Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 KONSEP PLASENTA PREVIA


2.1.1 Definisi Placenta Previa

Plasenta previa adalah plasenta yang letak abnormal, yaitu pada segmen
bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau pembukaan jalan
lahir(Manjoer, Arief,2001).

Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada


segmen bawah uterus sehingga menutupi sebagian atau seluruh pebukaan
jalan lahir (Winkjosastro, 2002)

Plasenta previa adalah plasenta dengan implantasi di sekitar segmen


bawah rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri
internum (Manuaba, 1998)

Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah


rahim dan menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum
(Saifuddin,2002)

Plasenta previa adalah placenta yang berimplantasi pada segmen bawah


rahim demikian rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium
uteri internum sehingga placenta berada di depan jalan lahir (Prae = Di depan,
vias : Jalan). Implantasi placenta yang normal adalah pada dinding depan atau
dinding belakang rahim di daerah fundus uteri (Winknjosastro, 1999)

Placenta previa cukup sering kita jumpai dan pada tiap perdarahan
anterpartum kemungkinan placenta previa harus didahulukan. Placenta previa
lebih sering terdapat pada multigravidae daripada primigravidae dan pada
umur yang lanjut.

2.1.2 Etiologi

Belum diketahui pasti penyebab terjadinya plasenta previa. Frekuensi


plasenta meningkat pada grande multipara, primigravida tua, bekas seksio
caesaria, bekas aborsi, kelainan janin, dan leioma uteri. Penyebab secara pasti
belum diketahui dengan jelas. Menurut beberapa ahli, penyebab plasenta
previa adalah sebagai berikut:

a. Menurut Manuaba(1998), plasenta previa merupakan implantasi di


segmen bawah rahim dapat disebabkan karena endometrium di fundus
uteri belum siap menerimaimplantasi, endometrium yang tipis sehingga
diperlukan perluasan plasenta untuk mampu memberikan nutrisi pada
janin, dan vili korealis pada chorion leave yang persisten.
b. Menurut Mansjoer (2001), etiologi plasenta previa belum diketahui pasti
tetapi meningkat pada grademultipara, primigravida tua, bekas secsio
caesarea, bekas operasi, kelainan janin dan leiomioma uteri.

2.1.3 Faktor Resiko Plasenta Pravia


a. Faktor Predisposisi
1) Paritas, menurut Manuaba (2008), paritas adalah wanita yang telah
melahirkan bayi aterm. Multipara adalah wanita yang telah melahirkan
bayi variabel (hidup) beberapa kali. Grandemultipara adalah wanita yang
telah melahirkan 5 orang anak atau lebih dan biasanya mengalami penyulit
dalam kehamilan dan persalinan. Kejadian plasenta previa 3 kali lebih
sering pada wanita multipara. Pada multipara plasenta previa disebabkan
oleh vaskularisasi yang kurang dan atrofi desidua akibat persalinan masa
lampau. Aliran darah ke plasenta tidak cukup sehingga menutupi
pembukaan jalan lahir. Pada paritas tinggi, kejadian plasenta previa
semakin besar karena keadaan endometrium yang kurang subur
(Prawirohardjo, 2006)
2) Multiparitas dan umur lanjut (> / = 35 tahun), Prevalensi plasenta previa
meningkat 3 kali pada umur ibu > 35 tahun. Plasenta previa dapat terjadi
pada umur diatas 35 tahun karena endometrium yang kurang subur dapat
meningkatkan kejadian plasenta previa (Manuaba, 2008). Hasil penelitian
Wardana (2007) menyatakan peningkatan umur ibu merupakan faktor
risiko plasenta previa, karena sklerosis pembuluh darah arteli kecil dan
arteriole miometrium menyebabkan aliran darah ke endometrium tidak
merata sehingga plasenta tumbuh lebih lebar dengan luas permukaan yang
lebih besar, untuk mendapatkan aliran darah yang adekuat.
3) Defek vaskularisasi desidua yang kemungkinan terjadi akibat perubahan
atrofik dan inflamatorotik.
4) Cacat atau jaringan perut pada endometrium oleh bekas pembedaan (SC,
Kuret, dll). Menurut Manuaba (2005), Sebab-sebab terjadinya plasenta
previa yaitu beberapa kali menjalani seksio caesaria, bekas dilatasi dan
kuratase, serta kehamilan ganda yang memerlukan perluasan plasenta
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi janin karena endometrium kurang
subur.
Operasi sesarea yang berulang memungkinkan terjadinya komplikasi.
Salah satu komplikasi yang potensial adalah plasenta abnormal, salah
satunya yaitu plasenta previa. Resiko melahirkan berkali-kali membuat
letak plasenta terlalu dekat dengan leher rahim, sehingga jika leher rahim
terbuka dapat menyebabkan keguguran dan perdarahan hebat. Riwayat
persalinan sesarea akan meningkatkan resiko terjadinya plasenta previa
yaitu 3,9% lebih tinggi bila dibandingkan dengan angka1,9%untuk
keseluruhan populasi obstetrik (Cunningham, 2008)
5) Chorion leave persisten.
6) Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap
menerima hasil konsepsi.
7) Konsepsi dan nidasi terlambat.
8) Placenta besar pada hamil ganda dan eritroblastosis atau hidrops fetalis.
Menurut Sastrawinata (2005), plasenta previa juga dapat terjadi pada
plasenta yang besar dan luas, seperti pada eritoblastosis, diabetes melitus,
atau kehamilan multipel.

