Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

Konjungtivitis adalah radang pada konjungtiva. Beberapa tipe


konjungtivitis dan penyebabnya antara lain adalah oleh bakteri, klamidia, virus,
riketsia, penyebab yang berkaitan dengan penyakit sistemik, jamur, parasit,
imunologis, sebab kimia atau iritatif lainnya, penyebab yang tidak diketahui dan
sekunder oleh karena dakriosistitis atau kanalikulitis. Diantara penyebab-
penyebab tersebut, yang paling sering diketemukan di masyarakat adalah
konjungtivitis disebabkan Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae,
Staphylococcus aureus, Neisseria meningitidis, kebanyakan strain adenovirus
manusia, herpes simplex virus tipe 1 and 2, and dua picornaviruses. Dua agen
yang ditularkan secara seksual yang dapat menyebabkan konjungtivitis adalah
Chlamydia trachomatis and Neisseria gonorrhoeae.

Konjungtivitis bakteri biasanya mengenai kedua mata.Ciri khasnya adalah


keluar kotoran mata dalam jumlah banyak, berwarna kuning
kehijauan.Konjungtivitis virus biasanya mengenai satu mata.Pada konjungtivitis
ini, mata sangat berair.Kotoran mata ada, namun biasanya sedikit.Konjungtivitis
alergi juga mengenai kedua mata. Tandanya, selain mata berwarna merah, mata
juga akan terasa gatal. Gatal ini juga seringkali dirasakan dihidung.Produksi air
mata juga berlebihan sehingga mata sangat berair.Konjungtivitis papiler raksasa
adalah konjungtivitis yang disebabkan oleh intoleransi mata terhadap lensa
kontak.Biasanya mengenai kedua mata, terasa gatal, banyak kotoran mata, air
mata berlebih, dan kadang muncul benjolan di kelopak mata. Konjungtivitis virus
biasanya tidak diobati, karena akan sembuh sendiri dalam beberapa hari.
Walaupun demikian, beberapa dokter tetap akan memberikan larutan astringen
agar mata senantiasa bersih sehingga infeksi sekunder oleh bakteri tidak terjadi
dan air mata buatan untuk mengatasi kekeringan dan rasa tidak nyaman di mata.

Obat tetes atau salep antibiotik biasanya digunakan untuk mengobati


konjungtivitis bakteri. Antibiotik sistemik juga sering digunakan jika ada infeksi

1
di bagian tubuh lain. Pada konjungtivitis bakteri atau virus, dapat dilakukan
kompres hangat di daerah mata untuk meringankan gejala.Tablet atau tetes mata
antihistamin cocok diberikan pada konjungtivitis alergi.Selain itu, air mata buatan
juga dapat diberikan agar mata terasa lebih nyaman, sekaligus melindungi mata
dari paparan alergen, atau mengencerkan alergen yang ada di lapisan air
mata.Untuk konjungtivitis papiler raksasa, pengobatan utama adalah
menghentikan paparan dengan benda yang diduga sebagai penyebab, misalnya
berhenti menggunakan lensa kontak.Selain itu dapat diberikan tetes mata yang
berfungsi untuk mengurangi peradangan dan rasa gatal di mata.

Pada dasarnya konjungtivitis adalah penyakit ringan, namun pada


beberapa kasus dapat berlanjut menjadi penyakit yang serius.Untuk itu tidak ada
salahnya berkonsultasi dengan dokter mata jika terkena konjungtivitis.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Anatomi dan Fisiologi


Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan
dengan kulit pada tepi palpebra (suatu sambungan mukokutan) dan dengan
epitel kornea di limbus.
Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata
dan melekat eral ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva
melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan membungkus
jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbaris.
Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di fornices
dan melipat berkali-kali. Adanya lipatanJipatan ini memungkinkan bola mata
bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. (Duktus-duktus
kelenjar lakrimal bermuara ke forniks temporal superior.) Konjungtiva
bulbaris melekat longgar pada kapsul tenon dan sklera di bawahnya, kecuali di
limbus (tempat kapsul Tenon dan konjungtiva menyatu sepanjang.
Lipatan konjungtiva bulbaris yang tebal, lunak, dan mudah bergerak
(plica semilunaris) terletak di kantus internus dan merupakan selaput
pembentuk kelopak mata dalam pada beberapa hewan kelas rendah. Struktur
epidermoid kecil semacam daging (caruncula) menempel secara superfisial ke
bagian dalam plica semilunaris dan merupakan zona transisi yang
mengandung baik elemen kulit maupun membran mukosa.
Histologi
Lapisan epitel konjungtiva terdiri atas dua hingga lima Iapisan sel
epitel silindris bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di
dekat limbus, di atas caruncula, dan di dekat persambungan mukokutan pada
tepi kelopak mata terdiri atas sel-sei epitel skuamosa bertingkat. Sel-sel epitel
superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi
mukus' Mukus yan€i terbentuk mendorong inti sel goblet ke tepi dan

3
diperlukan untuk dispersi lapisan air mata prakornea secara merata. Sel-sel
epitel basal berwarna lebih pekat dibandingkan sel-sel superfisial dan di dekat
lirnbus dapat mengandung pigmen.
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial)
dan'satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan
lim{oid dan di beberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel
tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai
setelah bayi berumur 2 atau 3 brrlan. Hal ini menjelaskan mengapa
konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papllar bukan folikular dan
mengapa kemudian menjadi folikular. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan
penyambung yang melekat pada lempeng tarsus' Hal ini menjelaskan
gambaran reaksi papilar pada radang konjungtiva. Lapisan fibrosa tersusun
longgar pada bola mata.
Kelenjar lakrimal aksesorius (kelenjar Krause dan Wolfring), yang
struktur dan fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma.
Sebagian besar kelenjar Krause berada di forniks atas, sisanya ada di forniks
bawah. Kelenjar Wolfring terletak di tepi atas tarsus atas.
Pendarahan dan Sistem Limfatik
Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteria ciliaris anterior dan arteria
palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis dengan bebas dan-bersama
banyak vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola arterinya-
membentuk faring-jaring vaskular konjungtiva yang sangat banyak.
Pembuluh limfe konjungtiva tersusun di dalam lapisan superfisiai dan
profundus dan bergabung dengan pembuluh limfe palpebra membentuk
pleksus limfatikus yang kaya. Konjungtiva menerima persarafan dari
percabangan (oftalmik) pertama nervus V. Saraf ini memiliki serabut nyeri
yang relatif sedikit.
1.2 Definisi
Konjungtivitis adalah inflamasi pada konjungtiva
1.3 Etiologi

4
Tabel 2.1 Etiologi conjungtivitis. Sumber: Google images.
1.4 Gejala Klinis
Gejala penting konjungtivitis adalah sensasi benda asing, yaitu sensasi
tergores atau terbakar, sensasi penuh di sekeliling riata, gatal, dan fotofobia.
Sensasi benda asing dan sensasi tergores atau terbakar sering
dihubungkan dengan edema dan hipertrofi papila yang biasanya menyertai
hiperemia konjungtiva. Jika ada rasa sakit, kornea agaknya juga terkena.

Tanda tanda konjungtivitis

Tanda-tanda penting konjungtivitis adalah hiperemia, mata berair,


eksudasi, pseudoptosis, hipertrofi papilar, kemosis, folikel, pseudomembran
dan membran, granuloma, dan adenopati pre-aurikular.
1) Hiperemia
Mata yang memerah adalah tanda tipikal dari
konjungtivitis.Injeksi konjungtival diakibatkan karena meningkatnya
pengisian pembuluh darah konjungtival yang muncul sebagian di

5
fornik dan menghilang dalam perjalanannya menuju ke
limbus.Hiperemia tampak pada semua bentuk konjungtivitis, tapi
visibilitas dari pembuluh darah yang hiperemia, lokasi, dan ukuran
merupakan kriteria penting untuk differential diagnosa. Tipe-tipe
hiperemia konjungtiva:
- Injeksi konjungtiva (merah, tenang, pembuluh darah yang
distended bergerak bersama dengan konjungtiva, semakin
menurun jumlahnya saat menuju ke arah limbus)
- Injeksi perkornea (pembuluh darah superfisial, sirkuler pada tepi
limbus)
- Injeksi siliar (tidak terlihat dengan jelas, pembuluh darah
berwarna terang dan tidak bergerak pada episklera di dekat
limbus)

Dilatasi perilimbal atau siliar menandakan inflamasi dari kornea


atau struktur yang lebih dalam. Warna yang benar-benar merah
menandakan konjungtivitis bakterial dan penampakan merah susu
menandakan konjungtivitis alergik. Hiperemia tanpa infiltrasi selular
menandakan iritasi dari sebab fisik seperti angin, matahari, asap, dan
sebagainya, tetapi mungkin juga didapatkan pada penyakit terkait
dengan instabilitas vaskular seperti acne rosacea.

2) Epifora ( pengeluaran air mata yang berlebih)


Lakrimasi yang tidak normal harus dapat dibedakan dari
eksudasi.Lakrimasi biasanya mencerminkan reaksi konjungtiva dari
benda asing atau kornea atau iritasi toksis.Juga dapat berasal dari
sensasi terbakar atau garukan atau juga dari gatal.Transudasi ringan
juga ditemui dari pembuluh darah yang hiperemia dan menambah
aktifitas pengeluaran air mata.Jumlah pengeluaran air mata yang
tidak normal dan disertai dengan sekresi mucus menandakan
keratokonjungtivitis sika.
3) Eksudasi

6
Eksudasi adalah ciri semua jenis konjungtivitis akut. Eksudatnya
berlapisJapis dan amorf pada konjungtivitis bakteri dan berserabut
pada konjungtivitis alergika. Pada hampir semua jenis konjungtivitis,
didapatkan banyak kotoran mata di palpebra saat bangun tidur; jika
eksudat sangat banyak dan palpebranya saling melengket, agaknya
konjungtivitis disebabkan oleh bakteri atau klamidia.
4) Pseudoptosis
pseudoptosis adalah terkulainya palpebra superior karena
infiltrasi di otot Muller. Keadaan ini dijumpai pada beberapa jenis
konjungtivitis berat, mis., trakoma dan keratokonjungtivitis
epidemika.
5) Hipertrofi papiler
ada reaksi konjungtiva non spesifik yang muncul karena
konjungtiva terikat pada tarsus atau limbus di dasarnya oleh fibril.
Ketika pembuluh darah yang membentuk substansi dari papilla
(bersama dengan elemen selular dan eksudat) mencapai membran
basement epitel, pembuluh darah tersebut akan bercabang menutupi
papila seperti kerangka dari sebuah payung. Eksudat inflamasi akan
terakumulasi diantara fibril, membentuk konjungtiva seperti
gundukan.
Konjungtiva dengan papila berwarna merah sekali menandakan
kelainan disebabkan bakteri atau klamidia.Injeksi yang ditandai
pada tarsus superior, menandakan keratokonjungtivitis vernal dan
konjungtivitis giant papillary dengan sensitivitas terhadap lensa
kotak menandakan keratokonjungtivitis atopik. Papila yang
berukuran besar juga daoat muncul pada limbus terutama pada area
yang secara normal dapat terekspos ketika mata sedang terbuka
(antara jam 2 dan 4 serta antara jam 8 dan 10), gejala yang ada
nampak seperti gundukan gelatin yang dapat mencapai kornea.
Papila limbal adalah tanda khas dari keratokonjungtivitis vernal.
6) Kemosis

