknya batu mengandung empedu dan kolesterol yang
sangat jenuh. Garam asam lemak merupakan komponen penting dalam batu pigmen
coklat. Palmitat dan stearat yang merupakan komponen utama garam tersebut tidak
dijumpai bebas dalam empedu normal, dan biasanya diproduksi oleh bakteri. Kondisi
stasis dan infeksi memudahkan pembentukan batu pigmen coklat.

11
Dalam keadaan infeksi kronis dan stasis empedu dalam saluran empedu, bakteri
memproduksi enzim b-glucuronidase yang kemudian memecah bilirubin glukoronida
menjadi bilirubin tak terkonjugasi. Bakteri juga memproduksi phospholipase A-1 dan
enzim hidrolase garam empedu. Phospholipase A-1 mengubah lesitin menjadi asam
lemak jenuh dan enzim hidrolase garam empedu mengubah garam empedu menjadi
asam empedu bebas. Produk-produk tersebut kemudian mengadakan ikatan dengan
kalsium membentuk suatu garam kalsium. Garam kalsium bilirubinat, garam kalsium
dari asam lemak (palmitat dan stearat) dan kolesterol membentuk suatu batu lunak.
Bakteri berperan dalam proses adhesi dari pigmen bilirubin.

G. Gambaran Klinis
Manifestasi klinik pada pasien kolelitiasis sangat bervariasi, ada yang
mengalami gejala asimptomatik dan gejala simptomatik. Gejalanya bisa bersifat akut
atau kronis. Gangguan epigastrium, seperti rasa penuh, distensi abdomen dan nyeri
yang samar pada kuadran kanan atas abdomen dapat terjadi. Gangguan ini dapat terjadi
bila individu mengkonsumsi makanan yang berlemak atau yang digoreng.
Gejala yang mungkin timbul pada pasien kolelitiasis adalah nyeri dan kolik
bilier, ikterus, perubahan warna urin dan feses.

1. Kolik bilier
Pada pasien yang mengalami nyeri dan kolik bilier disebabkan karena
adanya obstruksi pada duktus sistikus yang tersumbat oleh batu empedu
sehingga terjadi distensi dan menimbulkan infeksi, saat keadaan distensi
bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada
daerah kartilago kosta Sembilan dan sepuluh kanan. Sentuhan ini
menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika
pasien melakukan inspirasi dala, dan menghambat pengembangan rongga
dada selain itu, pasien akan mengalami mual dan muntah dalam beberapa
jam sesudah mengkonsumsi makanan dalam porsi besar.

Mekanisme mual dan muntah

Obstruksi saluran empedu


12
Alir balik cairan empedu ke hepar (bilirubin, garam empedu, kolesterol)

Proses peradangan disekitar hepatobiliar

Pengeluaran enzim-enzim SGOT dan SGPT

Bersifat iritatif di saluran cerna

Merangsang nervus vagal (N.X Vagus)

Menekan rangsangan sistem saraf parasimpatis

Penurunan peristaltik sistem Akumulasi gas usus
pencernaan (usus dan lambung) di sistem pencernaan

Makanan tertahan di lambung Rasa penuh dengan gas

Peningkatan rasa mual Kembung

Pengaktifan pusat muntah (medula oblongata)

Pengaktifan saraf kranialis ke wajah, kerongkongan,
serta neuron-neuron motorik spinalis
ke otot-otot abdomen dan diafragma

Muntah

2. Ikterus
Gejala kedua yang dijumpai pada pasien kolelitiasis ialah ikterus yang
biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus. Salah satu gejala khas
dari obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum yaitu
penyerapan empedu oleh darah yang membuat kulit dan membran mukosa
berwarna kuning sehingga terasa gatal-gatal di kulit.
3. Gejala selanjutnya terlihat dari perubahan warna urine dan feces.

13
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat
gelap. Feses yamg tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak
kelabu dan biasanya pekat yang disebut clay-colored.

