Anda di halaman 1dari 10

Peran Akuntansi Forensik Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

oleh : Marlis Rusudi

A. PENDAHULUAN

Korupsi di Indonesia merupakan suatu hal yang banyak menarik perhatian baik media, masyarakat,
akademisi sampai praktisi. Hampir di setiap lini pemerintahan selalu diwarnai dengan korupsi, terakhir
saya mendengar adanya dugaan korupsi pengadaan Al-Qur’an pada Departemen Agama. Korupsi
menjelma menjadi budaya dan menjadi praktek yang dilakukan secara bersama-sama.

Beruntung negeri ini memiliki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang merupakan salah satu upaya
pemerintah dalam memberantas Korupsi. Namun begitu banyaknya kasus Korupsi di negeri ini membuat
KPK layaknya sebilah pisau yang mencoba menebang pohon.

Komisi pemberantasan korupsi adalah lembaga Negara yang dalam melaksanakan tugas dan
kewenangannya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. “Kekuasaan
manapun” yang dimaksud disini adalah kekuatan yang dapat mempengaruhi tugas dan wewenang KPK
atau anggota komisi secara individual dari pihak eksekutif, yudikatif, legislative, pihak-pihak lain yang
terkait dengan perkara tindak pidana korupsi, atau keadaan dan situasi ataupun dengan alasan apapun.
KPK dientk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan
tindak pidana korupsi.

Untuk menjadi bangsa yang benar-benar merdeka dari korupsi, kita harus tetap semangat dalam
memberantas korupsi, diperlukan cara yang efektif agar penyelesaian tindak pidana korupsi tidak
memakan banyak biaya, tenaga, dan waktu. Pemberantasan tindak pidana korupsi yang dijalankan KPK
merupakan serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui
upaya koordinasi, supervise, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di siding
pengadilan, dengan peran serta masyarakat berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Akuntansi
Forensik merupakan salah satu solusi yang dapat membantu KPK dalam memberantas tindak pidana
korupsi.

B. PEMBAHASAN

1. Pengertian Korupsi

Menurut Shleifer dan Vishny (1993) korupsi adalah penjualan barang-barang milik pemerintah oleh
pegawai negeri untuk keuntungan pribadi. Sebagai contoh, pegawai negeri sering menarik pungutan liar
dari perijinan, lisensi, bea cukai, atau pelarangan masuk bagi pesaing. Para pegawai negeri itu memungut
bayaran untuk tugas pokoknya atau untuk pemakaian barang-barang milik pemerintah untuk
kepentingan pribadinya. Untuk kasus seperti ini, korupsi menyebabkan biaya ekonomi tinggi, dan oleh
karena itu korupsi tidak baik bagi pertumbuhan.

Menurut Adji (1996) berdasarkan pemahaman dan dimensi baru mengenai kejahatan yang memiliki
konteks pembangunan, pengertian korupsi tidak lagi hanya diasosiasikan dengan penggelapan keuangan
Negara saja. Tindakan bribery (penyuapan) dan kickbacks (penerimaan komisi secara tidak sah) juga
dinilai sebagai sebuah kejahatan. Penilaian yang sama juga diberikan pada tindakan tercela dari oknum
pemerintah seperti bureaucratic corruption atau tindak pidana korupsi, yang dikategorikan sebagai
bentuk dari offences beyond the reach of the law (kejahatan-kejahatan yang tidak terjangkau oleh
hukum). Banyak contoh diberikan untuk kejahatan-kejahatan semacam itu, misalnya tax evasion
(pelanggaran pajak), credit fraud (penipuan di bidang kredit), embezzlement and misapropriation of
public funds (penggelapan dan penyalahgunaan dana masyarakat), dan berbagai tipologi kejahatan
lainnya yang disebut sebagai invisible crime (kejahatan yang tak terlihat). Istilah invisble crime banyak
ditujukan untuk menunjuk pada kejahatan yang sulit dibuktikan maupun tingkat profesionalitas yang
tinggi dari pelakunya.

Dapat disimpulkan bahwa korupsi adalah tindakan menyimpang dari aturan maupun hukum yang
berlaku dengan maksud dan tujuan untuk keuntungan pribadi dan memberikan kerugian pada negara.

2. Tindak Pidana Korupsi

Sesuai dengan UU No. 31/1999 jo UU No. 20/2001 (Pasal 2) yang dimaksud dengan tindak pidana korupsi
adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.

