Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Syok bukanlah merupakan suatu diagnosis. Syok merupakan suatu sindrom klinis
kompleks yang mencakup sekelompok keadaan dengan berbagai manifestasi
hemodinamik. Tetapi , petunjuk yang umum adalah tidak memadainya perfusi jaringan.
Keadan hipoperfusi ini memburuk hantaran oksigen dan nutrisi, serta pembuangan sisa-
sisa metabolik pada tingkat jaringan. Hipoksia jaringan akan menggeser metabolisme dari
jalur oksiditif ke jalur anaerob yang mengakibatkan pembentukan asam laktat. Kekacauan
metabolisme yang progresif menyebabkan syok berlarut-larut yang pada puncaknya dapat
menyebabkan kemunduran sel dan keruskan multi sistem.
Syok merujuk keada suatu keadaan di mana terjadi kehilangan cairan tubuh
dengan cepat sehingga terjadinya multiple organ failure akibat perfusi yang tidak
adekuat. Syok paling sering timbul setelah terjadi perdarahan hebat (syok hemoragik).
Perdarahan eksternal akut akibat trauma tembus dan perdarahan hebat akibat kelianan
gastrointestinal merupakan 2 penyebab syok hemoragik yang paling sering ditemukan.
Syok hemoragik juga bisa terjadi akibat perdarahan internal akut ke dalam rongga toraks
dan rongga abdomen. Penyebab utama perdarahan internal adalah terjadinya trauma pada
organ dan ruptur pada aneurysme aortic abdomen. Syok bisa merupakan akibat dari
kehilangan cairan tubuh lain selain dari darah dalam jumlah yang banyak. Contoh syok
hipovolemik yang terjadi akibat kehilangan cairan lain ini adalah gastroenteritis refraktrer
dan luka bakar hebat. Objektif dari keseluruhan jurnal ini adalah terfokus kepada syok
hipovolemik yang terjadi akibat perdarahan dan pelbagai kontroversi yang timbul seputar
cara penanganannya.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan syok?
2. Apa yang menyebabkan syok dapat terjadi?
3. Bagaiamana tanda dan gejala terjadinya syok?
4. Apa saja derajat syok menurut kegawatannya?
5. Bagaiamana patofisiologi terjadinya syok?
6. Komplikasi apa yang dapat terjadi setelah terjadi syok?
7. Apa saja jenis-jenis syok?
8. Bagaiamana penatalaksanaan penyakit syok?

1
9. Bagaiamana rencana asuhan keperawat gawat darurat yang dapat dilakukan pada
pasien syok?

C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari disusunnya makalah ini yaitu :
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa dapat memahami mengenai kegawatdaruratan pada pasien
syok dan mengetahui asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada pasien dengan syok.
2. Tujuan Khusus
Agar mahasiswa dapat:
a) Mengetahui definisi syok.
b) Mengetahui penyebab terjadinya syok.
c) Mengetahui tanda dan gejala terjadinya syok.
d) Mengetahui derajat syok menurut kegawatannya.
e) Mengetahui patofisiologi terjadinya syok.
f) Mengetahui komplikasi yang dapat terjadi setelah terjadinya syok.
g) Mengetahui apa saja jenis-jenis syok.
h) Mengetahui bagaiamana penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien syok.
i) Mengetahui rencana asuhan keperawatan gawat darurat pada pasien syok.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Syok merupakan suatu keadaan / syndrome gangguan perfusi jaringan yang
menyeluruh sehingga tidak terpenuhinya kebutuhan metabolisme jaringan. (Rupii, 2005).
Syok yaitu keadaan kritis akibat kegagalan sistem sirkulasi dalam mencukupi
nutrien dan oksigen baik dari segi pasokan & pemakaian untuk metabolisme selular
jaringan tubuh sehingga terjadi defisiensi akut oksigen akut di tingkat sekuler. (Tash
Ervien S, 2005)
Syok adalah kondisi hilangnya volume darah sirkulasi efektif. Kemudian diikuti
perfusi jaringan dan organ yang tidak adekuat, yang akibat akhirnya gangguan metabolik
selular. Pada beberapa situasi kedaruratan adalah bijaksana untuk mengantisipasi

2
kemungkinan syok. Seseorang dengan cidera harus dikaji segera untuk menentukan
adanya syok. Penyebab syok harus ditentuka (hipovolemik, kardiogenik, neurogenik, atau
septik syok). (Bruner & Suddarth, 2002).
Syok adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan akut fungsi sirkulasi yang
menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat
gangguan mekanisme homeostasis.
Berdasarkan penelitian Moyer dan Mc Clelland tentang fisiologi keadaan syok
dan homeostasis, syok adalah keadaan tidak cukupnya pengiriman oksigen ke jaringan.
Sirkulasi darah berguna untuk mengantarkan oksigen dan zat-zat lain ke seluruh tubuh
serta membuang zat-zat sisa yang sudah tidak diperlukan.
Syok adalah suatu keadaan gawat yang terjadi jika sistem kardiovaskuler (jantung
dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah
yang memadai, syok biasanya berhubungan dengan tekanan darah rendah dan kematian
sel maupun jaringan yang pada akhirnya dapat menimbulkan kematian apabila tidak
segera ditanggulangi.
Syok terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran
darah, termasuk kelainan jantung (misalnya serangan jantung atau gagal jantung), volume
darah yang rendah (akibat perdarahan hebat atau dehidrasi) atau perubahan pada
pembuluh darah (misalnya karena reaksi alergi atau infeksi).
Syok merupakan keadaan gawat yang membutuhkan terapi yang agresif dan
pemantauan yang kontinyu atau terus-menerus di unit terapi intensif.

B. ETIOLOGI
Syok dapat disebabkan oleh kegagalan jantung dalam memompa darah (serangan
jantung atau gagal jantung), pelebaran pembuluh darah yang abnormal (reaksi alergi,
infeksi), dan kehilangan volume darah dalam jumlah besar (perdarahan hebat). Syok bisa
disebabkan oleh :
1. Perdarahan (syok hipovolemik)
2. Dehidrasi (syok hipovolemik)
3. Serangan jantung (syok kardiogenik)
4. Gagal jantung (syok kardiogenik)
5. Trauma atau cedera berat
6. Infeksi (syok septik)

3
7. Reaksi alergi (syok anafilaktik)
8. Cedera tulang belakang (syok neurogenik)
9. Sindroma syok toksik.

C. MANIFESTASI KLINIS
Tanda – tanda syok secara umum :
1. Keadaan umum lemah.
2. Perfusi : kulit pucat, dingin, basah.
3. Takikardi.
4. Vena perifer tidak tampak.
5. Tekanan darah menurun, sistolik kurang dari 90 mmHg atau turun lebih dari 50
mmHg dari tekanan semula.
6. Hiperventilasi.
7. Sianosis perifer.
8. Gelisah, kesadaran menurun.
9. Produksi urine menurun.

