Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TEORI DASAR

2.1 Pengertian Kekerasan dan Keterkerasan

Kekerasan adalah ketahanan material terhadap deformasi plastis lokal.


Kekerasan juga bisa diartikan sebagai ketahanan material ketika diindentasi. Nilai
kekerasan material baja berbanding lurus dengan kekuatannya. Untuk baja karbon
rendah nilai kekuatannya dapat diperhitungkan dari nilai kekerasannya.

Tensile Strength (MPa)=3.45 BHN

Keterkerasan adalah kemampuan suatu material untuk dikeraskan dengan


membentuk fasa martensit dengan laju pendinginan yang relatif cepat. Menurut
beberapa ahli, Keterkerasan pada baja mempunyai defenisi sebagai suseptibilitas
baja untuk dikeraskan; dan ini terkait dengan dalamnya pengerasan dan distribusi
kekerasan sepanjang penampang. Hal ini tidak ada kaitannya dengan capaian
kekerasan maksimum. (Suratman, 2015). Untuk meningkatkan keterkerasan pada
suatu material dapat dilakukan dengan perlakuan panas. Berikut beberapa
perlakuan panas pada material,

a. Annealing merupakan proses pemulihan butir yang dilakukan memanaskan


temperatur hingaa temperatur rekristalisasi dengan tujuan meningkatkan
kelunakkan material dan ketangguhan material.
b. Normalizing merupakan proses perlakuan panas dengan medium
pendinginannya berupa udara. Berguna untuk mengembalikan struktur
mikro awal material setelah mengealami deformasi plastis yang mungkin
terjadi..
c. Quenching merupakan proses pemanasan yang dilakukan untuk
meningkatkan kekerasan baja dengan memunculkan fasa martensit.
Quenching dilakukan dengan memanaskan baja sampai temperatur
austenisasi, kemudian didinginkan dengan cepat sehingga muncul fasa
martensit. Martensit merupakan fasa dalam baja dengan kekekerasan yang
tinggi.
d. Tempering merupakan proses pemanasan baja yang dilakukan untuk
meningkatkan keuletan baja akibat proses quenching. Setelah di-quenching,
baja menjadi sangat getas karena fasa martensit. Tempering dilakukan
dengan memanaskan baja sampai sedikit di bawah fasa austenit agar tidak
terjadi perubahan fasa. Ketika di-temper, fasa martensit akan berubah
sebagian menjadi fasa ferit dan sementit.

2.2 Faktor – Faktor Hardenability

Dalam meningkatkan keterkerasan suatu material, dipengaruhi oleh


beberapa faktor diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Komposisi paduan
Untuk baja, paduan yang digunakan adalah karbon. Unsur karbon
akan larut ke baja menjadi larutan padat atau senyawa karbida Fe3C. Karbon
sebagai larutan padat akan membuat lattice strain didalam kristal dan
membuat dislokasi didalam butir akan lebih sulit bergerak.

Sumber:
Callister’s Introduction to
Materials Science and
Engineering 8th Ed.
Pengaruh unsur paduan lainnya akan membuat pengaruh terhadap
lattice strain yang terjadi di dalam butir. Hal ini yang membuat keterkerasan
baja akan berbeda-beda tergantung terhadap unsur paduannya.

Sumber:
Callister’s
Introduction
to Materials
Science and
Engineering
8th Ed.