Secara singkat tindak pidana korupsi mencakup :

Melawan hukum, memperkaya diri orang/badan lain yang merugikan keuangan/perekonomian Negara
(Pasal 2)

Menyalahgunakan kewenangan karena jabatan/kedudukan yang dapat merugikan


keuangan/perekonomian Negara (Pasal 3)

Kelompok delik penyuapan (Pasal 5, 6, dan 11)

Kelompok delik penggelapan dalam jabatan (Pasal 8, 9, dan 10)

Delik pemerasan dalam jabatan (Pasal 12)

Delik yang berkaitan dengan pemborongan (Pasal 7)

Delik gratifikasi (Pasal 12B dan 12C)


Pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia menjadi tugas dan tanggung jawab KPK,
pemberantasan tindak pidana korupsi adalah serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas
tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, dengan peran serta masyarakat berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Komisi pemberantasan korupsi dibentuk dengan tujuan
meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.

Sesuai dengan pasal 11 UU No. 30/2002, KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan
penuntutan terhadap tindak pidana korupsi yang :

Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara Negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan
tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak huku atau penyelenggara Negara.

Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat. Menyangkut kerugian Negara paling sedikit Rp.
1.000.000.000 (satu miliar rupiah)

Dalam menjalankan upaya penyelidikan tersebut KPK dibantu Akuntan Forensik yang menjalankan fungsi
Audit Investigatif untuk menemukan adanya kerugian Negara, selanjutnya dilakukan penyidikan jika
terbukti adanya kerugian Negara.

3. Akuntansi Forensik

Akuntansi forensik pada mulanya digunakan di Amerika Serikat untuk menentukan pembagian warisan
atau mengungkap motif pembunuhan, penerapan akuntansi forensik untuk menyelesaikan atau
memecahkan persoalan hukum. Di Amerika profesi ini disebut auditor forensic atau pemeriksa
kecurangan bersertifikasi (Certified Fraud Examiners/CFE) yang tergabung dalam Association of Certified
Fraud Examiners (ACFE).

Akuntansi forensik adalah bentuk penerapan disiplin akuntansi yang memberikan perpaduan akuntansi,
audit, dan hukum guna memecahkan persoalan-persoalan di sektor pemerintaha maupun swasta.

Tuanakotta (2010) menjelaskan, istilah akutansi forensik lebih tepat digunakan apabila telah
bersinggungan dengan hukum. Mengingat akuntansi forensik selalu bersinggunga dengan hukum, dalam
pengumpulan bukti audit seorang akuntan forensik harus memahami masalah hukum pembuktian. Bukti
yang dikumpulkan harus dapat diterima di pengadilan. Cara perolehan bukti pun tidak boleh melanggar
hukum, karena dapat berakibat ditolaknya alat bukti tersebut. Beban pembuktian dalam kasus
kecurangan (fraud) haruslah melampaui keraguan yang layak atau beyond reasonable doubt.

Perbedaan akuntansi forensik dengan akuntansi maupun audit konvensioal lebih terletak pada mindset
(kerangka pikir). Metodologi kedua akuntansi tersebut tidak jauh berbeda, Akuntansi forensik lebih
menekankan pada keanehan (exceptions, oddities, irregularities) dan pola tindakan daripada kesalahan
atau keteledoran seperti pada audit umum, prosedur utama dalam akuntansi forensik menekankan pada
analytical review dan teknik wawancara mendalam dengan tetap menggunakan teknik audit umum
seperti pengecekan fisik, rekonsiliasi, konfirmasi dan lain sebagainya.

Perbedaan lainnya adalah akuntansi forensik lebih menekankan pada penyangkalan atau penguatan atas
suatu dugaan dan menyediakan bukti untuk mendukung suatu tindakan hukum. Jadi bisa disimpulkan
bahwa akuntnsi forensik bertujuan untuk membuktikan suatu dugaan. Beberapa tujuan akhir dari ssuatu
proses akuntansi forensik atau audit investigatif adalah tuntutan kriminal, ganti rugi perdata,
pembersihan tuduhan, dan peningkatan pengendalian internal.