Gejala dan Tanda Shock

Tipe Shock Kardiogenik Hipovolemik Septik Neurologis

Tekanan Darah -/-- -/-- N/-/-- N


Tekanan nadi -/-- -/-- N/+/++ N
Denyut nadi + +/++ +/++ Lambat
Isi nadi N/kecil Kecil Besar N
Vasokontriksi perifer +(-) + - N/+
Suhu kulit Dingin Dingin Hangat N
Warna N/pucat Pucat Merah N/pucat
Tekanan vena sentral N/rendah N/rendah N/rendah N
Diuresis -/-- -- -/-- N
EKG Abn N N N
Udem
Foto Paru Udem N N
infiltrat

4
N:normal, Abn:abnormal, +:meningkat, ++:sangat meningkat, -:turun, --:sangat turun

D. DERAJAT SYOK MENURUT KEGAWATANNYA


1. Syok Ringan
a. Kehilangan volume darah <20%.
b. Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non vital seperti kulit, lemak,
otot rangka, dan tulang. Jaringan ini relatif dapat hidup lebih lama dengan perfusi
rendah, tanpa adanya perubahan jaringan yang menetap (irreversible). Kesadaran
tidak terganggu, produksi urin normal atau hanya sedikit menurun, asidosis
metabolik tidak ada atau ringan.
c. Tanda klinis: rasa dingin, hipotensi postural, takikardi, kulit lembab, urine pekat,
diuresis kurang, kesadaran masih normal.
2. Syok Sedang
a. Kehilangan cairan 20%-40% dari volume darah total.
b. Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus, ginjal). Organ-
organ ini tidak dapat mentoleransi hipoperfusi lebih lama seperti pada lemak, kulit
dan otot. Pada keadaan ini terdapat oliguri (urin kurang dari 0,5 mg/kg/jam) dan
asidosis metabolik. Akan tetapi kesadaran relatif masih baik.
c. Tanda klinis: penurunan kesadaran, delirium/agitasi, hipotensi, takikardi, nafas
cepat dan dalam, oliguri, asidosis metabolik.
3. Syok Berat
Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi syok
beraksi untuk menyediakan aliran darah ke dua organ vital. Pada syok lanjut terjadi
vasokontriksi di semua pembuluh darah lain. Terjadi oliguri dan asidosis berat,
gangguan kesadaran dan tanda-tanda hipoksia jantung (EKG abnormal, curah jantung
menurun).

E. PATOFISIOLOGI
Mekanisme syok secara umum :
Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi (masih
dapat ditangani oleh tubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh tubuh), dan
ireversibel (tidak dapat pulih).
1. Tahap Kompensasi
Tahap kompensasi adalah tahap awal syok saat tubuh masih mampu menjaga
fungsi normalnya. Tanda atau gejala yang dapat ditemukan pada tahap awal seperti

5
kulit pucat, peningkatan denyut nadi ringan, tekanan darah normal, gelisah, dan
pengisian pembuluh darah yang lama. Gejala-gejala pada tahap ini sulit untuk dikenali
karena biasanya individu yang mengalami syok terlihat normal.
2. Tahap Dekompensasi
Dimana tubuh tidak mampu lagi mempertahankan fungsi-fungsinya. Yang
terjadi adalah tubuh akan berupaya menjaga organ-organ vital yaitu dengan
mengurangi aliran darah ke lengan, tungkai, dan perut dan mengutamakan aliran ke
otak, jantung, dan paru. Tanda dan gejala yang dapat ditemukan diantaranya adalah
rasa haus yang hebat, peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, kulit dingin,
pucat, serta kesadaran yang mulai terganggu.
3. Tahap Irreversibel
Dimana kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat diperbaiki.
Tahap ini terjadi jika tidak dilakukan pertolongan sesegera mungkin, maka aliran
darah akan mengalir sangat lambat sehingga menyebabkan penurunan tekanan darah
dan denyut jantung. Mekanisme pertahanan tubuh akan mengutamakan aliran darah ke
otak dan jantung sehingga aliran ke organ-organ seperti hati dan ginjal menurun. Hal
ini yang menjadi penyebab rusaknya hati maupun ginjal. Walaupun dengan
pengobatan yang baik sekalipun, kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak
dapat diperbaiki.

Pathway.

Penurunan curah jantung Penurunan tekanan arterial

Penurunan aliran darah sistemik

Penurunan nutrisi jantung Penurunan nutrisi jaringan Pembekuan intravaskular

Penurunan nutrisi otak Penurunan nutrisi sistem Iskemia jaringan


vaskuler
Penurunan aktivitas Pelepasan toksin
vasomotor
Resiko shock (hipovolemia)

Dilatasi vaskuler Peningkatan permeabilitas


kapiler Cairan intravaskuler 
 volumedarah
Pengumpulan darahvena  sistemik vaskuler resisten Mekanisme kompensasi
Plasma darah menurun
Ketidakefektifan pola napas Dispnea Shock kardiogenik
Depresi jantung Penurunan aliran balik vena Hb tidak mampu mengikat O2
Diaphoresis
6
Pelepasan toksin
preload, stroke volume dan
Nekrosis pada miokardial Hipoksia
heart otak
rate, TD 
Resiko kekurangan volume
cairan Mekanisme kompensasi
 kardiak output renin aldosteron
Systemic ADH
dan pulmonary edema
Tekanan osmotik menurun
 kebutuhan oksigen otot
jantung
 cardiac output,  fraksi
ejeksi

 perfusi jaringan  tekanan darah

Berkurangnya suplai darah ke otak Metabolisme tubuh menjadi aerob

Perubahan mental (cemas, gelisah) Menghasilkan 2ATP + asam laktat

Ansietas Asam laktat merangsang mediator nyeri Kematian seluler

F. KOMPLIKASI Nyeri dada Kegagalan organ

Komplikasi syok meliputi :


1. SIRS, dapat terjadi bola syok tidak dikoreksi.
2. Gagal ginjal akut (ATN).
3. Gagal hati.
4. Ulserasi akibat stress.

Kerusakan Organ Pada Syok


1. Ginjal
Tubulus yang diperfusi oleh kapiler-kapiler peritubular akan mengalami
kekurangan oksigen dan nutrisi, maka timbulah nekrosis tubular. Kemudian sel-sel
epitel tubulus menjadi lembek, dan menyumbat tubulus dan dapat menghilangkan
fungsi nefron. Pada tingkat awal dari shock, ginjal sering terpengaruh, sebelum
tekanan sistolik darah turun, maka pembuluh-pembuluh renal memberi respon kepada
rangsang simpatis dan berkontriksi. Berkurangnya output urin merupakan gejala yang
sering timbul sebagai gejala dini dari shock.
2. Otak
Apabila shock terus memburuk dan mekanisme kompensatori gagal, maka otak
mengalami perfusi yang tidak sempurna. Hipoksia akan timbul, pasien gelisah, cemas,
menjadi lethargi dan selanjutnya koma. Fungsi serebralpun menjadi berubah akibat
asidosis yang terus meningkat dan akumulasi substansi-substansi toksis.
3. Jantung
Walaupun penyimpangan dari fungsi jantung merupakan masalah yang primer
hanya pada keadaan kardiogenik shock, tetapi jantung terpengaruh juga pada berbagai
macam shock. Pada tingkat awal, jantung masih terlindung. Bila shock terus
memburuk, maka kemampuan memompa dari jantung terganggu dan kardiak output
menurun.