b. Ukuran butir austenit


Pada baja, martensit, ferit, dan sementit muncul dari fasa austenit.
Fasa martensit muncul melalui mekanisme geser, sedangkan fasa ferit dan
sementit muncul melalui mekanisme difusi dan tempat munculnya adalah
di batas butir yang tingkat energinya paling tinggi. Ketika ukuran butir
austenit semakin besar, maka total batas butir pada spesimen tersebut akan
semakin sedikit. Hal ini menyebabkan fasa ferit dan sementit semakin sulit
muncul, sehingga fasa martensit lebih mudah terbentuk. Dengan demikian,
semakin besar ukuran butir austenit maka semakin tinggi hardenability-nya.
c. Tipe dan karakter medium pendingin
Medium pendingin (quenchant) merupakan faktor penting dalam
mengatur laju pendinginan. Kemampuan quenchant dalam mendinginkan
benda kerja disebut Severity of Quench (SOQ). Semakin besar SOQ maka
kemampuan untuk mendinginkan benda kerja lebih cepat akan lebih besar.
Semakin besar SOQ maka Hardenability baja akan meningkat.
Nilai SOQ quenchant dipengaruhi oleh
o Titik didih quenchant
o Panas laten penguapan
o Panas spesifik quenchant
o Konduktifitas panas quenchant
o Viskositas quenchant
o Derajat agitasi quenchant (Suratman, 2015).
d. Derajat agitasi quenchant
Derajat agitasi quenchant merupakan perlakuan kepada quenchant
ketika digunakan mendnginkan benda kerja. Agitasi yang digunakan dapat
berupa mengoyang-goyangkan benda kerja atau mengaduk quenchant.
Hal ini dilakukan agar vapour blanket minim terjadi di sekeliling benda
kerja. Vapor blanket adalah selimut uap akibat quenchant berinteraksi
dengan permukaan benda kerja yang temperaturnya melebihi temperatur
didih quenchant. Jika terjadi vapor blanket maka laju pendinginan akan
melambat karena permukaan benda kerja akan bersentuhan dengan uap
bukan dengan fasa cair quenchant.
Pada praktiknya, temperatur quenchant dijaga agar tidak melebihi
80°C. Karena Pada temperatur tersebut merupakan temperatur tempering
tahap pertama.
Sumber: Callister’s Introduction to Materials Science and Engineering 8th ed.
e. Ukuran dan bentuk dari benda kerja
Ukuran benda kerja mempengaruhi perpindahan panas yang terjadi selama
quenching dilakukan. Untuk benda dengan ukuran yang relatif kecil maka faktor
ukuran dapat diabaikan. Tetapi untuk benda kerja yang relatif besar maka ukuran
dapat berpengaruh terhadap hardenability baja. Sebagai contoh untuk benda kerja
yang sangat besar, ketika diquench maka permukaan luar akan bertansformasi dari
austenit menjadi martensit. Tetapi bagian dalam masih sangat panas sehingga panas
akan berpindah secara konduksi ke bagian luar benda kerja dan mengakibatkan
temperatur luar baja naik kembali. Jika temperatur ini cukup tinggi dapat
mengakibatkan fenomena autotemper pada baja dan mengakibatkan martensit yang
telah terbentuk sebagian berubah menjadi perlit dan ferit dan mengakibatkan
kekerasannya menurun.
f. Temperatur Pemanasan dan Laju Pendinginan
Semakin tinggi temperatur pemanasan diberikan maka fasa austenite yang
terbentuk semakin banyak sehingga kemungkinan terbentuknya fasa martensit
untuk meningkatkan kekerasan dapat semakin banyak pula. Akan tetapi akan ada
pada suatu temperature tertentu dimana butir yang telah membesar dapat meleleh.
Laju pendingan yang semakin cepat akan membentuk fasa martensit semakin
banyak pula sehingga kekerasan pada material tersebut akan semakin meningkat.
Akan tetapi jika laju pendinginan semakin lambat kemungkinan terbentuknya fasa
martensit akan sedikit sehingga kekerasan material tersebut tidak akan meningkat
secara signifikan.