b. Faktor pendukung

Menurut Sheiner yang dikutip oleh Amirah Umar Abdat (2010),


etiologi plasenta previa sampai saat ini belum diketahui secara pasti,
namun ada beberapa teori dan faktor risiko yang berhubungan dengan
plasenta previa, diantaranya:

1. Lapisan rahim (endometrium) memiliki kelainan seperti fibroid atau


jaringan parut (dari previa sebelumnya, sayatan, bagian bedah caesar
atau aborsi).
2. Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap
menerima hasil konsepsi.
3. Tumor-tumor seperti mioma uteri, polip endometrium.
c. Faktor pendorong

Plasenta previa dapat terjadi pada Ibu merokok atau menggunakan


kokain, karena bisa menyebabkan perubahan atau atrofi. Hipoksemia yang
terjadi akibat karbon monoksida akan dikompensasi dengan hipertrofi
plasenta. Hal ini terjadi terutama pada perokok berat, lebih dari 20 batang
sehari (Sastrawinata,2005).

2.1.4 Patofisiologi Placenta Previa

Pendarahan antepartum akibat plasenta previa terjadi sejak kehamilan 20


minggu saat segmen bawah uteri telah terbentuk dan mulai melebar serta
menipis. Umumnya terjadi pada trimester ketiga karena segmen bawah uterus
lebih banyak mengalami perubahan. Pelebaran segmen bawah uterus dan
pembukaan serviks menyebabkan sinus sobek karena lepasnya plasenta dari
dinding uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahan
tak dapat dihindarkan karena ketidak mampuan serabut otot segmen bawah
uterus untuk berkontraksi seperti halnya pada plasenta letak normal.

2.1.5 Manifestasi klinis


a. Anamnese perdarahan jalan lahir berwarna merah segar tanpa rasa nyeri
tanpa sebab. Terutama pada multigravida pada kehamilan setelah 20
minggu
b. Pemeriksaan fisik : pemeriksaan luar bagian terbawah janin biasanya
belum masuk pintu atas panggul, pemeriksaan inspekulo perdarahan
berasal dari ostium uteri eksternum
Perdarahan tanpa sebab, tanpa rasa nyeri dan berulang, darah berwarna
merah segar, perdarahan pertama biasanya tidak banyak teteapi
selanjutnya akan lebih banyak dari sebelumnya, timbulnya penyulit pada
ibu yaitu anemia atau syok dan pada janin dapat menimbulkan asfiksia
atau fetal distress sampai kematian janin dalam rahim, bagian terbawah
belum masuk dalam PAP disertai dengan kelainan letak oleh karena letak
plasenta previa berada di bawah janin (Winkjosastro, 2002)

2.1.6 Klasifikasi Plasenta Previa

Menurut Manuaba (1998), klasifikasi plasenta previa secara teoritis


dibagi dalam bentuk klinis, yaitu

a. Plasenta previa totalis, yaitu menutupi seluruh ostium uteri internum


pada pembukaan 4cm.
b. Plasenta previa sentralis, yaitu bila pusat plasenta bersamaan dengan
kanalis servikalis.
c. Plasenta previa partialis, yaitu menutupi sebagian ostium uteri
internum.
d. Plasenta previa marginalis, yaitu apabila tepi plasenta previa berada di
sekitar pinggir ostium uteri internum

Menurut De Snoo yang dikutip oleh Mochtar (1998) , klasifikasi


plasenta previa berdasarkan pada pembukaan 4-5cm yaitu:

a. Plasenta previa sentralis, bila pembukaan 4-5cm teraba plasenta


menutupi seluruh ostium
b. Plasenta previa lateralis, bila pada pembukaan 4-5cm sebagian
pembukaan ditutupi oleh plasenta yang di bagi tiga diantaranya
- Plasenta previa lateralis posterior, bila sebagian menutupi ostium
bagian belakang.
- Plasenta previa lateralis, bila sebagian menutupi ostium bagian
depan.
- Plasenta previa marginalis, bila sebagian plasenta menutupi
sebagian kecil atau bagian pinggir ostium.

Menurut Brown, klasifikasi plasenta previa dibagi menjadi :

a. Tingkat I : Lateral Plasenta Previa, pinggir bawah plasenta berinserasi


sampai ke segmen bawah rahim, namun tidak sampai ke pinggir
pembukaan.
b. Tingkat II : Marginal Plasenta Previa, plasenta mencapai pinggir
pembukaan (ostium)
c. Tingkat III : complete plasenta previa, plasenta menutupi ostium waktu
tertutup, dan tidak menutupi bila pembukaan hampir lengkap.
d. Tingkat IV : central plasenta previa, plasenta menutupi seluruhnya
pada pembukaan hampir lengkap. (sofian, 2012)

Menurut Chalik (2002), klasifikasi plasenta previa dibagi dalam:

a. Placenta previa totalis atau komplit, adalah placenta yang menutupi


seluruh ostium uteri internum.
b. Placenta previa parsialis, adalah placenta yang menutupi sebagian
ostium uteri internum.
c. Placenta previa marginalis, adalah placenta yang tepinya berada pada
pinggir ostium uteri internum.
d. Placenta letak rendah, adalah placenta yang berimplantasi pada
segmen bawah rahim sedemikian rupa sehingga tepi bawahnya berada
pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum. Jarak yang
lebih dari 2 cm dianggap placenta letak normal.