H. Gambaran Laboratoris
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan pada penderita batu empedu di
antaranya hitung sel darah lengkap, urinalisis, pemeriksaan feses, tes fungsi hati dan
kadar amilase serta lipase serum. Pada episode kolik biliaris, sebagian besar penderita
mempunyai hasil laboratorium yang normal. Tetapi bila disertai komplikasi dapat
menunjukkan leukositosis dan peningkatan kadar enzim hati (aspartat
aminotransferase, alanine aminotrasferase, fosfatase alkali), gammma glutamyl
transferase dan bilirubin serum, terutama jika terdapat batu pada duktus koledokus
(sindrom Mirizzi).
Pada pemeriksaan urinalisis, adanya bilirubin tanpa adanya urobilinogen dalam
urin dapat mengarahkan pada kemungkinan adanya obstruksi saluran empedu.
Sedangkan pada pemeriksaan feses, tergantung pada obstruksi oleh batu empedu, bila
terjadi obstrksi total saluran empedu, maka feses tampak pucat (akholis).
Pada penderita batu empedu dengan pankreatitis dapat terjadi peningkatan
kadar amilase dan lipase serum, di samping tes fungsi hati yang abnormal. Diduga
terdapat kolesistitis akut jika ditemukan leukositosis dan sampai 15% penderita
mempunyai peningkatan sedang dari aspartate aminotransferase, alanine
minotranferase, fosfatase alkali dan bilirubin serum.

I. Diagnosis
1. Anamnesis
Sebagian besar penderita batu empedu terutama yang tanpa gejala
(asimptomatis) ditemukan secara kebetulan pada saat penderita melakukan
pemeriksaan radiologi karena keluhan lain. Keluhan yang mungkin timbul
adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan
berlemak. Pada yang simtomatis, Pasien biasanya datang dengan keluhan
utama berupa nyeri di daerah epigastrium atau nyeri/kolik pada perut kanan
atas atau perikondrium yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan
kadang beberapa jam. Kadang pasien datang dengan mata dan tubuh
menjadi kuning, badan gatal-gatal, kencing berwarna seperti teh, tinja

14
berwarna seperti dempul dan Penyebaran nyeri pada punggung bagian
tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai mual dan muntah.
Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan
perut kanan atas akan disertai tanda sepsis seperti demam dan menggigil
bila terjadi kolangitis.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan pada perut kanan atas. Tanda
murphy sign positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita
menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh
ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas.

J. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien kolelitiasis adalah :
1. pemeriksaan laboratorium
a. batu empedu yang asimptomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan
laboratorik. Apabila pasien yang mengalami infeksi peradangan akut biasanya
disertai dengan peningkatan jumlah leukosit (leukositosis)
b. Uji eksresi empedu  Fungsinya mengukur kemampuan hati untuk
mengonjugasi dan mengekresikan pigmen.
 Bilirubin direk (terkonjugasi) merupakan bilirubin yang telah
diambil oleh sel-sel hati dan larut dalam air. Makna klinisnya
mengukur kemampuan hati untuk mengonjugasi dan mengekresi
pigmen empedu. Bilirubin ini akan meningkat bila terjadi gangguan
eksresi bilirubin terkonjugasi.
 Bilirubin indirek (tidak terkonjugasi) merupakan bilirubin yang larut
dalam lemak dan akan meningkat pada keadaan hemolitik (lisis
darah).
 Bilirubin serum total merupakan bilirubin serum direk dan total
meningkat pada penyakit hepatoselular
 Bilirubin urin / bilirubinia merupakan bilirubin terkonjugasi
dieksresi dalam urin bila kadarnya meningkat dalam serum,
mengesankan adanya obstruksi pada sel hatiatau saluran empedu.
Urin berwarna coklat.

15
Apabila ada sindrom mirrizi dimana terdapat batu yang menyumbat
pada collum vesica fellea sehingga membentuk kantung Hartmann
dan mendesak duktus koledokus. Akan ditemukan kenaikan ringan
bilirubin serum.
c. Uji enzim serum
Asparte aminotransferase (AST / SGOT ) dan alanin aminotransferase (ALT /
SGPT) merupakan enzim intrasel yang terutama berada di jantung, hati, dan
jaringan skelet yang dilepaskan dari jaringan yang rusak (seperti nekrosis atau
terjadi perubahan permeabilitas sel dan akan meningkat pada kerusakan hati.
Alkaline posfatase dibentuk dalam hati dan dieksresikan ke dalam empedu,
kadarnya akan meningkat jika terjadi obstuksi biliaris.

