Dr. Agung Sp. U - Kolik Renal
Dr. Agung Sp. U - Kolik Renal
KOLIK RENAL
Pembimbing :
dr. Agung P Nitisasmito, Sp. U
Oleh:
Adlia Ulfa Syafira
Aulia Sari P.
Intan Siti Hulaima
M. Marliando Satria PC
Tarrinni Inastyarikusuma
PENDAHULUAN
Di USA, pasien dengan kolik renal memegang andil dalam 1 juta kunjungan ke
emergensi setiap tahun dan 1 dari 1000 pasien kolik renal dirawat inap. Di salah satu
rumah sakit di Italia, kolik renal didiagnosis pada 1% kasus; 21,6% di antaranya
merupakan kasus rekuren; rasio pria-wanita sebesar 1,4-1. Insidennya lebih tinggi pada
usia 25 hingga 44 tahun. Di Indonesia, belum ada data epidemiologis tentang pasien
yang datang dengan keluhan kolik renal namun angka kejadian batu ginjal, sebagai
penyebab kolik renal, tahun 2005 berdasarkan data yang dikumpulkan dari rumah sakit
di seluruh Indonesia adalah sebesar 37.636 kasus baru, dengan jumlah kunjungan
sebesar 58.959 orang. Sedangkan jumlah pasien yang dirawat adalah sebesar 19.018
orang, dengan jumlah kematian adalah sebesar 378 orang.
Penyebab paling umum penyebab kolik renal adalah batu ginjal (nephrolithiasis).
Bertambah parahnya nyeri bergantung pada; posisi batu, letak batu, ukuran batu,
ukuran, atau sifat abrasi batu ginjal. Bekuan darah atau fragmen jaringan juga dapat
menyebabkan hal yang sama. Kolik karena bekuan darah sering ditemui pada penyakit
gangguan pembekuan darah herediter, trauma, neoplasma dari ginjal dan traktus
urinarius, perdarahan setelah biopsi renal perkutan, kista renal, malformasi vaskular
renal, nekrosis papilar, tuberkulosis, dan infark pada ginjal. Nyeri non kolik biasanya
terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada
ginjal.
Faktor yang menyebabkan terjadinya kolik renal adalah batu ginjal (nephrolithiasis).
Batu ginjal umumnya tanpa gejala kecuali batu tersebut sudah berada di kaliks, pelvis
renal, atau ureter. Nefrolitiasis (batu kemih, batu saluran kemih, dan batu ginjal)
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan referat ini adalah
1. Untuk mengetahui definisi kolik renal
2. Untuk mengetahui etiologi kolik renal
3. Untuk mengetahui klasifikasi kolik renal
4. Untuk mengetahui patofisiologi kolik renal
5. Untuk mengetahui penegakan diagnosa kolik renal
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan kolik renal
BAB 2
PEMBAHASAN
Kolik renal adalah nyeri pinggang hebat yang datangnya mendadak, hilang-timbul
(intermitten) yang terjadi akibat spasme otot polos untuk melawan suatu hambatan.
Perasaan nyeri bermula di daerah pinggang dan dapat menjalar ke seluruh perut, ke
daerah inguinal, testis, atau debris yang berasal dari ginjal dan turun ke ureter.
Batu kecil yang turun ke pertengahan ureter pada umumnya menyebabkan penjalaran
nyeri ke pinggang sebelah lateral dan seluruh perut. Jika batu turun mendekati buli-buli
biasanya disertai dengan keluhan lain berupa sering kencing dan urgensi. Kolik renal
sering disertai, hematuria, dan demam, bila disertai infeksi.
Etiologi paling umum adalah melintasnya batu ginjal dan bekuan darah serta stenosis
ureter. Bertambah parahnya nyeri bergantung pada derajat dan tempat terjadinya
obstruksi; bukan pada keras, ukuran, atau sifat abrasi batu ginjal. Bekuan darah atau
fragmen jaringan juga dapat menyebabkan hal yang sama. Kolik karena bekuan darah,
trauma, neoplasma dari ginjal dan traktus urinarius, perdarahan setelah biopsy renal
perkutan, kista renal, malformasi vascular renal, nekrosis papilar, TB, dan infark pada
ginjal. Kolik sesungguhnya terjadi karena refluks vesikoureteral.
Gambar 1 : Lokasi Batu Ginjal
Batu ginjal yang bergerak sepanjang ureter dan hanya menyebabkan obstruksi
intermiten sebenarnya menyebabkan rasa nyeri yang lebih hebat daripada batu yang
tidak bergerak. Suatu obstruksi konstan akan memicu berbagai mekanisme
autoregulasi dan refleks yang akan membantu meredakan nyeri. 24 jam setelah
obstruksi ureteral total, tekanan hidrostatik akan menurun karena (1) penurunan
peristalsis ureteral, (2) penurunan aliran darah arteri renal, yang menyebabkan
penurunan produksi urin, dan (3) edema interstitial yang menyebabkan peningkatan
lymphatic drainage. Faktor-faktor ini menyebabkan kolik renal yang berintensitas
tinggi berdurasi < 24 jam.
