Bab I Ispa Surveilans Epid
Bab I Ispa Surveilans Epid
PENDAHULUAN
Tujuan surveilans adalah untuk mendapatkan informasi tentang penyakit atau masalah
kesehatan lainnya, meliputi frekuensi, distribusi, prevalensi, insidensi dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya secara cepat , dengan diperolehnya informasi epidemiologi
penyakit tertentu dan terdistribusinya informasi tersebut kepada program terkait, pusat-
pusat kajian, dan pusat penelitian serta unit surveilans lain. Selain itu, tujuan umum
surveilans epidemiologi yang lain adalah untuk menilai status kesehatan
masyarakat,menentukan prioritas kesehatan masyarakat, mengevaluasi program, dan
melakukan riset.
ISPA adalah radang akut saluran pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh
infeksi jasad renik atau bakteri, virus, maupun riketsia, tanpa atau disertai radang
parenkim paru (Alsagaf, 2009). ISPA salah satu penyebab utama kematian pada anak di
bawah 5 tahun tetapi diagnosis sulit ditegakkan. World Health Organization
memperkirakan insidens Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang
dengan angka kejadian ISPA pada balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-
20% pertahun pada 13 juta anak balita di dunia golongan usia balita. Pada tahun 2000,
1,9 juta (95%) anak – anak di seluruh dunia meninggal karena ISPA, 70 % dari Afrika
dan Asia Tenggara (WHO, 2002).
Gejala ISPA sangat banyak ditemukan pada kelompok masyarakat di dunia, karena
penyebab ISPA merupakan salah satu hal yang sangat akrab di masyarakat. ISPA
merupakan infeksi akut yang disebabkan oleh virus meliputi infeksi akut saluran
pernapasan bagian atas dan infeksi akut saluran pernapasan bagian bawah. ISPA menjadi
perhatian bagi anak-anak (termasuk balita) baik dinegara berkembang maupun dinegara
maju karena ini berkaitan dengan sistem kekebalan tubuh. Anak-anak dan balita akan
sangat rentan terinfeksi penyebab ISPA karena sistem tubuh yang masih rendah, itulah
yang menyebabkan angka prevalensi dan gejala ISPA sangat tinggi bagi anak-anak dan
balita (Riskerdas, 2007).
2.2. Epidemiologi
2.2.1. Distribusi dan Frekwensi ISPA
Penyakit ISPA adalah penyakit yang dapat menyerang semua kelompok usia dari bayi,
anak-anak dan sampai orang tua. Menurut WHO 1981, bahwa satu dari tiga penyebab
kematian anak dibawah lima tahun adalah ISPA dengan pneumonia sebesar 75% dari semua
jumlah kematian. Data CBS-UNICEF juga mengungkapkan bahwa pneumonia menyebabkan
28% kematian anak di dunia (Zairil, 2000). Penelitian yang dilakukan di Klaten tahun 1996
menemukan bahwa sebagian besar kasus ISPA terjadi pada kelompok umur 7 – 12 bulan
(65,23%) dan sebagian besar kasus terjadi pada bayi laki-laki (73, 45 %) (Dewi, 1996).
ISPA merupakan pembunuh utama bayi dan balita di Indonesia. Sebagian besar
kematian tersebut diakibatkan oleh ISPA pneumonia, namun masyarakat masih awam dengan
gangguan ini. Penderita cepat meninggal akibat pneumonia berat dan sering tidak tertolong.
Lambatnya pertolongan ini disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat tentang gangguan ini
(DepKes RI., 2000).
c. Lingkungan (environment)
Faktor lingkungan memegang peranan yang cukup penting dalam menentukan
terjadinya proses interaksi antara pejamu dengan unsur penyebab dalam proses
terjadinya penyakit. Secara garis besarnya lingkungan terdiri dari lingkungan fisik,
biologis dan sosial.