7
Bila otot jantung bertambah hipoksia, maka akan memperlihatkan gangguan arus
listriknya. Kebanyakan disritmi mempunyai pengaruh yang destimental/yang
merugikan kepada kardiak output dan kemungkinan fatal. Pada tingkatan lanjut dari
shock kekacauan fungsi miokardial merupakan faktor yang sangat utama yang memicu
shock.
4. Paru-paru
Adult respiratory distress syndrome dapat timbul akibat dari salah satu kondisi
yang menimbulkan hipoperfusi jaringan paru-paru, tapi yang sering timbul ialah pada
shock traumatis atau shock sepsis. Yang ditandai dengan peningkatan permiabilitas
kapiler-kapiler paru-paru terhadap protein dan air akibat terjadi edema paru-paru non
kardiak.
Pada tingkatan dini, hipoksemia akibat gangguan pertukaran gas dan hiperventilasi
akan timbul da berakibat hipopcapea serta alkalosis respiratori. Penumpukan
thomboasit di dalam kapiler paru-paru akan menambah kerusakan. Hipoksemia akan
terus berlanjut walaupun pemakaian oksigen diberikan karena shock terus berlanjut
maka ventilasi terus terganggu dan karbondioksida bertahan. Akibatnya terjadi
asidosis respirasi. Bila hipoksemia meningkat, pengumpulan thombosit terus
meningkat maka siklus dekstruktif akan terus berlangsung.
5. Hepar
Semua jenis shock mempengaruhi fungsi metabolisme dari hati termasuk
eksresi empedu dan kolesterol, gluconeogenesis, detoksifikasi dan sitesa protein.
6. Darah
Koagulasi yang tersebar di dalam pembuluh darah dapat menjadi penyebab
atau terjadi akibat shock yang ditandai dengan pembekuan intravaskuler berlanjut
menjadi mikrotrombi dalam kapiler-kapiler. Asidosis dan stagnasi terjadi pada semua
jenis shock, sedangkan toksin-toksin bakteri dijumpai pada shock septis.
Penggumpalan terjadi di dalam kapiler-kapiler dan faktor-faktor pembekuan sisa di
dalam tubuh sangat berkurang.

Tabel 1. Perbandingan tanda dan gejala tingkat awal dan lanjutan dari shock oleh sistem
tubuh

Sistem tubuh Shock tingkat dini Shock tingkat lanjutan


Sistem respirasi Hiperventilasi Pernapasan dangkal; bunyi
napas memberi isyarat
terjadi kongesti

8
Sistem kardiovaskuler Tekanan darah normal Tekanan darah, cardiac
sampai sedikit menurun output; takikardi,
tekanan diastol, tekanan vasokontriksi bertambah
nadi cardiac output gawat pada shock
normal; takikardi sedikit hipovolemik, kardiogenik
vasokontriksi pada shock dan septik
hipovolemik dan
kardiogenik
Sistem renal Output urin normal Oliguria atau renal sama
sampai sedikit berkurang, sekali berhenti,
osmolalitas urin, penumpukan produk sisa,
hiperglikemia
Keseimbangan asam Hipokalemin Asidosis metabolik,
basa asidosis respiratori
Kompartemen vaskuler Alkalosis respiratori Pergeseran cairan dari
ruang vaskuler ke
interstisial dan ruang
intrasel, menimbulkan
edema
Kulit Pergeseran cairan dari Dingin, lembab pada
ruang interstisial ke shock hipovolemik,
kompartemen vaskuler, kardiogenik dan septiik
haus
Sistem hematologik Minimal sampai tidak ada Koagulasi intravaskuler
perubahan pada shock yang menyebar
hipovolemik dan
kardiogenik
Sistem neurologik Sel-sel eritrosit dilepas Letargi, tidak sadar
dari sum-sum tulang untuk
meningkatkan volume
vaskuler, penyerbuan
trombosit
Sistem gastrointestinal Gelisah, sadar, bingung, Perpusi menurundan
hepatis tidak ada perubahan yang bising usus bisa hilang,

9
jelas gangguan hati,
kemungkinan nekrose usus

G. JENIS-JENIS SYOK
1. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang
mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme. Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi
ventrikel, yang mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran
oksigen ke jaringan.
Ventrikel kiri gagal bekerja sebagai pompa dan tidak mampu menyediakan
curah jantung yang memadai untuk mempertahankan perfusi jaringan. Syok
kardiogenik dapat didiagnosa dengan mengetahui adanya tanda-tanda syok dan
dijumpai adanya penyakit jantung, seperti infark miokard yang luas, gangguan irama
jantung, rasa nyeri daerah torak, atau adanya emboli paru, tamponade jantung,
kelainan katub atau sekat jantung.
Masalah yang ada adalah kurangnya kemampuan jantung untuk berkontraksi.
Tujuan utama pengobatan adalah meningkatkan curah jantung.

Etiologi Syok Kardiogenik


a. Gangguan kontraktilitas miokardium.
b. Disfungsi ventrikel kiri yang berat yang memicu terjadinya kongesti paru dan/atau
hipoperfusi iskemik.
c. Infark miokard akut ( AMI).
d. Komplikasi dari infark miokard akut, seperti: ruptur otot papillary, ruptur septum,
atau infark ventrikel kanan, dapat mempresipitasi (menimbulkan/mempercepat)
syok kardiogenik pada pasien dengan infark-infark yang lebih kecil.
e. Valvular stenosis.
f. Myocarditis ( inflamasi miokardium, peradangan otot jantung).
g. Cardiomyopathy ( myocardiopathy, gangguan otot jantung yang tidak diketahui
penyebabnya ).
h. Acute mitral regurgitation.
i. Valvular heart disease.

10
j. Hypertrophic obstructive cardiomyopathy.

Patofisiologi Syok Kardiogenik


Tanda dan gejala syok kardiogenik mencerminkan sifat sirkulasi patofisiologi
gagal jantung. Kerusakan jantung mengakibatkan penurunan curah jantung, yang pada
gilirannya menurunkan tekanan darah arteri ke organ-organ vital. Aliran darah ke
arteri koroner berkurang, sehingga asupan oksigen ke jantung menurun, yang pada
gilirannya meningkatkan iskemia dan penurunan lebih lanjut kemampuan jantung
untuk memompa, akhirnya terjadilah lingkaran setan. Tanda klasik syok kardiogenik
adalah tekanan darah rendah, nadi cepat dan lemah, hipoksia otak yang termanifestasi
dengan adanya konfusi dan agitasi, penurunan haluaran urin, serta kulit yang dingin
dan lembab. Disritmia sering terjadi akibat penurunan oksigen ke jantung.seperti pada
gagal jantung, penggunaan kateter arteri pulmonal untuk mengukur tekanan ventrikel
kiri dan curah jantung sangat penting untuk mengkaji beratnya masalah dan
mengevaluasi penatalaksanaan yang telah dilakukan. Peningkatan tekanan akhir
diastolik ventrikel kiri yang berkelanjutan (LVEDP = Left Ventrikel End Diastolik
Pressure) menunjukkan bahwa jantung gagal untuk berfungsi sebagai pompa yang
efektif.
Tanda Penting Syok Kardiogenik
a. Tensi turun < 80-90 mmHg.
b. Takipneu dan dalam.
c. Takikardi.
d. Nadi cepat, kecuali ada blok A-V.
e. Tanda-tanda bendungan paru: ronki basah di kedua basal paru.
f. Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar.
g. Sianosis.
h. Diaforesis (mandi keringat).
i. Ekstremitas dingin.
j. Perubahan mental.