2. Pemeriksaan radiologis
a. Ultrasonography (USG)
Pemeriksaan ultrasonografi adalah pemeriksaan yang pertama kali dilakukan
pada pasien dengan kelainan pada saluran empedu. Pemeriksaan ini bersifat non
invasif, tidak nyeri, tidak menimbulkan resiko radiasi pada pasien, dan dapat
dilakukan pada pasien – pasien dengan segala kondisi (baik s/d jelek). Organ-
organ di sekitarnya dapat diperiksa pada saat yang sama. Pasien yang gemuk,
pasien dengan obesitas, dan pasien dengan distensi usus mungkin sulit untuk
diperiksa dengan ultrasonografi. Saluran empedu ekstrahepatal dapat terlihat
dengan baik dengan ultrasonografi, kecuali pada saluran empedu retroduodenal.
Ultrasonograhy mempunyai spesifisitas 90% dan sensitivitas 95% dalam
mendeteki adanya batu kandung empedu. Indikasi adanya kolesistitis akut pada
pemerikaan USG ditunjukkan dengan adanya batu (acoustic shadow),
penebalan dinding kandung empedu (double layer), cairan perikolesistikus dan
Murphy sign positif akibat kontak dengan probe USG.
b. CT scan.
Pada pemeriksaan ini gambaran suatu organ ditampilkan dalam satu seri
potongan cross sectional yang berdekatan, biasanya 10-12 image. CT scan
abdomen lebih inferior dibanding USG dalam mendiagnosis batu empedu,
tetapi lebih superior dibanding USG dalam pemeriksaan pasien dengan obesitas
dan banyaknya gas dalam sistem usus. Penggunaan CT scan terutama adalah
untuk menilai status saluran ekstrahepatal dan struktur – struktur di dekatnya.

16
Pada kasus akut, pemeriksaan ini dapat menunjukkan adanya penebaln dinding
kandung empedu atau adanya cairan perikolesistikus akibat kolesistitis akut.
Selain itu ct-scan berguna untuk mrmbantu diagnosis keganasan pada kandung
empedu yang mengandung batu denga ketepatan sekitar 70-90 persen.
c. PTC (Percutaneus Transhepatic Cholangiography)
Pemeriksaan ini berguna untuk pemeriksaan batu di duktus koledokus dengan
cara menyuntikkan bahan kontras langsung ke dalam percabangan bilier.
Karena konsentrasi bahan kontras yang disuntikkan itu relatif besar, maka
semua komponen pada sistem bilier (duktus hepatikus, duktus koledokus,
duktus sistikus dan kandung empedu) dapat dilihat garis bentuknya dengan
jelas. Resiko tindakan ini adalah perdarahan, kolangitis, leakage empedu.
Indikasi pemeriksaan ini adalah batu empedu dengan gangguan fungsi hati yang
tidak dapat di deteksi dengan USG kolesistografi oral misalnya karena batu
kecil.
d. ERCP (Endoscopic Retrograd Cholangio Pancreaticography)
ERCP adalah pemeriksaan untuk mendeteksi batu empedu di dalam duktus
koledokus dan mempunyai keuntungan terapeutik untuk mengangkat batu
empedu. ERCP adalah suatu teknik endoskopi untuk visualisasi duktus
koledokus dan duktus pankreatikus. Pada pemeriksaan ini menggunakan suatu
kateter untuk memasukkan alat yang dimasukkan ke dalam duktus biliari dan
pankreatikus untuk mendapatkan gambaran x-ray dengan fluoroscopy. Selama
prosedur, klinis dapat melihat langsung gambaran endoskopi dari duodenum
dan papila major, serta gambaran duktus biliari dan pankreatikus. Selain itu
ERCP dapat berfungsi untuk membedakan ikterus yang disebabkan oleh
penyakit hati (ikterus hepatoseluler) dengan ikterusyang disebabkan oleh
obstruksi bilier.
e. Scintigraphy
Pemeriksaan cholescintigraphy menggunakan zat radioaktif yang dimasukkan
ke dalam tubuh secara intravena, zat ini akan diabsorpsi hati dan dieksresikan
ke dalam empedu. Scan secara serial menunjukkan radioaktivitas di dalam
kendung empedu, duktus koledokus dan usus halus dalam 30-60 menit.
Pemeriksaan ini dapat memberikan keterangan mengenai adanya sumbatan
pada duktus sistikus. Cholescintigraphy mempunyai nilai akurasi 95% untuk
pasien dengan kolesistitis akut, tetapi pemeriksaan ini mempunyai nilai positif