Akuntansi forensik mulai digunakan di Indonesia setelah terjadi krisis keuangan pada tahun 1997, hingga
saat ini pendekatan akuntansi forensik banyak digunakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi
Pemberantasan Korupsi, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan, Bank Dunia, dan Kantor-kantor Akuntan Publik di Indonesia

Perkembangan akuntansi forensik di Indonesia cukup maju, namun jika dibandingkan dengan beberapa
Negara lain maka Indonesia masih dibilang tertinggal. Australia saat ini sedang menyusun Standar
Akuntansi Forensik, sementara Kanada dan Amerika Serikat sudah memiliki standar yang baku,
sedangkan Indonesia sama sekali belum memiliki standar yang memadai. Sejauh ini belum banyak kasus-
kasus korupsi yang terkuak berkat kemampuan akuntan forensik, namun akuntansi forensik merupakan
suatu pengembangan disiplin ilmu akuntansi yang masih tergolong muda dan memiliki prospek yang
sangat bagus dalam pemecahan tindak pidana korupsi di Indonesia.

4. Peran Akuntan Forensik dalam Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Dalam memainkan perannya dalam mengungkap dan memberantas tindak pidana korupsi, seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya bahwa akuntansi forensik merupakan perpaduan antara akuntansi, audit
dan hukum, maka seorang akuntan forensik dituntut untuk memiliki pengetahuan dan pemahaman yang
mendalam mengenai ketiga ilmu tersebut, selain itu seorang akuntan forensik juga perlu dibekali dengan
kemampuan dan pemahaman mengenai perilaku manusia dan organisasi, pengetahuan tentang aspek
yang mendorong dilakukannya kecurangan (rationalization), pengeahuan mengenai alat bukti,
pengetahuan mengenai kriminologi serta viktimologi, dan yang terpenting seorang akuntan forensik
harus memiliki kemampuan untuk berpikir seperti pencuri (think as a theft).

Kasus korupsi di Indonesia sudah mengakar sampai begitu dalamnya sehingga menjadi budaya, hal ini
seharusnya menjadi peluang bagi profesi akuntan forensik untuk menjadi lebih maju, dan memberikan
manfaat bagi pemberantasan tindak pidana korupsi.

Akuntansi forensik bisa menjadi senjata atau alat untuk mempercepat pemberantasan korupsi, namun
ruang gerak akuntansi forensik begitu terbatasi dengan peralatan dan kebebasan dalam mengungkap
suatu tindak korupsi.

Begitu cepatnya pertumbuhan korupsi tidak sebanding dengan pemberantasan yang dilakukan, oleh
karena itu pemerintah harus membuka ruang gerak bagi akuntan forensik untuk masuk lebih jauh dalam
upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Dengan terbukanya ruang gerak bagi akuntan forensik,
perlahan tapi pasti dapat menurunkan tingkat korupsi yang terjadi di Indonesia, bahkan tidak mustahil
untuk memberantas sampai ke akar dan mengubah budaya korupsi yang sudah terpatri tersebut.

C. PENUTUP

Akuntansi forensik merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat membantu upaya pemberantasan
tindak pidana korupsi, namun pemerintah perlu membuka ruang gerak bagi akuntan forensik untuk
masuk lebih jauh sehingga tidak sekedar api dipermukaan tapi harus membakar hingga tuntas.

Korupsi dewasa ini sering kali disebut oleh media cetak, elektronik bahkan dalam obrolan kita sehari-
hari. Hal itu disebabkan karena banyaknya kasus korupsi di Indonesia, sehingga menjadi suatu topik
menarik untuk dibicarakan. Berbagai latar belakang korupsi dilakukan seseorang, dari sekedar ikut-
ikutan, ada yang karena kondisi sampai ada yang sudah menjadi suatu tradisi, sehingga pelaku tidak
menyadari bahwa dirinya melakukan korupsi. Mungkin pemerintah melakukan manipulasi dalam
menyelesaikan kasus korupsi, sehingga koruptor tidak jera-jera untuk terus korupsi.Selain itu adanya
opini bahwa pelaksanaan hukum di Indonesia masih dipengaruhi oleh permainan uang dan kekuasaan,
terbukti adanya kasus yang sudah diputus ditingkat dan baru-baru ini tertangkapnya hakim yang
membebaskan 25 terdakwa kasus korupsi dalam Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Tinggi bebas di
tingkat Kasasi Mahkamah Agung.