Komplikasi Syok Kardiogenik


a. Cardiopulmonary arrest.

11
b. Disritmia.
c. Gagal multisistem organ.
d. Stroke.
e. Tromboemboli.

2. Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi
kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ,
disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi yang
tidak adekuat. Paling sering, syok hipovolemik merupakan akibat kehilangan darah
yang cepat (syok hemoragik).
Kehilangan darah dari luar yang akut akibat trauma tembus dan perdarahan
gastrointestinal yang berat merupakan dua penyebab yang paling sering pada syok
hemoragik. Syok hemoragik juga dapat merupakan akibat dari kehilangan darah yang
akut secara signifikan dalam rongga dada dan rongga abdomen. Dua penyebab utama
kehilangan darah dari dalam yang cepat adalah cedera pada organ padat dan rupturnya
aneurisma aorta abdominalis. Syok hipovolemik dapat merupakan akibat dari
kehilangan cairan yang signifikan (selain darah).
Perdarahan merupakan penyebab tersering dari syok pada pasien-pasien
trauma, baik oleh karena perdarahan yang terlihat maupun perdarahan yang tidak
terlihat. Perdarahan yang terlihat, perdarahan dari luka, atau hematemesis dari tukak
lambung. Perdarahan yang tidak terlihat, misalnya perdarahan dari saluran cerna,
seperti tukak duodenum, cedera limpa, kehamilan di luar uterus, patah tulang pelvis,
dan patah tulang besar atau majemuk.
Syok hipovolemik juga dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain.
Pada luka bakar yang luas, terjadi kehilangan cairan melalui permukaan kulit yang
hangus atau di dalam lepuh. Muntah hebat atau diare juga dapat mengakibatkan
kehilangan banyak cairan intravaskuler. Pada obstruksi, ileus dapat terkumpul
beberapa liter cairan di dalam usus. Pada diabetes atau penggunaan diuretik kuat,
dapat terjadi kehilangan cairan karena diuresis yang berlebihan. Kehilangan cairan
juga dapat ditemukan pada sepsis berat, pankreatitis akut, atau peritonitis purulenta
difus.
Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat, kecuali jika miokard
sudah mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat berkurang. Respons tubuh

12
terhadap perdarahan bergantung pada volume, kecepatan, dan lama perdarahan. Bila
volume intravaskular berkurang, tubuh akan selalu berusaha untuk mempertahankan
perfusi organ-organ vital (jantung dan otak) dengan mengorbankan perfusi organ lain
seperti ginjal, hati, dan kulit. Akan terjadi perubahan-perubahan hormonal melalui
sistem renin-angiotensin-aldosteron, sistem ADH, dan sistem saraf simpatis. Cairan
interstitial akan masuk ke dalam pembuluh darah untuk mengembalikan volume
intravaskular, dengan akibat terjadi hemodilusi (dilusi plasma protein dan hematokrit)
dan dehidrasi interstitial.
Dengan demikain, tujuan utama dalam mengatasi syok perdarahan adalah
menormalkan kembali volume intravaskular dan interstitial. Bila defisit volume
intravaskular hanya dikoreksi dengan memberikan darah maka masih tetap terjadi
defisit interstitial, dengan akibat tanda-tanda vital yang masih belum stabil dan
produksi urin yang kurang. Pengembalian volume plasma dan interstitial ini hanya
mungkin bila diberikan kombinasi cairan koloid (darah, plasma, dextran, dsb) dan
cairan garam seimbang.

Tahap Shock Hipovolemik


a. Tahap I
Tahap I terjadi bila kehilangan darah 0-10% (kira-kira 500ml) dan terjadi
kompensasi dimana biasanya cardiac output dan tekanan darah masih dapat
dipertahankan.
b. Tahap II
Tahap II terjadi apabila kehilanagan darah 15-20%, tekanan darah turun, PO2
turun, takikardi, takipneu, diaforetik, gelisah, pucat.
c. Tahap III
Tahap III terjadi bila kehilangan darah lebih dari 25%, terjadi penurunan : tekanan
darah, Cardiak output,PO2, perfusi jaringan secara cepat; terjadi iskemik pada
organ, dan ekstravasasi cairan.

3. Syok Anafilaktik
Jika seseorang sensitif terhadap suatu antigen dan kemudian terjadi kontak
lagi terhadap antigen tersebut, akan timbul reaksi hipersensitivitas. Antigen yang
bersangkutan terikat pada antibodi dipermukaan sel mast sehingga terjadi
degranulasi, pengeluaran histamin, dan zat vasoaktif lain. Keadaan ini menyebabkan
peningkatan permeabilitas dan dilatasi kapiler menyeluruh. Terjadi hipovolemia

13
relatif karena vasodilatasi yang mengakibatkan syok, sedangkan peningkatan
permeabilitas kapiler menyebabkan udem. Pada syok anafilaktik, bisa terjadi
bronkospasme yang menurunkan ventilasi.
Syok anafilaktik sering disebabkan oleh obat, terutama yang diberikan
intravena seperti antibiotik atau media kontras. Sengatan serangga seperti lebah juga
dapat menyebabkan syok pada orang yang rentan.

4. Syok Septik
Syok septik adalah syok yang disebabkan oleh infeksi yang menyebar luas
yang merupakan bentuk paling umum syok distributif. Pada kasus trauma, syok
septik dapat terjadi bila pasien datang terlambat beberapa jam ke rumah sakit. Syok
septik terutama terjadi pada pasien-pasien dengan luka tembus abdomen dan
kontaminasi rongga peritonium dengan isi usus.
Mikroorganisme penyebab syok septik adalah bakteri gram negatif. Ketika
mikroorganisme menyerang jaringan tubuh, pasien akan menunjukkan suatu respon
imun. Respon imun ini membangkitkan aktivasi berbagai mediator kimiawi yang
mempunyai berbagai efek yang mengarah pada syok, yaitu peningkatan
permeabilitas kapiler, yang mengarah pada perembesan cairan dari kapiler dan
vasodilatasi.
Bakteri gram negatif menyebabkan infeksi sistemik yang mengakibatkan
kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil gram negatif ini menyebabkan vasodilatasi
kapiler dan terbukanya hubungan pintas arteriovena perifer. Selain itu, terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas vaskuler karena
vasodilatasi perifer menyebabkan terjadinya hipovolemia relatif, sedangkan
peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan kehilangan cairan intravaskuler ke
intertisial yang terlihat sebagai udem. Pada syok septik hipoksia, sel yang terjadi
tidak disebabkan oleh penurunan perfusi jaringan melainkan karena ketidakmampuan
sel untuk menggunakan oksigen karena toksin kuman. Gejala syok septik yang
mengalami hipovolemia sukar dibedakan dengan syok hipovolemia (takikardia,
vasokonstriksi perifer, produksi urin < 0.5 cc/kg/jam, tekanan darah sistolik turun
dan menyempitnya tekanan nadi). Pasien-pasien sepsis dengan volume intravaskuler

14
normal atau hampir normal, mempunyai gejala takikardia, kulit hangat, tekanan
sistolik hampir normal, dan tekanan nadi yang melebar.

