Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Semua negara di dunia mengusahakan setiap warga negaranya memahami benar tentang
dasar negaranya, sehingga kewarganegaraan menjadi efektif, (yaitu tahu dan mentaati semua
hak-hak dan kewajiban-kewajiban mereka dalam hidup bermasyarakat bangsa dan bernegara)
bahkan diharapkan mereka yang memperoleh pendidikan tinggi, sebagai calon-calon
pemimpin bangsa, mampu mengidentifikasi-menganalisis-membuat kesimpulan serta solusi
atas berbagai permaalahan yang muncul dalam hidup bermasyarakat bangsa dan bernegara.
Pemahaman itu diupayakan melalui pendidikan, apakah melalui sekolah-sekolah, atau
pendidikan di luar sekolah, atau melalui kedua jalur itu. Lebih jauh lagi, melalui pendidikan
kewarganegaraan dapat ditumbuhkan rasa cinta kepada bangsa dan negara di kalangan para
pesertanya. karean itulah pendidikan kewarganegaraan akan menjadi identitas nasional yang
akan menjadi ciri suatu bangsa dan menjadi suatu kebanggaan pada setiap warga negara itu
sendiri .
Sebagai bangsa negara merdeka, negara Republik Indonesia mempunyai nilai filosofis
ideologis dan konstitusional sebagai asas normatif fundamental serta sumber motivasi dan
cita – cita nasional. Nilai fundamental ini adalah pandangan hidup bansa dan filsafat negara
yang tertuang dalam pembukaan Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang kemudian nilai tersebut yang kita kenal dengan pancasila. Pancasila pada
hakekatnya menjamin kesatuan bangsa, kemerdekaan dan kedaulatan nasional. Pancasila
juga mengakui dan menjamin kebhinekaan kita sebagai rakyat indonesia dalam mengelola
kehidupan berbangsa dan bernegara sekaligus melaksanakan pembangunan nasional sebagai
upaya berkelanjutan mencapai tujuan nasional negara Republik Indonesia.
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia harus dilaksanakan secara konsisten
dalam kehidupan bernegara. Tujuan nasional sebagaimana ditegaskan dalam Pembukaan
Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 di wujudkan melalui
pelaksanaan penyelenggaran negara yang berkedaulatan rakyat dan demokratis dengan
mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang – undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penyelenggaran negara dilaksanakan melalui
pembangunan nasional dalam segala aspek kehidupan bangsa oleh penyelenggara negara
bersama segenap rakyat Indonesia di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Paradigma Pancasila?
2. Bagaimana Kedudukan Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan?
3. Bagaimana Kedudukan Pancasila sebagai Paradigma POLEKSOSBUD HANKAM?

1.3. Tujuan
1. Untuk menjelaskan Pengertian Paradigma Pembangunan.
2. Menjelaskan Kedudukan Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan.
3. Menjelaskan Kedudukan Pancasila sebagai Paradigma POLEKSOSBUD HANKAM.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Paradigma

Istilah “paradigma” pada awalnya berkembang dalam dunia ilmu pengetahuan terutama
dalam kaitannya dengan filsafat ilmu pengetahuan. Secara terminologis tokoh yang
mengembangkan istilah tersebut dalam dunia ilmu pengetahuan adalah Thomas S. Khun
dalam bukunya yang berjudul The Structure of Scientific Revolution (1970 : 49). Inti sari
pengertian paradigma adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan asumsi-asumsi teoretis yang
umum (merupakan suatu sumber nilai), sehingga merupan suatu sumber hokum-hukum,
metode, serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, cirri
serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.

Ilmu pengetahuan sifatnya sangat dinamis hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya
hasil-hasil penelitian manusia, sehingga dalam perkembangannya terdapat suatu
kemungkinan yang sangat besar ditemukannya kelemah-kelemahan pada teori yang telah
ada, dan jikalau demikian maka ilmuwan akan kembali pada asumsi-asumsi dasar serta
asumsi teoretis sehingga dengan demikian perkembangan ilmu pengetahuan kembali
mengkaji paradigma dari ilmu pengetahuan tersebut atau dengan lain perkataan ilmu
pengetahuan harus mengkaji dasar ontologism dari ilmu itu sendiri. Kalangan ilmuwan social
kembali mengkaji paradikma ilmu tersebut yaitu manusia.

