Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

KEPANITERAAN KLINIK STASE BEDAH


RSUD dr. H. ABDUL MOELOEK

KOLIK RENAL

Pembimbing :
dr. Agung P Nitisasmito, Sp. U

Oleh:
Adlia Ulfa Syafira
Aulia Sari P.
Intan Siti Hulaima
M. Marliando Satria PC
Tarrinni Inastyarikusuma

RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2017
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kolik renal adalah nyeri yang disebabkan oleh obstruksi akut di ginjal, pelvis renal atau
ureter oleh batu. Nyeri ini timbul akibat peregangan, hiperperitalsis, dan spasme otot
polos pada sistem pelviokalises ginjal dan ureter sebagai usaha untuk mengatasi
obstruksi. Istilah kolik sebetulnya mengacu kepada sifat nyeri yang hilang timbul
(intermittent) dan bergelombang seperti pada kolik bilier dan kolik intestinal namun
pada kolik renal nyeri biasanya konstan. Nyeri dirasakan di flank area yaitu daerah
sudut kostovertebra kemudian dapat menjalar ke dinding depan abdomen, ke regio
inguinal, hingga ke daerah kemaluan. Nyeri muncul tiba-tiba dan bisa sangat berat
sehingga digambarkan sebagai nyeri terberat yang dirasakan manusia seumur hidup.
Kolik renal sering disertai mual dan muntah, hematuria, dan demam, bila disertai
infeksi.

Di USA, pasien dengan kolik renal memegang andil dalam 1 juta kunjungan ke
emergensi setiap tahun dan 1 dari 1000 pasien kolik renal dirawat inap. Di salah satu
rumah sakit di Italia, kolik renal didiagnosis pada 1% kasus; 21,6% di antaranya
merupakan kasus rekuren; rasio pria-wanita sebesar 1,4-1. Insidennya lebih tinggi pada
usia 25 hingga 44 tahun. Di Indonesia, belum ada data epidemiologis tentang pasien
yang datang dengan keluhan kolik renal namun angka kejadian batu ginjal, sebagai
penyebab kolik renal, tahun 2005 berdasarkan data yang dikumpulkan dari rumah sakit
di seluruh Indonesia adalah sebesar 37.636 kasus baru, dengan jumlah kunjungan
sebesar 58.959 orang. Sedangkan jumlah pasien yang dirawat adalah sebesar 19.018
orang, dengan jumlah kematian adalah sebesar 378 orang.

Penyebab paling umum penyebab kolik renal adalah batu ginjal (nephrolithiasis).
Bertambah parahnya nyeri bergantung pada; posisi batu, letak batu, ukuran batu,
ukuran, atau sifat abrasi batu ginjal. Bekuan darah atau fragmen jaringan juga dapat
menyebabkan hal yang sama. Kolik karena bekuan darah sering ditemui pada penyakit
gangguan pembekuan darah herediter, trauma, neoplasma dari ginjal dan traktus
urinarius, perdarahan setelah biopsi renal perkutan, kista renal, malformasi vaskular
renal, nekrosis papilar, tuberkulosis, dan infark pada ginjal. Nyeri non kolik biasanya
terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada
ginjal.

Faktor yang menyebabkan terjadinya kolik renal adalah batu ginjal (nephrolithiasis).
Batu ginjal umumnya tanpa gejala kecuali batu tersebut sudah berada di kaliks, pelvis
renal, atau ureter. Nefrolitiasis (batu kemih, batu saluran kemih, dan batu ginjal)

mempengaruhi sejumlah besar pasien di Amerika Serikat.2 Duabelas persen populasi di


negara tersebut atau Sekitar 350.000 pasien mengalami nyeri yang luar biasa akibat
nefrolitiasis per dan 100. 000 kunjungan rawat inap per tahun.