1) Ureter bagian atas dan pelvis renal: Nyeri dari batu ureter bagian atas condong
untuk menjalar ke area pinggang dan area lumbar. Di sisi kanan, hal ini bisa
disalahartikan dengan kolelitiasis atau kolesistisis. Di sisi kiri, diagnosis banding
meliputi pankreatitis akut, ulkus peptikum dan gastritis.
2) Ureter bagian tengah: Nyeri pada daerah ini menjalar ke bagian kaudoanterior.
Nyeri ini bisa menyerupai apendisitis jika berada di kanan ataupun divertikulitis
akut pada sisi kiri.
3) Ureter distal: Nyeri pada daerah ini menjalar ke lipat paha, testikel pada pria
maupun labia mayor pada wanita karena nyeri ini dialihkan melalui n. ilioinguinal
atau n.genitofemoral. Jika batu berada di ureter intramural, gejala yang muncul
mirip dengan sistitis atau uretritis. Gejala ini meliputi nyeri suprapubis, urgensi,
disuria, nyeri pada ujung penis, dan terkadang berbagai gejala GI seperti diare dan
tenesmus. Gejala ini bisa disalahartikan dengan penyakit inflamasi pelvis, ruptur
kista ovarium.
Kebanyakan reseptor nyeri di traktus urinarius atas yang bertanggung jawab atas
persepsi kolik renal berada di submukosa dari pelvis renal, kalix dan ureter bagian
atas. Di ureter, peningkatan peristaltik proksimal melalui aktivasi intrinsik
ureteral pacemakers berperan penting pada persepsi nyeri. Spasme otot, peningkatan
peristaltik proksimal, inflamasi lokal, iritasi, dan edema di tempat obstruksi berperan
terhadap perkembangan nyeri melalui aktivasi kemoreseptor dan peregangan ujung
saraf bebas submukosa. Mual dan muntah sering dikaitkan dengan kolik renal akut
dan terjadi setidaknya pada 50% pasien. Mual disebabkan oleh jalur persarafan yang
umum dari pelvis renal, lambung, usus melalui serabut saraf aferen vagal dan sumbu
celiac.
Bekuan darah atau fragmen jaringan juga dapat menyebabkan obstruksi. Kolik karena
bekuan darah sering ditemui pada penyakit gangguan pembekuan darah herediter atau
didapat, trauma, neoplasma dari ginjal dan traktus urinarius, perdarahan setelah biopsy
renal perkutan, kista renal, malformasi vascular renal, nekrosis papilar, tuberculosis
dan infark pada renal. Peningkatan tekanan pelvis renal oleh karena obstruksi akan
menstimulasi sintesis dan pelepasan prostaglandin yang secara langsung
menyebabkan spasma otot ureter. Kontraksi otot polos ureter ini akan menyebabkan
gangguan peristaltic dan pembentukan laktat lokal. Akumulasi dari laktat ini akan
menyebabkan iritasi serabut saraf tipe A dan C pada dinding ureter. Serabut saraf ini
akan mengirimkan sinyal ke dorsal root ganglia T11-L2 dari spinal cord dan akan
diinterpretasikan sebagai nyeri pada korteks serebri.
Secara garis besar, striktur adalah penyempitan konsentris di dalam dinding struktur
tubular. Dalam saluran kencing, hal ini dapat terjadi pada tingkat manapun dari sistem
pengumpulan intrarenal, melalui ureter, ke uretra. Jika striktur cukup parah, drainase
urin bisa terganggu dan sistem saluran kencing proksimal sampai tingkat ini bisa
membesar. Striktur dapat terjadi akibat masalah bawaan (misalnya stenosis
infundibular, obstruksi perselihan ureteropelvik, katup uretra posterior) atau dipicu
secara iatrogenik (misalnya prosedur endoskopi berulang, kerusakan laser,
elektrokauter yang tidak disengaja).
Pasien dengan obstruksi dalam pengaturan ini akan hadir dengan kolik ginjal yang
mungkin memburuk setelah asupan cairan. Rasa sakit bisa ditegakkan pada
pemeriksaan dengan palpasi panggul atau perkusi. Diagnosis melibatkan pencitraan
dengan modalitas yang serupa dengan yang digunakan untuk nefrolitiasis. Studi
khusus untuk menilai fungsi ginjal dan drainase juga sering digunakan.
2.4.1 Anamnesis
Pada anamnesis akan ditemukan gejala-gejala berupa nyeri hilang timbul yang menjalar
dari punggung, perut bagian bawah, genital dan bagian dalam paha. Nyerinya bersifat
mendadak dan hilang timbul. Lokasi nyeri pada sisi kiri dan kanan dari vertebrae setinggi
pinggang. Pasien akan sulit mencari posisi tubuh yang dapat membuat nyeri pada
tubuhnya hilang. Selain itu dapat pula ditemukan mual dan muntah, demam, gangguan
berkemih yaitu nyeri kandung kemih terasa di bawah pusat, terasa nyeri saat buang air
kecil, frekuensi miksi yang meningkat, hematuria, dan disuria.