17
palsu 30-40% pada pasien yang telah dirawat beberapa minggu karena masalah
kesehatan lain, terutama jika psien tersebut telah menapat nutrisi parenteral.

K. Komplikasi
1. Kolesistisis
Kolesistisis adalah Peradangan kandung empedu, saluran kandung empedu
tersumbat oleh batu empedu, menyebabkan infeksi dan peradangan kandung
empedu.
2. Kolangitis
Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi karena infeksi yang
menyebar melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah saluran-saluran menjadi
terhalang oleh sebuah batu empedu.
3. Hidrops
Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan hidrops kandung
empedu. Dalam keadaan ini, tidak ada peradangan akut dan sindrom yang berkaitan
dengannya. Hidrops biasanya disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus sehingga
tidak dapat diisi lagi empedu pada kandung empedu yang normal. Kolesistektomi
bersifat kuratif.
4. Empiema
Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini dapat
membahayakan jiwa dan membutuhkan kolesistektomi darurat segera.

L. Penatalaksanaan
1. Penanggulangan non bedah
i. Disolusi Medis
Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi non operatif
diantaranya batu kolesterol diameternya <20mm dan batu kurang dari 4
batu, fungsi kandung empedu baik, dan duktus sistik paten.
Tablet asam empedu asam ursodeoxycholic (ursodiol) merupakan obat
pelarut batu empedu dan memecahkan batu empedu secara bertahap pada
kasus pasien simptomatic dengan batu berukuran kecil(kurang dari 5mm)
dengan kandung empedu yang masih berfungsi. Namun obat tablet ursodiol
memiliki tingkat kekambuhan 50% dalam waktu 5 tahun . selain itu, apabila
pengobatan nya telah selesai pembentukan batu dapat terjadi kembali

18
selama 5-10 tahun berikutnya. Sehingga, indikasi untuk pemberian terapi
asam empedu terbatas pada pasien dengan keadaan komorbid yang
menyebabkan resiko untuk operasi dan pada pasien yang menolak untuk
operasi normal.
ii. Disolusi kontak
Pemberian cairan metil terbutil etan yang akan melarutkan batu dengan cara
memasukan cairan pelarut menggunakan kateter langsung ke dalam
kandung empedu dengan bantuan USG. Obat ini hanya bermanfaat bagi
orang yang menolak oprasi atau beresiko tinggi terhadap tindakan oprasi.
iii. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP)
Untuk mengangkat batu saluran empedu dapat dilakukan ERCP terapeutik
dengan melakukan sfingterektomi endoskopik. Teknik ini sebagai standar
baku terapi non-operatif untuk batu saluran empedu. Selanjutnya batu di
dalam saluran empedu dikeluarkan dengan basket kawat atau balon
ekstraksi melalui muara yang sudah besar tersebut menuju lumen duodenum
sehingga batu dapat keluar bersama tinja. Untuk batu saluran empedu sulit
(batu besar, batu yang terjepit di saluran empedu atau batu yang terletak di
atas saluran empedu yang sempit) diperlukan beberapa prosedur endoskopik
tambahan sesudah sfingterotomi seperti pemecahan batu dengan litotripsi
mekanik dan litotripsi laser.
iv. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) adalah Pemecahan batu dengan
gelombang suara. ESWL Sangat populer digunakan beberapa tahun yang
lalu, analisis biaya manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur
ini hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan
untuk menjalani terapi ini.
2. Penanggulangan bedah, yaitu:
i. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan
kolelitiasis simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi
adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
ii. Kolesistektomi laparoskopik
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan
sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopik.