Istilah ilmiah tersebut kemudian berkembang dalam berbagai bidang kehidupan manusia
serta ilmu pengetahuan lain misalnya politik, hokum, ekonomi, budaya, serta bidang-bidang
lainnya. Dalam masalah yang popular ini istilah “paradigma” berkembang menjadi
terminologi yang mengandung konotasi pengertian sumber nilai, kerangka pikir, orientasi
dasar, sumber asas serta arah dan tujuan dari suatu perkembangan, perubahan serta proses
dalam suatu bidang tertentu termasuk dalam bidang pembangunan, reformasi maupun dalam
pendidikan.

2.2 Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan

Secara filosofis hakikat kedudukan Pancasila sebagai paradigm pembangunan nasional


mengandung suatu konsekuensi bahwa dalam segala aspek pembangunan nasional kita harus
mendasarkan pada hakikat nilai-nilai sila-sila Pancasila. Oleh karena hakikat nilai sila-sila
Pancasila mendasarkan diri pada dasar ontologis manusia sebagai subjek pendukung pokok
sila-sila Pancasila sekaligus sebagai pendukung pokok Negara. Hal ini berdasarkan pada
kenyataan objektif bahwa Pancasila dasar Negara dan Negara adalah organisasi (persekutuan
hidup) manusia. Oleh karena itu Negara dalam mewujudkan tujuannya melalui pembangunan
nasional untuk mewujudkan tujuan seluruh warganya harus dikembalikan pada dasar-dasar
hakikat manusia “monopluralis”. Unsur-unsur hakikat manusia “monopliralis”meliputi
susunan kodrat manusia, rokhani (jiwa) dan raga, sifat kodrat manusia makhluk individu dan
makhluk sosial serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan
sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa. Oleh karena pembangunan nasional sebagai upaya
praksis untuk mewujudkan tujuan tersebut, maka pembangunan haruslah mendasarkan pada
paradigm hakikat manusia “monopluralis” tersebut.

Konsekuensinya dalam realisasi pembangunan naasinal dalam berbagai bidang untuk


mewujudkan peningkatan hakikat dan martabat manusia secara konssisten berdasarkan pada
nilai-nilai hakikat kodrat manusia tersebut. Maka pembangunan nasional harus meliputi
aspek jiwa (rokhani) yang mencakup akal, rasa dan kehendak, aspek raga (jasmani), aspek
individu, aspek makhluk sosial, aspek pribadi dan juga aspek kehidupan ketuhanannya.
Kemudian pada gilirannya dijabarkan dalam berbagai bidang pembangunan antara lain,
politik, ekonomi, hokum, pendidikan, social budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi serta
bidang kehidupan agama.

A. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Iptek

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) pada hakikatnya merupakan suatu hasil
kreativitas rokhani manusia. Unsur jiwa (rokhani) meliputi aspek akal, rsa dan kehendak.
Akal merupakan potensi rokhaniah manusia dalam hubungan dengan intelektualitas. Rasa
dalam bidang estetis, dan kehendak dalam bidang moral (etika).
Atas dasar kreativitas akalnya manusia mengembangkan iptek dalam rangka untuk
mengolah kekayaan alam yang disediakan oleh Tuhan yang Maha Esa. Oleh karena itu tujuan
yang essensial dari Iptek adalah demi kesejahteraan umat manusia, sehingga Iptek pada
hakikatnya tidak bebas nilai namun terikat oleh nilai. Dalam masalah ini Pancasila telah
memberikan dasar nilai-nilai bagi pengembangan Iptek demi kesejahteraan hidup manusia.
Pengembangan Iptek sebagai hasil budaya manusia harus didasarkan pada moral Ketuhanan
dan Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Pancasila yang sila-silanya merupaka suatu kesatuan yang sisitematis haruslah menjadi
sistem etika dalam pembangunan Iptek.
Sila Ketuhanan yang Maha Esa, mengkomplementasikan ilmu pengetahuan, mencipta,
pertimbangan antara rasional dan irasional, antara akal, rasa dan kehendak. Berdasarkan sila
ini Iptek tidak hanya memikirkan apa yang ditemukan, dibuktikan dan diciptakan tetapi juga
dipertimbangkan maksudnya dan akibatnya apakah merugikan manusia dengan sekitarnya.
Sila kemanusiaan yang adil dan beradab, memberikan dasar-dasar moralitas manusia
dalam mengembangkan Iptek haruslah bersifat beradab. Iptek adalah sebagai hasil budaya
manusia yang beradab dan bermoral. Oleh karena itu pengembangan Iptek harus didasarkan
pada hakikat tujuan demi kesejahteraan umat manusia.
Sia Persatuan Indonesia, mengkomplementasikan universalia dan internasionalisme
(kemanusiaan) dalam sila-sila yang lain. Pengembangan Iptek diarahkan demi kesejahteraan
umat manusia termasuk didalamnya kesejahteraan bangsa Indonesia. Pengembangan Iptek
hendaknya dapat mengembangkan rasa nasionalisme, kebesaran bangsa serta keluhuran
bangsa sebagian dari umat manusia di dunia.
Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, mendasari pengembangan Iptek secara demokratis. Artinya setiap ilmuwan
haruslah memiliki kebebasan untuk mengembangkan Iptek. Selain itu dalam pengembangan
Iptek setiap ilmuwan juga harus menghormati dan menghargai kebebasan orang lain dan
harus memliki sikap yang terbuka artinya terbuka untuk dikritik, dikaji ulang maupun
dibandingkan dengan penemu teori lainnya.
Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Mengkomplementasikan
pengembangan Iptek haruslah menjaga keseimbangan keadilan dalam kehidupan
kemanusiaan yaitu keseimbangan keadilan dalam hubungannya dengan dirinya sendiri,
manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia lain, manusia dengan masyarakat
bangsa dan Negara serta manusia dengan alam lingkungannya (T. Jacob, 1986).
Hasil iptek harus dapat di pertanggungjawabkan akibatnya,baik pada masa sekarang
maupun masa depan.oleh karena itu, diperlukan suatu aturan yang mampu menjadikan
pancasila sebagai roh bagi perkembangan iptek di Indonesia.dalam hal ini pancasila mampu
berperan memberikan beberapa prinsip etis pada iptek sebagai berikut.
1. Martabat manusia sebagai subjek tidak boleh diperalat oleh iptek.
2. Harus dihindari kerusakan yang mengancam kemanusiaan.
3. Iptek harus sedapat mungkin membantu manusi melepaskan kesulitan-kesulitan
hidupnya.
4. Harus dihindari adanya monopoli iptek.
5. Pengembangan iptek diarahkan untuk mencapai kebahagiaan lahir dan batin serta
memenuhi kebutuhan materiel dan spiritual.
6. Harus ada kesamaan pemahaman antara ilmuwan dan agamawan.iman dalam agama
harus memancar dalam ilmu dan ilmu menerangi jalan yang telah ditunjukan oleh iman.
7. Pengembangan iptek mempertimbangkan aspek estetikdan moral.
8. Pembangunan iptek mempertimbangkan akal, rasa, dan kehendak.

B. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan POLEKSOSBUD HANKAM

Pembangunan pada hakikatnya merupakan suatu realisasi praksis untuk mencapai tujuan
bangsa. Adapun pembangunan dirinci dalam berbagai macam bidang antara lain
POLEKSOSBUD HANKAM. Dalam bidang kenegaraan penjabaran pembangunan
dituangkan dalam GBHN yang dirinci dalam bidang-bidang operasional serta target
pencapaiannya.
Pembangunan yang merupakan realisasi praksis dalam negara untuk mencapai tujuan
seluruh warga harus mendasarkan pada hakikat manusia sebagai subjek pelaksana sekaligus
tujuan pembangunan. Hakikat manusia adalah ‘Monopluralis’ artinya meliputi berbagai
unsur yaitu rokhani-jasmani, individu makhluk social serta manusia sebagai pribadi-makhluk
Tuhan yang Maha Esa. Oleh karena itu hakikat manusia merupakan sumber nilai bagi
pengembangan POLEKSOSBUD HANKAM. Hal inilah yang sering diungkapkan dalam
pelaksanaan pembangunan bahwa pembangunan hakikatnya membangun manusia secara
lengkap, utuh, meliputi seluruh unsur hakikat manusia monopluralis, atau dengan lain
perkataan membangun martabat manusia.

Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Bidang Politik

Pembangunan dan pengembangan bidang politik harus mendasarkan pada dasar


ontologis manusia. Dalam sistem politik negara harus mendasarkan pada tuntutan hak dasar
kemanusiaan yang di dalam istilah ilmu hukum dan kenegaraan disebut hak asasi manusia.
Dalam sistem politik negara harus mendasarkan pada kekuasaan yang bersumber pada
penjelmaan hakikat manusia sebagai individu-makhluk sosial yang terjelma sebagai rakyat.
Selain sistem politik negara Pancasila memberikan dasar-dasar moralitas politik negara.
Dalam sila-sila Pancasila tersebut tersusun atas urutan-urutan sistematis, bahwa dalam
politik negara harus mendasarkan sila IV, adapun pengembangan dan aktualisasi negara
berturut-turut berdasarkan sila I, sila II, dan sila III.