Dari semua klasifikasi plasenta previa, frekuensi plasenta previa totalis


sebesar 20-45%, plasenta previa parsialis 30%, plasenta previa marginalis 25-
50%. (Anurugo. 2008)

Penentuan macamnya plasenta previa tergantung pada besarnya


pembukaan, misalnya plasenta totalis pada pembukaan 4cm mungkin akan
berubah menjadi plasenta previa parsialis pada pembukaan 8cm, penentuan
macamnya plasenta previa harus disertai dengan keterangan mengenai
besarnya pembukaan (Wiknjosastro,2002).
2.1.7 Diagnosis / Gejala-gejala Placenta Previa
1) Gejala yang terpenting ialah perdarahan tanpa nyeri. Setelah bulan ke-4
terjadi regangan pada dinding rahim karena isi rahim lebih cepat
tumbuhnya dari rahim sendiri, akibatnya ialah bahwa isthmus uteri
tertarik menjadi dinding cavum uteri (S.B.R). pada placenta previa, ini
tidak mungkin tanpa pergeseran antara placenta dan dinding rahim, saat
perdarahan tergantung pada kekuatan tarikan pada isthmus uteri. Jadi
dalam kehamilan tidak perlu ada his pembukaan menyebabkan
perdarahan karena bagian placenta di atas akan terlepas dari dasarnya.
Perdarahan pada placenta previa bersifat terlepas dari dasar.

Pasien mungkin berdarah sewaktu tidur dan sama sekali tidak


terbangun, baru waktu ia bangun, ia merasa bahwa kainnya basah.
Biasanya perdarahan karena placenta previa baru timbul setelah bulan ke
tujuh.

Hal ini disebabkan karena perdarahan sebelum bulan ke tujuh


memberi gambaran yang tidak berbeda dari abortus dan perdarahan pada
placenta previa disebabkan karena pergerakan antara placenta dan dinding
rahim.

2) Kepala anak sangat tinggi karena placenta terletak pada kutub bawah
rahim, kepala tidak dapat mendekati pintu atas panggul.
3) Karena hal tersebut di atas juga karena ukuran panjang rahim berkurang,
maka pada placenta lebih sering terdapat kelainan letak.

Jika perdarahan disebabkan oleh placenta previa atau placenta letak


rendah maka robekan selaput harus marginal (kalau persalinan terjadi
pervaginam). Juga harus dikemukakan bahwa pada placenta previa mungin
sekali terjadi perdarahan postpartum karena :

- Kadang-kadang placenta lebih erat melekat pada dinding rahim (placenta


accrete).
- Daerah perlekatan luas.
- Daya berkontraksi segmen bawah rahim berkurang.

Kemungkinan infeksi nifas besar, karena luka placenta lebih dekat


pada ostium, danmerupakan polte d’entrée yang mudah tercapai lagi pula
pasien biasanya anaemis karena perdarahan hingga daya tahannya lemah.

2.1.8 Komplikasi

Pada ibu dapat terjadi perdarahan post partum hingga syok hemoragik
akibat kurangnya kontraksi segmen bawah rahim, anemia karena perdarahan
plasenta, dan endometris pasca persalinan. Pada bayi yang sering terjadi
adalah prematuritas dengan angka kematian ±5

Menurut Manuaba (2001), adapun komplikasi-komplikasi yang terjadi


adalah:

a. Komplikasi pada ibu, yaitu perdarahan tambahan saat operasi menembus


plasenta dengan inersio di depan, infeksi karena anemia, robekan
implantasi plasenta di bagian belakang segmen bawah rahim, terjadinya
ruptura uteri karena susunan jaringan rapuh dan sulit diketahui.
b. Komplikasi pada janin, yaitu prematuritas dengan morbiditas dan
mortalitas tinggi, mudah infeksi karena anemia disertai daya tahan
rendah, asfiksia intrauterine sampai dengan kematian.

Menurut Chalik (2002), ada tiga komplikasi yang dapat terjadi pada
ibu dan janin diantaranya

a. Terbentuknya segmen bawah rahim secara bertahap terjadilah pelepasan


tapak plasenta dari insersi sehingga terjadilah perdarahan yang tidak
dapat dicegah berulang kali, penderita anemia dan syok
b. Plasenta yang berimplentasi di segmen bawah rahim tipis sehingga
dengan mudah jaringan tropoblas infasi menerobos ke dalam miometrium
bahkan ke parametrium dan menjadi sebab dari plasenta akreta dan
mungkin inkerta
c. Servik dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya akan pembuluh
darah sangat potensial untuk robek disertai oleh perdarahan yang banyak
menyebabkan mortalitas ibu dan perinatal.

2.1.9 Pemeriksaan Placenta Previa

Kalau seorang wanita hamil berdarah dalam triwulan terakhir maka


placenta previa dan solution placenta harus diduga. Kewajiban dokter atau
bidan ialah untuk mengirimkan pasien selekas mungkin ke Rumah Sakit besar
tanpa terlebih dahulu melakukan pemeriksaan dalam atau pemasangan
tampon. Kedua tindakan ini hanya menambah perdarahan dan kemungkinan
infeksi.

Karena perdarahan pada wanita hamil kadang-kadang disebabkan oleh


varices yang pecah dan kelainan cervix (polyp, erosion, ca) maka di Rumah
Sakit dilakukan pemeriksaan in speculo terlebih dulu untuk
mengenyampingkan kewamungkinan ini. Pada placenta previa keluar darah
dari ostium externum.
Sebelum tersedia darah dan sebelum kamar operasi siap tidak boleh
dilakukan pemeriksaan dalam, karena pemeriksaan dalam ini dapat
menimbulkan perdarahan yang membahayakan.