19
Delapan puluh sampai sembilan puluh persen batu empedu di Inggris
dibuang dengan cara ini. Kandung empedu diangkat melalui selang yang
dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut. Indikasi pembedahan batu
kandung empedu adalah bila simptomatik, adanya keluhan bilier yang
mengganggu atau semakin sering atau berat. Indikasi lain adalah yang
menandakan stadium lanjut, atau kandung empedu dengan batu besar,
berdiameter lebih dari 2 cm, sebab lebih sering menimbulkan kolesistitis
akut dibanding dengan batu yang lebih kecil. Kolesistektomi laparoskopik
telah menjadi prosedur baku untuk pengangkatan batu kandung empedu
simtomatik. Kelebihan yang diperoleh pasien dengan teknik ini meliputi
luka operasi kecil (2-10 mm) sehingga nyeri pasca bedah minimal

M. PENCEGAHAN
Setelah penanganan bedah maupun non-bedah dilakukan, maka selanjutnya dilakukan
perawatan paliatif yang fungsinya untuk mencegah komplikasi penyakit yang lain,
mencegah atau mengurangi rasa nyeri dan keluhan lain, serta meningkatkan kualitas
hidup pasien. Perawatan tersebut bisa dilakukan dengan salah satu cara yaitu
memerhatikan asupan makanan dengan intake rendah lemak dan kolesterol.
Selain itu, pencegahan dapat dilakukan dengan pengobatan asam ursodeoxycholic yang
digunakan untuk mencegah pembentukan batu empedu. Pemberian asam ursodeoxycholic
dengan dosis 600 mg setiap hari selama 16 minggu mengurangi kejadian batu empedu dengan
80%

20
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS

Nama : Ny. Nurhayanti

Usia : 37 Tahun

Jenis Kelamin : perempuan

Alamat : Kebonsari RT/RW 002/001, Purwodadi

Status : Menikah

Berat badan : 53 kg

Tinggi badan : 155 cm

Tanggal Masuk : 22 september 2016

Diagnosis Masuk : cholelitiasis

KELUHAN UTAMA

Nyeri perut bagian kanan atas

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

- Pasien datang ke RSUD Dr. Tjitrowardojo dengan keluhan nyeri perut kanan bagian
atas sejak 1 tahun yang lalu nyeri perut bertambah berat sejak 5 bulan SMRS, nyeri
yang dirasakan tajam seperti tertusuk-tusuk hilang timbul dengan intensitas berat
selama ± 30-60 menit dan frekuensi >10x perhari, nyeri kemudian menghilang
perlahan-lahan selanjutnya nyeri muncul kembali. Nyeri yang dirasakan dari perut
kanan atas menjalar ke punggung dan bahu. Nyeri muncul setiap saat jika nyeri muncul
pasien merasakan mual, sampai keringat dingin karena menahan rasa nyeri dan tidak
dapat melakukan akitivitas apapun. Pasien biasanya hanya berbaring di tempat tidur
dan istirahat ketika serangan nyeri datang. Pasien juga mengatakan bahwa perutnya
terasa penuh dan buang air besar kurang lancar dengan frekuensi seminggu sekali,
padat,nyeri saat BAB (+), darah (-), lendir (-), dempul (-) selama ± 5 bulan dan BAK
4-5x seminggu, seperti teh (-), nyeri saat BAK (-), darah (-) selama ± 5 bulan.
Pasien juga mengaku nafsu makan turun serta sulit tidur berhari-hari dikarenakan nyeri
perut yang bertambah berat.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

21
- Pasien juga mengaku memiliki riwayat sakit jantung dan hipertensi sejak (2011). Pasien
rutin kontrol kedokter dan mengkonsumsi rutin obat-obatan jantung seperti bisoprolol
dan valsartam.
- Riwayat DM (-), asma (-), TBC (-)

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

- Dikeluarga tidak ada yang pernah mengalami hal yang serupa.