Korupsi berdampak negatif pada kehidupan bangsa, menghambat kemajuan, dan tidak efisiennya
perekonomian. Korupsi dapat dibedakan menjadi korupsi keuangan dan non keuangan. Korupsi sering
dikaitkan dengan penyalahgunaan atau tindakan merugikan kekayaan negara (sektor publik). Namun
sebenarnya korupsi di sektor swasta pun merugikan masyarakat atau konsumen, karena konsumen
dibebani biaya produksi atau jasa di atas kewajaran. Dampak buruk korupsi di swasta akan nampak jelas
pada perusahaan go public, investor dan publik akan menanggung risiko negatifnya.

Banyak kasus nyata yang terjadi saat ini. Contohnya pungutan liar sekolah, skandal keuangan perusahaan
besar, penggelapan pajak, penyalagunaan dana bencana, penyelewengan dana kampanye,
penyalahgunaan bantuan sosial, dan sebagainya. Pemberantasan korupsi tidak akan berhasil dalam
waktu singkat atau prediksi lima tahunan, apalagi bila korupsi telah menjadi bagian dari budaya buruk
dan sistem mendukung peluang korupsi. Pencegahan korupsi dari akar budaya dan sistem harus dibenahi
agar menjadi lebih baik.
Berbagai upaya terus dilakukan oleh pemerintah untuk menguranginya, mulai dari menaikkan gaji
pegawai negeri, memberikan gaji ke 13, dan sebagainya sampai akhirnya dibentuklah suatu lembaga
bernama “Komisi Pemberantasan Korupsi”atau KPK.

Menurut Corruption Perception Index (CPI) yang diambil dari Transparancy International pemberantasan
korupsi di Indonesia di tahun 2008 mengalami kemajuan yang cukup significant, dengan score 2,6.
Meskipun masih jauh dari angka ideal yaitu score 5, akan tetapi angka ini lebih bagus dari tahun
sebelumnya 2,3 (2007) dan 2.4 (2006). Sedangkan peringkat korupsi ada di posisi 126 yang juga lebih
bagus dari tahun sebelumnya 143 (2007) dan 130 (2006).

Negara yang CPI-nya paling tinggi pada 2008 yaitu 9,3 adalah Denmark, Selandia Baru dan Swedia.
Sedangkan yang paling rendah yaitu 1,3 atau kurang adalah Somalia, Myanmar dan Irak.

Faktor penyebab terjadinya korupsi antara lain rendahnya tanggung jawab profesi, moral, dan sosial.
Selain itu adalah lemahnya pengawasan dalam pelaksanaan tugas serta kurangnya evaluasi yang terjadi
dalam organisasi. Akuntan juga menjadi perangkat pendeteksi adanya penyimpangan dalam pengawasan
dan evaluasi kinerja. Jika etika akuntan lemah, mungkin sekali penyimpangan yang sebenarnya telah
ditangkap oleh akuntan akan dibiarkan.

Loyalitas akan profesi akuntan juga bisa menjadi penyebab terjadinya korupsi. Jika akuntan hanya
dipandang sebagai perangkat atau staf oleh atasan yang dituntut untuk selalu mengikuti petunjuk dari
manajemen yang lebih tinggi, maka terjadi dilema antara mengikuti etika profesi dan mengikuti
petunjuk. Rendahnya kesadaran dan kurang pengetahuan etika, mungkin akan mengakibatkan
dikorbankannya etika profesi dan melakukan tindakan yang sebenarnya sangat tidak etis.

2. Peran Akuntan Dalam Pemberantasan Korupsi

Peran akuntan sangat penting dalam memastikan laporan pertanggungjawaban keuangan dan kinerja
yang tepat dengan menerapkan fungsi kontrol.

Akuntansi adalah proses mengkomunikasikan informasi keuangan mengenai suatu badan usaha kepada
pengguna seperti pemegang saham dan manajer. Akuntansi adalah proses pencatatan, klasifikasi, dan
meringkas secara signifikan dan dalam bentuk uang, transaksi dan peristiwa yang, setidaknya untuk
sebagian, karakter keuangan, dan menafsirkan hasil daripadanya. Informasi yang diberikan oleh akuntan
dapat bertukar proses pengambilan keputusan. Informasi ini diperlukan untuk menerapkan sistem
pemerintahan di suatu organisasi.