5. Syok Neurogenik
Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok
distributif, Syok neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena
hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh.sehingga terjadi
hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance vessels).
Hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik ini diakibatkan oleh cidera
pada sistem saraf (seperti: trauma kepala, cidera spinal, atau anestesi umum yang
dalam).
Syok neurogenik juga disebut sinkop. Syok neurogenik terjadi karena reaksi
vasovagal berlebihan yang mengakibatkan terjadinya vasodilatasi menyeluruh di
daerah splangnikus sehingga aliran darah ke otak berkurang. Reaksi vasovagal
umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut, atau nyeri
hebat. Pasien merasa pusing dan biasanya jatuh pingsan. Setelah pasien dibaringkan,
umumnya keadaan berubah menjadi baik kembali secara spontan.
Trauma kepala yang terisolasi tidak akan menyebabkan syok. Adanya syok
pada trauma kepala harus dicari penyebab yang lain. Trauma pada medula spinalis
akan menyebabkan hipotensi akibat hilangnya tonus simpatis. Gambaran klasik dari
syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi perifer.

Etiologi Syok Neurogenik


a. Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal).
b. Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat pada
fraktur tulang.
c. Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi spinal/lumbal.
d. Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
e. Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.

Manifestasi Klinis Syok Neurogenik

15
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik
terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih
lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa
quadriplegia atau paraplegia. Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien
menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat. Karena terjadinya pengumpulan
darah di dalam arteriol, kapiler dan vena, maka kulit terasa agak hangat dan cepat
berwarna kemerahan.

H. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis Syok Kardiogenik
a. Patikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan intubasi.
b. Berikan oksigen 8 – 15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk
mempertahankan PO2 70 – 120 mmHg.
c. Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada harus diatasi
dengan pemberian morfin.
d. Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang terjadi.
e. Bila mungkin pasang CVP.
f. Pemasangan kateter Swans Ganz untuk meneliti hemodinamik.

16
2. Penatalaksanaan Syok Hipovolemik
a. Pasang satu atau lebih jalur infus intravena no. 18/16. Infus dengan cepat larutan
kristaloid atau kombinasi larutan kristaloid dan koloid sampai vena (v. jugularis)
yang kolaps terisi. Sementara, bila diduga syok karena perdarahan, ambil contoh
darah dan mintakan darah. Bila telah jelas ada peningkatan isi nadi dan tekanan
darah, infus harus dilambatkan. Bahaya infus yang cepat adalah udem paru,
terutama pasien tua. Perhatian harus ditujukan agar jangan sampai terjadi
kelebihan cairan.
b. Pemantauan yang perlu dilakukan dalam menentukan kecepatan infus:
Nadi: nadi yang cepat menunjukkan adanya hipovolemia.
Tekanan darah: bila tekanan darah < 90 mmHg pada pasien normotensi atau
tekanan darah turun > 40 mmHg pada pasien hipertensi, menunjukkan masih
perlunya transfusi cairan.
Produksi urin. Pemasangan kateter urin diperlukan untuk mengukur produksi
urin. Produksi urin harus dipertahankan minimal 1/2 ml/kg/jam. Bila kurang,
menunjukkan adanya hipovolemia. Cairan diberikan sampai vena jelas terisi dan
nadi jelas teraba. Bila volume intra vaskuler cukup, tekanan darah baik, produksi
urin < 1/2 ml/kg/jam, bisa diberikan Lasix 20-40 mg untuk mempertahankan
produksi urine. Dopamin 2–5 µg/kg/menit bisa juga digunakan pengukuran
tekanan vena sentral (normal 8–12 cmH2O), dan bila masih terdapat gejala umum
pasien seperti gelisah, rasa haus, sesak, pucat, dan ekstremitas dingin,
menunjukkan masih perlu transfusi cairan.

3. Penatalaksanaan Syok Anafilaktik


Penatalaksanaan syok anafilaktik memerlukan tindakan cepat sebab penderita
berada pada keadaan gawat. Sebenarnya, pengobatan syok anafilaktik tidaklah sulit,
asal tersedia obat-obat emergensi dan alat bantu resusitasi gawat darurat serta
dilakukan secepat mungkin. Hal ini diperlukan karena kita berpacu dengan waktu
yang singkat agar tidak terjadi kematian atau cacat organ tubuh menetap.
Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan obat atau zat
kimia, baik peroral maupun parenteral, maka tindakan yang perlu dilakukan, adalah:

17
a. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari
kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki
curah jantung dan menaikkan tekanan darah.
b. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:
1) Airway (membuka jalan napas).
Jalan napas harus dijaga tetap bebas, tidak ada sumbatan sama sekali.
Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan leher diatur agar lidah
tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan ekstensi
kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka mulut.
2) Breathing support,
Segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada tanda-tanda
bernapas. Pada syok anafilaktik yang disertai udem laring, dapat
mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas total atau parsial. Penderita
yang mengalami sumbatan jalan napas parsial, selain ditolong dengan obat-
obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan oksigen. Penderita dengan
sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong dengan lebih aktif, melalui
intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi.
3) Circulation support,
Yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis, atau a.
femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.
Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan bantuan hidup
dasar yang penatalaksanaannya sesuai dengan protokol resusitasi jantung paru.
Segera berikan adrenalin 0.3–0.5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita dewasa
atau 0.01 mk/kg untuk penderita anak-anak, intramuskular. Pemberian ini dapat
diulang tiap 15 menit sampai keadaan membaik. Beberapa penulis menganjurkan
pemberian infus kontinyu adrenalin 2–4 ug/menit.
Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang
memberi respons, dapat ditambahkan aminofilin 5–6 mg/kgBB intravena dosis awal
yang diteruskan 0.4–0.9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus.
Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100 mg atau
deksametason 5–10 mg intravena sebagai terapi penunjang untuk mengatasi efek
lanjut dari syok anafilaktik atau syok yang membandel.

18
Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk
koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai tujuan
utama dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan meningkatkan
tekanan darah dan curah jantung serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan
antara larutan kristaloid dan koloid tetap merupakan perdebatan didasarkan atas
keuntungan dan kerugian mengingat terjadinya peningkatan permeabilitas atau
kebocoran kapiler. Pada dasarnya, bila memberikan larutan kristaloid, maka
diperlukan jumlah 3–4 kali dari perkiraan kekurangan volume plasma. Biasanya, pada
syok anafilaktik berat diperkirakan terdapat kehilangan cairan 20–40% dari volume
plasma. Sedangkan bila diberikan larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang
sama dengan perkiraan kehilangan volume plasma. Tetapi, perlu dipikirkan juga
bahwa larutan koloid plasma protein atau dextran juga bisa melepaskan histamin.
Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik
dikirim ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau terpaksa
dilakukan, maka penanganan penderita di tempat kejadian sudah harus semaksimal
mungkin sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan transportasi penderita harus dikawal
oleh dokter. Posisi waktu dibawa harus tetap dalam posisi telentang dengan kaki lebih
tinggi dari jantung.
Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi
harus diawasi/diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam. Sedangkan penderita yang
telah mendapat terapi adrenalin lebih dari 2–3 kali suntikan, harus dirawat di rumah
sakit semalam untuk observasi.