- Bapak TBC(+) dan sudah meninggal , ibu Hipertensi (+), jantung (-), DM (-)

RIWAYAT SOSIAL EKONOMI

- Pasien mengatakan bahwa ia suka sekali makanan berlemak dan kurang makan buah-
buahan serta olahraga. Pasien juga menyangkal memiliki riwayat merokok.
- Pasien memiliki riwayat penggunaan kontrasepsi suntik 1 tahun dan pil 3 tahun sampai
sekarang.

ANAMNESIS SISTEM

a. Sistem saraf pusat : pusing (+), nyeri kepala (-)


b. Sistem integumentum : tidak ada keluhan
c. Sistem muskuloskeletal : nyeri pada persendian (-)
d. Sistem gastrointestinal : mual (+), muntah (-), BAB keras (+), lendir darah (-)
e. Sistem urinaria : BAK kurang lancar
f. Sistem respiratori : sesak nafas (-), batuk (-).
g. Sistem cardiovascular : berdebar-debar (-)

PEMERIKSAAN FISIK

Kesan umum : Sedang, tampak kesakitan, kooperatif


Kesadaran : Compos mentis GCS : E4 V5 M6
Vital sign : - Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Nadi : 84 x/menit
- Pernafasan : 28 x/menit
- Suhu badan : 36,5oC
Pemeriksaan
kepala : Bentuk mesocephal, rambut warna hitam distribusi merata, tidak
tampak benjolan

22
- Mata : Konjungtiva anemis (+/+), dan sklera ikterik(-/-)
- Telinga : secret (-), perdarahan (-)
- Hidung : secret (-), epistaksis (-), tidak ada deviasi septum
- Mulut : sianosis (-), lidah kotor (-)
- Bibir : kering (-), sianosis (-)
Pemeriksaan
leher : - Kelenjar tiroid : tidak ditemukan pembengkakan
- Kelenjar limfonodi : tidak ditemukan pembengkakan
Pemeriksaan
dada : Bentuk dada : simetris (+)
Pemeriksaan Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba pada sela iga ke 5 line
midclaviclaris.
Perkusi : Batas jantung
- Kanan atas : SIC II linea para sternalis kanan
- Kiri atas : SIC II linea para sternalis kiri
- Kanan bawah : SIV IV linea para sternalis kanan
- Kiri bawah : SIC V linea midclavicularis kiri
Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop
(-),irama derap (-).

Pemeriksaan paru-paru :
Kanan Kiri
Inspeksi Tampak simetris Tampak simetris
retraksi subcostalis (-) retraksi subcostalis (-)
retraksi supraclavicularis (-) retraksi supraclavicularis (-)
retraksi intercostalis (-) retraksi intercostalis (-)
ketinggalan gerak (-) ketinggalan gerak (-)

23
Palpasi Ketinggalan gerak (-) Ketinggalan gerak (-)
deformitas (-) deformitas (-)
Perkusi Sonor pada seluruh Sonor pada seluruh
lapangan paru lapangan paru

Auskultasi Suara dasar vesicular Suara dasar vesicular


ronkhi (-) ronkhi (-)
wheezing (-) wheezing (-)
Pemeriksaan
perut : Inspeksi : Distensi (-), tidak ada tanda peradangan, spider navi (-).
Auskultasi : peristaltik (+) normal , metalic sound (-).
Palpasi : Supel (+), nyeri tekan perut kuadran kanan atas (+),
murphy sign (+), defans muskular (-), massa (-), turgor
cukup, hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : Redup kuadran kanan atas (+),
Pemeriksaan
genital : Tidak di evaluasi

Pemeriksaan : Superior : oedem (-/-), tremor (-/-), sianosis (-/-), capillary


ekstremitas refill <2 detik, akral hangat, tonus otot cukup
Inferior : oedem (-/-), tremor (-/-), sianosis (-/-), capillary
refill <2 detik, akral hangat, tonus otot cukup

Pemeriksaan EKG :

Normo Sinus Rhytm

Pemeriksaan USG Abdomen Atas :

Hepar : ukuran dan echostruktur normal, permukaan licin, sistema vaskuler dan
bilier intrahepatal tidak prominent, tidak tampak lessi massa/ nodul

VF : ukuran normal, dinding tak menebal, tampak dua buah lesi hyperechoic
intralumen VF, batas tegas, acoustic shadow (+), ukuran panjang terbesar
0,65cm