Keadaan fisik sekitar manusia berpengaruh terhadap manusia baik secara
langsung maupun tidak terhadap lingkungan-lingkungan biologis dan lingkungan
sosial manusia. Lingkungan fisik (termasuk unsur kimia) meliputi udara, kelembaban,
air, dan pencemaran udara. Berkaitan dengan ISPA, adalah tergolong air borne
diasease karena salah satu penularannya melalui udara yang tercemar dan masuk ke
dalam tubuh melalui saluran pernapasan, maka udara secara epidemiologi
mempunyai peranan yang besar pada transmisi penyakit infeksi saluran pernapasan.
Salah satu gangguan yang mungkin disebabkan oleh pencemaran udara dalam
ruangan (indoor) adalah infeksi saluran pernapasan akut. ISPA dapat meliputi bagian
atas saja dan atau bahkan bagian bawah seperti laryngitis, tracheobronchitis,
bronchitis dan pnemonia (Depkes RI, 1993).
Secara garis besarnya, kualitas udara dalam ruangan dipengaruhi oleh asap
dalam ruangan yang bersumber dari perokok, penggunaan bahan bakar kayu / arang /
minyak tanah dan penggunaan obat nyamuk bakar. Disamping itu ditentukan oleh
ventilasi, tata ruangan dan kepadatan penghuninya.
2. Ventilasi
b. Kegiatan
1. Pengumpulan data
Data penyakit ISPA termasuk pnemonia balita dikumpulkan di sarana kesehatan
tingkat pertama (rawat jalan rumah sakit, Puskesmas, Pustu dan Posyandu, serta
pelayanan kesehatan swasta) dengan menggunakan formulir, kartu atau buku
khusus. Selanjutnya kasus pnemonia dari sarana tersebut dilaporkan ke
puskesmas yang menangani wilayah kerja dari sarana kesehatan yang
bersangkutan, secara aktif (melaporkan sendiri) maupun pasif (puskesmas
menjemput laporan dari sarana kesehatan di wilayah kerjanya) dengan
menggunakan instrumen standar yang dibuat oleh puskesmas. Puskesmas
selanjutnya meneruskan laporan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Untuk
laporan kasus pnemonia dari rumah sakit, laporan langsung ke Dinas Kesehatan
(Subdin P2M).
Kegiatan pokok ini terdiri dari dua kegiatan penting, yaitu pemantauan
(monitoring) dan penilaian (evaluasi).
a. Pemantauan
Pemantauan Pemberantasan Penyakit ISPA (monitoring) dimaksudkan untuk
memantau secara teratur kegiatan dan pelaksanaan program agar dapat
diketahui apakah kegiatan program dilaksanakan sesuai dengan yang telah
direncanakan dan digariskan oleh kebijaksanaan program.
Pelaksanaan pemantauan Pemberantasan Penyakit ISPA dapat memanfaatkan
kegiatan supervisi dan bimbingan tehnis, Pencatatan Pelaporan
Universitas Sumatera Utara xlvii
Pemberantasan Penyakit ISPA, dan Pemantauan program P2M&PL di
Kabupaten/kota.
b. Evaluasi dilakukan untuk menilai apakah pencapaian hasil kegiatan telah
memenuhi target yang diharapkan, mengidentifikasi masalah dan hambatan
yang dihadapi serta menyusun langkah-langkah perbaikan selanjutnya
termasuk perencanaan dan penganggaran. Kegiatan evaluasi dilaksanakan di
berbagai jenjang administrasi kesehatan, baik ditingkat pusat, provinsi
maupun Kabupaten/Kota.
BAB III
Analisa DATA
Dalam grafik tersebut terdapat peningkatan signifikan jumlah penderita pneumoni yakni
pada bulan April sejumlah 141%. Namun setelah bulan tersebut turun menjadi 84% pada bulan Mei.
Dan pada bulan Juni, Juli, Agustus, September turun menjadi 0% sehingga diharapkan pada bulan
Desember tidak melebihi 44%.