1.2 Tujuan
Tujuan penulisan referat ini adalah
1. Untuk mengetahui definisi kolik renal
2. Untuk mengetahui etiologi kolik renal
3. Untuk mengetahui klasifikasi kolik renal
4. Untuk mengetahui patofisiologi kolik renal
5. Untuk mengetahui penegakan diagnosa kolik renal
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan kolik renal
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Kolik Renal


Kolik renal adalah nyeri yang disebabkan oleh obstruksi akut di ginjal, pelvis renal atau
ureter. Nyeri ini timbul akibat peregangan kapsul ginjL, hiperperitalsis, dan spasme otot
polos pada sistem pelviokalises ginjal dan ureter sebagai usaha untuk mengatasi
obstruksi. Istilah kolik sebetulnya mengacu kepada sifat nyeri yang hilang timbul
(intermittent) dan bergelombang seperti pada kolik bilier dan kolik intestinal namun
pada kolik renal nyeri biasanya konstan. Nyeri dirasakan di flank area yaitu daerah
sudut kostovertebra kemudian dapat menjalar ke dinding depan abdomen, ke regio
inguinal, hingga ke daerah kemaluan. Nyeri muncul tiba-tiba dan bisa sangat berat
sehingga digambarkan sebagai nyeri terberat yang dirasakan manusia seumur hidup.
Kolik renal sering disertai mual dan muntah, hematuria, dan demam, bila disertai
infeksi.

Kolik renal adalah nyeri pinggang hebat yang datangnya mendadak, hilang-timbul
(intermitten) yang terjadi akibat spasme otot polos untuk melawan suatu hambatan.
Perasaan nyeri bermula di daerah pinggang dan dapat menjalar ke seluruh perut, ke
daerah inguinal, testis, atau debris yang berasal dari ginjal dan turun ke ureter.

Batu kecil yang turun ke pertengahan ureter pada umumnya menyebabkan penjalaran
nyeri ke pinggang sebelah lateral dan seluruh perut. Jika batu turun mendekati buli-buli
biasanya disertai dengan keluhan lain berupa sering kencing dan urgensi. Kolik renal
sering disertai, hematuria, dan demam, bila disertai infeksi.

2.3 Etiologi dan Patofisiologi


Kolik renal adalah nyeri yang terjadi akibat regangan kapsul ginjal. Regangan kapsul
ini dapat terjadi karena pielonefritis akut yang menimbulkan edema, obstruksi yang
mengakibatkan hidronefrosis atau tumor ginjal.

Etiologi paling umum adalah melintasnya batu ginjal dan bekuan darah serta stenosis
ureter. Bertambah parahnya nyeri bergantung pada derajat dan tempat terjadinya
obstruksi; bukan pada keras, ukuran, atau sifat abrasi batu ginjal. Bekuan darah atau
fragmen jaringan juga dapat menyebabkan hal yang sama. Kolik karena bekuan darah,
trauma, neoplasma dari ginjal dan traktus urinarius, perdarahan setelah biopsy renal
perkutan, kista renal, malformasi vascular renal, nekrosis papilar, TB, dan infark pada
ginjal. Kolik sesungguhnya terjadi karena refluks vesikoureteral.
Gambar 1 : Lokasi Batu Ginjal

Batu ginjal yang bergerak sepanjang ureter dan hanya menyebabkan obstruksi
intermiten sebenarnya menyebabkan rasa nyeri yang lebih hebat daripada batu yang
tidak bergerak. Suatu obstruksi konstan akan memicu berbagai mekanisme
autoregulasi dan refleks yang akan membantu meredakan nyeri. 24 jam setelah
obstruksi ureteral total, tekanan hidrostatik akan menurun karena (1) penurunan
peristalsis ureteral, (2) penurunan aliran darah arteri renal, yang menyebabkan
penurunan produksi urin, dan (3) edema interstitial yang menyebabkan peningkatan
lymphatic drainage. Faktor-faktor ini menyebabkan kolik renal yang berintensitas
tinggi berdurasi < 24 jam.

Kalau obstruksi bersifat parsial, perubahan-perubahan yang


sama terjadi, namun pada derajat yang lebih ringan dan waktu yang lebih lama.
Serabut saraf nyeri pada renal umumnya saraf simpatis preganglion yang mencapai
kordaspinal T-11 sampai L-2 melalui dorsal nerve roots. Transmisi sinyal nyeri terjadi
melalui traktus spinotalamikus asenden. Pada ureter bagian bawah, sinyal nyeri juga
didistribusikan melalui saraf genitofemoral dan n. ilioinguinal. N. erigentes, yang
mempersarafi ureter intramural dan kandung kemih, bertanggung jawab untuk
beberapa gejala kandung kemih .

1) Ureter bagian atas dan pelvis renal: Nyeri dari batu ureter bagian atas condong
untuk menjalar ke area pinggang dan area lumbar. Di sisi kanan, hal ini bisa
disalahartikan dengan kolelitiasis atau kolesistisis. Di sisi kiri, diagnosis banding
meliputi pankreatitis akut, ulkus peptikum dan gastritis.
2) Ureter bagian tengah: Nyeri pada daerah ini menjalar ke bagian kaudoanterior.
Nyeri ini bisa menyerupai apendisitis jika berada di kanan ataupun divertikulitis
akut pada sisi kiri.
3) Ureter distal: Nyeri pada daerah ini menjalar ke lipat paha, testikel pada pria
maupun labia mayor pada wanita karena nyeri ini dialihkan melalui n. ilioinguinal
atau n.genitofemoral. Jika batu berada di ureter intramural, gejala yang muncul
mirip dengan sistitis atau uretritis. Gejala ini meliputi nyeri suprapubis, urgensi,
disuria, nyeri pada ujung penis, dan terkadang berbagai gejala GI seperti diare dan
tenesmus. Gejala ini bisa disalahartikan dengan penyakit inflamasi pelvis, ruptur
kista ovarium.

Kebanyakan reseptor nyeri di traktus urinarius atas yang bertanggung jawab atas
persepsi kolik renal berada di submukosa dari pelvis renal, kalix dan ureter bagian
atas. Di ureter, peningkatan peristaltik proksimal melalui aktivasi intrinsik
ureteral pacemakers berperan penting pada persepsi nyeri. Spasme otot, peningkatan
peristaltik proksimal, inflamasi lokal, iritasi, dan edema di tempat obstruksi berperan
terhadap perkembangan nyeri melalui aktivasi kemoreseptor dan peregangan ujung
saraf bebas submukosa. Mual dan muntah sering dikaitkan dengan kolik renal akut
dan terjadi setidaknya pada 50% pasien. Mual disebabkan oleh jalur persarafan yang
umum dari pelvis renal, lambung, usus melalui serabut saraf aferen vagal dan sumbu
celiac.

Bekuan darah atau fragmen jaringan juga dapat menyebabkan obstruksi. Kolik karena
bekuan darah sering ditemui pada penyakit gangguan pembekuan darah herediter atau
didapat, trauma, neoplasma dari ginjal dan traktus urinarius, perdarahan setelah biopsy
renal perkutan, kista renal, malformasi vascular renal, nekrosis papilar, tuberculosis
dan infark pada renal. Peningkatan tekanan pelvis renal oleh karena obstruksi akan
menstimulasi sintesis dan pelepasan prostaglandin yang secara langsung
menyebabkan spasma otot ureter. Kontraksi otot polos ureter ini akan menyebabkan
gangguan peristaltic dan pembentukan laktat lokal. Akumulasi dari laktat ini akan
menyebabkan iritasi serabut saraf tipe A dan C pada dinding ureter. Serabut saraf ini
akan mengirimkan sinyal ke dorsal root ganglia T11-L2 dari spinal cord dan akan
diinterpretasikan sebagai nyeri pada korteks serebri.
Secara garis besar, striktur adalah penyempitan konsentris di dalam dinding struktur
tubular. Dalam saluran kencing, hal ini dapat terjadi pada tingkat manapun dari sistem
pengumpulan intrarenal, melalui ureter, ke uretra. Jika striktur cukup parah, drainase
urin bisa terganggu dan sistem saluran kencing proksimal sampai tingkat ini bisa
membesar. Striktur dapat terjadi akibat masalah bawaan (misalnya stenosis
infundibular, obstruksi perselihan ureteropelvik, katup uretra posterior) atau dipicu
secara iatrogenik (misalnya prosedur endoskopi berulang, kerusakan laser,
elektrokauter yang tidak disengaja).

Pasien dengan obstruksi dalam pengaturan ini akan hadir dengan kolik ginjal yang
mungkin memburuk setelah asupan cairan. Rasa sakit bisa ditegakkan pada
pemeriksaan dengan palpasi panggul atau perkusi. Diagnosis melibatkan pencitraan
dengan modalitas yang serupa dengan yang digunakan untuk nefrolitiasis. Studi
khusus untuk menilai fungsi ginjal dan drainase juga sering digunakan.

2.4 Diagnosis Kolik Renal


Diagnosis dari kolik renal dimulai dari anamnesis yang meliputi riwayat penyakit,
riwayat keluarga dengan penyakit yang sama, durasi, gejala penyakit dan apabila terdapat
tanda-tanda sepsis.

2.4.1 Anamnesis
Pada anamnesis akan ditemukan gejala-gejala berupa nyeri hilang timbul yang menjalar
dari punggung, perut bagian bawah, genital dan bagian dalam paha. Nyerinya bersifat
mendadak dan hilang timbul. Lokasi nyeri pada sisi kiri dan kanan dari vertebrae setinggi
pinggang. Pasien akan sulit mencari posisi tubuh yang dapat membuat nyeri pada
tubuhnya hilang. Selain itu dapat pula ditemukan mual dan muntah, demam, gangguan
berkemih yaitu nyeri kandung kemih terasa di bawah pusat, terasa nyeri saat buang air
kecil, frekuensi miksi yang meningkat, hematuria, dan disuria.
Gambar 2 : Alur diagnosis pasien dengan kolik renal.

2.4.2 Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan :
a. Nyeri tekan/ketok pada pinggang.
b. Pada keadaan akut paling sering ditemukan adalah kelembutan di daerah pinggang
(flank tenderness) yang disebabkan oleh hidronefrosis akibat obstruksi sementara
yaitu saat batu melewati ureter menuju kandung kemih.

2.4.3 Pemeriksaan Penunjang


a. Laboratorium
Pemeriksaan yang diperlukan adalah pemeriksaan darah dan urin, terutama untuk
melihat apakah adanya infeksi atau ada kelainan fungsi ginjal. Pada urin biasanya
dijumpai hematuria dan kadang-kadang kristaluria. Hematuria biasanya terlihat
secara mikroskopis, dan derajat hematuria bukan merupakan ukuran untuk
memperkirakan besar batu atau kemungkinan lewatnya suatu batu. Tidak adanya
hematuria dapat menyokong adanya suatu obstruksi komplit, dan ketiadaan ini juga
biasanya berhubungan dengan penyakit batu yang tidak aktif. Pada pemeriksaan
sedimen urin, jenis kristal yang ditemukan dapat memberi petunjuk jenis batu.
Pemeriksaan pH urin < 5 menyokong suatu batu asam urat, sedangkan bila terjadi
peningkatan pH >7 menyokong adanya organisme pemecah urea seperti Proteus sp,
Klebsiella sp, Pseudomonas sp dan batu struvit.

b. Radiologi
1) Foto polos abdomen
Foto polos abdomen dapat menentukan besar, macam dan lokasi batu radiopak.
Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radiopaque dan
paling sering dijumpai diantara batu jenis lain, sedangkan batu asam urat bersifat
radiolusen. Gambaran radioopak paling sering ditemukan pada area pelvis renal
sepanjang ureter ataupun ureterovesical junction. Gambaran radioopak ini
disebabkan karena adanya batu kalsium oksalat dan batu struvit (MgNH3PO4).

2) Intravenous Pyelogram (IVP)


Pielografi intravena untuk menilai obstruksi urinaria dan mencari etiologi kolik
(pielografi adalah radiografi pelvis renalis dan ureter setelah penyuntikan bahan
kontras). Seringkali batu atau benda obstruktif lainnya sudah dikeluarkan ketika
pielografi, sehingga hanya ditemukan dilatasi unilateral ureter, pelvis renalis,
ataupun calyx. IVP dapat menentukan dengan tepat letak batu, terutama batu-
batu yang radiolusen dan untuk melihat fungsi ginjal. Selain itu IVP dapat
mendeteksi adanya batu semi opaque ataupun batu non opaque yang tidak dapat
terlihat oleh foto polos abdomen. Pielografi retrograde (melalui ureter) dilakukan
pada kasus-kasus di mana IVP tidak jelas, alergi zat kontras, dan IVP tidak
mungkin dilakukan., walaupun prosedur ini tidak menyenangkan dan
berkemungkinan kecil menyebabkan infeksi atau kerusakan ureteral.