Sementara boleh dilakukan pemeriksaan fornices dengan hati-hati, jika


tulang kepala dan suturae-suturaenya dapat teraba dengan mudah, maka
kemungkinan placena previa kecil, sebaliknya jika antara jari-jari kita dan
kepala teraba bantalan (ialah jaringan placenta) maka kemungkinan placenta
previa besar sekali. Permeriksaan ini hanyadapat dilakukan pada presentasi
kepala karena pada letak sungsang bagian depan lunak hingga sukar
membedakannya dari jaaringan lunak.

Diagnosa pasti kita buat dengan pemeriksaan dalam kamar operasi dan
kalau sudah ada pembukaan. Pemeriksaan ini harus dilakukan dengan hati-
hati supaya tidak menimbulkan perdarahan yang bekuan darah dapat disangka
jaringan placenta.

Terapi atau pengobatan placenta previa dapat dibagi menjadi 2 golongan :

a. Terapi ekspektatif

Kalau janin masih kecil hingga kemungkinan hidup di dunia luar


baginya kecil sekali. Sikap ekspektatif tentu hanya dapat dibenarkan kalau
keadaan ibu baik dan perdarahan sudah berhenti atau sedikit sekali. Dulu
tanggapan kita ialah bahwa kehamilan dengan placenta previa harus segera
diakhiri untuk menghindarkan perdarahan yang fatal. Tapi sekarang terapi
menunggu dibenarkan dengan alasan

1. Perdarahan pertama pada placenta previa jarang fatal


2. Untuk menurunkan kematian bayi karena prematuritas

Tujuan terapi ekspektatif adalah upaya janin tidak terlahir prematur,


pasien dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam dan pemantauan
dilakukan secara ketat. Syarat bagi terapi ekspektatip ialah bahwa keadaan
ibu masih baik dan perdarahan tidak banyak. Pada terapi ekspektatip kita
rawat pasien di rumah sakit, sampai berat anak ±2500gr atau kehamilan
sudah sampi 37 minggu. Selama terapi ekspektatip diusahakan menentukan
lokalisasi placenta dengan soft tissue technic, dengan radioisotop atau
dengan ultrasound. Jika kehamilan 37 minggu telah mencapai kehamilan
diakhiri menurut salah satu cara yang telah diuraikan. Selanjutnya pada
penderita placenta previa selalu harus diberikan antibiotika mengingat
kemungkinan infeksi yang besar disebabkan perdarahan dan tindakan-
tindakan intrauterin.
Dilakukan rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotika profilaksis,
lakukan pemeriksaan USG untuk memastikan letak plasenta, berikan
tokolitik bila ada kontraksi (MgSO4 4gr IV dosis awal, dilanjutkan 4gr
setiap 6 jam atau Nifedipin 3x20mg/hari) pemberian tokolitik
dikombinasikan dengan betamethason 12mg IV dosis tunggal untuk
pematangan paru janin. Perbaiki anemia dengan sulfas ferous atau ferous
fumarat per oral 60mg selama 1 bulan. Pastikan tersedianya sarana
transfusi, jika perdarahan berhenti dan waktu usia kehamilan 37minggu
masih lama, ibu dapat rawat jalan dan pesan kembali ke rumah sakit jika
terjadi perdarahan.

Tindakan apa yang kita pilih untuk pengobatan placenta previa dan
kapan melaksanakannya tergantung pada faktor-faktor berikut:

a) Perdarahan banyak atau sedikit


b) Keadaan ibu dan anak
c) Besarnya pembukaan
d) Tingkat placenta previa
e) Paritas

b. Terapi aktif

Kehamilan segera diakhiri sebelum terjadi perdarahan yang membawa


maut. Kriteria untuk penanganan aktif yaitu : kehamilan aterm, perdarahan
aktif dan banyak, keadaan umum ibu dan janin tidak baik.

1. Cara vaginal yang bermaksud untuk mengadakan tekanan pada


placenta yang dengan demikian menutup pembuluh-pembuluh darah
yang terbuka
a) Pemecahan ketuban (amniotomi)
Umumnya dilakukan pada plasenta previa letak rendah dan
plasenta previa marginalis. Jika his berkurang atau lemah
setelah pemecahan ketuban maka diberi infus oksitosin
(pitosin).
b) Versi Braxton Hicks
Tujuannya adalah mengadakan tamponnade plasenta dengan
(bokong dan kaki) janin. Hal ini tidak dilakukan pada janin
yang masih hidup. Syarat untuk melakukan versi ini adalah
pembukaan harus dapat dilalui 2 jari (supaya dapat
menurunkan kaki)
c) Dengan Cunam Willet
Kulit kepala janin dijepit dengan Cunam Willet, kemudian
diberi beban secukupnya sampai perdarahan berhenti.
Tindakan ini kirang efektif untuk menekan perdarahan pada
kulit kepala. Dan tindakan ini biasanya dikerjakan pada janin
yang telah meninggal dan perdarahan tidak aktif.

2. Dengan section caesarea


Prinsip utama melakukan tindakan ini adalah menyelamatkan
ibu dengan maksud mengosongkan rahim hingga rahim dapat
mengadakan retraksi dan menghentikan perdarahan. Setio Caesarea
juga mencegah terjadinya robekan pada servix yang agak sering terjadi
dengan usaha persalinan per vaginam pada placenta previa.

Indikasi Seksio sesaria : plasenta previa totalis, plasenta previa


pada primigravida, plasenta previa janin letak sungsang atau lintang,
fetal distress, plasenta previa lateralis jika: pembukaan masih kecil dan
perdarahan banyak, sebagian besar OUI, plasenta terletak di sebelah
belakang, profause bleeding, perdarahan sangat banyak dan mengalir
dengan cepat.

