Anda di halaman 1dari 17

1

Makalah
INTERAKSI OBAT
“FARMAKODINAMIKA”

OLEH :
KELOMPOK II
1. Amalia Putri B. (821415091)
2. Nur Syamsiah Laisa (821415045)
3. Sinta A. Gani (821414105)
4. Sintia Frilianti Gumalangit (821414088)
5. Sri Pratiwi Panai (821414104)
6. Titi Fitria Hamka (821414077)
7. Bayu Reyvaldo Rahim (821414098)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
MARET 2018
2

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokaatuh
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah-Nya serta kesehatan yang diberikan, kami dapat menyelesaikan makalah
Analisis Fisikokimia sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Makalah ini telah kami susun secara maksimal dan mendapatkan bantuan
baik lisan maupun tulisan, serta beberapa referensi yang kami baca sehingga dapat
memperlancar penyusunan makalah ini. Makalah yang kami susun adalah tentang
“Interaksi farmakodinamika obat”. Terlepas dari itu semua, kami menyadari
sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun
tata bahasanya.
Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala kritik dan
saran yang membangun, sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini menjadi
lebih baik lagi. Akhir kata kami ucapkan terima kasih dan semoga makalah ini bisa
menjadi referensi dan bermanfaat terhadap pembaca.
Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokaatuh

Gorontalo, Maret 2018

Kelompok II
3

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
I.2 Rumusan masalah ...................................................................................... 2
I.3 Maksud dan Tujuan ................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
I1.1 Definisi interaksi obat ............................................................................... 3
II.2 Obat yang terlibat dalam interaksi ............................................................ 3
II.3 Macam-macam interaksi ........................................................................... 5
II.4 Definisi interaksi farmakodinamik ............................................................ 5
II.5 Mekanisme interaksi farmakodinamik ...................................................... 7
II.6 strategi pelaksanaan interaksi obat ............................................................ 9
II.7 Review jurnal ............................................................................................ 10
BAB III PENUTUP
III.1 Kesimpulan................................................................................................ 12
III.2 Saran .......................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA
4

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam arti luas, obat ialah setiap zat kimia yang dapat mempengaruhi proses
hidup, maka farmakologi merupakan ilmu yang sangat luas cakupannya.
Namun untuk tenaga medis, ilmu ini dibatasi tujuannya yaitu agar dapat
menggunakan obat untuk maksud pencegahan, diagnosis, dan pengobatan
penyakit. Selain itu agar mengerti bahwa penggunaan obat dapat
mengakibatkan berbagai gejala penyakit. Farmakologi mencakup pengetahuan
tentang sejarah, sumber, sifat kimia dan fisik, komposisi, efek fisiologi dan
biokimia, mekanisme kerja, absorpsi, distribusi, biotransformasi, ekskresi dan
penggunaan obat. Seiring berkembangnya pengetahuan, beberapa bidang ilmu
tersebut telah berkembang menjadi ilmu tersendiri .
Cabang farmakologi klinik ialah Interaksi obat dapat didefinisikan
sebagai modifikasi efek satu obat akibat obat lain yang diberikan pada
awalnya atau diberikan bersamaan, atau bila dua atau lebih obat berinteraksi
sedemikian rupa sehingga keefektifan atau toksisitas satu atau lebih akan
berubah. Interaksi obat mengakibatkan berkurang atau hilangnya khasiat
terapi dan meningkatnya aktivitas obat, dan dapat terjadi reaksi toksik obat
(Fradgley, 2003).
Interaksi obat, merupakan satu dari delapan kategori masalah terkait obat
(drug-related problem) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan
terapi obat yang dapat mempengaruhi outcome klinis pasien. Sebuah interaksi
obat terjadi ketika farmakokinetika atau farmakodinamika obat dalam tubuh
diubah oleh kehadiran satu atau lebih zat yang berinteraksi (Piscitelli, 2005).
Dua atau lebih obat yang diberikan pada waktu yang sama dapat berubah
efeknya secara tidak langsung atau dapat berinteraksi. Interaksi bisa bersifat
potensiasi atau antagonis efek satu obat oleh obat lainnya, atau adakalanya
beberapa efek lainnya (BNF 58, 2009).
Suatu interaksi terjadi ketika efek suatu obat diubah oleh kehadiran obat
lain, obat herbal, makanan, minuman atau agen kimia lainnya dalam
5

