Anda di halaman 1dari 2

Dimana Mahasiswa?

Oleh : R. Sotya Sinarawadi Panjaitan

Kemarin adalah hari yang kelam dan hari ini kita berbuat untuk esok agar kekelaman
kemarin hari tidak terulang kembali. Sejuta nikmat berlulurkan duka dirasa oleh setiap jati
diri manusia untuk mencapai tujuan hidup, entah untuk diri sendiri atau untuk orang lain?
Bicara kita (mahasiswa) hari ini mungkin berliur bosan mendengar bahwa kita mengemban
tugas sebagai para agen perubahan, agen pengkontrol sosial, dll. Ada pula yang tidak kalah
sering tentang tiga kewajiban (tri dharma) perguruan tinggi yang kita hafal betul (pendidikan,
penelitian, dan pengabdian) dengan didominasi oleh celotehan kosong semata.

Hari ini kita sadar bahwa sejak kemarin kita memang sudah menyadarinya, bahwa
kita telah mengkhianati bangsa ini dengan penuh kesadaran. Student of University itulah kata
yang saya dapatkan ketika mencoba menerjemahkan kata Mahasiswa kedalam bahasa
Inggris, sudent yang berarti Pelajar/siswa; dan University = Universitas, Perguruan tinggi,
kampus, bila dipahami lagi terjemahannya dimaksudkan = siswa perguruan tingi. Mungkin
bangsa luar menyatarakan nilai dari siswa disetiap jenjangnya, berbeda dengan saya yang
berfikir bahwa republik ini memberikan nilai yang berbeda sehingga membedakan kata
seseorang yang belajar (kuliah) disuatu perguruan tinggi dengan kata Mahasiswa, bukan
dengan siswa. Nilai yang sadari dan menjadi dasar saya menidak nyamakan siswa dengan
mahasiswa dengan dasar jenjang, tidak lain berasal dari sejarah. 1908 kita tahu sebagai tahun
lahirnya Boedi Oetomo, sebuah organisasi yang menjadi wadah sejumlah pemuda bangsa ini
yang sudah cukup lelah ikut serta bersama rakyat merasakan penindasan dari para penjajah,
yang pada dasarnya diprakarsai oleh sejumlah pelajar (Mahasiswa) STOVIA di Jakarta, yang
selanjutnya dikenang sebagai hari kebangkitan nasional. Juga dengan apa yang terjadi saat
peristiwa rengas dengklok, adanya sejumlah Mahasiswa yang lebih dikenal dengan istilah
golongan muda menculik bapak Soekarno dan bung Hatta untuk segera memproklamasikan
kemerdekaan republik ini, hemat saya adalah, mungkin apabila bukan karna apa yang
dilakikan para pemuda (mahasiswa) tersebut kita tidak memperingati tanggal 17 Agustus
setiap tahunnya sebagai hari kemerdekaan Indonesia atau sebagai hari proklamasi, melainkan
sebagai hari – hari yang biasa – biasa saja tak jauh berbeda dengan tanggal lainnya yang
bergantung akan adanya kesamaan dengan sebuah peringatan agama atau etnis seperti bulan
ramadhan, imlek, tahun baru Islam, dsb yang berarti tanggal merah.
Sejarah juga bercerita tentang bagai mana KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa
Indonesia) yang didominasi almamater kuning berjuang dan meluluhkan tirani orde lama.
Sampai pada 1998 yang paling diingat ketika rezim orde baru yang menggantikan orde lama
juga harus rela menyerah kepada kekuatan para Mahasiswa.

“lebih baik hidup terasingkan daripada terus hidup dalam kemunafikan” – Soe Hok
Gie

Berapa tahun yang berlalu tanpa sebuah momen berarti bagi kita? Bukan kegiatan
demostrasi yang kawan – kawan artikan dengan aksi dijalan yang saya maksudkan. Sebuah
momen dimana kita menutup mata sejenak, membuka hati dan melihat ibu pertiwi yang
sudah jompo ini. Ibu yang selama ini kita sadari sudah tak nikmat lagi kita rasakan
masakannya hingga kita harus lebih memilih makan dengan masakan ibu bangsa lain.

Anda mungkin juga menyukai