Audit memberikan kontribusi dalam strategi memerangi korupsi. kerugian Negara dapat ditemukan oleh
penerapan audit yang efektif seperti audit forensik, audit investigatif atau audit jenis lainnya. Korupsi
adalah “penyalahgunaan jabatan publik untuk keuntungan pribadi.” Karena itu, ia melibatkan perilaku
yang tidak tepat dan tidak sah pejabat publik-pelayanan, baik politisi dan pegawai negeri sipil, yang
posisinya menciptakan peluang bagi pengalihan uang dan aset dari pemerintah untuk diri mereka sendiri
dan mereka kaki. Salah satu contoh korupsi adalah penipuan. pelaporan keuangan sebagai melakukan
kecurangan disengaja atau ceroboh, baik perbuatan atau kelalaian, yang menghasilkan laporan keuangan
material yang menyesatkan. Auditor harus mencari tahu dan laporan ini kegiatan kriminal seperti yang
diceritakan oleh standar auditing.

Sebagai akuntan, kejujuran merupakan harga mati. Namun kadang kejujuran mesti berbagi dengan
loyalitas perusahaan, sebagai contoh untuk mengurangi jumlah pajak penghasilan seringkali perusahaan
meminta trik-trik akuntansi untuk menahan laju jumlah pembayaran pajak yang jumlahnya sangat besar,
contoh paling sederhana dengan mengakui beberapa transaksi asset kedalam biaya perusahaan sehingga
laba perusahaan berkurang hingga pajak penghasilan juga berkurang. Kasus paling luar biasa kerugian
Negara yang berhasil diungkap terjadi di Pertamina yang diakibatkan kesalahan pencatatan akuntansi,
jumlahnya lumayan fantastik sebesar 14 trilyun rupiah.

Dan sebagai manusia biasa tentu saya tidak bisa lepas dari dosa, namun dalam perkara kejujuran saya
berusaha untuk setia. Bagai saya kejujuran merupakan kunci utama menghadang budaya korupsi, dan
korupsi merupakan malapetaka yang sangat besar bagi negara.

Sebagai profesi, seseorang yang menjadi akuntan harus memenuhi prasyarat, kompeten, memiliki
integritas, independen, kepribadian yang prima. Prasyarat tadi dinilai memadai sebagai modal melawan
kejahatan ekonomi seperti korupsi.
Cara Kerja Akuntan

Wadah akuntan untuk melawan korupsi sangatlah luas. Akuntan bisa menjadi auditor pemerintah
dengan bekerja di BPKP, inspektorat jenderal departemen/lembaga. Auditor di lembaga tinggi negara
yakni BPK. Bahkan di lembaga-lembaga yang menaruh perhatian kepada pemberantasan korupsi seperti
KPTPK.

Kemampuan terpenting yang dimiliki akuntan dalam menjalankan profesinya adalah kemampuan
melakukan pemeriksaan (audit). Dalam praktiknya audit terbagi dalam tiga jenis. Pertama audit laporan
keuangan, audit ini bertujuan menentukan apakah laporan keuangan secara keseluruhan telah sesuai
dengan kriteria-kriteria tertentu. Umumnya, kriteria itu adalah prinsip-prinsip akuntansi yang berterima
umum.

Jenis yang kedua adalah audit operasional. Audit operasional merupakan penelaahan atas bagian
manapun dari prosedur dan metode operasi suatu organisasi guna menilai efektivitas dan efisiensinya.
Yang terakhir, audit ketaatan. Audit ini bertujuan mempertimbangkan apakah unit yang diperiksa telah
mengikuti prosedur tertentu yang telah ditetapkan.

Dalam melaksanakan audit laporan keuangan, pertama kali auditor biasanya melakukan penilaian risiko
bawaan untuk melihat tingkat kerawanan dari tiap transaksi dan menelaah pengendalian internnya.
Selanjutnya, auditor bisa melakukan pengujian substantif atas transaksi dan saldo.

Prosedur yang lazim digunakan dalam pengujian substantif mencakup rekalkulasi, observasi fisik,
konfirmasi yakni komunikasi langsung dengan pihak ketiga yang independen, tanya-jawab verbal,
pengujian yang dimulai dari laporan keuangan kemudian ditelusuri ke bukti-bukti transaksi. Juga
termasuk mereview dokumen untuk mencari hal-hal yang janggal.