lingkungannya. Definisi yang lebih relevan kepada pasien adalah ketika obat
bersaing satu dengan yang lainnya, atau apa yang terjadi ketika obat hadir
bersama satu dengan yang lainnya (Stockley, 2008).
Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan
toksisitas dan atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi terutama bila
menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang
rendah), misalnya glikosida jantung, antikoagulan, dan obat-obat sitostatik
Pada penulisan makalah ini akan di bahas tentang aspek farmakologi yaitu
farmakodinamik, dimana Interaksi farmakodinamik terjadi di mana efek dari
satu obat yang diubah oleh kehadiran obat lain di tempat kerjanya. Kadang-
kadang obat secara langsung bersaing untuk reseptor tertentu (misalnya agonis
beta2, seperti salbutamol, dan beta blockers, seperti propranolol) tetapi sering
reaksi yang lebih langsung dan melibatkan gangguan fisiologis mekanisme
(Stockley, 2008).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana klasifikasi interaksi obat?
2. Bagaimana mekanisme interaksi obat secara farmakodinamik?
3. Bagaimana hasil review jurnal pada interaksi farmakodinamik?
1.3 Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui dan
memahami mekanisme interaksi obat secara farmakodinamik dan mengetahui
hasi review pada jurnal interaksi farmakodinamik
6

BAB II
DASAR TEORI
2.1 Definisi Interaksi obat
Interaksi obat dapat didefinisikan sebagai modifikasi efek satu obat
akibat obat lain yang diberikan pada awalnya atau diberikan bersamaan, atau
bila dua atau lebih obat berinteraksi sedemikian rupa sehingga keefektifan
atau toksisitas satu atau lebih akan berubah. Interaksi obat
mengakibatkan berkurang atau hilangnya khasiat terapi dan meningkatnya
aktivitas obat, dan dapat terjadi reaksi toksik obat (Fradgley, 2003).
Interaksi obat berarti saling pengaruh antar obat sehingga terjadi
perubahan efek. Di dalam tubuh obat mengalami berbagai macam proses
hingga akhirnya obat di keluarkan lagi dari tubuh. Proses-proses tersebut
meliputi, absorpsi, distribusi, metabolisme (biotransformasi), dan eliminasi.
Dalam proses tersebut, bila berbagai macam obat diberikan secara bersamaan
dapat menimbulkan suatu interaksi. Interaksi obat juga suatu faktor yang
dapat mempengaruhi respon tubuh terhadap pengobatan. Obat dapat
berinteraksi dengan makanan atau minuman, zat kimia atau dengan obat lain.
Dikatakan terjadi interaksi apabila makanan, minuman, zat kimia, dan obat
lain tersebut mengubah efek dari suatu obat yang diberikan bersamaan atau
hamper bersamaan (Ganiswara,2000).
Beberapa obat sering diberikan secara bersamaan pada penulisan resep,
maka mungkin terdapat obat yang kerjanya berlawanan. Obat pertama dapat
memperkuat atau memperlemah, memperpanjang atau memperpendek kerja
obat kedua. Interaksi obat harus lebih diperhatikan, karena interaksi obat
terapi obat dapat menyebabkan kasus yang parah dan tingkat kerusakan-
kerusakan pada pasien, dengan demikian jumlah dan tingkat keparahan kasus
terjadinya interaksi obat dapat dikurangi (Mutschler, 1991).
2.2 Obat yang Terlibat dalam Peristiwa Interaksi
Interaksi obat paling tidak melibatkan 2 jenis obat diantaranya :
a. Obat obyek, yakni obat yang aksinya atau efeknya dipengaruhi atau
diubah oleh obat lain.
7

b. Obat presipitan (precipitan drug), yakni obat yang mempengaruhi atau


mengubah aksi atau atau efek obat lain.
Obat obyek ialah Obat-obat yang kemungkinan besar menjadi obyek
interaksi atau efeknya dipengaruhi oleh obat lain, umumnya adalah obat-obat
yang memenuhi ciri :
a. Obat-obat di mana perubahan sedikit saja terhadap dosis (kadar obat)
sudah akan menyebabkan perubahan besar pada efek klinik yang timbul.
Secara farmakologi obat-obat seperti ini sering dikatakan sebagai obat-
obat dengan kurva dosis respons yang tajam (curam; steep dose response
curve). Perubahan, misalnya dalam hal ini pengurangan kadar sedikit saja
sudah dapat mengurangi manfaat klinik (clinical efficacy) dari obat.
b. Obat-obat dengan rasio toksis terapik yang rendah (low toxic therapeutic
ratio), artinya antara dosis toksik dan dosis terapetik tersebut
perbandinganya (atau perbedaanya) tidak besar. Kenaikan sedikit saja
dosis (kadar)obat sudah menyebabkan terjadinya efek toksis. Kedua ciri
obat obyek di atas, yakni apakah obat yang manfaat kliniknya mudah
dikurangi atau efek toksiknya mudah diperbesar oleh obat presipitan, akan
saling berkaitan dan tidak berdiri sendiri-sendiri. Obat-obat seperti ini juga
sering dikenal dengan obat-obat dengan lingkupterapetik yang sempit
(narrow therapeutic range).
Obat-obat yang memenuhi ciri-ciri di atas dan sering menjadi obyek
interaksi dalam klinik meliputi obat antikoagulansia: warfarin,
antikonvulsansia (antikejang): antiepilepsi, hipoglikemika: antidiabetika oral
seperti tolbutamid, klorpropamid dll, anti-aritmia: lidokain,prokainamid dll,
glikosida jantung: digoksin, antihipertensi, kontrasepsi oral steroid,
antibiotika aminoglikosida, obat-obat sitotoksik, obat-obat susunan saraf
pusat, dan lain-lain.
Obat presipitan adalah obat yang dapat mengubah aksi/efek obat lain.
Untuk dapat mempengaruhi aksi/efek obat lain, maka obat presipitan
umumnya adalah obat-obat dengan ciri sebagai berikut:
8

a. Obat-obat dengan ikatan protein yang kuat, oleh karena dengan demikian
akan menggusur ikatan-ikatan yang protein obat lain yang lebih lemah.
Obat-obat yang tergusur ini (displaced) kemudian kadar bebasnya dalam
darah akan meningkat dengan segala konsekuensinya, terutama
meningkatnya efek toksik. Obat-obat yang masuk di sini misalnya aspirin,
fenilbutazon, sulfa dan lain lain.
b. Obat-obat dengan kemampuan menghambat (inhibitor) atau merangsang
(inducer)enzim-enzim yang memetabolisir obat dalam hati. Obat-obat
yang punya sifat sebagai perangsang enzim (enzyme inducer) misalnya
rifampisin, karbamasepin, fenitoin, fenobarbital dan lain-lain akan
mempercepat eliminasi (metabolisme) obat-obat yang lain sehingga kadar
dalam darah lebih cepat hilang. Sedangkan obat-obat yang dapat
menghambat metabolisme (enzyme inhibator) termasuk kloramfenikol,
fenilbutason, alopurinol, simetidin dan lain-lain,akan meningkatkan kadar
obat obyek sehingga terjadi efek toksik.
c. Obat-obat yang dapat mempengaruhi /merubah fungsi ginjal sehingga
eliminasi obat-obat lain dapat dimodifikasi. Misalnya probenesid, obat-
obat golongan diuretika dan lain-lain.
Ciri-ciri obat presipitan tersebut adalah pada proses distribusi (ikatan
protein), metabolisme dan ekskresi renal. Masih banyak obat-obat lain diluar
ketiga ciri ini tadi yang dapat bertindak sebagai obat presipitan dengan
mekanisme yang berbeda-beda.
2.3 Macam-macam interaksi
Menurut jenis mekanisme kerjanya, interaksi obat dapat dibedakan
menjadi 3 macam, yaitu :
1. Interaksi farmasetik
2. Interaksi farmakokinetik
3. Interaksi farmakodinamik
2.4 Definisi Interaksi farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik terjadi di mana efek dari satu obat yang
diubah oleh kehadiran obat lain di tempat kerjanya. Kadang-kadang obat
9

secara langsung bersaing untuk reseptor tertentu (misalnya agonis beta2,


seperti salbutamol, dan beta blockers, seperti propranolol) tetapi sering reaksi
yang lebih langsung dan melibatkan gangguan fisiologis mekanisme
(Stockley, 2008).
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat yang bekerja
pada sistem reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologik yang sama sehingga
menimbulkan efek-efek obat yang aditif, sinergis (potensiasi), atau antagonis
tanpa ada perubahan kadar plasma ataupun profil farmakokinetik lainnya.
Jika dua obat yang mempunyai kerja yang serupa atau tidak serupa diberikan,
maka efek kombinasi dari kedua obat itu dapat menjadi aditif (efek dua kali
lipat), sinergis (lebih besar dari dua kali lipat), atau antagonis (efek dari salah
satu atau kedua obat itu menurun) (Kee dan Hayes, 1996).
Interaksi farmakodinamik umumnya dapat diekstrapolasikan ke obat
lain yang segolongan dengan obat yang berinteraksi, karena klasifikasi obat
adalah berdasarkan efek farmakodinamiknya. Selain itu, umumnya kejadian
interaksi farmakodinamik dapat diramalkan sehingga dapat dihindari
sebelumnya jika diketahui mekanisme kerja obat (Gitawati, 2008).
Hal ini terjadi karena kompetisi pada reseptor yang sama atau interaksi
obat pada sistem fisiologi yang sama. Interaksi jenis ini tidak mudah
dikelompokkan seperti interaksi-interaksi yang mempengaruhi konsentrasi
obat dalam tubuh, tetapi terjadinya interaksi tersebut lebih mudah
diperkirakan dari efek farmakologi obat yang dipengaruhi (Fradgley, 2003).
Contoh interaksi obat pada reseptor yang bersifat antagonistik
misalnya: interaksi antara beta bloker dengan agonis-beta pada penderita
asma; interaksi antara penghambat reseptor dopamine (haloperidol, metoclo-
pramid) dengan levodopa pada pasien parkinson. Beberapa contoh interaksi
obat secara fisiologik serta dampaknya antara lain sebagai berikut: interaksi
antara aminogliko-sida dengan furosemid akan meningkatkan risiko
ototoksik dan nefrotoksik dari aminoglikosida; beta bloker dengan verapamil
menimbulkan gagal jantung, blok AV, dan bradikardi berat; benzodiazepin
dengan etanol meningkatkan depresi susunan saraf pusat (SSP); kombinasi
10

obat-obat trombolitik, antikoagulan dan antiplatelet menyebabkan perdarahan


(Gitawati, 2008).
Penggunaan diuretik kuat (misal furosemid) yang menyebabkan
perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit seperti hipokalemia, dapat
meningkatkan toksisitas digitalis jika diberikan bersama-sama. Pemberian
furosemid bersama relaksan otot (misal, d-tubokurarin) menyebabkan
paralisis berkepanjangan. Sebaliknya, penggunaan diuretik hemat kalium
(spironolakton, amilorid) bersama dengan penghambat ACE (kaptopril)
menyebabkan hiperkalemia. Kombinasi antihipertensi dengan obat-obat anti
inflamasi nonsteroid (NSAID) yang menyebabkan retensi garam dan air,
terutama pada penggunaan jangka lama, dapat menurunkan efek
antihipertensi (Gitawati, 2008).
2.5 Mekanisme interaksi farmakodinamik
Beberapa mekanisme interaksi obat dengan farmakodinamika mungkin
terjadi bersama-sama, antara lain (Fradgley, 2003) :
a. Sinergisme
Interaksi farmakodinamik yang paling umum terjadi adalah
sinergisme antara dua obat yang bekerja pada sistem, organ, sel, enzim
yang sama dengan efek farmakologi yang sama. Semua obat yang
mempunyai fungsi depresi pada susunan saraf pusat- sebagai contoh,
etanol, antihistamin, benzodiazepin (diazepam, lorazepam, prazepam,
estazolam, bromazepam, alprazolam), fenotiazin (klorpromazina,
tioridazina, flufenazina, perfenazina, proklorperazina, trifluoperazina),
metildopa, klonidina- dapat meningkatkan efek sedasi.
Semua obat antiinflamasi non steroid dapat mengurangi daya lekat
platelet dan dapat meningkatkan (pada derajat peningkatan yang tidak
sama) efek antikoagulan. Suplemen kalium dapat menyebabkan
hiperkalemia yang sangat berbahaya bagi pasien yang memperoleh
pengobatan dengan diuretik hemat kalium (contoh amilorida, triamteren),
dan penghambat enzim pengkonversi angiotensin (contoh kaptopril,
enalapril) dan antagonis reseptor angiotensin-II (contoh losartan,
11

valsartan). Dengan cara yang sama verapamil dan propanolol (dan


pengeblok beta yang lain), keduanya mempunyai efek inotropik negatif,
dapat menimbulkan gagal jantung pada pasien yang rentan.
b. Antagonisme
Antagonisme terjadi bila obat yang berinteraksi memiliki efek
farmakologi yang berlawanan. Hal ini mengakibatkan pengurangan hasil
yang diinginkan dari satu atau lebih obat. Sebagai contoh, penggunaan
secara bersamaan obat yang bersifat beta agonis dengan obat yang bersifat
pemblok beta (Salbutamol untuk pengobatan asma dengan propanolol
untuk pengobatan hipertensi, dapat menyebabkan bronkospasme); vitamin
K dan warfarin; diuretika tiazid dan obat antidiabet.
Beberapa antibiotika tertentu berinteraksi dengan mekanisme
antagonis. Sebagai contoh, bakterisida seperti penisilin, yang menghambat
sintesa dinding sel bakteri, memerlukan sel yang terus bertumbuh dan
membelah diri agar berkhasiat maksimal. Situasi ini tidak akan terjadi
dengan adanya antibiotika yang berkhasiat bakteriostatik, seperti
tetrasiklin yang menghambat sintesa protein dan juga pertumbuhan
bakteri.
c. Efek reseptor tidak langsung
Kombinasi obat dapat bekerja melalui mekanisme saling
mempengaruhi efek reseptor yang meliputi sirkulasi kendali di fisiologis
dan biokimia. Pengeblok beta non selektif seperti propanolol dapat
memperpanjang lamanya kondisi hipoglikemi pada pasien diabet yang
diobati dengan insulin dengan menghambat mekanisme kompensasi
pemecahan glikogen. Respon kompesasi ini diperantarai oleh reseptor beta
Z namun obat kardioselektif seperti atenolol lebih jarang menimbulkan
respon hipoglikemi apabila digunakan bersama dengan insulin. Lagipula
obat-obat pengeblok beta mempunyai efek simpatik seperti takikardia dan
tremor yang dapat menutupi tanda-tanda bahaya hipoglikemi, efek
simpatik ini lebih penting dibandingkan dengan akibat interaksi obat pada
mekanisme kompensasi di atas.
12

d. Gangguan cairan dan elektrolit


Interaksi obat dapat terjadi akibat gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit. Pengurangan kadar kalium dalam plasma sesudah
pengobatan dengan diuretik, kortikosteroid, atau amfoterisina akan
meningkatkan resiko kardiotoksisitas digoksin. Hal yang sama,
hipokalemia meningkatkan resiko aritmia ventrikuler dengan beberapa
obat antiaritmia seperti sotalol, kuinidin, prokainamida, dan amiodaron.
Penghambat ACE mempunyai efek hemat kalium, sehingga pemakaiannya
bersamaan dengan suplemen kalium atau diuretik hemat kalium dapat
menyebabkan hiperkalemia yang berbahaya. Loop diuretik dapat
meningkatkan konsentrasi obat-obat yang bersifat nefrotoksik seperti
gentamisin dan sefaloridina dalam ginjal
2.6 Strategi pelaksanaan interaksi obat
Strategi pelaksanaan interaksi obat meliputi :
a. Menghindari kombinasi obat yang berinterksi. Jika resiko interaksi
pemakaian obat lebih besar daripada manfaatnya maka
harusdipertimbangkan untuk memakai obat pengganti. Pemilihan obat
pengganti tergantung pada apakah interaksi obat tersebut
merupakan interaksi yang berkaitan dengan kelasobat tersebut atau
merupakan efek obat yang spesifik.
b. Penyesuaian dosis obatJika interaksi obat meningkatkan atau menurunkan
efek obat maka perludilakukan modifikasi dosis salah satu atau kedua
obat untuk mengimbangi kenaikan atau penurunan efek obat tersebut.
Penyesuaian dosis diperlukan pada saat mulai ataumenghentikan
penggunaan obat yang berinteraksi.
c. Pemantauan pasien jika kombinasi yang saling berinteraksi diberikan,
maka diperlukan pemantauan pasien. Keputusan untuk memantau
atau tidak tergantung pada berbagai faktor, seperti karakteristik pasien,
penyakit lain yang diderita pasien, waktu mulaimenggunakan obat yang
menyebabkan interaksi dan waktu timbulnya reaksi interaksiobat.
13

d. Melanjutkan pengobatan seperti sebelumnya jika interaksi obat tidak


bermakna klinis atau jika kombinasi obat yang berinteraksi tersebut
merupakan pengobatan optimal, pengobatan pasien dapat diteruskan.
2.7 Review jurnal
Jurnal yang direview kali ini berjudul interaksi farmakokinetik dan
farmakodinamik antara obat aceclofenac dan rosiglitazone pada tikus.
Aceclofenac merupakan obat golongan NSAID baru yang dikembangkan
untuk memberikan pelepasan terapi penghilang rasa nyeri yang sangat efektif
untuk mengurangi profil situs. Dimana secara langsung menghalangi sekresi
PG2 disitus tersebut dari sel inflamasi. Rosiglitazone adalah obat yang
termasuk dalam agen hipogllikemik oral yang digunakan untuk pengobatan
diabetes mellitus. Tujuan dari penelitian ini ialah menyelidiki interaksi
farmakokinetik dan farmakodinamik antara obat aceclofenac dan
rosiglitazone sendiri dan kombinasi keduanya pada tikus.
Hasil yang diperoleh ialah pemberian aceklofenac dan rosiglitazone
sendiri menghasilkan penurunan kadar glukosa darah anterior (antidiabetik)
secara anterior dan oksidatif, namun kombinasi keduanya menghasilkan
penurunan efisiensi rosiglitazone untuk aktivitas antidiabetik dan
peningkatan aktivitas anti gastrik aceclofenac saat diberikan bersama
rosiglitazone. Aceclofenac menurunkan aktifitas antidiabetik
dari rosiglitazone karena aceclofenac secara bertahap menurunkan efisiensi
rosiglitazone selama 8 jam dalam kemampuannya mengontrol gula darah,
kombinasi ini masih kurang baik dibandingkan pengobatan rosiglitazone saja.
Aceclofenac adalah turunan asam asetat fenil yang menunjukkan
aktivitas analgesic dan antirematik dan toleransi yang baik pada kondisi nyeri.
Pemberian bersama ACF dan RGZ secara signifikan meningkatkan toleransi
dan efisiensi setelah 10 hari pengobatan pada tikus artritis yang diinduksi
ACF dengan meningkatkan bioavailabitas dari ACF tetapi khasiat antiartritis
diminimalkan pada terapi kombinasi. Demikian pula aktivitas
antihiperglikemik juga mempengaruhi pengobatan bersamaan. Literatur
mengungkapkan bahwa bioavailabilitas RGZ yang diberikan oral adalah
14

99%. Dalam penelitian kemanjuran antihiperglikemik RGZ secara statitistik


tidak sama setelah pemberian bersama ACF selama satu minggu. Ada
perbedaan statistic yang diamati anatara kelompok perlakuan dalam aktivitas
farmakodinamik. Oleh karena itu peningkatan parameter kinetic menuntut
penyesuaian dosis selama terapi bersamaan jangka panjang dari ACF dan
RGZ.
15

B AB III
KESIMPULAN
1.1 Kesimpulan
1. Menurut jenis mekanisme kerjanya, interaksi obat dapat dibedakan
menjadi 3 macam, yaitu nteraksi farmasetik, Interaksi farmakokinetik dan
Interaksi farmakodinamik
2. Interaksi farmakodinamik terjadi di mana efek dari satu obat yang diubah
oleh kehadiran obat lain di tempat kerjanya. Kadang-kadang obat secara
langsung bersaing untuk reseptor tertentu (misalnya agonis beta2, seperti
salbutamol, dan beta blockers, seperti propranolol) tetapi sering reaksi
yang lebih langsung dan melibatkan gangguan fisiologis mekanisme.
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat yang bekerja pada
sistem reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologik yang sama sehingga
menimbulkan efek-efek obat yang aditif, sinergis (potensiasi), atau
antagonis tanpa ada perubahan kadar plasma ataupun profil
farmakokinetik lainnya. Jika dua obat yang mempunyai kerja yang serupa
atau tidak serupa diberikan, maka efek kombinasi dari kedua obat itu
dapat menjadi aditif (efek dua kali lipat), sinergis (lebih besar dari dua
kali lipat), atau antagonis (efek dari salah satu atau kedua obat itu
menurun) (Kee dan Hayes, 1996).
3. Hasil yang diperoleh ialah pemberian aceklofenac dan rosiglitazone
sendiri menghasilkan penurunan kadar glukosa darah anterior
(antidiabetik) secara anterior dan oksidatif, namun kombinasi keduanya
menghasilkan penurunan efisiensi rosiglitazone untuk aktivitas
antidiabetik dan peningkatan aktivitas anti gastrik aceclofenac saat
diberikan bersama rosiglitazone. Aceclofenac menurunkan aktifitas
antidiabetik dari rosiglitazone karena aceclofenac secara bertahap
menurunkan efisiensi rosiglitazone selama 8 jam dalam kemampuannya
mengontrol gula darah, kombinasi ini masih kurang baik dibandingkan
pengobatan rosiglitazone saja.
16

3.2 Saran
Dari pemaparan diatas, penulis memberikan saran agar dalam ilmu
kesehatan maupun ilmu alam lainnya, penting sekali memahami tentang hal-
hal yang berkaitan dengan instrumen spektrofotometer infra merah yang pada
dasarnya sangat berguna dalam dunia kesehatan.
17

DAFTAR PUSTAKA
Fradgley, S., 2003, Interaksi Obat dalam Aslam, M., Tan., C., K., dan Prayitno,
A., Farmasi Klinis, 119-130, Penerbit PT. Elex Media Komputindo

Ganiswara, S., 1995, Farmakologi Dan Terapi, Edisi 4, Bagian Farmakologi


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Kee, j,L., and Hayes E.R., 1996, Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan,
140-151,AlihBahas aPeter Anugerah, EGC, Jakarta.

Mutchler, E., 1991, Dinamika obat, Edisi V, diterjemahkan Widianto, M.B., dan
Ranti, A.N., 88-92, Penerbit ITB, Bandung.

Stockley, I.H., 2008, Stockley’s Drug Interaction, Eighth Edition, Pharmaceutical


Press, London

Gitawati, R. 2008. Interaksi obat dan beberapa implikasinya. Artikel. Media litbang
kesehatan volume xviii nomor 4 tahun 2008. Puslitbang Biomedis dan farmasi,
badan litbangkes

Anda mungkin juga menyukai