Pancasila sebagai landasan pembangungan di bidang politik memberikan beberapa


prinsip etis sebagai berikut.
a) Pengembangan sistem politik Negara yang menghargai harkat dan martabat manusia
sebagai pelaku atau subjek.
b) Pengembangan sistem politik yang demokratis, berkedaulatan rakyat, dan terbuka.
c) Sistem politik yang didasarkan pada nilai-nilai moral bukan sekedar kekuasaan.
d) Pengembalian keputusan politik secara musyawarah mufakat.
e) Politik dan hukum yang didasarkan atas moral ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan,kerakyatan,dan keadilan.

Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Ekonomi

Dalam dunia ilmu ekonomi boleh dikatakan jarang ditemukan pakar ekonomi yang
mendasarkan pemikiran pengembangan ekonomi atas dasar moralitas kemanusiaan dan
Ketuhana sehingga lazimnya pengembangan ekonomi mengarah pada persaingan bebas, dan
akhirnya yang kuatlah yang menang. Atas dasar kenyataan ini maka Mubyarto kemudian
pengembangkan ekonomi kerakyatan yaitu ekonomi yang humanistik yang mendasarkan
pada tujuan demi kesejahteraan rakyat yang luas.
Pancasila sebagai landasan pembangunan nasional dalam bidang ekonomi memberikan
prinsip etis seperti berikut.
a) Dasar moralitas ketuhanan dan kemanusiaan menjadi kerangka landasan pembangunan
ekonomi.
b) Mengembangkan sistem ekonomi yang berperikemanusiaan.
c) Mengembangkan sistem ekonomi Indonesia yang bercorak kekeluargaan.
d) Ekonomi yang menghindarkan diri dari segala bentuk monopoli dan persaingan bebas.
e) Ekonomi yang bertujuan keadilan dan kesejahteraan bersama.

Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Sosial Budaya

Dalam pembangunan pengembangan aspek sosial budaya hendaknya didasarkan atas


sistem nilai yang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh masyarakat tersebut.
Pada pengembangan sosial budaya pada masa reformasi dewasa ini kita harus mengangkat
nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia sebagai dasar nilai yaitu Pancasila itu sendiri.
Namun dalam proses reformasi dewasa ini sering kita saksikan gejolak masyarakat yang
jauh dari nilai-nilai kemanusiaan yang beradap. Berdasarkan sila ketiga Pancasila,
pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan
budaya yang beragam di seluruh wilayah Nusantara menuju tercapainya rasa persatuan.
Pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dari berbagai kelompok masyarakat sangat
diperlukan sehingga mereka merasa dihargai dan diterima sebagai warga bangsa. Dengan
demikian, pembangunan sosial budaya tidak akan menciptakan kesenjangan, kecemburuan,
diskriminasi, dan ketidakadilan. Pancasila sebagai landasan pembangunan bidang sosial
budaya memberikan prinsip etis sebagai berikut.

a) Pembangunan sosial budaya dilaksanakan demi terwujudkan masyarakat yang


demokratis, aman, tentram, dan damai.
b) Pembangunan sosial budaya yang menghargai kemajemukan masyarakat Indonesia.
c) Terbuka terhadap nilai-nilai luar yang positif untuk membangun masyarakat Indonesia
yang modern.
d) Memelihara nilai-nilai yang telah lama hidup dan relevan bagi kemajuan masyarakat.
Oleh karena itu suatu tugas yang maha berat bagi bangsa Indonesia pada pasca reformasi
dewasa ini untuk mengembangkan aspek sosial budaya dengan berdasarkan nilai-nilai
Pancasila, yang secara lebih terinci berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan, nilai Ketuhanan
serta nilai keberadapan.
Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Hankam

Negara pada hakikatnya adalah merupakan suatu masyarakat hukum. Negara bertujuan
melindungi segenap wilayah negara dan bangsanya. Demi tegaknya integritas seluruh
masyarakat negara diperlukan suatu pertahanan negara. Oleh karena Pancasila sebagai dasar
negara dan mendasarkan diri pada hakikat nilai kemanusiaan monopluralis maka pertahanan
dan keamanan negara harus dikembalikan pada tercapainya harkat dan martabat manusia
sebagai pendukung pokok negara. Pancasila sebagai paradigm pembangunan di bidang
pertahanan keamanan telah diterima bangsa Indonesia seperti tertuang dalam Undang-
Undang No 3 Tahun 2002 tentang pertahanan negara. Dalam undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah dan pandangan hidup
bangsa Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Pancasila sebagai landasan pembangunan bidang pertahanan dan keamanan memberikan


prinsip etis seperti berikut.

a) Pertahanan dan keamanan negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara.
b) Mengembangkan sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta.
c) Mengembangkan prinsip hidup berdampingan secara damai dengan bangsa lain.

Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Kehidupan Beragama

Pada proses reformasi dewasa ini di beberapa wilayah negara Indonesia terjadi konflik
sosial yang bersumber pada masalah agama. Maka merupakan suatu tugas berat bagi bangsa
Indonesia untuk mengembalikan suasana kehidupan beragama yang penuh perdamaian,
saling menghargai, saling menghormati dan saling mencintai sebagai sesama umat manusia
yang beradab. Dalam pengertian inilah maka negara menegaskan dalam Pokok Pikiran Ke
IV bahwa kehidupan dalam negara mendasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan. Oleh karena itu
kehidupan beragama dalam negara Indonesia dewasa ini harus dikembangkan ke arah
terciptanya kehidupan bersama yang penuh toleransi, saling menghargai berdasarkan nilai
kemanusiaan yang beradap.

Pancasila sebagai landasan pembangunan bidang agama memberikan prinsip etis seperti
berikut.

a) Pengembangan kehidupan beragama adalah terciptanya kehidupan sosial yang saling


menghargai dan menghormati.
b) Memberikan kebebasan dalam rangka memeluk dan mengamalkan ajaran agama.
c) Tidak memaksakan keyakinan agama kepada orang lain.
d) Mengakui keberadaan agama orang lain dengan tidak saling menjelekkan dan
menghina antaruman beragama.

C. Paradigma Pembangunan berwawasan Manusiawi dan Kemandirian Masyarakat Desa

Meskipun pembanguna desa selalu menjadi fokus perhatian pemerintah sejak Indonesia
mengawali kemerdekaaanya,namun sosok strategi pembangunan desa sering kali mengalami
perubahan. Hal ini memanifestasikan,bukan hanya proses pencaharian strategi pembangunan
desa yang dipandang paling efektif untuk suatu kurun waktu tertentu,akan tetapi juga
merefleksikan pengaruh strategi pembangunan nasional pada tingkat makro yang dianut
dalam kurun waktu tertentu. Dengan demikian dari waktu ke waktu kita mengenal varian
strategi pembangunan desa.Pembangunan masyarakat desa dilakukan berdasarkan 3 azas ,
yaitu :
a) Azas Pembangunan Integral
Adalah Pembangunan yang seimbang dari semua segi-segi masyarakat desa ( Pertanian,
Pendidikan , Kesehatan , perumahan , dan sebagainya ) sehingga menjamin suatu
perkembangan yang selaras dan tidak berat sebelah.
b) Azas Kekuatan sendiri
Adalah bahwa tiap-tiap usaha pertama-tama harus didasarkan pada kekuatan atau
kemampuan desa sendiri, dengan tidak menunggu-nunggu pemberian dari pemerintah.
c) Azas permufakatan Bersama
Dapat diartikan bahwa usaha pembanguna harus dilaksanakan dalam lapangan-
lapangan yang benar-benar dirasakan sebagai kebutuhan oleh anggota-anggota masyarakat
desa yang bersamgkutan sedang putusan untuk melaksanakan proyek itubukannya
berdasarkan atas perintah atasan,melainkan merupakan putusan bersama anggota-anggota
masyarakat desa
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat kami simpulkan bahwa pembangunan yang didasarkan
pada nilai-nilai Pancasila diarahkan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia yang
meliputi aspek jiwa, raga, pribadi, sosial, dan aspek kebutuhan.

3.2 Saran

Sebaiknya kita lebih mempelajari dan memahami pancasila lebih dalam lagi agar kita
tidak menyimpang dari nilai-nilai Pancasila yang merupakan asas Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

- Tjokrowinoto Moeljarto, MPA, 2002. Pembangunan Dilema dan Tantangan, Pustaka


Belajar,Yogyakarta.
- Fa’izia Khilya, Suparyanto Yudi, Suryana Yana, 2013, Pendidikan Kewarganegaraan,
PT. Intan Pariwara, Klaten Indonesia.
- Kaelan, M.S, 2010, Pendidikan Pancasila, Paradigma, Sleman Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai