Anda di halaman 1dari 5

Analisis Pelbagai Efek dan Cara

Kegagalan
FMEA – Failure Modes and Effects Analysis
FMEA (Analisis Pelbagai Efek dan Cara Kegagalan) merupakan suatu metode sistematik dan proaktif
guna meninjau (mengevaluasi) sebuah proses untuk menentukan (mengidentifikasi) di mana dan
bagaimana kemungkinan proses tersebut gagal, serta mengkaji dampak relatif dari kegagalan-
kegagalan yang berbeda, dengan tujuan untuk mengidentifikasi bagian-bagian proses yang paling
memerlukan perubahan. FMEA termasuk tinjauan berikut:

•Langkah-langkah dalam proses

•Cara-cara kegagalan (apa yang bisa keliru/salah?)

•Penyebab-penyebab kegagalan (mengapa kegagalan terjadi?)

•Dampak-dampak kegagalan (apa akibat dari tiap-tiap kegagalan?)

Kelompok kerja menggunakan FMEA untuk meninjau proses-proses untuk kemungkinan kegagalan
dan mencegah mereka dengan membenahi proses-proses tersebut secara proaktif dibandingkan baru
bereaksi pasca kejadian setelah kegagalan terjadi. Hal ini menekankan bahwa pencegahan dapat
mengurangi risiko cedera baik pada pasien maupun pada staf.

FMEA khususnya bermanfaat pada menilai sebuah proses baru sebelum proses tersebut mulai
diterapkan, dan mengkaji dampak suatu perubahan yang diajukan pada suatu proses yang telah ada
sebelumnya.

Latar Belakang

FMEA – Failure Modes and Effects Analysis dikembangkan di luar dunia kesehatan, dan saat ini
digunakan pada pelayanan kesehatan untuk mengkaji risiko kegagalan dan potensi cedera pada proses
dan mengidentifikasi area-area paling penting untuk proses pembenahan.

FMEA sudah digunakan pada ratusan rumah sakit, terutama pada program-program Institute for
Healthcare Improvement, termasuk di dalamnya Idealized Design of Medication Systems (IDMS),
Halaman 1 dari 5
Patient Safety Collaboratives, dan Patient Safety Summits.

Petunjuk Umum

Langkah Satu: Pilih sebuah proses untuk dikaji menggunakan FMEA

Evaluasi menggunakan FMEA bekerja dengan baik pada proses-proses yang tidak memiliki terlalu
banyak subproses. Daripada mengerjakan FMEA pada sebuah proses yang besar dan rumit, seperti
misalnya “manajemen obat pada sebuah rumah sakit”, maka cobalah mengerjakan FMEA pada sebuah
subproses atau varian. Mengerjakan FMEA pada seluruh proses manajemen obat akan menjadi tugas
yang berlebihan. Maka cobalah mempertimbangkan analisis FMEA tersendiri pada bagian proses-
proses pemesanan, dispensing, dan administrasi obat secara terpisah.

Langkah Dua: Bentuk kelompok multidisiplin

Pastikan untuk menyertakan setiap orang yang terlibat dalam tiap titik proses. Beberapa orang
mungkin tidak perlu menjadi bagian kelompok kerja pada keseluruhan proses analisis, namun mereka
selayaknya dipastikan masuk dalam diskusi pada langkah-langkah yang mana mereka terlibat di
dalamnya. Sebagai contoh, rumah sakit mungkin menggunakan tenaga kurir untuk mengantar obat
dari depo farmasi ke unit perawatan. Akan sangat penting untuk mengikut sertakan kurir-kurir ini pada
analisis FMEA pada langkah-langkah yang terjadi saat transpor obat itu sendiri, di mana mungkin tidak
diketahui secara detail oleh staf di farmasi maupun di unit perawatan.

Langkah Tiga: Pertemukan kelompok untuk mendaftarkan semua langkah pada proses

Urutkan setiap langkah proses, dan buat sejelas (spesifik) mungkin. Mungkin saja memerlukan
sejumlah pertemuan bagi kelompok kerja untuk menyelesaikan bagian FMEA yang ini, tergantung
pada jumlah langkah dan kerumitan proses. Membuat diagram alir dapat menjadi alat yang
membantu untuk memperjelas langkah-langkah tersebut. Ketika selesai, pastikan mendapat
persetujuan (konsensus) kelompok kerja. Kelompok selayaknya setuju dengan langkah-langkah yang
diurutkan pada FMEA sudah menggambarkan proses dengan tepat/akurat.

Langkah Empat: Minta kelompok mendaftarkan cara dan penyebab kegagalan

Untuk setiap langkah pada proses, daftarkan semua kemungkinan “cara kegagalan” - yang merupakan
apapun yang dapat keliru/salah, termasuk masalah-masalah yang kecil dan jarang. Lalu, untuk setiap
kegagalan yang didaftarkan, identifikasi penyebab yang mungkin.

Halaman 2 dari 5
Langkah Lima: Untuk setiap cara kegagalan, minta kelompok kerja memberi sebuah nilai angka
(dikenal sebagai Angka Prioritas Risiko / APR) untuk kecenderungan kejadian, kecenderungan
deteksi, dan keparahan

Menetapkan APR membantu kelompok kerja mendahulukan area-area yang menjadi perhatian utama
dan juga bisa membantu mengkaji kemungkinan untuk pembenahan. Untuk setiap cara kegagalan
yang teridentifikasi, kelompok kerja selayaknya menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut dan
memberi nilai yang sesuai (kelompok selayaknya mengerjakan ini sebagai sebuah konsensus untuk
semua nilai yang ditetapkan):

•Kecenderungan kejadian: Seberapa mungkin cara kegagalan ini akan terjadi?

◦Nilai antara 1 dan 10, dengan makna 1 = “sangat tidak mungkin terjadi” dan 10 = “sangat mungkin
terjadi.”

•Kecenderungan deteksi: Jika terjadi cara kegagalan ini, seberapa mungkin kegagalan akan dideteksi?

◦Nilai antara 1 dan 10, dengan makna 1 = “sangat mungkin terdeteksi”, dan 10 = “sangat tidak
mungkin terdeteksi.”

•Keparahan: Jika cara kegagalan ini terjadi, seberapa mungkin cedera akan timbul?

◦Nilai antara 1 dan 10, dengan makna 1 =”sangat kecil kemungkinan cedera timbul”, dan 10 =
“kemungkin cedera parah dihasilkan.” Pada perawatan pasien misalnya, nilai 10 dapat bermakna
menimbulkan kematian.

Langkah Cara Sebab Dampak Kecenderungan Kecenderungan Keparahan Angka Tindakan untuk
(Nomor) Kegagalan Kegagalan Kegagalan Kejadian Deteksi (1-10) Profil Mengurangi Kejadian
(1-10) (1-10) Risiko Kegagalan
(APR)

1
2
3

Langkah Enam: Mengevaluasi hasil

Untuk menghitung Angka Profil Risiko (APR) untuk setiap cara kegagalan, kalikan ketika nilai yang
didapatkan (dari 1 hingga 10 bagi tiap-tiap kecenderungan kejadian, deteksi, dan keparahan). Sebagai
contoh, cara kegagalan “salah mengambil obat” memiliki nilai 3 untuk kecenderungan kejadian, dan
nilai 5 untuk kecenderungan deteksi, dan serta 5 untuk keparahan, maka seluruh nilai APR adalah 75.

Halaman 3 dari 5
Nilai paling rendah yang mungkin adalah 1 dan nilai yang paling tinggi adalah 1.000. Identifikasi cara
kegagalan hingga 10 APR tertinggi. Maka daftar sepuluh besar ini adalah yang selayaknya menjadi
fokus perhatian kelompok kerja untuk pertama-tama dipertimbangkan sebagai kesempatan
pembenahan.

Untuk menghitung APR bagi seluruh proses, cukup tambahkan semua APR individual bagi tiap-tiap
cara kegagalan.

