Anda di halaman 1dari 4

Hasil

Karakteristik Pasien

Dari Juli 2009 sampai November 2014, terdapat 259 pasien di 22 center (250
pasien Kanada, 4 pasien Eropa, 3 pasien Amerika Serikat, dan 2 pasien
Australia). Di antara mereka, 132 pasien akan menjalani kateter ablasi dan 127
akan menjalani pengobatan antiaritmia (gambar S1 di Supplementary
Appendix). Karakter klinis pasien antara kedua grup sangatlah mirip (Tabel 1).

Semua pasien grup pengobatan antiaritmia telah mendapatkan terapi awal.


Sedangkan pada 132 pasien yang direncanakan ablasi, 129 pasien berhasil
menjalani prosedur, 1 pasien meninggal karena henti jantung, 1 pasien
meninggal karena sepsis, dan 1 pasien mengundurkan diri 3 hari setelah undian.
Karakteristik prosedural ablasi dijelaskan pada Tabel 1 di Supplementary
Appendix.

Follow-up selesai pada November 2015. Follow up pasien rata-rata 27,9±17,1


bulan setelah penelitian, dengan median 23,4 bulan, dan interquartil 14,7-40,4.

Pada 127 pasien yang menjalani pengobatan antiaritmia yang awal, 4 pasien
mengundurkan diri sebelum mencapai kejadian, bersama 1 pasien yang
menjalani transplantasi jantung, dan 11 pasien ikut juga menjalani kateter ablasi.
Dari 132 pasien grup ablasi, 3 pasien tidak menjalani prosedur dari awal, 3
pasien mengundurkan diri sebelum mencapai kejadian, dan 4 pasien ikut juga
menjalani pengobatan antiaritmia. Detail lebih lanjut dapat dilihat pada gambar
S1 di Supplementary Appendix.

Kejadian Klinis

Terdapat 78 kejadian primer pada 132 pasien grup ablasi (59,1%) dan 87
kejadian primer pada 127 pasien obat antiarimtia lanjutan (68,5%). Kejadian
primer pada grup ablasi lebih rendah secara signifikan dibandingkan grup
pengobatan antiaritmia (hazard ratio pada grup ablasi 0,72; 95% confidence
interval [CI], 0,53~0,98; P = 0,04) (Tabel 2 dan Gambar 1). Perbedaan ini
dipengaruhi tren dari berkurangnya shock yang dibutuhkan dan episode
ventrikuler takikardia, dan terlebih karena perbedaan spesifik (kategori 2)
dimasukkan dalam analisis (hazard ratio 0,72; 95% confidence interval [CI],
0,53~0,98; P = 0,04). Secara analisis sensitivitas post hoc (setelah penelitian) 30
hari terapi, perbedaan antar grup tidak signifikan (lihat bagian Hasil pada
Supplementary Appendix).

Selama penelitian, 36 pasien (27,3%) grup ablasi dan 35 pasien (27,6%) grup
pengobatan antiaritmia meninggal (hazard ratio 0,96; 95% CI, 0,60~1,53;
P=0,86). Ventricular tachycardia storm terjadi pada 32 pasien grup ablasi
(24,2%) dan 42 pasien grup pengobatan antiaritmia (33,1%)(hazard ratio 0,66;
95% CI, 0,42~1,05; P = 0,08). Penggunaan ICD terjadi pada masing-masing grup
50 pasien (37,9%) dan 54 pasien (42,5%)(hazard ratio 0,77; 95% CI 0,53~1,14;
P = 0,19)(Tabel 2 dan Gambar 1).

Sementara pada kejadian sekunder, insidensi dan episode VT menetap pada


tingkatan yang di luar batas bawah ICD lebih tinggi terjadi pada grup antiaritmia
lanjut dibanding grup ablasi (P=0,02, Tabel 2). Selebihnya, tidak ada perbedaan
signifikan pada kejadian sekunder lainnya.

Analisa Subgrup

Kejadian primer tidak berbeda secara signifikan di antara kedua grup pada
pasien yang tidak diberi amiodarone (P= 0,64 , Gambar 2). Tetapi, kejadian
aritmia pada grup ablasi lebih rendah dibanding grup pengobatan antiaritmia
tanpa mempedulikan amiodarone (P=0,001, P=0,03 untuk keterkaitan). Kateter
ablasi tidak mengubah risiko kematian pada subgrup yang menerima
amiodarone (hazard ratio 0,80; 95% CI 0,47~1,36; P = 0,41) dan grup yang
tidak menerima amiodarone (hazard ratio 1,49; 95% CI, 0,57~3,94; P = 0,42)
(P = 0,28 untuk keterkaitan). Tidak ada keterkaitan signifikan berdasarkan
pengamatan data-data subgrup, meliputi data dari subgrup post hoc (setelah
penelitian) yang sebanding jumlahnya di pusat studi (lihat bagian Hasil di
Supplementary Appendix).