4. Penatalaksanaan Syok Septik


a. Pengumpulan spesimen urin, darah, sputum dan drainase luka dilakukan dengan
tekhnik aseptik.
b. Pemberian suplementasi nutrisi tinggi kandungan protein secara agresif dilakukan
selama 4 hari dari awitan syok.
c. Pemberian cairan intravena dan obat-obatan yang diresepkan termasuk antibiotik
Dopamin, dan Vasopresor untuk optimalisasi volume intravaskuler

5. Penatalaksanaan Syok Neurogenik

19
a. Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti
fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan
sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar darah yang
berkumpul ditempat tersebut.
b. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi
Trendelenburg).
c. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan
menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang
berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan.
Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi
distres respirasi yang berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong
menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan penggunaan oksigen dari otot-
otot respirasi.
d. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan.
Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per
infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap
tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap
terapi.
e. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat
vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan seperti
ruptur lien) :
1) Dopamin; Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit,
berefek serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.
2) Norepinefrin; Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan
darah. Monitor terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika
norepinefrin gagal dalam menaikkan tekanan darah secara adekuat. Pada
pemberian subkutan, diserap tidak sempurna jadi sebaiknya diberikan per
infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik karena pengaruh vasokonstriksi
perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap jantung (palpitasi). Pemberian
obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal kembali. Awasi pemberian
obat ini pada wanita hamil, karena dapat menimbulkan kontraksi otot-otot
uterus.

20
3) Epinefrin; Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan
dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat
dengan pengaruhnya terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini harus
diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu
diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan
pada pasien syok neurogenic.
4) Dobutamin; Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh
menurunnya cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah
melalui vasodilatasi perifer.

Penggantian Cairan dalam Shock

Keuntungan Kerugian
Kristaloid natrium klorida Banyak terdapat, murah Membutuhkan volume
0,9% dalam jumlah besar; dapat
menyebabkan edema
pulmonary
Ringer Laktat Ion laktat membantu Membutuhkan volume
menjadi buffer asidosis dalam jumlah besar, dapat
metabolic menyebabkan edema
pulmonary
Salin hipertonik (3%; 5%; Jumlah kecil yang Bahaya hipernatremia
7,5%) dibutuhkan untuk
memulihkan volume
intravaskuler
Koloid albumin (5%, 25%) Dengan cepat Mahal; membutuhkan donor
memperbanyak volume manusia; suplai terbatas;
plasma dapat menyebabkan CHF
Dextran (40, 70) Plasma ekspander sintetik Mengganggu dengan
agregasi trombosit; tidak
direkomendasikan untuk
shock hemoragik

21
Pertolongan Pertama
Lakukan langkah berikut jika menurut anda seseorang terkena shock :
1. Telepon 911 (118) untuk bantuan segera.
2. Periksa jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi orang tersebut. Jika memungkinkan,
berikan bantuan napas dan CPR (Cardiopulmonary resuscitation).
3. Meskipun pasien bisa bernapas sendiri, tetap periksa tingkat pernapasan setidaknya
setiap 5 menit sekali sampai bantuan tiba.
4. Jika pasien sadar dan tidak memiliki cedera kepala, kaki, leher, atau tulang belakang,
posisikan pada posisi shock. Rebahkan pasien dan angkat/tinggikan kaki pasien sekitar
12 inci. Jangan mengangkat/meninggikan kepala pasien. Apabila meninggikan kaki
pasien menyebabkan rasa nyeri dan resiko cedera, biarkan pasien berbaring secara
datar.
5. Berikan pertolongan pertama yang tepat jika ada luka atau cedera.
6. Jaga pasien tetap hangat dan merasa nyaman, kendurkan pakaian yang ketat.
Jika pasien muntah atau mengalami hipersaliva :
1. Arahkan kepala ke satu sisi untuk mencegah tersedak. Lakukan langkah ini selama
anda tidak mencurigai adanya cedera tulang belakang.
2. Jika dicurigai cedera tulang belakang, sebagai gantinya lakukan “log roll”. Log
roll adalah sebuah teknik yang digunakan untuk memiringkan klien yang badannya
setiap saat dijaga pada posisi lurus sejajar. Teknik ini membutuhkan 2-5 perawat.
Jangan lakukan hal berikut :
1. Jangan berikan apapun melalui mulut, termasuk makanan atau minuman.
2. Jangan memindahkan pasien yang diketahui atau dicurigai cedera tulang belakang.
3. Jangan menunggu gejala shock ringan memburuk untuk memanggil bantuan medis
darurat.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN

A. PENGKAJIAN
Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah aktual atau
potensial dari kondisi yang mengancam dan berdampak terhadap kemampuan pasien
untuk mempertahankan hidup (life threatening) berpedoman pada inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi jika memungkinkan.
Pengkajian Primer :
1. Airway :
a. Kaji kepatenan jalan napas.

22
b. Kaji kebersihan jalan napas apakah ada tanda-tanda penyumbatan saluran napas,
benda asing, fraktur wajah, rahang atau laring.
c. Kaji suara napas pasien.(jika suara napas terdengar bunyi adanya cairan atau
gargling, snoring, crowing, atau wheezing).
2. Breathing :
a. Kaji tanda-tanda umum distres pernapasan seperti Takipnea, berkeringat, sianosis.
b. Kaji ventilasi pernapasan, apakah adekuat atau tidak.
c. Kaji jumlah pernapasan (jika lebih dari 24 kali per menit merupakan gejala yang
signifikan).
d. Kaji saturasi oksigen.
e. Kaji suara napas pasien apakah terdengar ronchi, rales
3. Circulation :
a. Kaji tanda –tanda kehilangan cairan dengan pengukuran TTV pasien meliputi :
Nadi (jika >100 kali per menit merupakan tanda signifikan, tekanan darah ( jika
tekanan darah <90 mmHg merupakan prognosis jelek ), suhu dan pernapasan ( jika
terjadi peningkatan 20 – 30 kali per menit.
b. Kaji warna kulit,apakah pucat atau sianosis.
c. Kaji produsi urine (kemungkinan dapat terjadi oliguria bahkan anuria).

4. Disability :
Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien syok. Kaji tingkat kesadaran
dengan menggunakan AVPU.( Alert , Verbal, Pain, Unrespons ) serta ukuran dan reaksi
pupil.
5. Exposure :
Cari adanya cidera, luka pada bagian tubuh seperti kaki yaitu angkat celana pasien
kearah lutut dan periksa apakah ada luka atau cidera, terutama luka pada bagian
tengkuk atau leher belakang.