2.3 Hardenability Curve dan Hardenability Band


Hardenability baja dapat digambarkan dengan hardenability curve dan
hardenability band. Sebelum itu, berikut beberapa metode untuk menentukan
mampu keras suatu baja,
1. Grossman Critical Diameter Method
Grossman Critical diameter method menggunakan bola baja sebagai
spesimen uji. Bola bola baja ini Kemudian dipanaskan ke temperatur
austenisasinya lalu diquench. Diameter dimana terjadi 100% martensit
disebut Diameter Ideal (DI) . Diameter dimana terjadi 50% Martensit dan
50% pearlite disebut Diameter Critic (DC). Semakin besar DI atau DC suatu
baja maka hardenabilitynya semakin baik. Kekurangan metode ini
diantaranya spesimen yang digunakan relatif banyak.
2. Jominy End Quenched Method
Jominy End Quenched Method menggunakan spesimen berbentuk silinder
yang dipanaskan lalu didinginkan secara cepat di salah satu bagiannya.
Sehingga terjadi gradient temperatur di sepanjang spesimen. Pengujian
Jominy distandarisasi di ASTM A255.
Sumber: ASTM A255 Standard Test Methods for Determining
Hardenability of Steel
Peralatan (Apparatus) dalam pengujian Jominy:
 Penyangga Spesimen yang vertical dan membuat ujung spesimen
mempunyai jarak sekita 12.7 mm dari penyemprot air.
 Alat penyemprot air yang dapat menyuplai air dan membuat
ketinggian air setinggi 63.5 mm jika tanpa spesimen.
Prosedur pengujian jominy:
1. Spesimen dipersiapkan dan dinormalkan (normalizing)
2. Spesimen dipanaskan hingga temperatur austennisasi nya dan ditahan
selama 30 menit.
3. Spesimen dikeluarkan dari tungku lalu diquench dengan cara diletakkan
di penyangga dan alat penyemprot air dinyalakan selama 10 menit.
Waktu antara dikeluarkan dari tungku hingga diquench maksimum 5
detik.
4. Spesimen diuji keras dengan metode Rockwell C
5. Hasil pengujian kekerasan diplot ke grafik.
Hasil dari pengujian jominy diplot ke kurva hardenability.
3. Perkiraan Hardenability dari komposisi kimia
Keterkerasan baja dapat diukur dari kadar komposisi kimia dengan dasar
bahwa pengerasan baja dikontrol oleh kadar karbon. Selain dari kadar
karbon, unsur-unsur paduan lainnya juga berefek terhadap hardenability
baja. Tata cara perhitungan hardenability berdasarkan komposisi paduan
diatur di ASTM A255.
Kurva Hardenability adalah kurva yang didapat dari hasil pengujian
kekerasan di spesimen jominy ketika sudah di dinginkan. Kurva
hardenability menghubungkan antara jarak dengan kekerasan. Kekerasan
baja dari ujung yang diquench akan tinggi dan berangsur turun ke ujung
yang satunya. Hal ini disebabkan akibat perbedaan laju pendinginan di
sepanjang spesimen yang membuat perbedaan mekanisme transformasi di
sepanjang spesimen.
Sumber: Callister’s Introduction to Materials Science and Engineering 8th ed.
Hardenability band adalah kurva yang menggambarkan batasan harga
kekerasan pada material tertentu. Hardenability band dibuat karena material yang
telah distandarisasi mempunyai kadar komposisi yang mempunyai rentang tertentu
sehingga dapat membuat variasi kekerasan.

Sumber: Callister’s Introduction to Materials Science and Engineering 8th ed.