2.2 KONSEP ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN


MATERNAL DAN NEONATAL PADA PASIEN DENGAN PLACENTA
PREVIA

Hari/ Tanggal Pengkajian : …/ …


Jam Pengkajian :…
Tempat Pengkajian :…

2.2.1 Subyektif

Data Subyektif adalah data yang didapati dari hasil wawancara


(anamnese) langsung kepada pasien dan keluarga dan tenaga kesehatan lain.
Data subyektif ini mencangkup semua keluhan-keluhan dari pasien
terhadapmasalah kesehatan lain.Dalam hal ini anamnese terhadap pasien
tentang masalah kesehatan yang dialami, meliputi hal-hal berikut :

1. Biodata

Biodata berisi tentang identitas pasien beserta suami yang meliputi :


- Nama : bertujuan agar bidan dan pasien dapat lebih akrab satu
sama lain sehingga mempermudah proses tidakan kesehatan.
- Umur : wanita hamil usia 35 tahun ke atas menjadi faktor
predisposisi terjadinya placenta previa.
- Agama : agar bidan dapat menyesuaikan tindakan menurut
kepercayaan yang dianut oleh pasien.
- Pendidikan : bidan dapat menggali pengtahuan pasien melalui
pendidikan terkahir pasien.
- Pekerjaaan : bidan dapat menilai terjadinya placenta previa dari
aktivitas yang dijalani ibu, bisa saat bekerja.
- Penghasilan : bidan dapat mempertimbangkan status ekonomi
pasien untuk penanganan lebh lanjut.
- Suku bangsa : bidan dapat menyesuaikan budaya setempat dalam
member pelayanan asalkan tidak merugikan pasien.
- Alamat : untuk mengetahui jarak antara rumah pasien dengan
tempat pelayanan kesehatan.
- Status perkawinan : untuk mengetahui siapa yang akan berperan
menentukan keputusan
- Umur saat kawin : untuk menentukan kesehatan system reproduksi
pasien.
- Lama kawin : bidan dapat menentukan potensi pasien mengalami
placenta previa.

Dari biodata diharapkan dapat memberikan gambaran tentang faktor


resiko , keadaan social ekonomi dan pendidikan pasien, keluarga yang
mempengaruhi pasien.

2. Keluhan Utama

Ditanyakan apa yang dirasakan pasien sehingga pasien datang untuk


memeriksakan kehamilannya. Pasien akan berpotensi mengalami placenta
previa jika pasien mengatakan hal-hal berikut :

- Mengalami perdarahan tanpa nyeri, sering terjadi pada malam hari saat
pembentukan segmen bawah rahim. Biasanya berulang darahnya berwarna
merah segar.
- Biasa perdarahan sebelum bulan ketujuh memberi gambaran yang tidak
berbeda dari abortus.
3. Riwayat Kesehatan yang lalu
 Ditanyakan apakah pasien menderita penyakit keturunan selain itu apakah
pasien pernah menjalankan operasi sebelumnya kapan, dimana dan apa
indikasinya. Hal ini juga bertujuan untuk mengetahui apakah ada penyakit
yang mempengaruhi ibu saat kehamilan maupun persalinan, seperti
diabetes melitus yang dapat berpengaruh pada ukuran plasenta sehingga
dapat berpengaruh , hipertensi, jantung, batuk menahun, hepatitis, dan
asma.
- Diabetes Melitus:dapat menyebabkan komplikasi bayi besar serta
plasenta yang besar sehingga membutuhkan tempat pelekatan yang
lebih luas dan luka sulit sembuh (pada tindakan episiotomy atau SC)
- Hipertensi:dapat menyebabkan komplikasi berupa pre eklamsia atau
eklamsia
- Jantung:dapat memperberat kerja jantung sehingga kemungkinan dapat
terjadi decompresi cordis
- Asma:dapat memperparah penyempitan bronkus sehingga
kemungkinan dapat terjadi hipoksia pada ibu bersalin
- TBC :dapat menyebabkan sesak nafas selama persalinan dan lebih
lanjut menyebabkan hipoksia pada ibu bersalin
- HIV/AIDS:merupakan penyakit menular seksual, sehingga pada saat
persalinan membutuhkan asuhan secara khusus.
- Riwayat Operasi:utamanya sectio caesaria karena dapat menyebabkan
sayatan bekas caesar terbuka kembali.
4. Riwayat Kehamilan Sekarang

Hal ini bertujuan agar petugas kesehatan dapat lebih memantau keadaan
pasien jika pasien terjangkit penyakit tertentu. Hal ini juga menentukan
apakah bidan harus melakukan tindakan dengan cara mandiri, kolaborasi atau
bahkan merujuk pasien.

Hal tersebut di atas adalah data focus yang harus ditanyakan bidan pada
pasien untuk menunjang jalannya tindakan medis. Namun, jika kondisi pasien
masih memungkinkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan selanjutnya,
bidan bisa meneruskan pertanyaan setelah melakukan pengkajian objektif
pada pasien.

5. Riwayat Kesehatan Keluarga

Ditanyakan apakah dikeluarga pasien atau suami menderita penyakit


menular, munurun dan menaun.

6. Riwayat Kebidanan/Obstetri
 Riwayat haid
Terdiri dari menarche umur berapa, siklus haid , berapa lama haid, berapa
banyak, bagaimana warnanya, konsistennya, baunya, apakah merasakan nyeri
atau tidak, bila iya kapan, apakah sebelumnya, sesudah atau sebelum apakah
keluar flour albus, bagaimana warnanya, baunya, konsistesinya, gatal atau
tidak.