7
Adanya kemosis mengarahkan kita secarakuat pada
konjungtivitis alergik akut tetapi dapat juga muncul pada
konjungtivits gonokokkal akut atau konjungtivitis meningokokkal
dan terutama konjungtivitis adenoviral.Kemosis dari konjungitva
bulbar dapat dilihat pada pasien dengan trikinosis.Meskipun jarang
kemosis mungkin timbul sebelum adanya infiltrasi atau eksudasi.
7) Folikel
tampak pada sebagian besar kasus konjungtivitis virus, semua
kasus konjungtivitis klamidia, kecuali konjungtivitis inklusi
neonatal, beberapa kasus konjungtivitis parasitik, dan pada
beberapa kasus konjungtivitis toksik yang diinduksi'oleh
pengobatan topikal, seperti idoxuridine, dipivefrin, dan miotik'
Folikel-folikel di forniks inferior dan tepi tarsus mempunyai sedikit
nilai diagnostik, tetapi jika terdapat pada tarsus (terutama tarsus
superior), harus dicurigai adanya konjungtivitis klamidia, viral,
atau toksik (pascamedikasi topikal). Folikel merupakan suatu
hiperplasia limfoid lokal di dalam lapisan timfoid konjungtiva dan
biasanya mempunyai sebuah pusat germinal. Secara klinis, folikel
dapat dikenali sebagai struktur bulat kelabu atau putih yang
avaskular. Pada pemeriksaan slitlamp, lampak pembuluhpembuluh
kecil yang muncul pada batas folikel dan mengitarinya.
8) Membran atau pseudomembran
Pseudomembran dan membran adalah hasil dari proses eksudatif
dan hanya berbeda derajatnya. Pseudomembran adalah suatu
Pengentalan (koagulum) di atas permukaan.epitel, yang bila
diangkat, epitelnya tetap utuh. Membran'adalah pengentalan yang
meliputi seluruh epitel, yang jika diangkat, meninggalkan
permukaan yang kasar dan bcrdarah. Pseudomembran atau
membran dapat menyertai keratokonjungtivitis epidemika,
konjungtivitis virus herpes simpleks primer, konjungtivitis
streptokok, difteria, pemfigoid sikatrikal dan erythema multiforme

8
mayor. Membran dan pseudomembran dapat pula akibat luka bakar
kimiawi, terutama luka bakar alkali.
9) Konjungtivitis ligenosa
Konjungtivitis ligneosa adalah bentuk istimewa konjupgtivitis
membranosa rekuren. Keadaan ini bilateral, terutama pada anak-
anak, lebih banyak pada perempuan, dan mungkin menyertai
temuan sistemik lain, seperti nasofaringitis dan vulvovaginitis.
10) Granuloma
Granuloma konjungtiva selalu mengenai stroma dan paling
sering berupa kalazion. Penyebab endogen lain adalah sarkoid,
sifilis, penyaklt" cat-scratch", dan coccidioidomycosis (arang).
Sindrom okuloglandular Parinaud terdiri atas granuloma
konjungtiva dan pembesaran kelenjar getah bening (KGB)
preaurikular; kelompokan penyakit ini memerlukan pemeriksaan
biopsi untuk memastikan diagnosis.
11) Fliktenula
Fliktenula merupakan reaksi hipersensitivitas lambat terhadap
antigen mikroba, mis., antigen stafilokok atau mikobakterial.
Fliktenula konjungtiva awalnya berupa perivaskulitis dengan
penumpukan lim{osit di pembuluh darah. Bila keadaan ini sampai
menimbulkan ulkus konjungtiva, dasar ulkus akan dipenuhi oleh
leukosit polimorfonuklear.
12) Limfadenopati preaurikular
Limfadenopati preaurikular adalah tanda penting konjungtivitis.
Sebuah KGB preaurikular tampak jelas pada sindrom
okuloglandular Parinaud dan, jarang, pada keratokonjungtivitis
epidemika. Sebuah KGB preaurikular besar atau kecil, kadang-
kadang sedikit nyeri tekan, ada pada konjungtivitis herpes simpleks
primer, keratokonjungtivitis epidemika, konjungtivitis inklusi, dan
trakoma. KGB preaurikular kecil tanpa nyeri tekan terdapat pada
demam faringokonjungtiva dan konjungtivitis hemoragik akut.

9
Kadang-kadang limfadenopati preaurikular terlihat pada anak-anak
dengan infeksi kelenjar meibom.
Konjungtivitis Bakterial
Terdapat dua bentuk konjungtivitis bakteri: akut (termasuk hiperakut
dan subakut) dan kronik. Konjungtivitis bakteri akut biasanya jinak dan
dapat sembuh sendiri, berlangsung kurang dari 1,4 hari. Pengobatan
dengan salah satu obat antibakteri yang tersedia biasanya menyembuhkan
dalam beberapa hari. Sebaliknya, konjungtivitis hiperakut (purulen) yang
disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae atau N eisseria meningitidis dapat
menimbulkan komplikasi mata berat bila tidak diobati sejak dini.
Konjungtivitis kronik biasanya sekunder terhadap penyakit palpebra atau
obstruksi ductus nasolacrimalis.
Umumnya, konjungtivitis ini bermanifestasi dalam bentuk iritasi dan
pelebaran pembuluh darah (injeksi) bilateral, eksudat purulen dengan
palpebra saling melengket saat bangun tidur, dan kadang-kadang edema
palpebra. Infeksi biasanya mulai pada satu mata dan melalui tangan
menular ke sebelahnya. Infeksi dapat menyebar ke orang lain melalui
benda yang dapat menyebarkan kuman (fomit).
Konjungtivitis bakteri hiperakut (purulen) (disebabkan oleh N
gonorrhoeae, Neisseria kochii, dan N meningitidis) ditandai oleh eksudat
purulen yang banyak. Konjungtivitis meningokok kadang-kadang terjadi
pada anak-anak. Setiap konjungtivitis berat dengan banyak eksudat harus
segera. dilakukan pemeriksaan laboratorium dan segera diobati. Jika
ditunda, bisa terjadi kerusakan kornea atau kehilangan mata, atau
konjungtiva dapat menjadi gerbang masuk N gonorrhoeae atau N
meningitidis, yang mendahului sepsis atau meningitis.
Konjungtivitis mukopurulen (catarrhal) akut sering terdapat dalam
bentuk epidemik dan disebut "mata merah (pinkeye)" oleh kebanyakan
orang awam. Penyakit ini ditandai dengan hiperemia konjungtiva akut dan
sekret mukopurulen berjumlah sedang. Penyebab paling umum adalah
Streptococcus pneumoniae pada iklim sedang.dan Haemophilus aegyptius
pada iklim tropis. Penyebab yang kurang umum adalah stafilokokus dan

10
streptokokus lain. Konjungtivitis yang disebabkan oleh S pneumoniae dan
H aegyptius dapat disertai perdarahan subkonjungtiva. Konjungtivitis H
aegyptius di Brazil diikuti dengan demam purpura fatal yang ditimbulkan
oleh toksin bakteri terkait-plasmid.
Koniungtivifis subakut paling sering disebabkan oleh H influenzae,
dan terkadan g oleh Escherichia coli dan spesies proteus. Infeksi H
influenzae ditandai dengan eksudat tipis, berair, atau berawan.
Konjungtivitis bakteri kronik terjadi pada. Pasien dengan obstruksi
ductus nasolacrimalis dan dakriosistitis kronik, yang biasanya unilateral.
Infeksi ini juga bisa menyertai blefaritis bakterial kronik atau disfungsi
kelenjar meibom. Pasien dengan sindrom palpebra-lunglai (floppy lid
syndrome) atau ektropion dapat terkena konjungtivitis bakterial sekunder.
.Konjungtivitis bakteri dapat disebabkan oleh Corynebacterium
diphtheriae dan Streptococcus pyogenes walaupun jarang.
Pseudomembran atau membran yang dihasilkan oleh organisme ini dapat
terbentuk pada konjungtiva palpebralis. Kasus-kasus konjungtivitis kronik
yang jarang, yang disebabkan oleh Moraxella catarrhalis, basil coliform,
proteus, dll., sulit dibedakan secara klinis.
Pemeriksaan Penunjang
Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bakteri, organisme
penyebabnya dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan mikroskopik
kerokan konjungtiva yang dipulas dengan pulasan Gram atau Giemsa;
pemeriksaan ini menampilkan banyak neutrofil polimorfonuklear. Kerokan
konjungtiva untuk pemeriksaan mikroskopik dan biakan disarankan untuk
semua kasus dan diharuskan jika penyakitnya purulen bermembran atau
berpseudomembran. Studi sensitivitas antibiotik juga diperlukan, tetapi
terapi antibiotik empiris harus dimulai. Bila hasil uji sensitivitas antibiotik
sudah didapatkan, terapi dengan antibiotik spesifik dapat diberikan.
Komplikasi dan sekuele
Blefaritis marginal kronik sering menyertai konjungtivitis stafilokok,
kecuali pada pasien sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut
konjungtiva dapat mengikuti konjungtivitis pseudomembranosa dan

11
membranosa, dan pada kasus tertentu diikuti oleh ulserasi kornea dan
perforasi. Ulserasi kornea marginal dapat terjadi pada infeksi N
gonorrhoeae, N kochii, N meningitidis, H aegyptius, S aureus, dan M
catarrhalis; jika produk toksik N gonolrhoeae berdifusi melalui komea
masuk ke bilik mata depan, dapat timbul iritis toksik.