24
Lien : ukuran dan echostruktur normal, tidak tampak lesi masa/modul

Pancreas : ukuran dan echostruktur normal, tidak nampak lesi massa

Kesan : multiple cholecystolithiasis, tak tampak kelainan pada hepar, lien,


pancreas, dan kedua ren

Kesimpulan anamesis dan diagnosa fisik :

- Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas menjalar hingga punggung ± 5
bulan , mual (+), muntah (-), pusing (+), nafsu makan menurun (+), BAB keras
berwarna putih seperti dempul (-), BAK berwarna coklat pekat seperti teh (-), mata dan
kulit berwarna kuning (-).
- KU : cukup, Compos Mentis
- Vital Sign : TD: 120/70 mmHg; HR : 84x/m; RR : 28x/m; S : 36,5oC
- Kepala : mata CA (+/+) SI (-/-)
- Paru : wheezing (-/-) RB (-/-) simetris (+/+) vesikuler (+/+)
- Abdomen : flat (+), nyeri perut kuadran kanan atas (+), murphy sign (+)
- Ekstremitas : udem (-)
Pemeriksaan EKG :

Normo Sinus Rhytm

Pemeriksaan USG Abdomen Atas tanggal 26 july 2016:

Hepar : ukuran dan echostruktur normal, permukaan licin, sistema vaskuler dan
bilier intrahepatal tidak prominent, tidak tampak lessi massa/ nodul

VF : ukuran normal, dinding tak menebal, tampak dua buah lesi hyperechoic
intralumen VF, batas tegas, acoustic shadow (+), ukuran panjang terbesar
0,65cm

Lien : ukuran dan echostruktur normal, tidak tampak lesi masa/modul

Pancreas : ukuran dan echostruktur normal, tidak nampak lesi massa

Kesan : multiple cholecystolithiasis, tak tampak kelainan pada hepar, lien,


pancreas, dan kedua ren

25
Hasil Pemeriksaan Laboratorium Darah
Tanggal: 22 september 2016

NILAI Interpretasi
PARAMETER HASIL
NORMAL
HB 10,8 11,7-15,5 Rendah
AL (Angka Leukosit) 7,6 3,6-11,0 Normal
AE (Angka Eritrosit) 4,9 3,80-5,20 Normal
AT (Angka Trombosit) 405 150-400 Tinggi
HMT (Hematokrit) 34 35-47 Rendah
MCV 71 80 – 100 Rendah
MCH 22 26 – 34 Rendah
MCHC 31 32 – 36 Rendah
DIFFERENTIAL COUNT
Neutrofil 63,50 50-70 Normal
Limfosit 28,20 25-40 Normal
Monosit 6,30 2-8 Normal
Eosinofil 1,60 2,00-4,00 Rendah
Basofil 0,40 0-1 Normal
Kimia klinik
Gula Darah sewaktu 112 70-120 Normal
SGOT 17 0-35 Normal
SGPT 12 0-35 Normal
Bilirubin Total 0,44 0,1-1,0 Normal
Bilirubin Direk 0,34 0-0,4 Normal
Bilirubin Indirek 0,10 Normal
Sero Imunologi
HbsAg Negatif Negatif

Tanggal :26 september 2016

NILAI INTERPRETASI
PARAMETER HASIL
NORMAL
Hemoglobin 10,2 11,7-15,5 Rendah
Leukosit 6,5 3,6-11,0 Normal
Hematokrit 32 35-47 Rendah
Eritrosit 4,5 3,80-5,20 Normal
Trombosit 323 150-400 Normal

26
MCV 75 80-100 Rendah
MCH 23 26-34 Rendah
MCHC 32 32-36 Normal
Netrofil 66,30 50-70 Normal
Limfosit 23,80 25-40 Rendah
Monosit 5,60 2-8 Normal
Eosinofil 4,00 2,00-4,00 Normal
Basofil 0,30 0-1 Normal

PENATALAKSANAAN

- Infus futrolit 20 tpm


- Inj. Ceftrimet 1x1 gr
- Inj. Ketorolac 3x30mg
- Inj. Ranitidin 3x1A
- Diet bebas TKTP