Dalam mengaudit lembaga-lembaga nonlaba seperti pemerintah, bagian terbesar biasanya adalah audit
operasional dan ketaatan. Audit operasional tidak saja terbatas pada masalah akuntansi dan keuangan
tetapi juga meliputi evaluasi terhadap struktur organisasi yang sedang berjalan.
Strategi pemberantasan korupsi dari sisi akuntan

~ Melakukan audit keuangan dan kinerja secara periodik secara profesional dan melaporkannya kepada
DPR dan masyarakat.

~ Mempermudah birokasi untuk mengeluarkan dana untuk pengeluaran diluar budget namun
memperketat pengawasan atas penggunaan dana negara. Ini harus dilakukan sehingga tidak ada lagi
yang namanya dana nonbudgeter yang semula dibuat sebagai dana cadangan yang dapat digunakan
untuk pengeluaran mendadak diluar budget namun pada prakteknya dana yang cukup besar ini
menggoda para pejabat dan akhirnya digunakan untuk korupsi.

~ Memperbaiki sistem pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintahan. korupsi terbesar
sebenarnya terjadi pada proses ini. Salah satu contoh perbaikan di sistem pengadaan barang dan jasa
adalah dengan penerapan e-procurement. E-procurement adalah proses pengadaan barang dan jasa
secara on-line melalui internet yang akan mendapatkan pengawasan dari masyarakat.

~ Memperbaiki sistem perpajakan nasional. Dengan sistem perpajakan yang baik, kekayaan para pejabat
negara dapat ditelusuri asal-usulnya. Selain itu dengan sistem perpajakan yang baik kebocoran pajak
dapat ditekan seminimal mungkin.

~ Mengisi posisi keuangan dengan akuntan yang profesional. Jika dalam waktu dekat masih belum dapat
merekrut akuntan, pemerintah dapat menyewa akuntan-akuntan dari BPKP atau BPK atau bahkan dari
KAP swasta untuk memberikan usul perbaikan sistem, konsultasi, pelatihan, atau bahkan penyusunan
laporan keuangan.

~ Penetapan sebuah sistem evaluasi kinerja yang baru, untuk menumbuhkan orientasi positif dalam
melakukan pekerjaan, yaitu sebagai lawan dari ketidakjelasan orientasi yang menyebabkan tumbuh
suburnya korupsi.
~ Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilakukan baik secara internal oleh instansi/lembaga pemerintah
maupun eksternal oleh akuntan publik. Dengan matriks matriks, diarahkan pada penilaian pencapaian
indikator kinerja keluaran dan indikator kinerja hasil pada setiap kegiatan.

~ Integrasi sistem informasi antar departemen, instansi, di pemerintahan secara nasional. Dengan
intergrasi sistem ini maka segala birokrasi menjadi lebih mudah dan dapat ditelusur jejaknya jika terjadi
penyimpangan.

~ Mendorong IAI untuk aktif dalam segala tindakan pencegahan, pendeteksian, maupun penindakan
tindak pidana korupsi.

~ Memberikan dukungan teknis kepada gerakan atau lembaga anti-korupsi. Dukungan teknis sangat
mungkin dilakukan oleh IAI karena organisasi ini mempunyai anggota yang ahli dalam menentukan ada
tidaknya penyelewengan keuangan atau korupsi, yaitu akuntan yang bertindak sebagai auditor.

3. Penutup

Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan akuntan bisa berperan dalam upaya pemberantasan
korupsi karena akuntan memiliki kemampuan audit. Audit ini bisa digunakan untuk melacak
kemungkinan adanya penyelewengan. Di samping itu, akuntan bisa memberikan sumbangan yang lain
dalam bentuk perbaikan atas internal kontrol. Jika internal kontrol baik, maka kemungkinan timbulnya
penyelewengan bisa diperkecil. Perlunya peningkatan kesadaran dan pengetahuan etika di kalangan para
akuntan dan perlunya perluasan pandangan dari akuntan hanya sebagai tukang administrasi atau tukang
catat menjadi akuntan yang mempunyai loyalitas profesi dan lebih independen dalam pelaksanaan tugas
merupakan cara yang dapat memperkecil terjadinya korupsi. Namun jika dari sisi akuntannya sendiri
tidak menanamkan moral dan etikanya sebagai seorang akuntan sesungguhnya, maka korupsi yang
diharap kan berkurang dan hilang dari negeri ini tidak akan terjadi.

Anda mungkin juga menyukai