Gambar 2. Konjungtivitis purulen sumber Vaughn

Terapi

Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen


mikrobiologiknya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat
memulai terapi dengan antimikroba topikal spektrum luas (mis.,
polymyxin-himethoprim). Pada setiap konjungtivitis purulen yang pulasan
Gram-nya menunjukkan diplokokus gram-negatif, sugestif neisseria, harus
segera dimulai terapi topikal dan sistemik. Jika kornea tidak terlibat,
ceftriaxone 1 g yang diberikan dosis tunggal per intramuskular biasanya
merupakan terapi sistemik yang adekuat. Jika kornea terkena, dibutuhkan
ceftriaxone parenteral, 1-2 gper hari selama 5 hari. Pada konjungtivitis
purulen dan mukopurulen, saccus conjunctivalis harus dibilas dengan
larutan saline agar dapat menghilangkan sekret konjungtiva. Untuk
mencegah penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga diminta
memperhatikan higiene perorangan secara khusus.
Prognosis dan Perjalanan Penyakit

12
Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri. Tanpa
diobati, infeksi dapat berlangsung selama 10-14 hari, jika diobati dengan
memadai, 1-3 hari, kecuali koniungtivitis stafilokok (yang dapat berlanjut
menjadi blefarokonjungtivitis dan memasuki fase kronik) dan
konjungtivitis gonokok (yang bila tidak diobati dapat berakibat perforasi
kornea dan endoftalmitis). Karena konjungtiva dapat menjadi gerbang
masuk meningokokus ke dalam darah dan meninges, septikemia dan
meningitis dapat menjadi hasil akhir konjungtivitis meningokokus.
Konjungtivitis. bakteri kronik mungkin tidak dapat sembuh-sendiri dan
menjadi masalah pengobatan yang menyulitkan.
Konjungtivitis Klamidia

a. Trakoma
Trakoma adalah salah satu penyakit tertua yang
diketahui.Penyakit ini dikenal sebagai penyebab trikiasis sejak abad
ke-27 SM dan mengenai semua ras. Dengan 400 juta penduduk
dunia yang terkena, penyakit ini menjadi salah satu penyakit kronik
yang paling banyak dijumpai. Prevalensi dan berat-penyakit yang
beragam per regional dapat dijelaskan dengan dasar variasi higiene
perorangan dan standar kehidupan masyarakat dunia, kondisi iklim
tempat tinggal, usia saat terkena, serta frekuensi dan jenis infeksi
mata bakterial yang sudah ada. Trakoma yang membutakan
terdapat pada banyak dacrah di Afrika, beberapa daerah di Asia, di
antara suku aborigin Australia, dan di Brazil utara. Masyarakat
dengan trakoma yang lebih ringan dan tidak membutakan terdapat
di daerah-daerah yang sama, dan di beberapa daerah Amerika Latin
serta Kepulauan Pasifik.
Trakoma umumnya bilateral. Penyakit ini menyebar melalui
kontak langsung atau benda pencemar, umumnya dari anggota
keluarga yang lain (saudara, orangtua), yang juga harus
diperiksa.Vektor serangga, khususnya lalat, dapat berperan dalam
transmisi.Bentuk akut penyakit ini lebih infeksius daripada bentuk
sikatriksnya; makin besar makin berat penyakitnya.Penyebaran

13
sering dihubungkan dengan epidemi konjungtivitis bakterial dan
musim kemarau di negara tropis dan subtropis.
Epidemiologi
Trachoma adalah hyperendemic daerah ekonomi rendah di 41
negara di Afrika, Amerika Tengah dan Selatan, Asia, Australia dan
Timur Tengah. Bertanggung jawab atas kebutaan atau gangguan
penglihatan sekitar 1,9 juta orang. Ini menyebabkan sekitar 1,4%
dari semua kebutaan di seluruh dunia.
Secara keseluruhan, Afrika tetap merupakan benua yang paling
terpengaruh. Pada tahun 2016, di 26 negara di Wilayah Afrika lebih
dari 247.000 orang dengan trichiasis diberi operasi (95% dari total
global dioperasikan untuk trichiasis), dan hampir 83 juta orang di
Afrika diobati dengan antibiotik (97% dari total antibiotik yang
diberikan untuk trachoma di seluruh dunia).
Tanda dan gejala:
Trakoma mulanya adalah suatu konjungtivitis folikularkronik
pada masa kanak-kanak, yang berkembang hingga terbentuknya
parut konjungtiva. Pada kasus berat, pembalikan bulu mata ke
dalam terjadi pada masa dewasa muda sebagai akibat parut
konjungtiva yang berat. Abrasi terus-menerus oleh bulu mata yang
membalik dan defek film air mata menyebabkan parut kornea,
umumnya setelah usia 30 tahun.
Masa inkubasi trakoma rata-rata 7 hari, tetapi bervariasi dari 5-
14 hari.Pada bayi atau anak, biasanya timbul diam-diam dan
penyakit itu dapat sembuh dengan sedikit atau tanpa komplikasi.
Pada orang dewasa, timbulnya sering akut atau subakut, dan
komplikasi cepat berkembang. Pada saat timbulnya, trakoma sering
menyerupai konjungtivitis bakterial, tanda dan gejala biasanya
terdiri atas berair-mata, fotofobia, nyeri, eksudasi, edema palpebra,
kemosis konjungtiva bulbaris, hiperemia, hipertrofi papilar, folikel
tarsal dan limbal, keratitis superior, pembentukan pannus, dan
sebuah nodus preaurikular kecil yang nyeri tekan.

14
Gambar 2. Trakoma tingkat lanjut yang sudah menjadi ulkus
Pada trakoma yang sudah terdiagnosis, mungkin juga terdapat
keratitis epitel superior, keratitis subepitel, pannus, folikel limbus
superior, dan akhirnya sikatriks patognomonik-sisa folikel-folikel
ini, yang dikenal sebagai sumur-sumur Herbert- depresi kecil pada
jaringan ikat di batas limbus-kornea yang ditutupi epitel. Pannus
yang di dimaksud adalah membran fibrovaskular yang muncul dari
limbus, dengan lengkung-lengkung vaskular yang meluas ke atas
kornea.Semua tanda trakoma lebih berat pada kon jungtiva dan
kornea bagian atas daripada bagian bawah.Untuk memastikan
trakoma endemik di sebuah keluarga atau masyarakat, sejumlah
anak harus menunjukkan kurangnya dua tanda berikut:
- Lima atau lebih folikel pada konjungtiva tarsal rata dan yang
melapisi palpebrasuperior
- Parut konjungtiva yang khas di konjungtiva tarsal superior
- Folikel limbul atau sekuelenya (sumur Herbert)
- Perluasan pembuluh darah ke atas kornea, paling jelas
dilimbus atas.
Biarpun kadang-kadang ada individu yang memenuhi kriteria
ini, penyebaran tanda-tanda ini yang luas di dalam keluarga dan
masyarakatlah yang menentukan adanya trakoma.
Untuk pengendalian, World Health Organization
telahmengembangkan cara sederhana untuk

15
menggambarkanpenyakit tersebut. Ini mencakup tanda-tanda
berikut:
TF Lima atau lebih folikel pada konjungtiva tarsal superior
TI Infiltrasi difus dan hipertrofi papilar konjungtiva tarsal superior yang
sekurang-kurangnya menutup 50% pembuluh profunda normal
TS Parut konjungtiva trakomatosa
TT Trikiasis atau entropion (bulu mata terbalik kedalam)
CO Kekeruhan kornea

Adanya TF dan TI menunjukkan suatu trakoma infeksiosa aktif


dan harus diobati.TS adalah buktitimbul akibat penyakit ini.TI
berpotensi membutakan dan merupakan indikasi untukoperasi
koreksi palpebra.COadalah lesi trakoma terakhir, yang
membutakan.
Keluhan pasien menyerupai konjungtivitis bakteri adalah
fotofobia, gatal, berair, eksudasi, edem palpebra, kemosis
konjungtiva bulbaris, hipertrofi papil. Menurut kalsifikasi Mac
Callan, penyakit ini berjalan menurut 4 stadium yaitu:
 Stadium insipien
 Stadium established (dibedakan atas dua bentuk)
 Stadium parut
 Stadium sembuh

(1)Stadium 1 ( hiperplasi limfoid): terdapat hipertrofi papil


dengan folikelyang kecil-kecil pada konjungtiva tarsus
superior, yang memperlihatkanpenebalan dan kongesti pada
pembuluh darah konjungtiva. Sekret yangsedikit dan jernih
bila tidak ada infeksi sekunder. Kelainan kornea
sukarditemukan tetapi kadang-kadang dapat ditemukan
neovaskularisasi dankeratitis epitelial ringan.
(2)Stadium 2: Terdapat hipertrofi papilar dan folikel yang
matang (besar)pada konjungtiva tarsus superior. Pada
stadium ini dapat ditemukan pannustrakoma yang jelas.

16
Terdapat hipertrofi papil yang berat yang seolah-
olahmengalahkan gambaran folikel pada konjungtiva
superior. Pannus adalahpembuluh darah yang terletak di
daerah limbus atas dengan infiltrat.
(3)Stadium 3: Terdapat parut pada konjungtiva tarsus superior
yangterlihat sebagai garis putih yang halus sejajar dengan
margo palpebra. Parut folikel pada limbus kornea disebut
cekungan Herbert. Gambaranpapil mulai berkurang.