HPHT bertujuan untuk mengetahui usia kehamilan dan tafsiran


persalinan. Jika kehamilan masih kurang dari trimester II masih ada
kemungkinan plasenta berpindah tempat.

 Riwayat KB

Ditanyakan apakah pasien pernah ikut KB, metode apa yang digunakan,
kapan, berapa lamanya pemakaian, rencana KB yang akan digunakan
mendatang, bila mengganti menggunakan KB apa alasannya.

7. Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang lalu

Untuk pernikahan ditanyakan hamil pada pernikahan berapa, pernah


keguguran atau tidak, apakah ada penyulit saat kehamilan atau tidak. Untuk
persalinan ditanyakan jenis persalinanya, siapakah yang menolong, tempat
bersalinan, normal atu tidak, adakah penyulit persalinan juga ditanyakan BB,
panjang badan, jenis kelamin bayi, bila hidup umur berapa, bila mati kapan
dan apa penyebabnya.Untuk nifas ditanyakan apakah nifas berjalan normal
dan adakah penyulit atau kelainan tidak. Khususnya pada kehamilan perlu
digalinya apakah adanya riwayat kehamilan mola hidatidosa sebab
kekambuhan molahidatidosa dijumpai pada sekitar 1-2% kasus. Dalam suatu
kejadian terhadap 12 penelitian yang total mencangkup hampir 5000
Kelahiran, frekwensi mola adalah 1,3%. Dalam suatu ulasan tentang
molahidatidosa berulang tapi pasangan yang berbeda bisa disimpulkan bahwa
mungkin terdapat “ masalah oosit primer “.

8. Pola kebiasaan sehari-hari


 Nutrisi

Hal yang perlu ditanyakan, bagaimana nafsu makannya, berapa kali


makanya dalam sehari, bagaimana komposisinya, berapa banyak jumlah
minumnya, apa saja jenisnya, tanyakan pola, baik sebelum maupun selama
hamil. Karena pada dasarnya ibu hamil memerlukan zat protein untuk
membangun jaringan-jaringan bagian tubuh sehubungan dengan pertumbuhan
janin, pertumbuhan rahim dan buah dada ibu, keperluan akan zat protein pada
waktu hamil sangat meningkat apabila kekurangan protein dalam makanan
mengakibatkan pertumbuhan pada janin
 Pola Aktivitas

Hal ini perlu ditanyakan apa yang dikerjakan pasien sehari-hari, jika
pasien bekerja berapa jam dalam sehari dan dimana.

 Pola Istirahat Tidur

Hal ini perlu ditanyakan bagaimana pola tidur, berapa lama waktu tidur,
kapan waktu tidur adakah kesulitan tidur.

 Pola eliminasi

Hal yang perlu ditanyakan berapa kali BAB/BAK , bagaimana


konsistensinya, warnanya, baunya, ada keluhan atau tidak, pola sebelum dan
sesudah hamil.

 Pola personal Hygien

Hal yang perlu ditanyakan berapa kali mandi, gosok gigi, keramas dan
juga ganti pakaian. Karena pada dasarnya personal hygen akan berhubungan
dengan Infeksi mikroba dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil.
Masuk atau adanya mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu menimbulkan
penyakit ( desease ). Hal ini sangat tergantung dari jumlah mikroba ( kuman
atau virus ) yang termasuk virulensinya seta daya tahan tubuh.

 Pola seksual

Hal yang ditanyakan sebatas frekuensi seksual sebelum dan sesudah


hamil.

9. Keadaan Psikososial

Yang perlu ditanyakan adalah apakah kehamilan direncanakan atau tidak


dan bagaimana hubungan dengan suami dan keluarga menyikapi kehamilan
tersebut.

10. Latar Belakang social dan Budaya

Kepercayaan terhadap tahayul, upacara adat yang pernah dilakukan, ada


pantangan makanan atau tidak. Dalam masa kehamilan keperluan akan zat-zat
gizi meningkat. Hal ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan
dan perkembangan janin, dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah maka
untuk memenuhi zat-zat gizi yang diperlukan tubuh kurang sehingga
mengakibatkan gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan janinnya.
2.2.2 Obyektif

Data Obyektif adalah data yang diperoleh melalui pemeriksaan fisik yang
terdiri dari inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi yang terdiri dari :

1. Keadaaan umum

Bagaimana kesadarannya, postur tubuh, cara berjalan, tinggi badan, berat


badan sebelum hamil, saat hamil dan berapa ukuran LILA untuk mengetahui
status gizi pasien.

2. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 100/70 - < 140/90 mmHg
Nadi : 60 - 80 x/menit
Pernapasan : 16 – 22 x/menit
Suhu : 36,50C – 37,50C > 380C berpotensi terkena infeksi.
Pendarahan : perdarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak
dan tidak fatal, kecuali apabila dilakukan periksa dalam sebelumnya, sehingga
pasien sempat dikirim ke rumah sakit (≥ 500 cc). Tetapi perdarahan
berikutnya (recurrent bleeding) biasanya lebih banyak. Janin biasanya masih
baik. Apabila perdarahan tidak banyak (10 – 25% pasien), tanda-tanda vital
biasanya normal dan pasien tampak sehat.
3. Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi yaitu proses observasi atau pemeriksaan pandang yang menggunakan
mata untuk mendeteksi tanda-tanda fisik yang berhubungan dengan status
fisik.
 Kepala : tidak ada benjolan, keadaan rambut, ada lesi atau tidak.
 Muka : pucat atau tidak, oedema atau tidak, terdapat cloasma
gravidarum atau tidak.
 Mata : anemis atau tidak, warna sclera putih atau kuning.
 Mulut dan gigi : mukosa bibir kering atau tidak, pucat atau tidak, ada
stomatitis atau tidak, ada cariees atau tidak.
 Leher : ada pembesaran kelenjar tiroid atau tidak, ada pembesaran
vena jugularis atau tidak.
 Dada : payudara simetris atau tidak,ada hyperpigmentasi atau tidak,
aerola menonjol atau tidak.
 Abdomen : Ada bekas operasi atau tidak, ada linea nigra atau tidak, ada
strie gravidarum atau tidak, ada strie albican atau tidak, ada strie livide atau
tidak.
 Genetalia : bagaimana kebersihan vulva, warnanya, ada pengeluaran
pervaginam ada atau tidak.
 Anus : ada hemoroid atau tidak
 Ekstremitas : tidak oedema, reflek patella + atau –.