3) CT Scan
CT Scan (Computerized Tomography) adalah tipe diagnosis sinar X yang dapat
membedakan batu dari tulang atau bahan radiopaque lain.
4) Ultrasonografi (USG)
USG dilakukan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP, yaitu
pada keadaan-keadaan : alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun
dan pada wanita yang sedang hamil. USG ginjal merupakan pencitraan yang
lebih peka untuk mendeteksi batu ginjal dan batu radiolusen daripada foto polos
abdomen. Cara terbaik untuk mendeteksi BSK (Batu Saluran Kemih) ialah
dengan kombinasi USG dan foto polos abdomen. USG dapat melihat bayangan
batu baik di ginjal maupun di dalam kandung kemih dan adanya tanda-tanda
obstruksi urin.

2.5 Tatalaksana Kolik Renal


Berhasilnya penatalaksanaan medis ditentukan oleh lima faktor yaitu : ketepatan
diagnosis, lokasi batu, adanya infeksi dan derajat beratnya, derajat kerusakan fungsi
ginjal, serta tata laksana yang tepat. Terapi dinyatakan berhasil bila: keluhan menghilang,
kekambuhan batu dapat dicegah, infeksi telah dapat dieradikasi dan fungsi ginjal dapat
dipertahankan. Algoritmanya sebagai berikut.
Dipastikan batu

Temukan kegawatdaruratan :
Segera konsultasi ke
Urosepsis
Anuria spesialis urologi
Gagal ginjal

Pertimbangkan rawat inap :


Nyeri berulang Konsultasi ke
Mual berulang spesialis urologi
Usia lanjut
Kondisi pasien lemah

Gejala yang dapat ditatalaksana

Batu uretra < 5mm Batu ginjal atau batu Rujuk ke spesialis
uretra > 5mm urologi

Coba dengan terapi


konservatif

Pemeriksaan
radiologis ginjal,
ureter, dan kandung
kemih setiap minggu

Batu berhasil Batu gagal melewati


melewati traktus traktus urinarius
urinarius dalam 2 - 4 minggu
2.4.1 Terapi Konservatif
a. Terapi Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm,
karena diharapkan batu dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan untuk
mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan minum banyak supaya dapat
mendorong batu keluar dari saluran kemih. Selain itu juga dilakukan pembatasan diet
kalsium, oksalat, natrium, fosfat dan protein tergantung pada penyebab batu.

Beberapa jenis obat yang diberikan antara lain spasmolitika yang dicampur dengan
analgesik untuk mengatasi nyeri, kalium sitrat untuk meningkatkan pH urin,
antibiotika untuk mencegah infeksi dan sebagainya. Obat penghilang nyeri, seperti:
golongan narkotik (meperidine, morfin sulfat, kombinasi parasetamol dan kodein,
atau injeksi morfin), golongan analgesik opioid (oxycodone dan acetaminophen, dan
hydrocodone), golongan analgesik narkotik (butorphanol), golongan anti-inflamasi
non steroid (ketorolac, diclofenac, celecoxib, ibuprofen). Tapi, penggunaan NSAID
merupakan suatu kontraindikasi bagi pasien-pasien yang akan menjalani ESWL
karena meningkatkan risiko perdarahan perirenal.

Antiemetic (metoclopramide) digunakan jika mual atau muntah. Antibiotik jika ada
infeksi saluran kemih, misalnya: ampicillin plus gentamicin, ticarcillin dan clavulanic
acid, ciprofloxacin, levofloxacin, ofloxacin. Untuk mengeluarkan batu ginjal dapat
juga dengan obat golongan calcium channel blockers atau penghambat kalsium
(nifedipine), golongan alpha-adrenergic blockers (tamsulosin, terazosin), golongan
corticosteroids atau glukokortikoid, seperti: prednisone, prednisolone. Obat pilihan
lainnya: agen uricosuric (allopurinol), agen alkalinizing oral (potassium citrate).

Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu syarat lain
untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya infeksi dan
obstruksi. Adanya kolik berulang atau infeksi saluran kemih menyebabkan observasi
bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi, apalagi pada pasien-
pasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi ginjal )
tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera dilakukan
intervensi.
b. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada
tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal atau batu
kandung kemih melalui tindakan minimal invasif dan tanpa pembiusan. Batu dipecah
menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih.
Tidak jarang pecahan-pecahan batu yang sedang keluar menimbulkan perasaan nyeri
kolik dan menyebabkan hematuria.
Persyaratan BSK yang dapat ditangani dengan ESWL :
1) Batu ginjal berukuran mulai dari 5 mm hingga 20 mm.
2) Batu ureter berukuran 5 mm hingga 10 mm.
3) Fungsi ginjal masih baik.
4) Tidak ada sumbatan distal dari batu.

2.5.2 Terapi Definitif


Berikut ini adalah modalitas penatalaksanaan terhadap kolik renal akibat sumbatan
kalkulus.

Tabel 1 Modalitas penatalaksanaan terhadap kolik renal akibat sumbatan kalkulus


2.6 Pencegahan
2.6.1 Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah untuk mencegah agar penyakit tidak terjadi, dengan
mengendalikan faktor penyebab suatu penyakit. Kegiatan yang dilakukan meliputi
promosi kesehatan, pendidikan kesehatan dan perlindungan kesehatan. Pencegahan
primer penyakit BSK seperti minum air putih yang banyak. Konsumsi air putih minimal
2 liter per hari akan meningkatkan produksi urin. Konsumsi air putih juga akan mencegah
pembentukan kristal urin yang dapat menyebabkan terjadinya batu.

Selain itu, dilakukan pengaturan pola makan yang dapat meningkatkan risiko
pembentukan BSK seperti, membatasi konsumsi daging, garam dan makanan tinggi
oksalat (sayuran berwarna hijau, kacang, coklat), dan sebagainya. Aktivitas fisik seperti
olahraga juga sangat dianjurkan, terutama bagi yang pekerjaannya lebih banyak duduk.

2.6.2 Pencegahan Sekunder


Pencegahan sekunder bertujuan untuk mengurangi keparahan penyakit dengan
melakukan diagnosis dan pengobatan dini. Untuk jenis penyakit yang sulit diketahui
kapan penyakit timbul, diperlukan pemeriksaan teratur yang dikenal dengan pemeriksaan
“Check-up”. Pemeriksaan urin dan darah dilakukan secara berkala, bagi yang pernah
menderita BSK sebaiknya dilakukan setiap tiga bulan atau minimal setahun sekali.
Tindakan ini juga untuk mendeteksi secara dini apabila terjadi pembentukan BSK yang
baru. Untuk pengobatan, pemberian obat-obatan oral dapat diberikan tergantung dari
jenis gangguan metabolik dan jenis batu. Pengobatan lain yang dilakukan yaitu
melakukan kemoterapi dan tindakan bedah (operasi).

2.6.3 Pencegahan Tersier


Pencegahan tersier mencakup pembatasan terhadap segala ketidakmampuan dengan
menyediakan rehabilitasi saat penyakit, cedera atau ketidakmampuan sudah terjadi dan
menimbulkan kerusakan. Kegiatan yang dilakukan meliputi rehabilitasi (seperti
konseling kesehatan) agar orang tersebut lebih berdaya guna, produktif dan memberikan
kualitas hidup yang sebaik mungkin sesuai dengan kemampuannya.
REFERENSI

Bultitude M. Rees J. Management of Renal Colic. BMJ 2012; 345:e5499.

Macneil F, Bariol S. Urinary stone disease - assessment and management. Aust Fam
Physician 2011;40:772–5

Mutgi A, Williams JW, Nettleman M. Renal colic: utility of the plain abdominal
roentgenogram. Arch Intern Med 1991;151:1589–92.

Pearle MS. Comment on medical therapy to facilitate urinary stones passage. Lancet
2006;368:1138–9.

Anda mungkin juga menyukai