Pengkajian Sekunder :

1. Tanda-tanda Vital
Tekanan darah : turun (<80-90 mmHg)
Nadi : pada tingkat awal dari shock biasanya nadi meningkat. Karena shock
berlanjut, nadi menjadi sangat cepat dan susah untuk diraba.
Kemudian nadi menjadi tidak teratur bila sudah timbul disritmi dari
jantung.
Respirasi : takipneu dan dalam
Suhu tubuh : hipotermi
2. Pemeriksaan Head-to-toe

23
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif.
2. Pola napas tidak efektif.
3. Gangguan pertukaran gas.
4. Nyeri dada.
5. Penurunan curah jantung.
6. Gangguan perfusi serebri.
7. Gangguan perfusi jaringan perifer.
8. Volume cairan tubuh kurang dari kebutuhan.
9. Gangguan termoregulasi (hipertermi/hipotermi).
10. Ansietas.

C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


1. Ketidakefektifan perfusi jaringan (kardiopulmonal) berhubungan dengan
penurunan pertukaran sel.
(Dapat digunakan pada pasien dengan Syok Anafilaktik, Syok Hipovolemik, Syok
Septik, Syok Kardiogenik, Syok Neurogenik).
Tujuan :
Dalam jangka waktu 2x 24 jam perfusi jaringan efektif dengan kriteria hasil :
a. Curah jantung pasien adekuat.
b. Pasien mencapai stabilitas hemodinamik. Frekuensi nadi tidak kurang dari 80
kali/menit, dan tidak lebih dari 100x/menit. Tekanan darah tidak kurang dari
120/70 mmHg, dan tidak lebih dari 120/80 mmHg.
c. Ferkuensi jantung tetap dalam batas yang telah ditentukan pada saat pasien
melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
d. Kulit tetap hangat dan lembab.
e. Pasien tidak menunjukan aritmia.
Intervensi :
a. Pantau tanda-tanda vital pasien ( frekuensi jantung, tekanan darah, dan tekanan
vena sentral (Central Venous Pressure / CVP) setiap jam hingga stabil, kemudian
setiap 2 jam.
Rasional : Penurunan frekuensi jantung, CVP, dan tekanan darah dapat
mengindikasikan perubahan arteriovenousa yang mengarah pada
penurunan perfusi jaringan.
b. Pantau warna dan suhu kulit pasien setiap 2 jam dan kaji tanda-tanda kerusakan
kulit.

24
Rasional : Kulit yang dingin, pucat, berbercak dan sianosis dapat mengindikasikan
penurunan perfusi jaringan.
c. Pantau laju pernapasan dan suara napas pasien. Catat setiap temuan.
Rasional : Peningkatan laju pernapasan dapat mengindikasikan bahwa pasien
sedang bekompensasi terhadap hipoksia jaringan.
d. Pantau perubahan frekuensi dan irama jantung pada EKG.
Rasional : Untuk mengetahui perubahan perfusi jaringan yang mungkin
mengancam jiwa.
e. Pertahankan terapi oksigen untuk pasien, sesuai program.
Rasional : Untuk memaksimalkan pertukaran oksigen dalam alveolidan pada
tingkat sel.
f. Dorong pasien untuk sering beristirahat.
Rasional : Untuk menghemat energy dan memaksimalkan perfusi jaringan.
g. Pantau kadar kreatinin kinase, laktat dehidrogenase dan kadar gas darah arteri.
Rasional : Temuan abnormal mungkin mengindikasikan kerusakan jaringan atau
penurunan pertukaran oksigen dalam paru pasien.

2. Penurunan curah jantung


(Dapat digunakan pada Syok Anapilaktik, Syok Kardiogenik, Syok Hipovolemik,
Syok Neurogenik, Syok Septik).
Tujuan :
Dalam jangka waktu 1x24 jam pasien akan menunjukan perubahan curah jantung yang
normal, dengan kriteria hasil :
a. Pasien mencapai stabilitas hemodinamik. Frekuensi nadi tidak kurang dari 80
kali/menit, dan tidak lebih dari 100x/menit. Tekanan darah tidak kurang dari
120/70 mmHg, dan tidak lebih dari 120/80 mmHg.
b. Pasien tidak menunjukan aritmia.
c. Kulit tetap hangat dan kering.
d. Pasien tidak menunjukan adanya edema pada kaki.
e. Pasien mencapai aktivitas dengan denyut jantung dalam batas normal.
f. Penurunan beban kerja jantung.
Intervensi :

25
a. Pantau dan catat tingkat kesadaran ,denyut dan irama jantung, dan tekanan darah
sekurang-kurangnya setiap 4 jam atau lebih sering bila diperlukan.
Rasional : Untuk mendeteksi hipoksia serebral akibat penurunan curah jantung.
b. Lakukan auskultasi bunyi jantung dan suara napas minimal setiap 4 jam. Laporkan
suara napas yang tidak normal sesegera mungkin.
Rasional : Bunyi jantung tambahan dapat mengindikasikan dekompensasi jantung
awal ; suara napas tambahan dapat mengindikasikan kongesti pulmonal
dan penurunan curah jantung.
c. Ukur dan catat asupan dan haluaran secara akurat.
Rasional : Penurunan haluaran urine tanpa penurunan asupan cairan dapat
mengindikasikan penurunan perfusi ginjal akibat penurunan curah
jantung.
d. Atasi aritmia secara tepat sesuai instruksi.
Rasional : Untuk mencegah krisis yang mengancam hidup.
e. Secara bertahap tingakatkan aktivitas dengan denyut jantung dalam batas normal.
Rasional : Agar jantung dapat melakukan penyesuaian terhadap peningkatan
kebutuhan oksigen.
f. Pantau kecepatan denyut nadi sebelum dan setelah beraktivitas, sesuai instruksi.
Rasional : Untuk membandingkan kecepatan dan mengukur toleransi.
g. Rencanakan aktivitas pasien.
Rasional : Untuk menghindari keletihan dan peningkatan beban kerja
miokardium.

3. Ketidak efektifan perfusi jaringan (renal) berhubungan dengan penurunan


pertukaran sel.
(Dapat digunakan pada Syok Anapilaktik, Syok Kardiogenik, Syok Hipovolemik,
Syok Neurogenik, Syok Septik).
Tujuan :
Dalam jangka waktu 1x24 jam pasien akan menunjukan keefektifan perfusi jaringan
(renal) dengan kriteria hasil ;
a. Pasien dapat mempertahnkan keseimbangan cairan.
b. Pasien dapat mempertahankan berat jenis urin dalam batas normal.