Tanggal : 23 september 2016

- Pro cholesitektomy

27
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus diatas, berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah
dilakukan, didapatkan beberapa tanda dan gejala yang mengarah pada keluhan yang sering
didapat pada kolelithiasis yaitu nyeri perut kanan atas yang menjalar hingga punggung (+),
disertai mual (+),dan penurunan nafsu makan (+), dari pemeriksaan fisik didapatkan murphy
sign positif yang menandakan adanya kelainan di vesica fellea, selain itu nyeri perut kanan atas
yang menjalar hingga punggung disebabkan karena adanya penekanan pada nervus phrenicus
yang berada di diafragma akibat pembesaran kandung empedu.

Dari hasil pemeriksaan penunjang yaitu USG abdomen terdapat, multiple


kholesistolithiasis atau batu di kandung empedu. Lalu dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu
laboratorium untuk darah lengkap. Dari hasil laboraturium, pasien didapatkan AL normal yaitu
=7,6 yang menunjukan bahwa tidak ada tanda-tanda infeksi atau peradangan dan HB= 10,9 ,
MCV=71, MCH =22, MCH =31 rendah yang menunjukan pasien mengalami anemia yang
disebabkan oleh defisiensi zat besi karena kurangnya asupan zat besi seperti sayur-sayuran
hijau . Dari hasil pemeriksaan kimia menunjukan hasil dalam batas normal hal tersebut
dibuktikan dari pasien yang tidak menunjukan tanda-tanda ikterik atau gangguan pada
bilirubin.

Pengobatan yang didapatkan pada pasien ini adalah injeksi ceftrimet yang berfungsi
untuk mengatasi infeksi, injeksi ketorolac yang berfungsi sebagai analgetik dan injeksi
ranitidin sebagai penurun kadar asam lambung, serta tindakan operatif cholesistektomy yaitu
pengangkatan kandung empedu.

28
BAB V
KESIMPULAN

1. Kolelitiasis adalah massa inorganik yang terbentuk di dalam kandung empedu, kadang-
kadang di dalam duktus koledokus atau duktus hepatikus. Sinonimnya adalah batu
empedu, gallstones, biliary calculus.
2. Penyebab dan faktor resiko terjadinya batu empedu masih belum diketahui secara pasti,
namun wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal, kehamilan, kegemukan, usia
>40 tahun, dan makanan diduga menjadi faktor predisposisi tinggi.
3. Manifestasi klinik pada pasien kolelitiasis sangat bervariasi, ada yang mengalami gejala
asimptomatik dan gejala simptomatik. Pasien kolelitiasis dapat mengalami dua jenis
gejala: gejala yang disebabkan oleh penyakit kandung empedu itu sendiri dan gejala
yang terjadi akibat obstruksi pada jalan perlintasan empedu oleh batu empedu.
4. Sebagian besar penderita batu empedu terutama yang tanpa gejala ditemukan secara
kebetulan pada saat penderita melakukan pemeriksaan radiologi karena keluhan lain.
Pada anamnesis kadang dapat ditemuan riwayat kolik biliaris, yaitu rasa nyeri di daerah
epigastrium atau daerah kuadran kanan atas perut.
5. Penatalaksanaan kasus kholelithiasis dapat dengan terapi medis (non-operatif) maupun
pembedahan (operatif).

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo, et.al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid I. Interna
Publishing, Jakarta.
2. Corwin, J.E. 2009. Buku Saku Patofisiologi. EGC, Jakarta.
3. Wilson & Price. 2005. Patofisiologi. Edisi 6. EGC, Jakarta.
4. Nurman A.1999 Penatalaksanaan Batu Empedu, Rumah Sakit TNI AL dr
Mintohardjo, Jakarta
5. Sjamsuhidajat, dan Wim de Jong.2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. EGC. Jakarta
6. Heuman, M.D., et al. 2016. Gallstones (Cholelithiasis) Treatment & Management..
http://emedicine.medscape.com/article/175667-treatment#
7. Bounher., et al. 2015.billiary obstruction.
http://emedicine.medscape.com/article/187001

30

Anda mungkin juga menyukai