 Palpasi yaitu periksa raba dan sentuhan untuk menderteminasi ciri-ciri


jaringan atau organ.
 Leher : ada pembesaran vena jugularis atau kelenjar tiroid, ada nyeri
tekan atau tidak.
 Dada : ada nyeri tekan apa tidak, apakah kolustrum keluar.
 Abdomen :
o Leopold I : Mengukur TFU, menentukan usia kehamilan,
menentukan bagian janin yang ada di fundus. Ukuran panjang rahim
berkurang karena terdapat kelainan letak placenta.
o Leopold II : Menentukan bagian janin yang terdapat di kanan dan
kiri perut ibu. Biasanya terdapat kelainan letak seperti letak sungsang
atau letak lintang.
o Leopold III : Uterus halus dan tidak lunak; biasanya normal. Bagian
presentasi tidak tercekap pada pintu atas panggul (pelvi inlet).
Kelainan letak janin (bokong, oblig atau lintang) merupakan suatu
temuan yang sering berkaitan*).
 Pemeriksaan pervaginal : Apabila perdarahannya minimal dan tampaknya
bukan plasenta previa, pemeriksaan yang hati-hati dengan speculum dapat
menyingkap kemungkinan perdarahan vaginal atau serviks (sebagai akibat
rupturnya varises, erosi serviks, atau tumor-tumor serviks).

 Auskultasi
Abdomen : Pada pasien abortus Imminens DJJ bisa didengarkan. Namun
apabila dicurigai perdarahan bersumber dari janin (adanya bradikardia janin
atau bunyi jantung janin tidak terdengar), darah harus diperiksa terhadap
hemoglobin janin.

2.2.3 Analisis

1. Diagnosa Aktual/ Masalah Aktual


Diagnosa Kebidanan : Ny. “A” GₒPₒₒₒABₒₒₒ …minggu, Tunggal, Hidup, Intra
uteri, dengan Placenta Previa, keadaan ibu perdarahan.
Ds : Pengeluaran darah tanpa nyeri
Do: Tekanan darah : 100/70 - < 140/90 mmHg
Nadi : 76 – 92 x/menit
Pernapasan :16 – 42 x/menit
Suhu : > 380C
2. Diagnosa potensial
- Diagnosa Kebidanan : Ny. “Y” GₒPₒₒₒABₒₒₒ …minggu, Tunggal, Hidup,
Intra uteri, dengan gawat janin hipoksia.
- Diagnosa Kebidanan : Ny. “Y” GₒPₒₒₒABₒₒₒ …minggu, Tunggal, Hidup,
Intra uteri, dengan perdarahan hebat (syok), kejang.
3. Intervensi

Diagnosa Kebidanan : Ny. “A” GₒPₒₒₒABₒₒₒ oominggu, Tunggal, Hidup, Intra


uteri, dengan Placenta Previa.

Tujuan : - tidak terjadi komplikasi kehamilan

- ibu dan janin sejahtera

2.2.4 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang dilakukan petugas kesehatan akan berbeda


tergantung dimana ia bertugas saat mendapati masalah seperti di atas. Adapun
berbedaan penatalaksaan dibagi berdasarkan sebelum atau saat ibu aterm,
tempat pelayanan kesehatan dan bentuk palayanan yang diberikan petugas
kesehatan dalam menolong pasien.