Gambar 2 : Alur diagnosis pasien dengan kolik renal.
b. Radiologi
1) Foto polos abdomen
Foto polos abdomen dapat menentukan besar, macam dan lokasi batu radiopak.
Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radiopaque dan
paling sering dijumpai diantara batu jenis lain, sedangkan batu asam urat bersifat
radiolusen. Gambaran radioopak paling sering ditemukan pada area pelvis renal
sepanjang ureter ataupun ureterovesical junction. Gambaran radioopak ini
disebabkan karena adanya batu kalsium oksalat dan batu struvit (MgNH3PO4).
3) CT Scan
CT Scan (Computerized Tomography) adalah tipe diagnosis sinar X yang dapat
membedakan batu dari tulang atau bahan radiopaque lain.
4) Ultrasonografi (USG)
USG dilakukan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP, yaitu
pada keadaan-keadaan : alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun
dan pada wanita yang sedang hamil. USG ginjal merupakan pencitraan yang
lebih peka untuk mendeteksi batu ginjal dan batu radiolusen daripada foto polos
abdomen. Cara terbaik untuk mendeteksi BSK (Batu Saluran Kemih) ialah
dengan kombinasi USG dan foto polos abdomen. USG dapat melihat bayangan
batu baik di ginjal maupun di dalam kandung kemih dan adanya tanda-tanda
obstruksi urin.
Temukan kegawatdaruratan :
Segera konsultasi ke
Urosepsis
Anuria spesialis urologi
Gagal ginjal
Batu uretra < 5mm Batu ginjal atau batu Rujuk ke spesialis
uretra > 5mm urologi
Pemeriksaan
radiologis ginjal,
ureter, dan kandung
kemih setiap minggu
Beberapa jenis obat yang diberikan antara lain spasmolitika yang dicampur dengan
analgesik untuk mengatasi nyeri, kalium sitrat untuk meningkatkan pH urin,
antibiotika untuk mencegah infeksi dan sebagainya. Obat penghilang nyeri, seperti:
golongan narkotik (meperidine, morfin sulfat, kombinasi parasetamol dan kodein,
atau injeksi morfin), golongan analgesik opioid (oxycodone dan acetaminophen, dan
hydrocodone), golongan analgesik narkotik (butorphanol), golongan anti-inflamasi
non steroid (ketorolac, diclofenac, celecoxib, ibuprofen). Tapi, penggunaan NSAID
merupakan suatu kontraindikasi bagi pasien-pasien yang akan menjalani ESWL
karena meningkatkan risiko perdarahan perirenal.
Antiemetic (metoclopramide) digunakan jika mual atau muntah. Antibiotik jika ada
infeksi saluran kemih, misalnya: ampicillin plus gentamicin, ticarcillin dan clavulanic
acid, ciprofloxacin, levofloxacin, ofloxacin. Untuk mengeluarkan batu ginjal dapat
juga dengan obat golongan calcium channel blockers atau penghambat kalsium
(nifedipine), golongan alpha-adrenergic blockers (tamsulosin, terazosin), golongan
corticosteroids atau glukokortikoid, seperti: prednisone, prednisolone. Obat pilihan
lainnya: agen uricosuric (allopurinol), agen alkalinizing oral (potassium citrate).
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu syarat lain
untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya infeksi dan
obstruksi. Adanya kolik berulang atau infeksi saluran kemih menyebabkan observasi
bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi, apalagi pada pasien-
pasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi ginjal )
tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera dilakukan
intervensi.
b. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada
tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal atau batu
kandung kemih melalui tindakan minimal invasif dan tanpa pembiusan. Batu dipecah
menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih.
Tidak jarang pecahan-pecahan batu yang sedang keluar menimbulkan perasaan nyeri
kolik dan menyebabkan hematuria.
Persyaratan BSK yang dapat ditangani dengan ESWL :
1) Batu ginjal berukuran mulai dari 5 mm hingga 20 mm.
2) Batu ureter berukuran 5 mm hingga 10 mm.
3) Fungsi ginjal masih baik.
4) Tidak ada sumbatan distal dari batu.
Selain itu, dilakukan pengaturan pola makan yang dapat meningkatkan risiko
pembentukan BSK seperti, membatasi konsumsi daging, garam dan makanan tinggi
oksalat (sayuran berwarna hijau, kacang, coklat), dan sebagainya. Aktivitas fisik seperti
olahraga juga sangat dianjurkan, terutama bagi yang pekerjaannya lebih banyak duduk.
Macneil F, Bariol S. Urinary stone disease - assessment and management. Aust Fam
Physician 2011;40:772–5
Mutgi A, Williams JW, Nettleman M. Renal colic: utility of the plain abdominal
roentgenogram. Arch Intern Med 1991;151:1589–92.
Pearle MS. Comment on medical therapy to facilitate urinary stones passage. Lancet
2006;368:1138–9.