Kejadian yang Tidak Diharapkan

Di antara pasien grup pengobatan antiarmita, 3 kematian berkaitan dengan


obat-obatan antiaritmia (2 pasien karena toksisitas paru dan 1 pasien karena
gangguan hepar). Gangguan hepar yang tidak fatal lebih sering terjadi pada
grup pengobatan antiarmita dibandingkan dengan grup ablasi (6 pasien v.s. 0
pasien, P = 0,01) sehingga diperlukan penggantian terapi obat-obatan. Terdapat
komplikasi tindakan prosedur pada pasien grup ablasi dibandingkan dengan
grup pengobatan antiaritmia, yaitu perdarahan mayor (3 pasien v.s. 1 pasien,
P= 0,62), cedera vaskuler (3 pasien v.s. 0 pasien, P= 0,25), perforasi jantung (2
pasien v.s. 1 pasien, P= 1), dan blokade irama jantung (1 pasien v.s. 0 pasien,
P= 0,49). Pada grup pengobatan antiaritmia, kejadian tidak diharapkan akibat
pengobatan lebih sering terjadi (51 v.s. 22, P= 0,002) pada lebih banyak pasien
(39 v.s. 20, P= 0,003). (Detail kejadian yang tidak diharapkan dilampirkan
pada Tabel 2 dan 3 di Supplementary Appendix).

Pembahasan
Ventrikuler takikardia berulang adalah masalah umum pasien kardiomyopati
iskemik dengan pemasangan ICD dan biasanya diterapi dengan obat antiaritmia,
amiodarone. Dari penelitian, kateter ablasi lebih efektif dibandingkan
pengobatan antiaritmia untuk menurunkan angka kematian atau serangan
ventrikuler takikardia atau penggunaan ICD setelah 30 hari. Pasien dengan
ventrikuler takikardia berulang adalah grup yang berisiko tinggi, untuk
mengalami serangan ventrikuler takikardia dan pada penelitian >¼ grup ini
meninggal, yang sebagian besar disebabkan gagal jantung kongestif atau
penyebab lain non jantung dan hanya beberapa yang karena aritmia. Tidak ada
data yang menunjukkan pengobatan mampu menurunkan angka kematian,
mungkin ini disebabkan karena risiko tinggi kematian berasal dari faktor-faktor
selain jantung itu sendiri.

Konsensus dan guideline sebelumnya mengatakan bahwa kateter ablasi tidak


menurunkan serangan ventrikuler takikardia, yang mungkin hanya didasarkan
oleh opini para pakar dan studi kasus yang tidak acak. Tetapi jelas pada
penelitian ini kateter ablasi dapat lebih dipilih dibandingkan pengobatan
konvensional antiaritmia untuk menurunkan serangan ventrikuler takikardia. 2
penelitian RCT mengenai kateter ablasi telah dilakukan pada pasien-pasien
dengan kardiomyopati iskemik dan ventrikuler takikardia. Pada penelitian
Ventricular Tachycardia Ablation in Coronary Heart Disease (VTACH), 110 pasien
iskemik kardiomyopati dengan ventrikuler takikardia stabil yang menggunakan
ICD dipilih secara acak untuk menjalani kateter ablasi atau sebagai kontrol yang
tanpa perlakuan; ada keuntungan signifikan pada kateter ablasi dibandingkan
pada grup kontrol. Pada penelitian Sinus Rhythm to Halt Ventricular Tachycardia
(SMASH-VT), 128 pasien kardiomyopati iskemik dengan ventrikuler takikardia
tidak stabil juga dipilih secara acak menjalani kateter ablasi atau tidak. Selama 2
tahun setelah penelitian, kejadian ventrikuler takikardia pada pasien ablasi
sebesar 12% dibandingkan pasien tanpa ablasi sebesar 33%. Tetapi, grup
kontrol dari penelitian-penelitian sebelumnya tidak menggunakan pengobatan
antiaritmia.

Keuntungan signifikan kateter ablasi terhadap index aritmia pasien dengan


baseline amiodarone adalah adanya penurunan kejadian primer. Pasien-pasien
tersebut diterapi dengan amiodarone dan tindakan ablasi, atau diterapi
amiodarone dengan dosis lebih tinggi atau ditambahkan mexiletine. Sementara
itu, tidak ada perbedaan signifikan kejadian primer antar grup pasien
ventrikuler takikardia yang menerima antiaritmia non-amiodarone. Pasien-
pasien tersebut diterapi dengan obat antiaritmia lain yang dilanjutkan dengan
ablasi atau baru /ditambahkan amiodarone pada penelitian/.

Penelitian kami memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, kita tidak membahas


efek mortalitas dari masing-masing grup manajemen (ablasi atau pengobatan).
Kedua, walaupun dokter-dokter pada penelitian kami sudah cukup
berpengalaman melakukan kateter ablasi, hasil kondisi pasien dimungkinkan
lebih baik lagi apabila dikirim ke pusat rujukan yang lebih spesialistis. Ketiga,
penelitian kami hanya menilai kateter ablasi atau pengobatan antiaritmia
sebagai manajemen kedua/lanjutan. Karena itu perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut mengenai efektifitivas kateter ablasi atau pengobatan antiaritmia sebagai
manajemen pertama.

Kesimpulannya, pasien iskemik kardiomyopati yang memiliki ventrikel


takikardia berulang, tanpa melihat apapun pengobatan antiaritmia pertamanya,
memiliki risiko kematian lebih rendah apabila dilakukan ablasi dibandingkan
dengan pengobatan antiaritmia. Juga efek samping terapi lebih sering terjadi
pada grup pengobatan dibandingkan dengan grup ablasi.

Anda mungkin juga menyukai