2.4 Cacat Akibat Perlakuan Panas
Proses perlakuan panas dapat menyebabkan berbagai macam cacat. Cacat
yang terjadi akibat proses perlakuan panas antara lain:
1. Segregasi
Segregasi adalah ketidakhomogenan komposisi akibat laju pendinginan
yang sangat cepat. Ada 3 macam segregasi yaitu:
a. Coring
Coring terjadi akibat komposisi di bagian tepi tidak sama dengan
komposisi di bagian tengah. Segregasi ini dapat diatasi dengan proses
homogenisasi sehingga komponen yang berlebih dapat berdifusi dan
merata di seluruh bagian benda kerja.
b. Block
Block terjadi akibat perbedaan densitas. Komponen yang memiliki
densitas yang lebih besar akan cenderung mengendap di bawah dan
komponen yang memiliki densitas lebih tinggi akan berada di atasnya.
Segregasi ini dapat diatasi dengan melakukan jolting pada benda kerja
sehingga densitasnya bisa merata di seluruh bagian.
c. Pita
Segregasi pita biasanya terjadi pada material hasil pengerolan.
Segregasi ini ditandai dengan adanya layer seperti kue lapis pada
material yang dirol.
2. Hot Shortness atau Hot Tears
Cacat ini terjadi akibat terbentuknya senyawa FeS akibat kadar Sulfur
yang berlebih pada logam. Senyawa FeS mempunyai titik leleh yang rendah.
Akibatnya saat diterapkan pengerjaan panas logam, senyawa FeS akan
mencair dan menimbulkan retakan.
3. Distorsi
Distorsi adalah perubahan bentuk atau perubahan dimensi yang terjadi
pada suatu material. Ketika material dipanaskan sampai temperatur
austenisasi dan di-quenching akan menghasilkan residual stress. Material
yang memiliki kandungan karbon yang lebih tinggi dan memiliki perbedaan
ketebalan akan menimbulkan fenomena distorsi. Semakin cepat laju
pendinginan yang diberikan dan semakin besar perbedaan ketebalan lapisan
suatu komponen akan sangat berpengaruh terhadap timbulnya distorsi.[1]
4. Dekarburasi
Dekarburasi adalah proses keluarnya atom karbon (C) dari benda kerja
ke atmosfer. Akibat dari fenomena ini adalah kandungan karbon di dalam
benda kerja menurun sehingga kekerasan yang dihasilkan saat logam diberi
perlakuan panas dan di-quenching juga akan menurun.
5. Oksidasi
Oksidasi adalah adalah peristiwa pelepasan oksigen. Reaksi oksidasi
yang terjadi pada logam akan menyebabkan korosi. Salah satu tanda
terjadinya korosi pada logam adalah terbentuknya lapisan oksida berupa
karat (Fe2O3.xH2O) di permukaan logam.
6. Retak Rambut (Fissure)
Material yang mengalami proses martensite hardening mempunyai
resiko terjadi fissure. Struktur mikro martensit yang tampak seperti segitiga
dengan ujung-ujung yang tajam dapat mengakibatkan terjadinya fissure.
Sehingga semakin banyak fasa martensit yang terbentuk pada suatu logam,
akan semakin besar kemungkinan timbulnya fissure. Fenomena fissure
dapat diatasi dengan 3 cara yaitu:
a. Austemper
b. Inter Critical Annealing
c. Stress Relieving dengan pemanasan pada temperatur 50˚C
7. Sensitisasi
Sensitisasi adalah cacat khas yang terjadi pada Austenitic dan Nickel
alloy. Ketika paduan dipanaskan pada temperatur 900 - 1400 ºF (482 - 760
ºC) akan terbentuk chromium carbides Cr23C6 sepanjang butiran austenit.
Hal ini terjadi karena hilangnya chromium (Cr) dari butiran austenitic
sehingga menurunkan ketahanan korosi dari lapisan pasif (protective
passive film). Batas butir akan menjadi anodik dan butirnya sendiri akan
menjadi lebih katodik, sehingga batas butir akan lebih mudah terkorosi.[2]
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah sensitisasi antara lain:[2]
a. Solution heat treatment (perlakuan panas dengan menggunakan
larutan)
b. Mengurangi konsentrasi karbon atau karbon ekivalen
c. Penambahan elemen pembentuk karbida
2.5 Severity of Quench
Severity of quench adalah kemampuan quenchant untuk menyerap panas.
Semakin tinggi nilai severity of quench suatu medium pendingin, maka
kemampuannya untuk menyerap panas dari logam juga semakin tinggi, sehingga
logam akan cenderung mengalami laju pendinginan yang cepat. Laju pendinginan
yang cepat pada logam dapat menimbulkan terbentuknya fasa martensit yang keras
sehingga dapat meningkatkan nilai kekerasan suatu logam. Nilai severity of quench
dari beberapa medium pendingin adalah sebagai berikut:

Gambar 2.4 Nilai Severity of Quench dari Quenchant [3]

2.6 Diagram CCT (Continuos Cooling Transformation)


Diagram CCT berfungsi untuk mengukur tingkat transformasi fasa sebagai
fungsi waktu untuk laju pendinginan kontinu. Diagram CCT untuk baja karbon
adalah sebagai berikut:

Gambar 2.5 Diagram CCT untuk baja Hypotectoid (Kiri) Eutectoid


(Tengah) dan Hypertectoid (Kanan) [4]
Diagram CCT di atas dapat disempurnakan dengan memberikan luas daerah di
depan hidung kurva yang berbeda. Pada baja hypotectoid, daerah di depan hidung
kurva sempit dan hampir menyentuh sumbu tegak yang menunjukkan sulit
terbentuk martensit walaupun dengan menerapkan laju pendinginan yang relatif
cepat. Sedangkan pada baja hypertectoid, daerah di depan hidung kurva lebar yang
menunjukkan mudah terbentuk martensit walaupun dengan laju pendinginan yang
tidak terlalu cepat. Selain itu letak Ms semakin turun bahkan sampai Mf berada di
bawah temperatur kamar. Hal ini menunjukkan bahwa akan terbentuk austenit sisa
saat laju pendinginan selesai pada temperatur kamar.

Anda mungkin juga menyukai