(4)Stadium 4: Suatu pembentukan parut yang sempurna pada


konjungtiva tarsus superior hingga menyebabkan perubahan
bentuk padatarsus yang dapat menyebabkan enteropion dan

Stadium t Nama Gejala


Stadium I r Trakoma insipien Folikel imatur, hipertrofi papilar
i minimal
Stadium II Trakoma Folikel matur pada dataran tarsal
k
atas
Stadium II A i Dengan hipertrofi Keratitis, folikel limbal
a folikuler yang menonjol
Stadium II B Dengan hipertrofi Aktivitas kuat dengan folikel
s
papilar yang menonjol matus tertimbun dibawah
i hipertrofi papilar yang hebat
Stadium III s Trakoma memarut Parut pada konjungtiva tarsal
. (sikatrik) atas, permulaan trikiasis,
entropion
StadiumTIV Trakoma sembuh Tak aktif, tak ada hipertrofi
papilaratau folikular, parut
e
dalam bermacam derajat variasi
m
uan Laboratorium

Inklusi klamidia dapat ditemukan pada kerokan konjungtiva


yang dipulas dengan Giemsa, tetapi tidak selalu ada.Pada sediaan
pulasan Giemsa, inklusi tampak sebagai massasitoplasma biru atau
ungu gelap yang sangat halus, yang menutupi inti sel epitel.
Pulasan antibodi fluorescein dan uji immunoassayenzim tersedia di
pasaran dan banyak dipakai di laboratorium klinis.Uji baru ini dan

17
uji-uji baru lainnya termasuk Polymerase Chain Reaction(PCR),
telah menggantikan sediaan hapus konjungtiva dengan pulasan
Giemsa dan isolasi agen klamidial dalam biakan sel.
Secara morfologis, agen trakoma mirip dengan
agenkonjungtivitis inklusi, tetapi keduanya dapat dibedakan secara
serologis dengan mikroimunofluoresens Trakoma disebabkan oleh
Chlamyia trachomatis serotipe A, B, Ba,atau C.
Diagnosis Diferensial
Faktor epidemiologik dan klinis yang perlu
dipertimbangkan untuk membedakan trakoma dari
bentuk konjungtivitis folikular lainnya diringkas sebagai
berikut:
- Tidak adanya riwayat terpajan trakoma endemik
bertentangan dengan diagnosis
- Konjungtivitis folikular viral (akibat infeksi adenovirus,
virus herpes simpleks, picornavirus, dan coxsackie-virus)
umumnya memiliki awitan akut dan sembuh sempurna
dalam 2-3 minggu.
- Infeksi dengan strain klamidia yang ditularkan
melaluihubungan kelamin biasanya bersifat akut pada
individu yang seksual aktif
- Konjungtivitis folikular kronik oleh bahan-bahaneksogen
(nodul molluscum palpebra, medikasi matatopikal)
menyembuh perlahan setelah nodul dibuangatau obat
dihentikan.
- Sindrom okuloglandular Parinaud bermanifestasi sebagai
pembesaran KGB leher atau preaurikular yang masif
walaupun lesi konjungtivanya mungkin folikular.
- Anak-anak kecil sering memiliki sejumlah folikel
(sepertitonsil yang hipertrofi), suatu keadaan yang
dikenalsebagai folikulosis.

18
- Kondisi-kondisi atopik konjungtivitis vernal dan
keratokonjungtivitis atopik berkaitan dengan papila
raksasa yang meninggi dan sering poligonal, dengan
tampilanputih susu-kemerahan. Eosinofil tampak dalam
sediaan hapus.
- Selidiki adanya riwayat intoleransi lensa kontak pada
pasien dengan parut dan pannus konjungtiva papilae
raksasa pada beberapa pemakai lensa kontak dikelirukan
dengan folikel trakoma.
- Diagnosis banding adalah konjungtivitis inklusi.
Komplikasi & Sekuele
Parut di konjungtiva adalah komplikasi yang sering terjadi
pada trakoma dan dapat merusak kelenjar lakrimalaksesorius dan
menghilangkan duktulus kelenjar lakrimal.Hal ini mengurangi
komponen akueosa dalam film airmata prakornea secara drastis,
dan komponen mukosanyamungkin berkurang karena hilangnya
sebagian sel goblet.Luka parut itu juga mengubah bentuk palpebra
superiorberupa membaliknya bulu mata ke dalam (trikiasis)
atauseluruh tepian palpebra (entropion) sehingga bulu mata terus-
menerus menggesek kornea.Kondisi ini sering mengakibatkan
ulserasi kornea,infeksi bakterial kornea, dan parut kornea.
Ptosis, obstruksi ductus nasolacrimalis, dan dakriosisitis
adalah komplikasi trakoma lainnya yang sering dijumpai.
Terapi:
Perbaikan klinis yang mencolok umumnya dapat
dicapaidengan tetracycline, 1-1,5 g/hari per oral dalam empat dosis
terbagi selama 3-4 minggu; doxycycline, 100 mg per oraldua kali
sehari selam 3 minggu, untuk erythromycin 1 gram/hari dibagi
dalam 4 dosis selama 3-4 minggu. Kadang-kadang diperlukan
beberapa periode pengobatan agar benar-benar
sembuh.Tetracydline sistemik jangandiberikan pada anak di bawah
umur 7 tahun atau wanitahamil karena dapat mengikat kalsium

19
pada gigi yang sedang berkembang dan tulang yang tumbuh. Hal
ini akanmengakibatkan perubahan warna gigi permanen
menjadikekuningan dan kelainan kerangka (mis., klavikula).
Berbagai studi terakhir di negara-negara berkembang menunjukkan
bahwa azithromycin 1 g per oral merupakan terapiyang efektif bagi
trakoma anak.Karena efek sampingnyaminimal dan mudah
diberikan, antibiotik makrolida inimenjadi obat pilihan pada
kampanye pengobatan massal.
Salep atau tetes topikal, termasuk preparat sulfonamide,
tetracycline, erythromycin, dan rifampin, empat kali sehari selama
6 minggu, sama efektifnya.
Sejak dimulainya terapi, efek maksimum biasanya belum
dicapai dalam 10-12 minggu.Karena itu tetap adanya folikel
terhentuk pada tarsus superior selama beberapa minggu di setelah
terapi berjalan jangan dipakai sebagai bukti kegagalan terapi.
Koreksi-bedah harus dilakukan pada bulu mata yang
membalik ke dalam untuk mencegah parut trakoma di negara
berkembang.Tindakan bedahini kadang kadang dilakukan oleh
dokter bukan ahli mata atau oleh orang yang dilatih khusus.
Sifat Perjalanan Penyakit & Prognosis
Trakoma, secara karakteristik merupakan penyakit
kronikyang berlangsung lama.Dengan kondisi higiene yang
baik(khususnya, mencuci muka pada anak-anak), penyakit ini
sembuh atau bertambah ringan sehingga sekuele
beratterhindarkan.Penyulit trakoma adalah enteropion, trikiasis,
simblefaron, kekeruhan kornea, dan xerosis/ keratitis sika.Sekitar
6-9 juta orang di dunia telah kehilangan penglihatannya karena
trakoma.
b. Konjungtivitis Inklusi
Konjungtivitis inklusi sering bilateral dan biasanya terdapat
pada orang muda yang seksual aktif. Agen klamidial menginfeksi
uretra pria dan serviks wanita. Transmisi ke mata orang dewasa

20
biasanya karena praktik seksualoral-genital atau transmisi dari
tangan ke mata.Sekitar 1dari 300 orang dengan infeksi klamidia
genital terkena penyakit mata ini.Transmisi tak langsung pernah
dilaporkan terjadi di kolam renang yang kurang klor-nya.Pada
neonatus, agen itu ditularkan sewaktu lahir melalui kontaminasi
langsung konjungtiva dengan sekret serviks.ProfilaksisCredé
(Perak nitrat 1%) hanya memberi proteksi sebagianterhadap
konjungtivitis inklusi.
Gejala dan Tanda
Awitan konjungtivitis inklusi bisa akut atau subakut.Pasien
sering kali mengeluh mata merah, pseudoptosis, dan"belekan,"
terutama di pagi hari. Neonatus menunjukkankonjungtivitis papilar
dan eksudat dalam jumlah sedang:pada kasus hiperakut, sesekali
terbentuk pseudomembranyang dapat menimbulkan parut. Karena
neonatus tidakmemiliki jaringan adenoid di stroma konjungtiva,
folikeltidak akan terbentuk: jika konjungtivitis bertahan hingga2-3
bulan, akan timbul folikel dan gambaran konjungtivanya mirip
dengan yang terdapat pada anak besar danorang dewasa. Pada
neonatus, infeksi klamidia dapat menimbulkan faringitis, otitis
media, dan pneumonitis interstisial.
Pada orang dewasa, konjungtiva kedua tarsus (terutama
tarsus inferio) mempunyai sejumlah papila dan folikel.Karena
pseudonembran umumnya tidak terbentuk pada orang dewasa,
biasanya tidak terhentuk parut.Keratitis superfisial mungkin
ditemukandi bagian superior; lebih jarang lagi, sebuah
mikropannus superior kecil (<1-2 mm), Kekeruhan subepitel,
umumnya marginal sering terbentuk.Otitis media dapat timbul
sebagai akibat infeksi tuba auditiva.

Temuan Laboratorium
Sifat dasar konjungtivitis inklusi dewasa adalah ditularkan
secara seksual dan pasien serta pasangannya harus diterapi secara
sistemik. Karenanya, uji diagnostik yang cepat-uji antibodi

21
fluoresens langsung, enzyme-limked immonosorbent assay
(ELISA), dan PCR-telah menggantikan pulasanGiemsa dalam
praktik klinis rutin.
Pada kasus oftalmia klamidia neonatal, diagnosis yangcepat
juga merupakan suatu keharusan untuk mencegah komplikasi
sistemik, seperti pneumonitis klamidia. Konjungtivitis inklusi
disebabkan oleh C. trachomatisserotipe D-K, sesekali oleh serotipe
B. Penentuan serologik tidakberguna untuk mendiagnosis infeksi
mata, tetapi pengukuran kadar antibodi 1gM sangat berharga dalam
diagnosis pneumonitis klamidia bayi.
Diagnosis Diferensial
Konjungtivitis inklusi secara klinis dapat dibedakan dari trakoma
berdasarkan hal-hal berikut ini:
- Trakoma folikular aktif umumnya terdapat pada anak-anak
kecil atau yang hidup di atau terpapar terhadap masyarakat
dengan trakoma endemik, korjungtivitis inklusi terdapat
pada remaja dan dewasa yang seksual aktif.
- Parut konjungtiva sangat jarang pada konjungtivitis inklusi
dewasa
- Sumur Herbert adalah suatu tanda unik bahwa diwaktu
yang lampau pernah menderita trakoma

Terapi pada Bayi


Beri suspensi erythromycin per oral, 50 mg/kg/hari dalam 4 dosis
terbagi, selama sekurang-kurangnya 14 hari. Medikasi oral
diperlukan karena infeksi klamidia juga melibatkan saluran napas
dan gastrointestinal.Antibiotik topikal (tetracycline, erythromycin,
sulfonamide) tidak bermanfaat neonatus yang diobati dengan
erythromycin per oral.Kedua orangtuanya harus diobati dengan
tetracyclineatau erythromycin oral untuk infeksi saluran
genitalnya.
Terapi pada Orang Dewasa

22
Penyembuhan dicapai dengan doxycycline, 100 mg per
oraldua kali sehari, selama 7 hari; atau erythromycin 2
g/hariselama 7 hari, atau bisa juga azithromycin 1 g dosis tunggal.
(Tetracycline sistemik jangan diberikan pada wanita hamil atau
anak di bawah 7 tahun karena menimbulkanmasalah pada epifisis
fetus atau mewarnai gigi anakkecil).Mitra seksual pasien harus
diperiksa dan diobati.
Bila salah satu regimen terapi standar diikuti, kekambuhan
jarang ditemukan.Jika tidak diobati.Konjungtivitisinklusi
berlangsung 3-9 bulan atau lebih.Rata-rata lama nya 5 bulan.