1. Pasien Pra Aterm


a. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama ( Primer)
Penatalaksanaan Jika Terjadi Perdarahan :
o Memberitahu ibu tentang hasil pemeriksaan.
R/ Agar ibu dan keluarga mengerti
E/ Ibu telah mengetahui hasil pemeriksaan
o Melibatkan keluarga dalam memberikan dukungan untuk rajin
memeriksakan kehamilannya.
R/ Agar ibu tidak merasa sendiri dan banyak orang terdekat yang
mendukungnya.
E/ Keluarga telah bersedia menemani dan memberi dukungan pada
ibu.
o Mengobservasi banyaknya perdarahan dan menjelaskan pada ibu
bahwa akan terjadi perdarahan dengan tiba-tiba.
R/ Agar ibu mengerti apa yang harus ia lakukan saat terjadi perdarahan
tiba-tiba.
E/ Petugas kesehatan telah melakukan pemeriksaan denyut jantung
janin setiap 30 menit sekali.
o Mengobservasi tanda-tanda vital dan memberitahukan kepada ibu
segera ganti pembalut bila sudah basah.
R/ Agar petugas kesehatan dapat mengetahui perkembangan kondisi
ibu dan agar ibu mengerti apa yang harus dilakukan.
E/ Ibu bersedia melakukan yang dianjurkan petugas kesehatan.
o Menganjurkan ibu beristirahat total dan tidak melakukan pekerjaan
yang berat.
R/ Agar kondisi ibu kembali pulih, selain itu untuk menambah aliran
darah ke uterus dan mengurangi perangsangan mekanis.
o Menganjurkan kepada ibu untuk miring ke kiri
R/ Untuk memberikan oksignasi kepada janinnya.
E/ Ibu bersedia melakukan yang dianjurkan petugas kesehatan.
o Menganjurkan kepada ibu untuk mengkonsumsi makanan dnegan
menu seimbang dan memberikan ibu tablet Fe per oral 60 mg dengan
dosis 1x sehari selama 30 hari.
R/ Agar anemia ibu bisa berkurang.
E/ Ibu bersedia untuk mengkonsumsi tablet Fe yang diberikan petugas
kesehatan.
o Memberitahukan kepada ibu untuk sering makan walaupun sedikit
untuk memenuhi kebutuhan cairan ibu, bila perlu dilakukan
pemasangan infuse RL.
R/ Untuk mengganti cairan yang hilang.
E/ Ibu bersedia memenuhi cairan tubuh dan infuse telah terpasang.
o Memberikan penjelasan pada ibu bahwa ibu tidak dapat melaksanakan
persalinan di rumah bersalin atau puskesmas.
R/ Karena ada placenta yang menutupi jalan lahir.
E/ Ibu dan keluarga bersedia untuk dirujuk.
o Melakukan pendokumentasian asuhan dan hasil pemeriksaan pada
catatan SOAP.
R/ Agar kondisi pasien dapat terdokumentasi dengan baik.
E/ Pendokumentasian telah dilakukan.
b. Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua (Sekunder)
o Pemberian terapi ekspektatif
R/ Supaya janin tidak lahir premature, pasien dirawat tanpa melakukan
pemeriksaan dalam.
E/ Ibu mendapat pemantauan klinik secara baik.
o Pemeriksaan Ultrasonografi
R/ Untuk mengetahui letak placenta previa.
E/ Petugas kesehatan dapat mengetahui letak placenta previa pada ibu.
c. Pelayanan Kesehatan Tingkat Tiga (Tersier)
o Melakukan pemeriksaan dengan radiografi dan radio sotop
R/ Untuk menentukan letak placenta previa tingkat lanjut.
E/ Petugas kesehatan dapat mengetahui letak placenta previa pada ibu.

2. Pasien Aterm
a. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (Primer)
Penatalaksanaan Jika Terjadi Syok :
o Memberitahu ibu tentang hasil pemeriksaan.
R/ Agar ibu dan keluarga mengerti
E/ Ibu telah mengetahui hasil pemeriksaan
o Melibatkan keluarga dalam memberikan dukungan untuk rajin
memeriksakan kehamilannya.
R/ Agar ibu tidak merasa sendiri dan banyak orang terdekat yang
mendukungnya.
E/ Keluarga telah bersedia menemani dan memberi dukungan pada
ibu.
o Mengobservasi tanda-tanda vital
R/ Agar petugas kesehatan dapat mengetahui perkembangan kondisi
ibu dan agar ibu mengerti apa yang harus dilakukan.
E/ Ibu bersedia melakukan yang dianjurkan petugas kesehatan.
o Menganjurkan ibu beristirahat total dan tidak melakukan pekerjaan
yang berat.
R/ Agar kondisi ibu kembali pulih, selain itu untuk menambah aliran
darah ke uterus dan mengurangi perangsangan mekanis.
o Memberikan cairan infuse RL sesegera mungkin dengan kecepatan
tinggi.
R/ Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang.
E/ Ibu bersedia diberikan infuse RL.
o Memberikan transfusi darah bila syok disebabkan oleh perdarahan
R/ Bila darah yang hilang sangat banyak, ibu memerlukan 2 – 4 unit
darah segera dan tambahan transfusi darah untuk bertahan terhadap
kehilangan yang progresif.
E/ Ibu bersedia menerima transfusi darah dengan persetujuan pihak
keluarga juga.
o Memberikan penjelasan pada ibu bahwa ibu tidak dapat melaksanakan
persalinan di rumah bersalin atau puskesmas.
R/ Karena ada placenta yang menutupi jalan lahir.
E/ Ibu dan keluarga bersedia untuk dirujuk.
o Melakukan pendokumentasian asuhan dan hasil pemeriksaan pada
catatan SOAP.
R/ Agar kondisi pasien dapat terdokumentasi dengan baik.
E/ Pendokumentasian telah dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

- Anik maryuni dan Eka Puspita.2013.Asuhan Kegawatdaruratan Maternal


dan Neonatal.Jakarta: Trans Info Media.
- Ben-zion Taber, M.D.1994.Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan
Ginekologi.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
- Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas kedokteran Universitas Padjajaran
Bandung.1984.Obstetri Patologi.Bandung: Elstar Offset.
- Gerry Cunningham. F, dkk.2005.Obstetri Williams Edisi 21 Vol 2.Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
- Harry Oxorn & William R. Forte.1990.Ilmu Kebidanan: Patologi &
Fisiologi Persalinan.Yogyakarta: Andi Offset.
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.2013.Buku Saku Pelayanan
Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan Edisi I.Jakarta:
Bakti Husada
- Lisnawati, Lilis.2011.Buku Pintar Bidan (Aplikasi Penatalaksanaan
Gawat Darurat Kebidanan di Rumah Sakit.Jakarta: Trans Info Media.
- Nita Norma & Mustika Dwi.2013.Asuhan Kebidanan
Patologi.Yogyakarta: Nuha Medika
- Soeparman dan Sarwono Waspadji.1994. Ilmu Penyakit Dalam Jilid
II.Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Anda mungkin juga menyukai