Langkah Tujuh: Menggunakan APR untuk merencanakan upaya-upaya pembenahan

Cara-cara kegagalan dengan APR yang tinggi kemungkinan merupakan bagian-bagian yang paling
penting dalam proses di mana upaya-upaya pembenahan selayaknya difokuskan. Cara-cara kegagalan
dengan APR yang rendah biasanya tidak memengaruhi keseluruhan proses terlalu banyak, bahkan jika
dihilangkan sepenuhnya, dan dengan demikian selayaknya ditempatkan pada baris terakhir pada
daftar prioritas.

•Menggunakan FMEA untuk merencanakan tindakan guna mengurangi cedera dari cara-cara
kegagalan:

◦Jika cara kegagalan cenderung terjadi:

▪Evaluasi penyebab dan lihat apakah beberapa atau seluruh penyebab dapat dihilangkan.

▪Pertimbangkan menambang fungsi-fungsi pemaksaan (yang merupakan, suatu pembatasan fisik


yang membuat terjadinya kesalahan menjadi tidak mungkin, misalnya keluaran gas medis yang hanya
didesain bisa dipasangkan dengan penyambung tertentu).

▪Tambahkan langkah verifikasi (pemastian), seperti misalnya cek silang mandiri, kode baris pada
resep dan obat, atau jendela peringatan.

▪Modifikasi proses-proses lain yang berkontribusi terhadap penyebab.

◦Jika kegagalan jarang bisa dideteksi:

▪Identifikasi kejadian-kejadian lain yang bisa terjadi sebelum cara kegagalan dan bisa berperan
sebagai “peringatan” bahwa cara kegagalan mungkin terjadi.

▪Tambahkan langkah ke dalam proses untuk mengintervensi pada kejadian awalan guna mencegah
cara kegagalan. Sebagai contoh, tambahkan visitasi farmasi untuk mengambil obat-obat yang tidak
dilanjutkan lagi pada unit perawatan pasien dalam satu jam setelah penghentian obat, guna

Halaman 4 dari 5
menurunkan risiko obat masih tersedia untuk digunakan (cara kegagalan).

▪Pertimbangkan teknologi peringatan dini seperti alat dengan alarm untuk memperingatkan
pengguna kapan nilai mencapai batas yang tidak aman.

◦Jika kegagalan sangat mungkin menyebabkan cedera parah:

▪Identifikasi tanda-tanda peringatan awal bahwa cara kegagalan telah terjadi, dan latih staf untuk
mengenali semua itu untuk intervensi dini. Sebagai contoh, menggunakan pelatihan simulasi pada staf
pada situasi-situasi yang mengarah pada kegagalan, guna meningkatkan kemampuan staf mengenali
peringatan-peringatan dini ini.

▪Menyediakan informasi dan sumber daya, seperti anti-agen atau antidotum, pada titik-titik
pelayanan untuk kejadian-kejadian yang mungkin memerlukan tindakan segera.

•Menggunakan FMEA untuk menilai ulang dampak perubahan potensial di bawah pertimbangan

◦Kelompok kerja bisa menggunakan FMEA untuk membahas dan menganalisa setiap perubahan
dengan pertimbangan dan memperhitungkan perubahan APR jika perubahan diterapkan. Ini membuat
kelompok kerja untuk “mensimulasikan secara verbal” perubahan dan mengevaluasi dampak-
dampaknya pada suatu lingkungan yang aman sebelum diujikan ke area perawatan pasien. Sejumlah
ide yang tampaknya merupakan perubahan yang hebat bisa berbalik menjadi perubahan yang
nyatanya dapat meningkatkan perkiraan APR.

•Menggunakan FMEA untuk memantau dan mengikuti pembenahan dari waktu ke waktu

◦Kelompok kerja selayaknya mempertimbangkan menghitung suatu APR total bagi proses yang
dijabarkan di atas dan kemuan membuat tujuan untuk pembenahan. Sebagai contoh, tim bisa
menyetapkan tujuan mengurangi APR total untuk proses permintaan obat hingga 50% dari nilai dasar
saat ini.

Adaptasi dari Institute for Healthcare Improvement – 2004.

Halaman 5 dari 5

Anda mungkin juga menyukai