Gambar 2. Konjungtivitis Inclusi

c. Konjungtivitis oleh Agen Klamidia


Konjungtivitis limfogranuloma venereum adalah
penyakitkelamin yang langka.Limfogranuloma venereum
menimbulkan reaksi konjungtiva granulomatosa yang
dramatisdengan KGB preaurikular yang sangat besar
(sindromParinaud).Penyakit ini disebabkan oleh C trachomatis
serotipe L1, L2 atau L3.
Chlamydia psittaci jarang menimbulkan konjungtivitis pada
manusia. Strain dari burung kakatua (psittacosis) dan kucing
(pneumonitis feline) pernah menyebabkan konjungtivitis folikular

23
pada manusia. Strain prototipe Chlamydia pmeumoniae diisolasi
dari konjungtiva, tetapi belum ditetapkansebaagai penyebab
penyakit mata.
Konjungtivitis Viral
1. Demam Faringokonjungtival
 Tanda dan gejala:
Demam Faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3-40
⁰C, sakit tenggorokan, dan konjungtivitis folikuler pada satu atau
dua mata. Folikuler sering sangat mencolok pada kedua
konjungtiva dan pada mukosa faring.Mata merah dan berair mata
sering terjadi, dan kadang-kadang sedikit kekeruhan daerah
subepitel.Yang khas adalah limfadenopati preaurikuler (tidak
nyeri tekan).
Berjalan akut dengan gejala penyakit:
a. hiperemi konjungtiva
b. sekret serous,
c. fotofobia
d. kelopak bengkak dengan pseudomembran
e. selain itu dapat terjadi keratitis epitel superficial dan atau
subepitel dengan pembesaran kelenjar limfe preurikel.

 Laboratorium

24
Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan oleh
adenovirus tipe 3 dan kadang-kadang oleh tipe 4 dan 7.Virus itu
dapat dibiakkan dalam sel HeLa dan ditetapkan oleh tes
netralisasi.Dengan berkembangnya penyakit, virus ini dapat juga
didiagnosis secara serologic dengan meningkatnya titer antibody
penetral virus.Diagnosis klinis adalah hal mudah dan jelas lebih
praktis.
Kerokan konjungtiva terutama mengandung sel
mononuclear, dan tak ada bakteri yang tumbuh pada
biakan.Keadaan ini lebih sering pada anak-anak yang ditularkan
melalui droplet atau kolam renang.Masa inkubasi 5-12 hari, yang
menularkan selama 12 hari dan bersifat endemik.
 Terapi
Tidak ada pengobatan spesifik hanya suportif karena dapat
sembuh sendiri.Diberikan kompres, astrigen, lubrikasi, pada kasus
yang berat dapat diberikan antibiotik dengan steroid topikal.
Pengobatan biasanya simtomatik dan antibiotik untuk
mencegah infeksi sekunder.Konjungtivitisnya sembuh sendiri,
umumnya dalam sekitar 10 hari.

2. Keratokonjungtivitis Epidemika
 Tanda dan gejala
Keratokonjungtivitis epidemika umumnya bilateral.Mudah
menular dengan masa inkubasi 8-9 hari dan masa infeksius 14
hari.Keratokonjungtiva epidemika pada orang dewasa terbatas
pada bagian luar mata.Namun, pada anak-anak mungkin terdapat
gejala sistemik infeksi virus seperti demam, sakit tenggorokan,
otitis media, dan diare.
Awalnya sering pada satu mata saja, dan biasanya mata
pertama lebih parah.Pada awalnya pasien merasa ada infeksi
dengan nyeri sedang dan berair mata, kemudian diikuti dalam 5-
14 hari oleh fotofobia, keratitis epitel, dan kekeruhan subepitel

25
bulat.Sensai kornea normal.Nodus preaurikuler yang nyeri tekan
adalah khas.Edema palpebra, kemosis, dan hyperemia
konjungtiva menandai fase akut.Folikel dan perdarahan
konjungtiva sering muncul dalam 48 jam.Dapat membentuk
pseudomembran.Kelenjar preurikeldan mungkin diikuti parut
datar atau pembentukan symblepharon.
Konjungtivitis berlangsung paling lama 3-4
minggu.Kekeruhan subepitel terutama terdapat di pusat kornea,
bukan di tepian, dan menetap berbulan-bulan namun menyembuh
tanpa meninggalkan parut. Biasanya gejala akan menurun dalam
waktu 7-15 hari.
 Laboratorium
Keratokonjungtiva epidemika disebabkan oleh adenovirus
tipe 8, 19, 29, dan 37 (subgroub D dari adenovirus
manusia).Virus-virus ini dapat diisolasi dalam biakan sel dan
diidentifikasi dengan tes netralisasi.Kerokan konjungtiva
menampakkan reaksi radang mononuclear primer; bila terbentuk
pseudomembran, juga terdapat banyak neutrofil.
 Penyebaran
Transmisi nosokomial selama pemeriksaan mata sangat
sering terjadi melalui jari-jari tangan dokter, alat-alat pemeriksaan
mata yang kurang steril, atau pemakaian larutan yang
terkontaminasi.Larutan mata, terutama anestetika topical,
mungkin terkontaminasi saat ujung penetes obat menyedot materi
terinfeksi dari konjungtiva atau silia.Virus itu dapat bertahan
dalam larutan itu, yang menjadi sumber penyebaran.
 Pencegahan
Bahaya kontaminasi/transmisi nosokomial dari botol
larutan dapat dihindari dengan dengan memakai penetes steril
pribadi atau memakai tetes mata dengan kemasan unit-dose.Cuci
tangan secara teratur di antara pemeriksaan dan pembersihan serta
sterilisasi alat-alat yang menyentuh mata khususnya tonometer

26
juga suatu keharusan.Tonometer aplanasi harus dibersihkan
dengan alcohol atau hipoklorit, kemudian dibilas dengan air steril
dan dikeringkan dengan hati-hati.
 Terapi
Sekarang ini belum ada terapi spesifik, namun kompres
dingin akan mengurangi beberapa gejala. Kortikosteroid
selama konjungtivitis akut dapat memperpanjang keterlibatan
kornea sehingga harus dihindari.Agen antibakteri harus
diberikan jika terjadi superinfeksi bacterial.
Pengobatan dengan antivirus dan antiferon tidak umum
untuk konjungtivitis adenovirus.Astringen diberikan untuk
untuk mengurangi gejala dan hiperemi.pencegahan infeksi
sekunderdapat diberikan antibiotik, bila terlihat membran dan
infiltrasi subepitel diberikan steroid.
3. Konjungtivitis Virus Herpes Simpleks
 Tanda dan gejala
Konjungtivitis virus herpes simplex biasanya merupakan
penyakit anak kecil, adalah keadaan yang luar biasa yang
ditandai pelebaran pembuluh darah unilateral, iritasi, bertahi
mata mukoid, sakit, dan fotofobia ringan.Pada kornea tampak
lesi-lesi epithelial tersendiri yang umumnya menyatu
membentuk satu ulkus atau ulkus-ulkus epithelial yang
bercabang banyak (dendritik).Konjungtivitisnya
folikuler.Vesikel herpes kadang-kadang muncul di palpebra
dan tepian palpebra, disertai edema hebat pada palpebra.Khas
terdapat sebuah nodus preaurikuler yang terasa nyeri jika
ditekan.

27
Gambar: konjungtivitis herpes simplek

 Laboratorium
Tidak ditemukan bakteri di dalam kerokan atau dalam
biakan.Jika konjungtivitisnya folikuler, reaksi radangnya
terutama mononuclear, namun jika pseudomembran, reaksinya
terutama polimorfonuklear akibat kemotaksis dari tempat
nekrosis.Inklusi intranuklear tampak dalam sel konjungtiva
dan kornea, jika dipakai fiksasi Bouin dan pulasan
Papanicolaou, tetapi tidak terlihat dengan pulasan
Giemsa.Ditemukannya sel – sel epithelial raksasa multinuclear
mempunyai nilai diagnostic.
Virus mudah diisolasi dengan mengusapkan sebuah
aplikator berujung kain kering di atas konjungtiva dan
memindahkan sel-sel terinfeksi ke jaringan biakan.
 Terapi
Jika konjungtivitis terdapat pada anak di atas 1 tahun atau
pada orang dewasa, umunya sembuh sendiri dan mungkin
tidak perlu terapi.Namun, antivirus local maupun sistemik

28
harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea.Untuk
ulkus kornea mungkin diperlukan debridemen kornea dengan
hati-hati yakni dengan mengusap ulkus dengan kain kering,
meneteskan obat antivirus, dan menutupkan mata selama 24
jam. Antivirus topical sendiri harus diberikan 7 – 10 hari:
trifluridine setiap 2 jam sewaktu bangun atau salep vida rabine
lima kali sehari, atau idoxuridine 0,1 %, 1 tetes setiap jam
sewaktu bangun dan 1 tetes setiap 2 jam di waktu malam.
Keratitis herpes dapat pula diobati dengan salep acyclovir 3%
lima kali sehari selama 10 hari atau dengan acyclovir oral, 400
mg lima kali sehari selama 7 hari.
Untuk ulkus kornea, debridmen kornea dapat
dilakukan.Lebih jarang adalah pemakaian vidarabine atau
idoxuridine.Antivirus topical harus dipakai 7-10 hari.
Penggunaan kortikosteroid dikontraindikasikan, karena makin
memperburuk infeksi herpes simplex dan mengkonversi
penyakit dari proses sembuh sendiri yang singkat menjadi
infeksi yang sangat panjang dan berat.
4. Konjungtivitis Hemoragika Akut
 Epidemiologi
Semua benua dan kebanyakan pulau di dunia pernah
mengalami epidemic besar konjungtivitis konjungtivitis
hemoregika akut ini.Pertama kali diketahui di Ghana dalam
tahun 1969.Konjungtivitis ini disebabkan oleh coxackie virus
A24.Masa inkubasi virus ini pendek (8-48 jam) dan
berlangsung singkat (5-7 hari).
 Tanda dan Gejala
Mata terasa sakit, fotofobia, sensasi benda asing, banyak
mengeluarkan air mata, merah, edema palpebra, dan hemoragi
subkonjungtival.Kadang-kadang terjadi kemosis.Hemoragi
subkonjungtiva umumnya difus, namun dapat berupa bintik-
bintik pada awalnya, dimulai di konjungtiva bulbi superior dan