26
c. Berat badan pasien tidak mengalami fluktuasi.
d. Pasien melaporkan peningkatan rasa nyaman.
e. Pasien dapat mempertahnkan stabilitas hemodinamik.
f. Pasien dapat mengidentifikasi factor resiko yang memperburuk penurunan perfusi
jaringan dan modifikasi gaya hidup dengan benar.
Intervensi :
a. Pantau dan dokumentasikan asupan dan haluaran pasien setiap jam hingga
haluaran lebih dari 30 ml/ jam, kemudian setiap 2 hingga 4 jam. Bila pasien tidak
memiliki riwayat penyakit ginjal, haluaran urine merupakan indicator yang baik
untuk mengetahui perfusi jaringan.
Rasional : Penurunan atau tidak adanya haluaran urine biasanya mengindikasikan
perfusi renal yang buruk.
b. Dokumentasikan warna dan karakteristik urine pasien. Laporkan semua perubahan
yang terjadi.
Rasional : Untuk yang pekat dapat mengindikasikan fungsi gijal yang buruk atau
dehidrasi.
c. Pantau dan dokumentasikan berat badan pasien setiap hari (sebelum sarapan).
Rasional : Penimbangan berat badan pasien akan membantu meprediksikan status
cairan secara keseluruhan. Peningkatan berat badan dapat menunjukan
kelebihan cairan.
d. Observasi pola kemih pasien.
Rasional : Untuk mencatat adanya keabnormalan pasien.
e. Pantau berat jenis urine; kadar elektrolit serum, dan kreatinin pasien.
Rasional : Peningkatan kadar dapat menunjukan penurunan funggsi ginjal.
f. Pantau status hemodinamik dan tanda-tanda vital pasien. Catat dan laporkan
perubahnnya.
Rasional : Peningkatan dari nilai dasar dapat mengindikasikan kelebihan cairan
akibat kurangnya fungsi ginjal.
g. Kolaborasi pemberian dopamine dosis rendah, sesuai program.
Rasional : Untuk mendilatasi arteri renal pasien dan meningkatkan perfusi
jaringan.

27
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan (kardiopulmonal) berhubungan dengan
Hipovolemia.
(Dapat digunakan pada pasien dengan Syok Hipovolemik dan Syok Septik).
Tujuan :
Dalam jangka waktu 1 x 24 jam pasien akan menunjukan pertahanan status
hemodinamik, dengan kriteria hasil :
a. Pasien mencapai stabilitas hemodinamik. Frekuensi nadi tidak kurang dari 80
kali/menit, dan tidak lebih dari 100x/menit. Tekanan darah tidak kurang dari
120/70 mmHg, dan tidak lebih dari 120/80 mmHg. CVP lebih dari 2 cm dan
kurang dari 4 cm.
b. Pasien dapat mempertahankan keseimbangan cairan : asupan sama dengan
haluaran.
c. Pasien mempertahankan berat jenis urine dalam parameter normal.
d. Pasien tetap mempertahankan orientasi terhadap waktu, orang dan tempat.
e. Kadar Hb, Ht, hitung sel darah putih, dan pemeriksaan koagulasi tetap dalam
parameter normal.
Intervensi :
a. Pantau frekuensi dan irama jantung, CVP, dan tekanan darah pasien setiap jam
hingga stabil. Kemudian setiap 2 jam, catat dan laporkan perubahan di atas atau di
bawah nilai yang telah ditentukan. Pantau warna kulit dan suhu pasien setiap 2
jam.
Rasional : Penurunan frekuensi jantung, JVP, dan tekanan darah dapat
mengindikasikan hipovolemia, yang mengarah pada peningkatan
perfusi jaringan. Kulit dingin dan pucat atau berbercak merupakan
tanda klinis penurunan perfusi jaringan.
b. Pantau frekuensi dan kedalaman respirasi pasien setiap jam hingga stabil,
kemudian setiap 2 jam sampai 4 jam.
Rasional : Peningkatan laju pernapasan merupakan mekanisme kompensasi pada
hipoksia jaringan, yang dapat diakibatkan oleh penurunan perfusi
jaringan.
c. Ukur dan catat haluaran urine pasien setiap setiap jam hingga haluaran urine 30
ml/jam, kemudian setiap 2 jam sampai 4 jam.

28
Rasional : Perfusi renal yang buruk mengakibatkan penurunan atau tidak adanya
haluaran urine, haluaran urine merupakan indicator yang baik untuk
mengetahui perfusi jaringan pada pasien yang tidak memiliki riwayat
penyakit ginjal.
d. Berikan cairan atau darah sesuai program untuk pasien. Pantau pasien untuk
mengetahui adanya reaksi yang merugikan seperti kelebihan cairan atau reaksi
transfuse.
Rasional : Pemberian cairan atau resuistasi darah yang berlebihan dapat
mengakibatkan kelebihan cairan, dekompensasi jantung atau keduanya.
e. Lakukan tindakan untuk membantu meningkatkan perfusi pasien. Pertahankan
agar pasien tetap hangat, tetapi jangan terlalu panas.
Rasional : Kondisi yang hangat membantu vasodilatasi, yang meningkatkan
perfusi jaringan.
f. Turunkan ansietas dan nyeri pasien.
Rasional : Ansietas dan nyeri dapat mengakibatkan reaksi simpatis, yang
menyebabkan vasokontriksi dan penurunan perfusi jaringan.
g. Tinggikan ekstremitas bawah pasien.
Rasional : Untuk meningkatkan suplai darah arteri dan menigkatkan perfusi
jaringan.
h. Lakukan pemeriksaan berat jenis urine pasien pada setiap pergantian tugas jaga.
Rasional : Urine yang pekat disertai peningkatan berat jenis merupakan indicator
hipovolemia.

29
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Syok adalah sindroma akibat menurunnya perfusi jaringan, yang diikuti dengan
berbagai disfungsi/ kerusakan dari organ vital lainnya seperti otak, jantung, paru-paru,
ginjal, dan lain-lain yang jika tidak ditangani dengan cepat maka organ-organ vital
tersebut tidak dapat dipulihkan kembali (syok ireversibel). Tanda- tanda awal syok adalah
berkurangnya volume sirkulasi, kegagalan daya pompa jantung, dan perubahan resistensi
pembuluh darah perifer, penurunan tonus vasomotor atau peninggian resistensi.
Setiap syok yang harus dimonitor adalah tanda-tanda vital, ritme jantung,
penurunan produksi urine dan memerlukan monitoring yang terus- menerus. Oleh karena
itu syok merupakan keadaan gawat darurat yang membutuhkan terapi yang agresif dan
pemantauan yang berkelanjutan atau terus-menerus di unit terapi intensif.

B. SARAN
Penting bagi kita mempelajari tentang syok, agar dalam penatalaksanaan konsep
asuhan keperawatan gawat darurat dapat kita lakukan dengan cepat dan tepat sesuai
dengan metode yang telah di pelajari di atas.
Dalam pembuatan makalah ini pastilah masih terdapat banyak kekurangan. Saya
menyadari bahwa penbuatan makalah ini masihlah sangat kurang. Kritik dan saran sangat
diperlukan guna untuk membangun pembuatan makalah selanjutnya

30
DAFTAR PUSTAKA

Agus, Budi Sampurna. 2002 . Kedaruratan Medik. Binarupa Aksara : Jakarta.

Chintya. M. Taylor, Sheila. S. Ralph. 2003. DIAGNOSIS KEPERAWATAN dengan


Rencana Asuhan. EGC : Jakarta

Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan.
Bandung.

Nurarif, Amin Huda. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC Jilid 2. Jakarta : MediAction.

Sabiston, David C. 1992. Buju Ajar Bedah Bagian 1. Jakarta : Penerbit EGC.

http://dokumen.tips/documents/keperawatan-gawat-darurat-syok-hipovolemik.html. Diakses
pada 15 September 2016 pukul 16.45 Wita.

http://wwwdagul88.blogspot.co.id/2009/11/keperawatan-gawat-darurat-syok.html. Diakses
pada 15 September 2016 pukul 16.25 Wita.

31

Anda mungkin juga menyukai