29
menyebar ke bawah.Kebanyaka pasien mengalami
limfadenopati preaurikuler, folikel konjungtiva, dan keratitis
epithelial.Uveitis anterior pernah dilaporkan, demam, malaise,
mialgia, umum pada 25% kasus.
 Penyebaran
Virus ini ditularkan melalui kontak erat dari orang ke
orang dan oleh fomite seperti sprei, alat-alat optic yang
terkontaminasi, dan air. Penyembuhan terjadi dalam 5-7 hari
 Terapi
Tidak ada pengobatan yang pasti.
5. Konjungtivitis Newcastle
Konjungtivitis penyakit newcastle adalah penyakit yang
jarang didapat, ditandai dengan rasa terbakar, gatal, nyeri, merah,
berair, dan penglihatan kabur (jarang). Keadaan ini sering terjadi
dalam bentuk epidemi kecil diantra pekerjaan perternakan unggas
yang menangani burung yng sakit atau antara dokter hewana tau
petugas laboratorium yang bekerja dengan virus atau vaksin hidup.
Konjungtivitis ini mirip dengan yang disebabkan oleh
virus lain, dengan kemosis, nodus preaurikular kecil, dan foliker
foliker tarsus superior dan inferior. Tidak diperlukan pengobatn
karena dapat sembuh sendiri.
6. Blefarokonjungtivitis Molluscum Contagiosum
Sebuah nodul molluscum pada tepian atau kulit
palpebradan alis mata dapat menimbulkan konjungtivitis
folikularkronik unilateral, keratitis superior, dan pannus
superior,dan mungkin menyerupai trakoma. Reaksi
radangnyaterutama mononuklear (berbeda dengan reaksi pada tra-
koma).Lesi bulat, berombak, putih-mutiara, non-inflamatorik
dengan bagian pusat yang melekuk khas untuk molluscum
contagiosum.Biopsi menunjukkaninklusi sitoplasma eosinofilik
yang memenuhi seluruh sitoplasma sel yang membesar, mendesak
inti ke satu sisi.

30
Eksisi, insisi sederhana pada nodul yang memungkinkan
darah tepi memasukinya, atau krioterapi akan me-nyemblhkan
konjungtivitisnya. Pada kasus yang sangatjarang (dalam
kepustakaan hanya tercatat dua kasus), nodul-nodul molluscum
timbul di konjungtiva.Pada kondisiini, eksisi nodul juga
menyembuhkan konjungtivitisnya.Lesi molluscum contagiosum
yang multipel di palpebra atau wajah ditemukan pada pasien
AIDSs.
7. Blefarokonjungtivitis Varicella-Zoster
Hiperemia dan konjungtivitis infiltratif-disertai
denganerupsi vesikular yang khas di sepanjang penyebaran
dermatom nervus trigeminus cabang oftalmikaadalah khas herpes
zoster (sebaiknya disebut zoster simpleks).Konjungtivitisnya
biasanya papilar, tetapi pernah ditemukan folikel, pseudomembran,
dan vesikel temporer-yangkemudian berulserasi.KGB preaurikular
yang nyeri tekan terdapat pada awal penyakit.Sekuelenya dapat
berupajaringan parut di palpebra, entropion, dan bulu matasalah-
arah.
Lesi palpebra pada varicella, yang mirip lesi kulit (pox)di
tempat lain, mungkin timbul di kedua palpebra atautepian palpebra
dan sering meninggatkan parut.Seringkali timbul konjungtivitis
eksudatif ringan, tetapi lesi konjungtiva yang diskret (kecuali pada
limbus) sangat jarangditemukan.Lesi di limbus menyerupai
fliktenula dandapat melalui seluruh tahapan vesikel, papul, dan
ulkus.Kornea di dekatnya mengalami infiltrasi dan
bertambahvaskularisasinya.
Pada zoster maupun varicella, kerokan dari vesikel
palpebranya mengandung sel raksasa dan banyak
leukositpolimorfonuklear; kerokan dari konjungtiva pada varicela
dan dari vesikel konjungtiva pada zoster dapat mengandung sel
raksasa dan monosit.Virus dapat diperoleh daribiakan jaringan sel-
sel embrio manusia.

31
Acyclovir oral dosis tinggi (800 mg per oral lima
kalisehari selama 10 hari), jika diberi pada awal perjalanan
penyakit, agaknya akan mengurangi dan menghambat beratnya
penyakit.
8. Keratokonjungtivitis Campak
Enantema khas campak sering kali mendahului erupsi
kulit.Pada tahap awal ini, tampilan konjungtiva mirip kacayang
aneh, yang dalam beberapa hari diikuti olch pembengkakan plica
semilunaris (tanda Meyer).Beberapahari sebelum erupsi kulit,
timbul konjungtivitis eksudatifdengan sekret mukopurulen; dan
saat muncul erupsi kulit,timbul bercak-bercak Koplik pada
konjungtiva dan ter kadang pada carunculus. Pada saat tertentu
(masa kanak-kanak dini, masa dewasa lanjut), keratitis epitelial
akan mengikuti.
Pada pasien imunokompeten, keratokonjungtivitiscampak
hanya meninggalkan sedikit atau sama sekali tanpa sekuele, tetapi
pada pasien kurang gizi atau imukompeten, penyakit mata ini
sering kali disertai infeksi HSV atau infeksi bakterial sekunder oleh
S pmeumoniae, H influenzae, dan organisme lain. Agen-agen ini
dapat menimbulkan konjungtivitis purulen yang disertai
ulserasikornea dan penurunan penglihatan yang berat.Infeksiherpes
dapat menimbulkan ulserasi kornea berat denganperforasi dan
kehilangan penglihatan pada anak-anak kurang gizi di negara
berkembang.
Kerokan konjungtiva menunjukkan reaksi sel
mononuklear, kecuali jika ada pseudomembran atau infeksi
sekunder.Sediaan terpulas Giemsa menampilkan sel-sel
raksasa.Karena tidak ada terapi yang spesifik, hanya tin
dicapadakan-tindakan penunjang saja yang dilakukan, kecuali jika
ada infeksi sekunder.
9. Konjungtivitis Rickettsia

32
Semua rickettsia yang dianggap patogen untuk manusia,
dapat menyerang konjungtiva, dan konjungtiva mungkinmenjadi
pintu masuknya.
Demam Q disertai dengan hiperemia konjungtivahebat.
Pengobatan dengan tetracycline atau chloramphenicol sistemik
akan menyembuhkan
Demam Marseilles (demam boutonneuse) sering
kalidisertai konjungtivitis ulseratif atau granulomatosa dan KGB
preaurikular yang tampak jelas.
Tifus endemik (murine), scrub typhus,Rocky
MountainSpotted fever, dan tifus endemik berkaitan dengan tanda-
tanda konjungtiva yang umumnya ringan dan bervariasi
Konjungtivitis Jamur

1. Konjungtivitis Candida
Konjungtivitis jamur paling sering disebabkan oleh
Candida albicans dan merupakan infeksi yang jarang terjadi.
Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak putih dan dapat timbul
pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan sistem imun yang
terganggu. Kerokan menunjukan reaksi radang polimorfonuklear,
organismenya mudah tumbuh pada media agar darah atau
Saboroaud, dan mudah ditetapkan sebagai ragi yang berkuncup.
Infeksi ini berespon terhadap Amphotericin B (3-8 mg) dalam
larutan air atau terhadap pemakaian nystatin kulita (10.000
unit/gram) 4-6x/hari. Obat ini harus diberikan secara hati-hati agar
bisa masuk pasti dalam saccus konjungtiva dan tidak hanya
menumpuk di palpebra.

2. Konjuntivitis Jamur Lain


Sporothrix Schenckii jarang mengenai kojungtiva atau
palpebra. Jamur ini menimbulkan penyakit granulomatosa yang
disertai nodus preaurikuler jelas. Pemeriksaan laboratorik dari

33
biopsi granuloma menampakkan coni (spora) berbentuk cerutu
gram positif.
Rhinosporidium Seeberi kadang mengenai konjungtiva,
saccus lakrimal,palpebra, kanalikuli dan sklera. Lesi khasi berupa
granuloma dengan spherula besar terbungkus yang mengandung
Myria endospora. Pengobatan dengan eksisi sederhana dan
kauterisasi pada dasarnya.
Coccidioides Immitis kadang menimbulkan konjungtivitis
granulomatosa yang disertai nodus preaurikuler nyata (sindroma
okulogranduler) ini bukan penyakin primer namun manifestasi dari
infeksi metastatik infeksi paru primer (demam San Joaquin Valey).
Konjungtivitis Parasit

1. Infeksi Thelazia californiensis


Habitat alami cacing gilig ini adalah pada mata anjing,
tetapi cacing ini juga bisa menginfeksi mata kucing, domba,
beruang hitam, kuda, dan rusa.Infeksi aksidental padasaccus
conjunctivalis manusia pernah juga terjadi.Penyakit ini dapat
disembuhkan secara efektif dengan menyingkirkan cacing dari
saccus conjunctivalis denganforceps atau aplikator berujung-kain.

2. Infeksi Loa loa


L loa adalah cacing mata di Afrika.Cacing ini hidup di
jaringan ikat manusia dan kera; kera tampaknya
merupakanreservoarnya.Parasit ini ditularkan oleh gigitan lalat
kudaatau lalat mangga.Cacing dewasa kemudian bermigrasi
kepalpebra, konjungtiva, atau orbita.Pada 60-80% infeksi L loa,
terdapat eosinofilia, tetapidiagnosis ditegakkan dengan menemukan
cacing ataudengan menemukan mikrofilaria dalam darah yang
diperiksa siang hari.Saat ini, obat pilihan untuk L loa adalah
diethylcarbamazine.

3. Infeksi Ascaris lumbricoides (Konjungtivitis"Butcher")

34
Ascaris dapat menimbulkan sejenis konjungtivitis
berat,meskipun jarang.Saat tukang jagal atau orang yang
melakukan pemeriksaan post-mortem memotong jaringanyang
mengandung Ascaris, cairan jaringan bagian organisme itu bisa
mengenai matanya.Kejadian ini bisa diikutioleh konjungtivitis
toksik yang nyeri dan berat, yang ditandai dengan kemosis hebat
dan edema palpebra.Pengobatannya berupa irigasi cepat dan
menyeluruh padasaccus conjunctivalis.
4. Infeksi Trichinella spiralis
Parasit ini tidak menimbulkan konjungtivitis sejati,
tetapidalam perjalanan penyebarannya mungkin terdapatedema
palpebra superior dan inferior, dan lebih dari50% pasien
menunjukkan kemosis-suatu pembengkakankuning-lemon pucat
yang paling jelas pada otot rektus lateral dan medial dan berkurang
ke arah limbus. Kemosis ini dapat bertahan satu minggu atau lebih,
dan sering terasa nyeri saat mata digerakkan.
5. Infeksi Schistosoma haematobium
Skistosomiasis (bilharziasis) endemik di Mesir,
khususnyadi daerah yang memperoleh air dari sungai
Nil.Timbullesi konjungtiva granulomatosa berupa tumor-tumor
kecil, lunak, kuning-kemerahan, terutama pada pria.Gejalanya
minimal.
Diagnosis tergantung pada pemeriksaanmateri-biopsi, yang
menunjukkan granuloma berisi limfosit, sel plasma, sel raksasa,
dan eosinofil yangmengelilingi ovum bilharzia pada berbagai tahap
disintegrasi.
Pengobatannya terdiri atas eksisi granuloma konjungtiva
dan terapi sistemik dengan antimonial seperti niri

6. Infeksi Taenia solium


Parasit ini jarang menimbulkankonjungtivitis, tetapi
lebihsering menyerang retina, koroid, atau vitreus, dan

35
menimbulkan sistiserkosis mata.Umumnya, konjungtiva yang
njungtiva dalam terkena menampilkan suatu kista subkobentuk
pembengkakan hemisferik setempat, biasanya disudut dalam
forniks inferior, yang melekat pada skleradi bawahnya dan nyeri
tekan.Konjungtiva dan palpebra mungkin meradang dan terdapat
edema.
Diagnosis didasarkan atas uji fiksasi komplemen atauuji
presipitasi atau temuan organisme dalam saluran cerna.Pengobatan
terbaik adalah eksisi lesi.Keadaan intestinalnya dapat diobati
dengan niclosamide.

7. Infeksi Pthirus pubis (Infeksi Kutu Pubis)


P pubis dapat mengenai bulu mata dan tepian
palpebra.Karena ukurannya, kutu pubis agaknya
memerlukanrambut yang tersebar berjauhan.Inilah sebabnya
mengapa paraasit ini lebih menyukai bulu mata yang
tersebarberjauhan selain rambut pubis.Parasit ini agaknya
melepaskan bahan mengiritasi (mungkin feses), yang menimbulkan
konjungtivitis folikular toksik pada anak-anak dan konjungtivitis
papilar yang mengiritasi pada orang ringan dewasa.Tepian palpebra
umumnya merah, dan pasienmungkin mengeluh sangat gatal.
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan organisme
"tenggelam" dewasa atau sengkenit berbentuk-oval yang melekat
pada bulu mata.
Lindane (Kwell) 1 % atau RID (pyrethrin) yang diberikan
pada daerah pubis dan bulu mata setelah mengangkat sengkenit,
biasanya dapat menyembuhkan. Pemberian lindane atau RID pada
tepian palpebra harus sangat hati-hati agar jaringan berkontak
dengan mata. Setiap salep yyang diberikan pada tepian palpebra
cenderung menekan organisme dewasa.Keluarga dan orang-orang
dekat pasien harus diperiksan dan diobati.Semua pakaian dan
perlengkapan harus dicuci.

36
8. Oftalmyasis
Myasis adalah infeksi oleh larva lalat.Banyak spesies lalat
yang dapat menimbulkan myasis.Jaringan mata mungkin cedera
akibat transmisi mekanik organisme penyebab penyakit atau oleh
aktivitas parasit larva dalam jaringan mata.Larva sanggup
memasuki jaringan nekrotik maupun sehat.Banyak yang terinfeksi
karena kontaminasi pada luka luar atau kulit.Bayi dan anak-anak
kecil, pecandu alkohol dan pasien lemah yang tak terurus adalah
sasaran umum infeksi lalat penyebab myasis.
Larva ini dapat mempengaruhi permukaan mata, jaringan
intraokuler atau jaringan orbita yang lebih dalam.
Terkenanya permukaan mata dapat disebabkan oleh Musca
domestica(lalat rumah), Fannia (lalat jamban), dan Oestrus ovis
(lalat domba). Lalat-lalat ini meletakkan telurnya di tepian palpebra
inferior atau kantus internus dan larva ini menetap di permukaan
mata, menimbukan iritasi, nyeri, hiperemi konjungtiva.
Pengobatan myasis permukaan mata adalah dengan
menyingkirkan larva secara mekanik setelah anastesi topikal.

Konjungtivitis Imunologik (Alergik)

Reaksi Hipersensitivitas Humoral Langsung

A. Konjungtivitis Demam Jerami (Hay Fever)


 Tanda dan gejala
Radang konjungtivitis non-spesifik ringan umumnya
menyertai demam jerami (rhinitis alergika). Bianya ada
riwayat alergi terhadap tepung sari, rumput, bulu hewan,
dan lainnya. Pasien mengeluh tentang gatal-gatal, berair
mata, mata merah, dan sering mengatakan bahwa matanya
seakan-akan “tenggelam dalam jaringan sekitarnya”.
Terdapat sedikit penambahan pembuluh pada palpebra dan
konjungtiva bulbi, dan selama serangan akut sering terdapat

37
kemosis berat (yang menjadi sebab “tenggelamnya” tadi).
Mungkin terdapat sedikit tahi mata, khususnya jika pasien
telah mengucek matanya.
 Laboratorium
Sulit ditemukan eosinofil dalam kerokan konjungtiva
 Terapi
Meneteskan vasokonstriktor local pada tahap akut
(epineprin, larutan 1:1000 yang diberikan secara topical,
akan menghilangkan kemosis dan gejalanya dalam 30
menit). Kompres dingin membantu mengatasi gatal-gatal
dan antihistamin hanya sedikit manfaatnya. Respon
langsung terhadap pengobatan cukup baik, namun sering
kambuh kecuali anti-gennya dapat dihilangkan.
B. Konjungtivitis Vernalis
suatu inflamasi mata bagian luar yang bersifat musiman dan
dianggap sebagai suatu alergi.
Konjungtiva banyak sekali mengandung sel dari sistem
kekebalan (mast sel) yang melepaskan senyawa kimia
(mediator) dalam merespon terhadap berbagai rangsangan
(seperti serbuk sari atau debu tungau). Mediator ini
menyebabkan radang pada mata, yang mungkin sebentar atau
bertahan lama. Sekitar 20% dari orang memiliki tingkat mata
merah alergi.
- Diagnosis
 Ditemukan adanya tanda-tanda radang konjungtiva
 Ditemukan adanya giant papil pada konjungtiva
palpebra superior
 Ditemukan adanya tantras dot pada limbus kornea
 Kadang disertai shield ulcer
 Bersifat kumat-kumatan
Gejal danTanda :
 Mata merah (biasanya rekuren)

38
 Kadang disertai rasa gatal yang hebat
 Adanya riwayat alergi
 Adanya hipertrofi papil difus pada konjungtiva tersal
terutama superior
 Adanya penebalan limbus dengan tantras dot
 Discharge mukoid dan menjadi mukopurulen apabila
terdapat infeksi sekunder
- Terapi
Kasus ringan : terapi edukasi (menghindari allergen,
kompres dingin, ruangan sejuk, lubrikasi, salep mata),
pemberian antihistamin (topical levokabastin, emestadine),
vasokonstriktor (phenileprine, tetrahidrolozine), mast cell
stabilizer (cromolin sodium 4% alomide)
Kasus sedang-berat : mast cell stabilizer (cromolin sodium
4% alomide), antiinflamasi steroid topika (ketorolac 0,5%),
kortikosteroid topical atau agen modulator siklosporin. Pada
pasien denga sheld ulcer bias diberikan sikloplegik yang
agresif (atropine 1%, homatropin 5%, atau skopolamin
0,25%) dan antibiotic topikal dapat diberikan antihistamin
sistemik.

C. Konjungtivitis Atopik
 Tanda dan gejala
Sensasi terbakar, bertahi mata berlendir, merah, dan
fotofobia. Tepian palpebra eritemosa, dan konjungtiva tampak
putih seperti susu. Terdapat papilla halus, namun papilla
raksasa tidak berkembang seperti pada keratokonjungtivitis
vernal, dan lebih sering terdapat di tarsus inferior. Berbeda
dengan papilla raksasa pada keratokonjungtivitis vernal, yang
terdapat di tarsus superior. Tanda-tanda kornea yang berat
muncul pada perjalanan lanjut penyakit setelah eksaserbasi
konjungtivitis terjadi berulangkali. Timbul keratitis perifer
superficial yang diikuti dengan vaskularisasi. Pada kasus berat,

39
seluruh kornea tampak kabur dan bervaskularisasi, dan
ketajaman penglihatan.

Biasanya ada riwayat alergi (demam jerami, asma, atau


eczema) pada pasien atau keluarganya. Kebanyakan pasien
pernah menderita dermatitis atopic sejak bayi. Parut pada
lipatan-lipatan fleksura lipat siku dan pergelangan tangan dan
lutut sering ditemukan. Seperti dermatitisnya,
keratokonjungtivitis atopic berlangsung berlarut-larut dan
sering mengalami eksaserbasi dan remisi. Seperti
keratokonjungtivitis vernal, penyakit ini cenderung kurang
aktif bila pasien telah berusia 50 tahun. 3,4

 Laboratorium

Kerokan konjungtiva menampakkan eosinofil, meski


tidak sebanyak yang terlihat sebanyak pada
keratokonjungtivitis vernal.

 Terapi

Atihistamin oral termasuk terfenadine (60-120 mg 2x


sehari), astemizole (10 mg empat kali sehari), atau
hydroxyzine (50 mg waktu tidur, dinaikkan sampai 200 mg)
ternyata bermanfaat. Obat-obat antiradang non-steroid yang
lebih baru, seperti ketorolac dan iodoxamid, ternyata dapat
mengatasi gejala pada pasien-pasien ini. Pada kasus berat,
plasmaferesis merupakan terapi tambahan. Pada kasus lanjut
dengan komplikasi kornea berat, mungkin diperlukan
transplantasi kornea untuk mengembalikan ketajaman
penglihatannya.

Reaksi Hipersensitivitas Tipe Lambat

40
A. Phlyctenulosis
 Definisi
Keratokonjungtivitis phlcytenularis adalah respon
hipersensitivitas lambat terhadap protein mikroba, termasuk
protein dari basil tuberkel, Staphylococcus spp, Candida
albicans, Coccidioides immitis, Haemophilus aegyptus, dan
Chlamydia trachomatis serotype L1, L2, dan L3.
 Tanda dan Gejala
Phlyctenule konjungtiva mulai berupa lesi kecil yang
keras, merah, menimbul, dan dikelilingi zona hyperemia. Di
limbus sering berbentuk segitiga, dengan apeks mengarah ke
kornea. Di sini terbentuk pusat putih kelabu, yang segera
menjadi ulkus dan mereda dalam 10-12 hari. Phlyctenule
pertama pada pasien dan pada kebanyakan kasus kambuh
terjadi di limbus, namun ada juga yang di kornea, bulbus, dan
sangat jarang di tarsus.
Phlyctenule konjungtiva biasanya hanya menimbulkan
iritasi dan air mata, namun phlyctenule kornea dan limbus
umumnya disertai fotofobia hebat. Phlyctenulosis sering dipicu
oleh blefaritis aktif, konjungtivitis bacterial akut, dan defisiensi
diet.
 Terapi
Phlyctenulosis yang diinduksi oleh tuberkuloprotein dan
protein dari infeksi sistemik lain berespon secara dramatis
terhadap kortikosteroid topical. Terjadi reduksi sebagian besar
gejala dalam 24 jam dan lesi hilang dalam 24 jam berikutnya.
Antibiotika topical hendaknya ditambahkan untuk
blefarikonjungtivitis stafilokokus aktif. Pengobatan hendaknya
ditujukan terhadap penyakit penyebab, dan steroid bila efektif,
hendaknya hanya dipakai untuk mengatasi gejala akut dan

41
parut kornea yang menetap. Parut kornea berat mungkin
memerlukan tranplantasi. 1

Konjungtivitis Akibat Penyakit Autoimun:

Keratokonjungtivitis Sicca
Berkaitan dgn. Sindrom Sjorgen (trias: keratokonj. sika, xerostomia,
artritis).
 Gejala:
- khas: hiperemia konjungtivitis bulbi dan gejala iritasi yang tidak
sebanding dengan tanda-tanda radang.
- Dimulai dengan konjungtivitis kataralis
- Pada pagi hari tidak ada atau hampir tidak ada rasa sakit, tetapi
menjelang siang atau malam hari rasa sakit semakin hebat.
- Lapisan air mata berkurang (uji Schirmer: abnormal)
- Pewarnaan Rose bengal Ù uji diagnostik.
 Pengobatan:
- air mata buatan Ù vitamin A topikal
- obliterasi pungta lakrimal.

Konjungtivitis Pekerjaan oleh Bahan Kimia dan Iritans

Asam, alkali, asap, angin, dan hamper setiap substansi iritan


yangmasuk ke saccus conjungtiva dapat menimbulkan konjungtivitis.
Beberapa iritan umum adalah pupuk, sabun, deodorant, spray rambut,
tembakau, bahan-bahan make-up, dan berbagai asam dan alkali. Di daerah
tertentu,asbut (campuran asap dan kabut) menjadi penyebab utama
konjungtivitis kimia ringan. Iritan spesifik dalam asbut belum dapat
ditetapkan secara positif, dan pengobatannya non-spesifik. Tidak ada efek
pada mata yang permanen, namun mata yang terkena seringkali merah dan
terasa mengganggu secara menahun.

Pada luka karena asam, asam itu mengubah sifat protein jaringan dan
efek langsung. Alkali tidak mengubah sifat protein dan cenderung cepat

42
menyusup kedalam jaringan dan menetap di dalam jaringan konjungtiva.
Disini mereka terus menerus merusak selama berjam-jam atau berhari-hari
lamanya, tergantung konsentrasi molar alkali tersebut dan jumlah yang
masuk. Perlekatan antara konjungtiva bulbi dan palpebra dan leokoma kornea
lebih besar kemungkinan terjadi jika agen penyebabnya adalah alkali. Pada
kejadian manapun, gejala utama luka bahan kimia adalah sakit, pelebaran
pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme. Riwayat kejadian pemicu
biasanya dapat diungkapkan.

Pembilasan segera dan menyeluruh saccus conjungtivae dengan air


atau larutan garam sangat penting, dan setiap materi padat harus disingkirkan
secara mekanik. Jangan memakai antidotum kimiawi. Tindakan simtomatik
umum adalah kompres dingin selama 20 menit setiap jam, teteskan atropine
1% dua kali sehari, dan beri analgetika sistemik bila perlu. Konjungtivitis
bacterial dapat diobati dengan agen antibakteri yang cocok. Parut kornea
mungkin memerlukan transplantasi kornea, dan symblepharon mungkin
memerlukan bedah plastic terhadap konjungtiva. Luka bakar berat pada
kojungtiva dan kornea prognosisnya buruk meskipun dibedah. Namun jika
pengobatan memadai dimulai segera, parut yang terbentuk akan minim dan
prognosisnya lebih baik.

Konjungtivitis Iatrogenik Pemberian Obat Topikal

Konjungtivitis folikular toksik atau konjungtivitis non-spesifik


infiltrate, yang diikuti pembentukan parut, sering kali terjadi akibat
pemberian lama dipivefrin, miotika, idoxuridine, neomycin, dan obat-obat
lain yang disiapkan dalam bahanpengawet atau vehikel toksik atau yang
menimbulakan iritasi. Perak nitrat yang diteteskan ke dalam saccus
conjingtiva saat lahir sering menjadi penyebab konjungtivitis kimia ringan.
Jika produksi air mata berkurang akibat iritasi yang kontinyu, konjungtiva
kemudian akan cedera karena tidak ada pengenceran terhadap agen yang
merusak saat diteteskan kedalam saccus conjungtivae.

43
Kerokan konjungtiva sering mengandung sel-sel epitel berkeratin,
beberapa neutrofil polimorfonuklear, dan sesekali ada sel berbentuk aneh.
Pengobatan terdiri atas menghentikan agen penyebab dan memakai tetesan
yang lembut atau lunak, atau sama sekali tanpa tetesan. Sering reaksi
konjungtiva menetap sampai berminggu-minggu atau berbulan-bulan
lamanya setelah penyebabnya dihilangkan.

44
BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Nama : Ny. Suryaningsih
Umur : 58 tahun
Alamat : Sidoarjo
Agama : Islam
Suku Bangsa : Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Tanggal Pemeriksaan :29 Februari 2018

II. ANAMNESA
a. Keluhan Utama : kedua mata merah sejak 3 hari disertai muncul
plentingan yang nyeri diskitar wajah
b. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke Poli Mata RSUD Sidoarjo dengan keluhan mata
kiri merah sejak 3 hari yang lalu disertai dengan rasa perih,
mengganjal, banyak mengeluarkan air mata. Mengeluarkan kotoran
kotoran tidak lengket, pada pagi hari terdapat kotoran tetapi tidak
terlalu banyak. Sebelum mata merah diaali panas badan nyeri dan
pusing lalu muncul plentingan disusul dengan mata kiri merah.
c. Riwayat Penyakit Dahulu:
- Diabetes Melitus (-)
- Hipertensi (-)
- Cacar air (-)
d. Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada keluarga yang menderita sakit seperti ini.
e. Riwayat Pengobatan:

45
(-)

III. PEMERIKSAAN FISIK


3.1 Status Generalis
Keadaan Umum : Cukup
Kesadaran : Compos mentis
Tensi : 120/80 mmHg
Nadi : 88x/menit
3.2 Status Lokalis
Pemeriksaan Mata Kanan Mata Kiri
Visus 5/30 5/8.5
Pinhole Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Kedudukan bola mata Normal Normal
Palpebra superior Dalam batas normal Dalam batas normal
Palperbra inferior Dalam batas normal Dalam batas normal
Konjungtiva tarsus superior Hiperemi (+) Hiperemi (+)
Hipertrofi papiler (-) Hipertrofi papiler (-)
Folikel (-) Folikel (+)
Secret (-) Secret (+)
Konjungtiva tarsus inferior Hiperemi (-) Hiperemi (+)
Hipertrofi papiler (-) Hipertrofi papiler (-)
Secret (-) Secret (+)
Konjungtiva Bulbi Phlycten (-) Phlycten (+)
Secret (-) Secret (+)
CVI (-) CVI (+)
PCVI (-) PCVI (-)
Pterigium (-) Pterigium (+)
Kornea Jernih (+) Jernih (+)
Iris Iris shadow (-) Iris shadow (-)
Pupil Reflek cahaya (+) Reflek cahaya (+)
Sinekia posterior (-) Sinekia posterior (-)
Lensa Keruh (-) Keruh (-)

46
Fundus refleks (+) Fundus refleks (+)
Tes Fluoresence Negatif Negatif

IV. RESUME
Pasien datang ke Poli Mata RSUD Sidoarjo dengan keluhan mata
kanan dan kiri merah sejak 6 hari yang lalu disertai dengan rasa
perih, mengganjal, banyak mengeluarkan air mata, mengeluarkan
kotoran dan lengket kelopak terutama di pagi hari, kadang terasa
gatal, dan penglihatan tidak kabur, tidak merasa cekot-cekot dan
tidak dirasa silau ketika melihat cahaya.
Status lokalis:
Pemeriksaan Mata Kanan Mata Kiri
Konjungtiva tarsus superior Hiperemi (-) Hiperemi (+)
Hipertrofi papiler (-) Hipertrofi papiler (+)
Folikel (-) Folikel (+)
Secret (-) Secret (+)
Konjungtiva tarsus inferior Hiperemi (-) Hiperemi (+)
Hipertrofi papiler (-) Hipertrofi papiler (+)
Secret (-) Secret (+)
Konjungtiva Bulbi Phlycten (-) Phlycten (-)
Secret (-) Secret (+)
CVI (+) CVI (+)
PCVI (-) PCVI (-)
Pterigium (-) Pterigium (+)
Kornea Jernih (+) Jernih (+)
Iris Iris shadow (-) Iris shadow (-)
Pupil Reflek cahaya (+) Reflek cahaya (+)
Sinekia posterior (-) Sinekia posterior (-)
Lensa Keruh (-) Keruh (-)
Fundus refleks (+) Fundus refleks (+)
Tes Fluoresence Negatif Negatif

47
V. DIAGNOSA
OS. Konjungtiva herpes zooster + OS. Pterigium + Herpes zoozter
opthalmikus

VI. PENATALAKSANAAN
Terapi:
 Acylovir 5x800mg
Edukasi:
1. Mengenai penyakitnya
2. Tidak boleh memakai alat kebutuhan sehari-hari yang tidak bersih
seperti handuk
3. Memakai air bersih untuk mandi ataupun membasuh muka
4. Tidak boleh memanipulasi mata (mengucek)

Monitoring:
1. Kontrol pada hari ke 7 setelah pengobataan.
2. Evaluasi keluhan pasien saat kunjungan ke dua.
3. Evaluasi evektifitas terapi sebelumnya pada kunjungan ke dua.

48
DAFTAR PUSTAKA

Paul. P. Whitcher, John. 2014.Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum.


Jakarta:PENERBIT BUKU KEDOKTERAN EGC

49

Anda mungkin juga menyukai