Anda di halaman 1dari 20

BAB I Di zaman modern ini, istilah yang diterima secara internasional adalah tumor phyllodes

PENDAHULUAN dengan kualifikasi tambahan berdasarkan penilaian ahli patologi untuk gambaran mikroskopis

dan sifat biologisnya. Hal tersebut menghasilkan spektrum penyakit yang berkisar dari jinak

1. Pendahuluan (dengan resiko kekambuhan yang signifikan) ke arah yang ganas. Terkadang terdapat metastasis

yang berkembang pesat. Etiologi tumor phyllodes masih belum jelas apakah dari fibroadenoma
Tumor phyllodes adalah neoplasma fibroepitelial yang jarang ditemukan. Insidennya hanya yang sudah ada sebelumnya atau de novo. 1-3
sekitar 0,3-0,9% dari seluruh tumor payudara, sedangkan frekuensi lesi maligna bervariasi sekitar

5-30%. Tumor ini pertama kali digambarkan sebagai giant fibroadenoma pada awal tahun 1774. Tumor phyllodes merupakan neoplasma bifasik yang terdiri dari elemen epitel dan elemen

Tumor phyllodes dikemukakan pertama kali oleh Johannes Muller yang mendeskripsikan stroma jaringan ikat. Secara klinis, tumor phyllodes sulit dibedakan dengan fibroadenoma,

tampilan fisik tumor phyllodes dengan nama cystosarcoma phyllodes pada tahun 1838, untuk namun dapat dibedakan secara histopatologi yaitu tumor phyllodes memiliki selularitas stromal

menunjukkan tumor yang makroskopik menyerupai daging dengan gambaran leaflike pada yang tinggi dan pertumbuhan yang cepat.

potongan melintang; juga disebut giant fibroadenoma, cellular intracanalicular fibroadenoma

dan beberapa nama lain. Kata “cysto” menggambarkan lesi berisi kista mikroskopik,walaupun

hal ini tidak selalu ada. Penyebutan sarcoma juga dianggap kurang tepat, karena phyllodes tidak

selalu bersifat ganas. Saat ini penamaan yang dipakai adalah menurut WHO (1982) yaitu tumor

phyllodes. Tumor phyllodes merupakan tumor payudara yang khas dan langka.

Tumor ini awalnya diyakini tidak berbahaya. Muller menekankan perbedaan tumor

phyllodes dari kanker payudara dan memilih istilah sarkoma untuk tumor ini. Hal ini bukan untuk

menunjukkan subkelompok ganas, tetapi untuk menggambarkan tampilan massa tumor yang

terdiri atas bagian yang padat dan kistik. Istilah sarkoma sebenarnya kurang tepat untuk menamai

tumor phyllodes. Barulah pada tahun 1931, di Rumah Sakit Memorial di New York, kasus tumor

phyllodes yang bermetastasis ditemukan untuk pertama kali.

1
BAB II

ISI

II.1. Mammae

II.1.1. Anatomi Mammae

Payudara merupakan modifikasi dari kelenjar kulit, berlokasi di anterior dan sebagian aspek

lateral dari dinding thoraks. Payudara meluas ke arah superior sampai pada costae II bahkan pada

beberapa perempuan mencapai ruang intercostal II, sedangkan batas inferior berupa inframammary

fold yang terletak pada ruang intercostal VI atau VII serta kartilago costae VI. Batas medial berupa

margin lateral dari os sternum dan batas lateral terletak pada linea mid-axilaris / linea axilaris media.6

Di sebelah profunda mammae terdapat fascia pectoralis, oleh karena itu mammae mudah

digerakkan, bahkan letak mammae biasa mencapai m. Serratus anterior, m. Obliquus externus

abdominis dan m. Rectus abdominis.7

Bentuk mammae tidak spheris, tetapi lebih menyerupai teardrop, dengan ekstensi jaringan

mammae ke arah axila yang dikenal dengan sebutan the tail of Spence. Hal ini merupakan deskripsi

klasik yang berlaku pada mayoritas perempuan, tetapi jaringan mammae dapat meluas melebihi

deskripsi tersebut. Jaringan duktal dapat meluas sampai setinggi clavicula, dibawah inframammary Gambar 1. Anatomi mammae dan Tail of Spence 6

fold, ke dalam axila dan melewati batas dari muskulus latisimus dorsi.6,8
Rata-rata, mammae berukuran diameter 10-12 sentimeter dengan ketebalan pada titik

tengahnya 5 sampai 7 sentimeter.. Volume mammae berkisar antara 21 sampai 2000 ml, dengan rata-

rata 400 ml. Volum tersebut berfluktuatif dipengaruhi siklus menstruasi. Mammae lebih berbentuk

cone pada perempuan nulipara dan lebih pendulous pada perempuan yang telah memiliki anak.6

2
Kontur dan volum mammae bervariasi antar individu, dan dapat berbeda pula antara Natural lines dari tegangan kulit yang dikenal luas dengan sebutan garis Langer, meluas

mammae kiri dan kanan pada individu. Lebih dari setengah populasi perempuan memiliki volum sirkumferensial ke arah luar dari kompleks nipple-areola. Garis Langer memiliki peran klinik yang

mammae yang lebih besar 10% pada salah satu mammaenya, dan lebih dari seperempat populasi signifikan bagi ahli bedah, dalam menentukan di mana lokasi insisi untuk dilakukannya biopsi pada

memiliki perbedaan volum lebih dari 20%. Perbedaan ini biasa tidak disadari oleh kebanyakan lesi payudara.8

perempuan.6

Papilla mammae/puting payudara/nipple adalah tonjolan berbentuk silindris atau ujung

kerucut yang terletak di sebelah caudal pertengahan mammae. Pada tempat tersebut terdapat muara

dari duktus laktiferus (15-20 buah), yaitu saluran keluar dari glandula mammae. Nipple berwarna agak

gelap, permukaannya tidak halus cenderung kasar dan meluas mencapai ukuran diameter berkisar

antara 16 sampai 60 mm, membentuk areola mammae.7

Kompleks nipple-areolar secara tipikal berlokasi di atas ruang intercostal IV (pada tipe

mammae non-pendolous). Baik nipple maupun areola terdiri dari sel epitel squamous berlapis

berkeratin dengan deposit melanin pada lapisan basalnya. Di dalam nipple terdapat saraf-saraf

sensorik, termasuk Ruffini-like bodies dan Krause. Di dalam dermis tersusun secara radial serat-serat

otot polos yang akan berkontraksi dengan adanya stimulus, mengeraskan dan mengelevasi puting. Pada

areola mammae terdapat kelenjar Montgomery yang membentuk tonjolan-tonjolan kecil. Kelenjar

tersebut memproduksi sekret yang melicinkan dan melindungi nipple sewaktu laktasi. Pada daerah

perifer dari areola terdapat tuberkel Morgagni. Kelenjar ini menghubungkan antara kelenjar keringat

dan kelenjar mammae dan dapat memproduksi asi. Selain itu areola juga memiliki folikel rambut,

kelenjar sebasea dan kelenjar keringat.6

Gambar 2. Garis Langer pada mammae perempuan dewasa 8


Mammae terdiri dari 3 struktur utama, yaitu kulit, jaringan subkutan, dan jaringan mammae

fibroglandular. Kulit yang melapisi mammae biasanya tipis dan mengandung folikel rambut, kelenjar

sebasea, dan kelenjar keringat ekrin.6

3
Di bawah kulit terdapat lemak subkutan, dimana berkontribusi pada ukuran dari mammae

dan berfluktuatif tergantung lemak total pada tubuh. Di bawah struktur ini terdapat fascia pektoralis.

Kelenjar-kelenjar pada mammae terletak di dalam fascia superfisial, dengan lapisan anterior di antara

kulit dan kelenjar mammae serta lapisan posterior diantara kelenjar dan fascia otot pektoralis mayor.

Penghubung kedua lapisan fascia ini merupakan fibrous band (ligamentum suspensorium Cooper).

Ligamentum Cooper membantu memberikan bentuk pada mammae dan sebagai tempat menempelnya

kelenjar pada kulit. Ligamentum ini biasanya tebal pada bagian tepi bawah, di mana struktur tersebut

berfungsi mempertahankan inframammary fold.6

Di antara lapisan posterior dari fascia pektoralis superfisial dan fascia muskulus pektoralis

mayor terdapat celah yang dikenal dengan retromammary space atau retromammary bursa.6

Jaringan fibroglandular, atau parenkim mammae merupakan kumpulan sistem duktal yang

terdiri dari lobus-lobus yang berisi kelenjar asini.8 Sistem ini terbagi menjadi 15 sampai 20 segmen

yang konvergen pada nipple dan tersusun secara radial.6


Gambar 3. Sistem duktal mammae yang konvergen tersusun secara radial 6

Segmen-segmen ini tidak terdistribusi merata pada mammae. Kuadran superior bagian

lateral, cenderung mengandung lebih banyak jaringan glandular dibandingkan bagian lainnya. Setiap

segmen terdiri dari lobus yang tersusun oleh 20 sampai 40 lobulus, masing-masing berisi 10 sampai

100 alveoli.6

Setiap lobus memiliki duktus intralobular dan extralobular yang akan berhubungan dengan

duktus terminal dan akan berlanjut menjadi duktus segmental kemudian menjadi duktus kolektivus. 8

Duktus sebesar 2 mm dari masing-masing segmen nantinya akan terhubung dengan sinus laktiferus

4
subareolar berdiameter 5 sampai 8 mm. Selanjutnya, kumpulan 10 duktus kolektivus major akan II.1.1.1. Vaskularisasi Mammae

bermuara ke nipple. Unit lobular-duktus merupakan unit biologi aktif dari mammae.6 Aliran darah pada mammae mayoritas berasal dari arteri Mammaria Interna (arteri

Thoracica Interna) dan arteri Thorakalis Lateralis yang keduanya berasal dari arteri Axilaris yang

memasuki daerah mammae dari aspek superomedial dan superolateral yang saling beranastomosis pada

ujungnya. Arteri Mammaria Interna selanjutnya akan mempercabangkan arteri Intercostalis Posterior

dan cabang dari arteri tersebut akan berpenetrasi ke permukaan dalam mammae.8,9,10

Gambar 4. Sistem duktal-lobular mammae 8

5
II.1.1.2. Persarafan Mammae dan Dinding Thoraks

Sebagian dari nervus Thoracicus memberikan sensasi kutaneus ke mammae melalui cabang

perforantes anteroir dan lateral. Bagian paling sensitif dari mammae adalah nipple yang diinervasi oleh

cabang dari nervus Thoracicus IV.6

Muskulus Pektoralis Major diinervasi oleh nervus Pektoralis (Thoracica Anterior) Medial

dan Lateral yang berasal dari cord medial dan lateral plexus Brachialis. Nervus Pektoralis Lateral

menginervasi bagian medial dari muskulus Pektoralis. Nervus ini berjalan dari bagian pertama vena

Axilaris, medial dari muskulus Pektoralis Minor kemudian bercabang ke dalam muskulus Pektoralis

Mayor menembus fascia Clavipektoralis. Muskulus Pektoralis Mayor sebagian besar diinervasi oleh

nervus Pektoralis Lateral termasuk di dalamnya origo muskulus Pektoralis Mayor pars Clavicular dan

Sternal.6

Nervus Pektoralis Medial menginervasi bagian lateral muskulus Pektoralis Mayor, sepertiga

bawah dan insersi Costo-abdominal dari muskulus Pektoralis Mayor. Dengan memahami perjalanan

persarafan ini memungkinkan untuk melakukan tindakan diseksi nodus limfatik axila tanpa

mengorbankan persarafannya. Jika salah satu saraf ini terpotong atau cedera, maka otot yang

dipersarafinya akan mengalami flasid dan atrofi.6

Nervus Thoracicus Longus (External Respiratory Nerve of Bell) menginervasi muskulus

Serratus Anterior. Nervus ini berasal dari Nervus Cervicalis V, VI, dan VII, berjalan bersama arteri dan

vena Axilaris, bercabang pada setiap segmen dari muskulus Serratus Anterior. Ketika melakukan

diseksi axila, nervus ini dapat terlihat melekat pada fascia Serratus Anterior. Jika nervus ini cedera,

pasien akan mengalami ketidakmampuan untuk mengangkat lengan lebih tinggi dari bahunya dan
8
Gambar 5. Vaskularisasi arterial mammae
winged scapula.6

6
Cedera dari nervus ini akan menyebabkan lemahnya gerakan ekstensi, rotasi internal, dan adduksi dari

humerus.6

Salah satu nervus yang penting untuk dipreservasi saat pembedahan adalah nervus yang

mempersarafi muskulus Subscapularis. Nervus ini berjalan di antara Fossa Subscapular dan

Tuberkulum Minor Humerus. Nervus ini terlihat pada dinding posterior Axilla, dibawah Vena Axilaris

serta terletak pada permukaan superoanterior otot dan dapat cedera saat diseksi fascia dari otot sebelah

inferior ke arah vena Axilaris. Cedera dari nervus ini menyebabkan kelemahan pergerakan rotasi

medial dari lengan, selain itu fungsi dari otot Subscapularis sebagai stabilisator humerus di Fossa

Glenoid dan membantu pergerakan flexi, extensi, abduksi, dan adduksi lengan akan terganggu,

sehingga dapat menyebabkan morbiditas yang signifikan.6

Nervus Intercostobrakialis merupakan nervus sensorik yang berjalan melewati axila dan

menginervasi kulit axila dan bagian medial superior lengan. Nervus ini merupakan ramus posterior dari

cabang lateral perforantes intercostal kedua. Nervus ini berjalan dari ruang intercostal II, berjalan ke

anterior menuju ke arah Nervus Thoracicus Longus dan Thoracodorsalis. Nervus ini sering bercabang

lebih awal, sehingga terlihat seperti 2 nervus yang terpisah. Nervus ini selalu terekspos saat diseksi

axila dan biasanya ahli bedah cenderung memotong nervus ini, tetapi bukanlah hal yang mustahil

untuk mempreservasi nervus ini. Nervus ini menginervasi lengan atas, tetapi dapat meluas setinggi

siku, sehingga cedera nervus ini dapat menyebabkan rasa kesemutan atau parestesi pada area tersebut.6
6
Gambar 6. Topografi persarafan mammae, axila, dan dinding thoraks

II.1.1.3. Sistem Limfatik


Nervus Thoracodorsalis menginervasi muskulus Latisimus Dorsi. Nervus ini berasal dari

cord posterior plexus Brakialis, berjalan dibalik atau dibelakang vena Axilaris sepanjang dinding Sistem drainage limfatik mammae memiliki 2 saluran limfatik yaitu superfisial

Axilaris Posterior, melewati jaringan ikat dan lemak axila ke bagian atas muskulus Latisimus Dorsi. (subepithelial atau subdermal) dan profunda.6

7
Dari limfatik profunda, aliran limfatik bergerak secara sentrifugal menuju Nodus Limfatik

Axilaris dan Mammaria Interna. Kurang lebih 3% aliran limfatik dari mammae menuju ke aliran

Mammaria Interna, yang dapat berasal dari semua kuadran mammae, tidak hanya dari quadran bagian

medial. Nodus Mammaria Interna biasa terletak berdekatan dengan arteri dan vena Mammaria Interna

di ruang intercostal pada perbatasan sternal, di dalam otot intercostal dan jaringan lipid extrapleural.

Sebagian besar nodus terletak pada area parasternal bagian superior (ruang intercostal sepertiga atas),

jumlah nodus bervariasi, lokasi terendah dapat mencapai ruang intercostal V dan lokasi tertinggi pada

regio retroclavicular. Aliran limfatik lainnya, 97% menuju Nodus Limfatik Axilaris. 6

II.1.1.4. Anatomi Axila dan Nodus Limfatik Axila

Anatomi axila dan nodus limfatik axilaris sangat krusial bagi ahli bedah. Axila dapat di

analogikan sebagai pyramid dengan empat sisi yang terletak diantara lengan atas dan dada. 6

Gambar 7. Sistem drainage limfatik mammae 6

Pleksus pembuluh limfatik subepithelial terhubung ke seluruh permukaan tubuh. Pembuluh

ini tidak memiliki katup, menyebabkan aliran limfatik mengalir ke segala arah meskipun alirannya

sangat lambat. Pleksus subepithelial berhubungan dengan pembuluh limfatik subdermal melalui

limfatik vertikal. Pembuluh limfatik subdermal memiliki katup. Oleh karenanya aliran bersifat 1 arah

dari superfisial ke pleksus profunda. Pada mammae, pleksus subepitelial dan subdermal bertemu

dengan pleksus subareolar. Limfatik Duktus Laktiferus dan areola serta nipple juga mengalir ke

pleksus subareolar.6

8
Apeks dari piramid dilewati oleh pembuluh-pembuluh besar dan nervus dari extremitas

superior, terlindungi di dalam lapisan fascia, axillary sheath. Lapisan pembungkus tersebut terdiri dari

jaringan ikat yang meluas dari leher yang secara gradual menghilang ditempat di mana nervus dan

pembuluh darah tersebut mulai bercabang. Arteri dan vena axilaris berhubungan erat dengan plexus

brakhialis (medial, lateral, dan posterior).6

Axila terbungkus di dalam fascia. Fascia yang paling signifikan adalah fascia

Clavipektoralis. Fascia ini berasal dari clavicula dan meluas menuju dasar dari axila (axillary fascia)

yang melindungi muskulus Subclavius dan muskulus Pektoralis Minor. Bagian atas dari fascia

Clavipektoralis dikenal dengan membran Costocorakoid. Bagian bawah fascia ini biasa disebut dengan

ligamentum suspensorium axila atau fascia Corakoaxilaris. Kondensasi fascia Clavipektoralis yang

meluas dari medial clavicula menuju costa I dikenal dengan ligamentum Halsted. Ligamentum ini

membungkus arteri dan vena subclavia setinggi persilangannya di costa I dan merupakan landmark

yang penting saat melakukan diseksi nodus limfatik axilaris level III.6

Di dalam piramid, selain terdapat pembuluh-pembuluh darah besar dan nervus, terdapat
Gambar 8. Analogi piramid axila 6
pula nodus limfatik axilaris. Pembagian nodus limfatik axilaris sesuai lokasi anatominya dibagi
Dasar dari piramid tersebut adalah ketiak/axila, terdiri dari fascia axilaris dan kulit. Puncak dari menjadi beberapa level/tingkat berdasarkan hubungannya dengan muskulus Pektoralis Minor. Nodus
piramid merupakan apertura yang meluas ke dalam posterior triangle of the neck melalui kanalis limfatik level I terletak lateral dari muskulus Pektoralis Minor, nodus level II terletak di bawah
Cervicoaxilaris. Kanalis ini berhubungan langsung dengan clavicula di anterior, scapula di posterior muskulus Pektoralis Minor, dan Nodus level III terletak medial dari batas medial muskulus Pektoralis

dan costa I di sebelah medial. Hampir semua struktur yang menuju ke extremitas superior melewati Minor.6
kanalis ini. Dinding anteriornya merupakan muskulus Pektoralis Mayor dan Minor, Dinding
Terdapat pengelompokan kategori lainnya terhadap nodus limfatikus axila, kelompok/grup
posteriornya muskulus Subscapularis (dan sebagian muskulus Teres Major dan Latisimus Dorsi beserta
lateral atau grup vena axilaris, terdiri dari 4 sampai 6 nodus yang terletak medial atau posterior dari
tendonnya). Dinding medial berupa muskulus Serratus Anterior, dan dinding lateralnya merupakan

bagian humerus di antara insersi muskulus-muskulus di dinding anterior dan posterior.6 vena Axilaris. Nodus ini menerima aliran limfatik terutama dari extremitas superior.6

9
Grup anterior atau grup Mammaria Externa, terdiri dari 4 atau 5 nodus limfatik yang Nodus interpektoral atau nodus Rotter, terdiri dari 1 sampai 4 nodus di antara muskulus

terletak sepanjang batas bawah dari muskulus Pektoralis Minor yang berhubungan dengan pembuluh- Pektoralis Mayor dan minor serta mengalirkan aliran limfatiknya ke grip nodus sentral dan

pembuluh Thoracica Lateral. Nodus ini menerima aliran limfatik dari mammae.6 subclavicular.6

Grup posterior atau skapular, terdiri dari 6 atau 7 nodus yang terletak sepanjang dinding Dengan demikian nodus limfatik level I merupakan nodus-nodus yang terletak lateral atau

posterior axila pada batas lateral skapula. Nodus ini mayoritas menerima aliran limfatik dari leher di batas bawah muskulus Pektoralis Minor, termasuk grup limfatik mammaria externa, vena axilaris,

bagian belakang dan punggung.6 dan scapular. Nodus limfatik level II, berada di dalam muskulus pektoralis minor, termasuk di

dalamnya grup limfatik sentral dan sebagian subclavicular. Sebagian lainnya dari grup subclavicular

termasuk dalam Nodus limfatik level III, yang berada medial dari pektoralis minor. 6

Lokasi grup nodus limfatik axilaris dan arah alirannya sangat penting dalam penyebaran

metastasis dari carcinoma mammae. Secara tipikal, drainage limfatik bersifat unidirectional/aliran satu

arah menuju nodus limfatik regional, ketika sistem limfatik tersumbat/terobstruksi oleh neoplasma,

alirannya dapat kembali (reverse), menuju endolimfatik metastasis baik ke dermis atau ke parenkim

mammae. Oleh karena itu adanya metastasis pada nodus regional, yang menyumbat/obstruksi

pembuluh limfatik, akan meningkatkan kemungkinan metastasis parenkim (bermanifestasi pada

rekurensi malignancy mammae) dan metastasis dermal (rekurensi pada dinding dada setelah
6
Gambar 9. Kelompok/grup sistem limfatik axila mastektomi).6

Grup sentral terdiri dari 3 atau 4 nodus limfatik yang terletak di dalam lemak muskulus

pektoralis minor. Nodus ini menerima aliran limfatik dari grup lateral, anterior, dan posterior. 6

Subclavicular atau apikal, terdiri dari 6 sampai 12 nodus limfatik yang berada pada apex

dari axila, superior dari muskulus pektoralis dan sepanjang sisi medial dari vena Axilaris. Nodus ini

menerima aliran limfatik dari seluruh grup limfatik lainnya.6

Tabel 1. Kelompok/grup sistem limfatik axila 6

10
perempuan, hampir seluruh perkembangan pada payudara terjadi setelah lahir. Berbeda dengan laki-

II.1.2. Fisiologi Mammae laki, tidak ada perkembangan payudara yang terjadi setelah lahir. Pada perempuan, pertumbuhan dan

percabangan dari kelenjar payudara berlangsung perlahan selama masa prepubertas.8


Mammae mengalami tiga macam perubahan yang dipengaruhi oleh hormon. Perubahan

pertama terjadi mulai dari masa kanak-kanak yang melalui masa pubertas, masa fertilitas, sampai ke Kemudian, perkembangan dari kelenjar payudara meningkat dramatis saat pubertas, dengan

klimakterium dan menopause. Sejak pubertas pengaruh estrogen dan progesteron yang diproduksi percabangan lebih lanjut dari duktus, kelenjar acini, dan proliferasi stroma interduktal. Hasil dari

ovarium dan hormon hipofise, telah menyebabkan duktus berkembang dan timbulnya asini. 11,12 proses tersebut membentuk suatu breast bud.8

Perubahan kedua adalah perubahan sesuai siklus menstruasi. Sekitar hari ke delapan

menstruasi mammae jadi lebih besar dan pada beberapa hari sebelum menstruasi terjadi pembesaran

maksimal. Kadang-kadang timbul benjolan yang nyeri dan tidak rata. Selama beberapa hari menjelang

menstruasi mammae menjadi tegang dan nyeri sehingga pada pemeriksaan fisik, terutama saat palpasi

terasa nyeri. Pada periode tersebut pemeriksaan foto mammogram kurang bermanfaat karena kontras

kelenjar terlalu besar. Ketika menstruasi terjadi, semua proses tersebut berkurang perlahan.11,12

Perubahan ketiga terjadi pada waktu hamil dan menyusui. Pada kehamilan, mammae

menjadi lebih besar karena epitel dari duktus lobus dan duktus alveolus berproliferasi, serta adanya

pertumbuhan duktus baru.11,12

Sekresi hormon prolaktin dari hipofisis anterior memicu (trigger) terjadinya laktasi. Air

susu diproduksi oleh sel-sel alveolus, mengisi asini, kemudian dikeluarkan melalui duktus ke
A B
nipple.11,12

Gambar 10. A. Perkembangan mammae pada masa kanak-kanak (perempuan prapubertas,


II.1.3. Perkembangan Mammae kelenjar payudara bertumbuh dan bercabang perlahan) B. Perkembangan
payudara pada perempuan dewasa (kelenjar payudara berkembang cepat, dengan
pertumbuhan dari sistem duktus yang dipengaruhi oleh estrogen dan
Kelenjar Payudara merupakan derivat primer dari penebalan epidermal yang berkembang progesterone) 8

sepanjang permukaan ventral dari tubuh, yang dikenal dengan sebutan milk-line atau garis susu. Pada

11
Hanya duktus payudara mayor saja yang terbentuk saat lahir, dan kelenjar payudara secara stroma dalam jumlah yang minimal. Selanjutnya pada fase laktasi, asini atrofi, struktur duktal menciut,

esensial masih belum berkembang sampai saat pubertas. Saat pubertas, kelenjar payudara berkembang dan ukuran payudara secara keseluruhan mengecil.8

sangat cepat, akibat proliferasi stroma dan jaringan ikat disekitar duktus. Pertumbuhan dari sistem

duktus terjadi melalui pengaruh dari estrogen dan progesteron, yang disekresi ovarium selama

pubertas.8

Gambar 12. Payudara Perempuan dewasa Post-menopause 8

Bersamaan dengan onset terjadinya menopause, asini regresi lebih lanjut, dengan

menghilangnya jaringan ikat interlobular dan intralobular. Dengan berjalannya waktu, struktur asini

akan menghilang seluruhnya dari payudara pada perempuan post-menopause. Oleh karena itu,

tampilan morfologi dari payudara pada perempuan post-menopause berbeda dengan perempuan pre-

menopause. Selama post-menopause, baik struktur duktal maupun jaringan ikat payudara berkurang
Gambar 11. Payudara perempuan dewasa pre-menopause 8 ukurannya. 8

Hanya ketika hamil payudara mencapai kesempurnaan maturasi struktural dan aktivitas II.2. Tumor Phyllodes Maligna
fungsional. Selama kehamilan, duktus intralobuler berkembang cepat, membentuk buds yang akan

menjadi alveoli, dan stroma/ proporsi glandular pada payudara terbalik daripada biasanya. Di akhir II.2.1. EPIDEMIOLOGI

kehamilan, payudara hampir seluruhnya terdiri dari unit glandular yang dipisahkan oleh jaringan

12
Karena data yang terbatas, persentase tumor phyllodes jinak dibanding ganas tidak II.2.2. ETIOLOGI

terdefenisi dengan baik. Laporan yang ada mengindikasikan bahwa sekitar 80-95% tumor phyllodes
Hingga saat ini, etiologi pasti tumor phyllodes dan hubungannya dengan fibroadenoma
adalah jinak dan itu sekitar 10-15% adalah ganas.
masih belum jelas. Trauma, menyusui, kehamilan dan peningkatan aktivitas hormon estrogen

Predileksi tampaknya tidak ada untuk tumor phyllodes. Tumor phyllodes muncul hampir merupakan faktor stimulus terjadinya tumor. Faktor dasar dari tumor phyllodes sendiri masih belum

secara eksklusif pada wanita. Laporan kasus jarang telah dijelaskan pada pria. Tumor bilateral sangat jelas, tetapi dikatakan bahwa endotelin (ET-1) merupakan stimulus pertumbuhan fibroblast payudara.

jarang. Usia mayoritas antara 35 dan 55 tahun. Tumor phyllodes jarang pada pasien dibawah usia 20
Studi menarik oleh Yamashita dkk, menyatakan Endothelin 1 pada prinsipnya merupakan
tahun. Beberapa fibroadenoma juvenile pada remaja dapat terlihat seperti tumor phyllodes secara
vasokonstriktor kuat, namun juga memiliki banyak fungsi lainnya. Ia menyebabkan stimulasi
histologis; namun, mereka berperilaku jinak sama seperti fibroadenoma lainnya.
sederhana DNA fibroblas payudara, namun dapat digabungkan dengan insulin-like growth factor 1

Pada penelitian terhadap 8.567 pasien tumor payudara pada tahun 1969-1993, hanya (IGF-1) untuk menciptakan stimulasi kuat. ET-1 tidak terdapat pada sel epitel payudara normal, namun

ditemukan 31 kasus tumor phyllodes(0.37%) dengan 2,1 kasus per 1 juta wanita secara keseluruhan. reseptor ET-1 spesifik terdapat pada permukaan sel stroma normal. Reseptor ET-1 dijumpai pada

permukaan sel dari sel-sel stroma tumor phyllodes namun sel-sel immunoreactive ditemukan dalam
Sebagian besar kasus tumor phyllodes terjadi pada usia dekade ke-4, sekitar 10-20 tahun lebih tua dari

usia rata-rata fibroadenoma. Tumor phyllodes jarang terjadi pada remaja, tetapi tetap dapat mengenai sel-sel epitel tapi bukan sel-sel stroma, memberi kesan bahwa ET-1 disintesis oleh sel epitel tumor

semua usia. Tumor phyllodes biasanya bersifat jinak, namun rekurensi lokal dapat terjadi dan filodes. Dengan demikian hal tersebut menyediakan kemungkinan mekanisme parakrin pada stimulasi

pertumbuhan stroma cepat yang selalu terlihat bersama tumor phyllodes.


terkadang dapat menyebar secara sistemik. Tumor phyllodes juga jarang bersifat bilateral ( baik

sinkronus maupun metakronus). Faktor risikonya belum jelas, tetapi telah diketahui bahwa mutasi p53
II.2.3. PATOGENESIS
meningkatkan resiko tumor phyllodes.

Tidak seperti karsinoma payudara, tumor phyllodes tumbuh di jaringan ikat payudara serta
Sebuah studi berbasis populasi dari California mencatat resiko yang lebih tinggi pada
di luar duktus dan lobulus sehingga disebut stroma dengan keterlibatan jaringan lemak dan jaringan
wanita Latin dibandingkan dengan wanita kulit putih atau Asia. Secara umum, risiko tumor phyllodes
ikat yang mengelilingi duktus, lobulus, pembuluh darah, dan limfe di payudara. Tumor phyllodes juga
ganas dalam penelitian tersebut adalah 2,1 kasus per 1 juta wanita.9
dapat mengandung sel yang berasal dari duktus maupun lobulus

13
II.2.4. KARAKTERISTIK TUMOR phyllodes. Gambaran seperti daun papiler (“phyllodes”) pada stroma jaringan ikat dengan epitel

tersebut sering meluas ke daerah-daerah kistik.


Gambaran Makroskopik Sebagian besar tumor phyllodes berupa massa berbentuk bulat sampai

oval, multinodular, tanpa kapsul yang jelas. Ukuran bervariasi dari 1-40 cm. Sebagian besar tumor Pada tumor yang berukuran besar, nekrosis dengan perdarahan dapat terjadi. Sebagian besar

berwarna abu-abu-putih dan menonjol dari jaringan payudara sekitar. Pada tumor berukuran besar tumor tipe benign dapat menyerupai fibroadenoma.4 Banyak pula peneliti yang menemukan tumor ini

dapat terjadi nekrosis dengan perdarahan. Sebagian besar tumor tipe benigna dapat menyerupai dengan ukuran kurang dari 5 cm. Oleh karena itu diagnosa tumor phyllodes tidak dapat hanya dibuat

fibroadenoma.4 Banyak peneliti menemukan tumor berukuran kurang dari 5 cm, oleh karena itu berdasarkan ukurannya saja. Jika tumor besar, pada penampang tampak celah-celah yang memanjang

diagnosis tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan ukuran. Celah-celah yang memanjang (leaf-like (leaf-like appearance) yang merupakan tanda khas pada tumor phyllodes dan kadang-kadang tampak

appearance) pada penampang merupakan tanda khas tumor phyllodes, kadang-kadang tampak daerah daerah nekrotik, perdarahan dan degenerasi kistik. 5

nekrotik, perdarahan, dan degenerasi kistik.5

Gambaran Makroskopik

Kebanyakan tumor phyllodes, baik jinak maupun ganas, memiliki batas yang jelas, walaupun

tidak berkapsul karena tumor tersebut bersifat hiperseluler. Akibatnya terbentuk batas yang jelas antara

tumor dengan jaringan payudara, sementara jaringan lunak payudara disekitar tumor tersebut menjadi

terdesak. Sebagian besar tumor phyllodes berupa massa yang berbentuk bulat sampai oval,

multinodular, tanpa disertai kapsul yang jelas. Ukuran bervariasi, dari 1-40 cm. Sebagian besar tumor

berwarna abu-abu-putih dan menonjol dari jaringan payudara sekitar.

Muller menjelaskan tampilan lesi yang berwarna putih keabu-abuan dan menyerupai kembang

kol. Proyeksi permukaannya nyaris tidak terlihat sehingga eksisi dengan margin yang sempit cukup

sulit dilakukan. Permukaan tumor tampak berlendir dan cenderung menonjol keluar. Pada area fibrosa,

terjadi perubahan menjadi area yang lebih lunak ( soft fleshy) yang kadang disertai dengan kista berisi

cairan jernih atau darah dengan konsistensi semi padat. Sementara pada area lemak, daerah perdarahan

dan nekrosis dapat ditemukan. Leaf-like appearance pada penampang merupakan tanda khas tumor

14
Gambaran Mikroskopik dapat digunakan untuk membedakan dengan fibroadenoma. Sedangkan menurut penelitian Sawyer EJ

dkk didapat hasil bahwa overekspresi c-myc dapat memicu proliferasi stroma pada tumor phyllodes
Tumor phyllodes memiliki gambaran histopatologi yang luas, dari gambaran yang menyerupai
ganas sedangkan overekspresi c-kit menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan tumor. 5
fibroadenoma hingga bentuk sarkoma. Seperti fibroadenoma, gambaran phyllodes berupa campuran

dari stroma dan epitel.4 Epitelnya berbentuk kuboid, menyerupai epitel duktus jaringan payudara

disekitarnya. Pada daerah epitel, sel epitel dapat mengalami perubahan bentuk yang cukup pesat. Hal

ini kemungkinan akibat tekanan dari stroma yang membesar. Sel epitel tersebut bersifat hiperplasia

dengan berbagai tingkat atipikal, baik pada yang jinak maupun yang ganas. Sel apokrin dan sel

skuamosa yang bermetaplasia juga dapat ditemukan, meskipun jarang.

Terdapat laporan kasus yang jarang terjadi, dimana epitel berubah menjadi karsinoma.

Karakteristik stroma dapat menentukan apakah tumor phyllodes termasuk klasifikasi jinak atau ganas,

antara lain keberadaan jaringan ikat pada stroma dapat membedakan tumor phyllodes jinak dari
II.2.5. Klasifikasi Tumor Phyllodes
fibroadenoma. Secara umum, stroma tumor phyllodes ganas berisi penanda seluleritas dengan

pleomorfisme dan nukleus atipikal, peningkatan aktivitas mitosis dan pertumbuhan stroma yang
Pada tahun 1981 WHO mengadopsi penamaan tumor phyllodes dan membaginya menjadi tipe
berlebih.
benign, borderline, dan malignant berdasarkan karakteristik stroma. Karakteristik tersebut berupa

derajat atipikal selular stroma, aktivitas mitosis per-10 lapang pandang besar, ada tidaknya
Norris dan Taylor mengemukakan kriteria histopatologi yang berguna untuk memprediksi tumor
overgrowth stroma, atipikal nukleat, dan batas tumor yang infiltrative atau batas tumor yang tegas.
yang berkemungkinan menjadi jenis maligna. Meliputi pertumbuhan stroma yang berlebihan, nuclear
Tumor phyllodes tipe benign memiliki atipikal seluler ringan sampai sedang, dengan peningkatan sel-
pleomorpism, kecepatan mitosis yang tinggi, dan infiltrasi pada margin. Penelitian lain juga
sel stroma. Ratio mitosis yang tinggi (10 atau lebih mitosis dalam 10 lapang pandang besar), adanya
menunjukkan adanya tingkat nekrosis yang tinggi dan peningkatan vaskularisasi pada tumor. Tumor
infiltrasi, dan overgrowth dari stroma. Oleh banyak penelitian overgrowth stroma telah dihubungkan
dipastikan malignant jika komponen stroma dominasi sarcoma. Sebagian besar, 10-40% tumor jenis ini
dengan aktivitas metastasis, yang tidak terdapat pada tipe benign dan borderline. 3,6 Bagaimanapun,
memiliki kemungkinan untuk mengalami rekurensi lokal dan menyebar secara sistemik. 1,4
tidak ada kriteria yang pasti atau batas yang jelas pada parameter histologi. Oleh karena itu, diagnosis

Menurut beberapa penelitian ditemukan adanya mutasi tumor supresor gen p53 pada tumor tumor phyllodes bedasarkan integrasi morfologi masih merupakan tantangan kedepannya. Mayoritas

phyllodes. Stromal immunoreactivity p53 terbukti meningkat pada tumor phyllodes ganas sehingga tumor phyllodes adalah jinak dengan resiko rekurensi lokal 17% dan rekurensi lokal pada jenis yang

15
ganas adalah 27%, dan resiko metastasis sebanyak 22%. Grading histologis juga berhubungan dengan II.2.6. Manifestasi Klinis

prognosis dan beberapa biomarker juga dilaporkan berhubungan dengan grading histologi dan
Manifestasi klinis tumor Phyllodes umumnya unilateral, tunggal, tidak disertai nyeri,
menunjukkan nilai prognostik. Bagaimanapun, saat ini tidak ada satupun nilai klinis yang dapat
dengan benjolan yang dapat teraba. Pasien biasa menyampaikan tumor yang tiba-tiba muncul dan terus
diterapkan pada praktek sehari-hari. Kebanyakan teori patogenesis tumor phyllodes adalah interaksi
menerus mengalami pembesaran. Atau berupa benjolan yang awalanya menetap dan tiba-tiba tumbuh
epitel stromal. Kebanyakan studi genom telah diidentifikasi mutasi dari aromatik MDM12 pada
bertambah besar dalam beberapa bulan terakhir. Pada pemeriksaan fisik payudara, tumor Phyllodes
fibroadenoma.23
berupa benjolan yang lunak dan bulat, mirip dengan fibroadenoma, namun dengan ukuran yang besar

Tumor Phyllodes adalah tumor bifasik, secara karakteristik histologi seperti selembar daun ( (>2-3 cm). 3,4

Leaflike ) yang dihasilkan dari perubahan pola pertumbuhan intrakanalikuli, celah diantara epitel dan
Tumor dapat terlihat dengan jelas jika membesar dengan cepat. Walaupun membesar
hiperseluler stroma.
dengan cepat tidak mengindikasikan sifatnya yang ganas. Bentuknya yang terlihat mengkilat dengan

Insidensi permukaan kulit seperti teregang dengan pelebaran vena pada permukaan kulit. Pada kasus-kasus yang

tidak tertangani dengan baik, dapat terjadi luka borok pada kulit akibat dari iskemia jaringan.
Tumor Phyllodes merupakan termasuk jenis tumor payudara yang jarang, 0,3%-0,5% dari total
Walaupun perubahan kulit seperti ini layaknya pada tumor payudara selalu menunjukkan tanda-tanda
tumor payudara. Sebuah penelitian pada 8.567 pasien tumor payudara pada tahun 1969 sampai 1993,
keganasan (lesi T4), namun tidak pada tumor Phyllodes. Karena adanya borok pada kulit dapat terjadi
hanya ditemukan 31 kasus tumor Phyllodes (0,37%). Secara keseluruhan 2,1 kasus per satu juta
pada jenis lesi yang jinak, borderline ataupun ganas. Adanya retraksi pada putting tidak umum terjadi.
wanita. Tumor Phyllodes sangat jarang pada laki-laki, namun pernah terdapat laporan tumor Phyllodes
Adanya ulserasi mengindikasikan nekrosis jaringan akibat penekanan tumor yang besar. 3,4
pada laki-laki. Sebagian besar kasus tumor Phyllodes terjadi pada dekade ke-4.

Namun tumor Phyllodes dapat terjadi pada semua umur. Namun jarang terjadi pada remaja. Tumor Kebanyakan pasien biasanya tidak didapatkan adanya pembesaran getah bening axilla

biasanya jinak namun dapat terjadi rekurensi local dan terkadang dapat menyebar secara sistemik. karena tumor phyllodes maligna utamanya menyebar secara hematogen. Metastasis dapat muncul

Tumor Phyllodes bilateral (baik sinkronous atau metakronous) jarang terjadi, walaupun sudah terdapat secara bersamaan saat pasien datang atau paling tidak hingga 12 tahun ke depan. Metastasis dapat

laporan kasusnya. Belum terdapat identifikasi faktor resiko yang jelas pada tumor Phyllodes. Pasien menyebar secara hematogen, menyebar ke paru-paru (66%), tulang (28%), otak (9%) dan pada kasus

dengan mutasi P53 memiliki resiko yang lebih tinggi untuk terjadinya tumor Phyllodes. 3,4,5 yang lebih jarang pada hati dan jantung. (8) Dapat disertai pembesaran limfonodi regional, walaupun

tanpa sel tumor. 1

16
Berbeda dengan kanker payudara, ciri penting tumor phyllodes adalah tidak ada kelenjar menunjukkan peran angiogenesis dan menemukan bahwa semakin tinggi kepadatan pembuluh darah

getah bening aksila yang mencurigakan, walaupun ukuran tumor besar. Pembesaran kelenjar getah mikro, maka semakin tinggi pula tingkat keganasan tumor phyllodes.19

bening aksila yang terjadi (20 % kasus dalam sebuah studi) kemungkinan disebabkan oleh keberadaan
II.2.7. Penatalaksanaan
jaringan neurotik atau kadang tumor yang terinfeksi. Tidak banyak literatur yang melaporkan adanya

metastase limfonodi. Treves pada 33 kasus, hanya melaporkan 1 kasus metastase ke limfonodi axilla.
Penatalaksanaan tumor phyllodes masih menjadi ajang perdebatan dan tidak dapat disamakan
Noris dan Taylor dari 94 pasien, 16 pasien mengalami pembesaran limfonodi, namun hanya 1 kasus
pada semua kasus. Terapi paling utama adalah pembedahan secara komplit dengan batas yang adekuat.
yang terbukti secara histologi mengalami metastase. Reinfus menemukan 11 kasus pembesaran
Banyak penelitian yang meganjurkan bahwa batas eksisi 1 cm dapat dianggap sebagai reseksi yang
limfonodi dari 55 kasus, namun hanya 1 kasus yang yang menunjukkan metastase. Minkowitz juga
baik. Mangi dkk menyebutkan bahwa terjadinya rekurensi berkaitan dengan margin eksisi dan tidak
melaporkan satu kasus dengan dengan metastase kelenjar axilla. 1,3
berkaitan dengan grade dan ukuran tumor. Eksisi luas pada tumor kecil atau mastektomi simple pada

umumnya menunjukkan hasil yang memuaskan. Eksisi pada otot-otot pektoral perlu dipertimbangkan
Di zaman modern ini, tingginya skrining mammografi dapat membantu diagnosis tumor
jika telah terjadi infiltrasi. 4
phyllodes dengan ukuran lebih kecil. Pada mammografi, tumor phyllodes terlihat seperti gambaran

fibroadenoma, bentuk berlobus, batas tegas,meskipun kemungkinan terdapat beberapa batas tidak tegas
Tatalaksana tumor phyllodes maligna adalah simpel atau radikal mastektomi. Tumor phyllodes
yang menunjukkan invasi lokal. Mamografi pada 75% kasus menunjukkan hasil abnormal, dan sering
sama halnya dengan sarcoma jaringan lunak yang jarang mengalami metastase KGB. Sebagian besar
menyerupai gambaran fibroadenoma.21
penelitian menunjukkan bahwa diseksi KGB axilla tidak rutin dilakukan, mengingat

jarangnya infiltrasi KGB axilla. Norris dan Taylor menganjurkan mastektomi dengan diseksi KGB
Demikian pula ultrasonografi (USG) tumor phyllodes tidak dapat dibedakan dengan
axilla bagian bawah, jika terdapat pembesaran KGB, tumor ukuran >4cm, biopsi menunjukkan jenis
fibroadenoma dan tumor ganas dengan bentuk yang teratur. Dari ultrasonografi menunjukkan massa
tumor yang agresif (infiltrasi kapsul, kecepatan mitosis yang tinggi, dan derajat selular atipikal yang
homogen yang solid dan disertai dengan internal echo, dan berdinding tipis. 6 Oleh karena itu, tumor
tinggi). Jika terindikasi keterlibatan KGB secara klinis atau pemeriksaan imaging, biopsi jarum dapat
phyllodes harus dipertimbangkan apabila terdapat kista dengan lesi solid.
dilakukan dengan panduan USG. Jika hasilnya negatif, biopsi sentinel limfonodi dapat

Peran penanda tumor marker dipertimbangkan. 1,4 Limfadenectomy dilakukan hanya apabila dicurigai metastasis dari tumor

phyllodes maligna.
Peningkatan ekspresi protein p53 dan antigen Ki-67 telah terdeteksi di tumor phyllodes ganas

sehingga dapat digunakan untuk membedakan fibroadenoma dari tumor phyllodes. Phillip dkk, Peran dari radioterapi dan kemoterapi adjuvan belum begitu jelas dan masih kontroversial,

namun penggunaan radioterapi dan kemoterapi pada sarcoma mengindiasikan bahwa keduanya dapat

17
digunakan pada tumor phyllodes. Chaney dkk menemukan bahwa radioterapi adjuvant dapat Peran radioterapi adjuvan sampai saat ini masih kontroversial, dan radioterapi adjuvan pada

bermanfaat pada kasus tipe malignant. Kemoterapi dengan golongan anthracycline, ifosfamide, pasien dengan tumor phyllodes maligna masih sangat jarang dievaluasi. Hal ini dikarenakan

cisplatin, dan etoposide pada banyak penelitian sebelumnya cukup jarang digunakan. Belum banyak jarangnya kasus tumor phyllodes maligna dan sedikit pasien yang dilakukan radioterapi (kurang

penelitian tentang penggunaan terapi hormonal, seperti tamoxifen pada tumor phyllodes. Akhirnya dari 10%). Namun, analisis dari SEER ( Surveillance, Epidemiology and End Result Program)
1,4,6
secara garis besar, terapi sistemik pada tumor phyllodes tidak berbeda dengan terapi pada sarcoma. menunjukkan bahwa radioterapi adjuvan mempunyai angka survival rate yang tinggi dibandingkan

dengan pembedahan saja pada 821 pasien dengan tumor phyllodes maligna. 16

Pezner dkk mengklaim bahwa radioterapi harus dipertimbangkan pada pasien dengan operasi

lumpektomi dengan ukuran tumor >2 cm, atau operasi mastektomi dengan ukuran tumor >10 cm.

Chaney et al juga menyarankan radioterapi adjuvan pada pasien dengan operasi BCS (Breast

Conserving Surgery) atau setelah mastektomi, jika resiko rekurensi lokal pada pasien tersebut

diperkirakan tinggi contoh dengan kasus margin yang positif, batas margin < 0.5 cm atau batas margin

yang tidak jelas, tumor ukuran >10 cm, atau adanya rekurensi. 14,15

Terapi radiasi dilakukan 4 bulan setelah operasi dan biasanya digunakan untuk melakukan

kontrol lokoregional dan dapat dipertimbangkan pada pasien dengan tumor phyllodes yang beresiko

ganas, seperti ukuran >5 cm, stromal overgrowth, positif margin, dan mitosis >10.

Banyak ahli yang juga mengatakan bahwa pada pasien dengan tumor phyllodes maligna yang

sudah dioperasi dengan BCS atau mastektomi total dengan batas bebas tumor < 1 cm, merupakan

indikasi untuk dilakukannya radioterapi adjuvan. 17,18

II.2.8. Rekurensi Lokal

Rekurensi lokal dapat terjadi pada 28-50% kasus. Faktor yang paling berperan dalam terjadinya

rekurensi adalah batas bebas reseksi tumor yang kurang dari 1-2 cm, namun saat ini luas batas bebas
(Diagram Tatalaksana Phyllodes Tumor)

18
tumor masih dalam perdebatan. Umur pasien, tipe pembedahan, peningkatan aktivitas mitosis dan BAB III

aktivitas jaringan stroma yang berlebihan juga dianggap sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi PENUTUP

terjadinya rekurensi lokal. Dalam penelitian lain juga disebutkan bahwa ukuran tumor, pertumbuhan
Tumor phyllodes adalah neoplasma fibroepitelial yang jarang ditemukan. Insidennya hanya
jaringan stroma yang berlebihan dan batas bebas tumor yang < 1cm sebagai faktor risiko terjadinya
sekitar 0,3-0,9% dari seluruh tumor payudara, sedangkan frekuensi lesi maligna bervariasi sekitar 5-
rekurensi lokal. 7 Penelitian Ramakant dkk menyatakan bahwa tumor phyllodes dengan ukuran >10cm
30%. Hingga saat ini, etiologi pasti tumor phyllodes dan hubungannya dengan fibroadenoma masih
mempunyai tingkat keganasan sebanyak 42,5% dan angka rekurensi 41% dibandingkan dengan tumor
belum jelas. Trauma, menyusui, kehamilan dan peningkatan aktivitas hormon estrogen merupakan
phyllodes yang kecil, sehingga tatalaksana yang agresif dan reseksi dengan batas bebas tumor yang
faktor stimulus terjadinya tumor. Faktor dasar dari tumor phyllodes sendiri masih belum jelas, tetapi
adekuat dibutuhkan pada pasien ini.
dikatakan bahwa endotelin (ET-1) merupakan stimulus pertumbuhan fibroblast payudara.21

Operasi masih merupakan modalitas utama dalam penanganan tumor phyllodes maligna

dan dapat diikuti dengan terapi adjuvan yang sesuai, merupakan pilihan penanganan khusus yang dapat

diterima dan dibenarkan untuk pasien-pasien tertentu. Namun, untuk adjuvan kemoterapi dan

radioterapi masih sedikit data yang didapat, dikarenakan kasus dan publikasi yang kurang. 20

19
DAFTAR PUSTAKA 15. Chaney AW, Pollack A, McNeese MD, Zagars GK.Adjuvant radiotheraphy for phyllodes tumor of the breast.
Radiat Oncol Investig 1998;6:264-7.
1. Sukardja, D.G. 2000. Onkologi Klinik. 2000. Airlangga University Press: Surabaya.
16. MacDonald OK, Lee CM,Tward JD, Chappel CD. Malignant phyllodes tumor of the female breast : association
2. Sabiston, Mammae. Sabiston Buku Ajar Bedah. Bagian 1. Jakarta: EGC: 1995. hal 365-95.
of primary theraphy with cause-specific survival from Surveillance,Epidemiology,and End Result (SEER)

3. Putz, R. Pabst, R. Mammae, Mammae. Dalam Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Jilid 2. Jakarta: EGC; 2000. Program. Cancer 2006, 107:2127-33.

Hal 54.
17. Barth RJ, Wells WA, Mitchell SE. A prospective, multi-institutional study of adjuvant radiotherapy after

4. Jatoi, I. , Kaufmann, M., Petit, J.Y. 2006. Atlas of Breast Surgery. Springer: Berlin. resection of malignant phyllodes tumors, Ann Surg Oncol 2009 ; 13:305-12.

5. Luhulima, JW. Thoraks. Dalam: Anatomi. Makassar. Bagian Anatomi FK Unhas:2002. hal 6-7. 18. Reinfuss M, Mitus J, Duda K. The treatment and prognosis of patient with Phyllodes tumor of the breast : an
6. Sjamsuhidajat, R., Wim de Jong. Dinding thoraks, pleura, dan Mammae. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi analysis of 117 cases. Cancer 2008; 77:910-6.

2. Jakarta: EGC;2005. Hal 534-55. 19. Mishra SP,Satyendra KT, Mishra M. Phyllodes tumor of breast: a review article. ISRN Surg.

2013;2013:361469.
7. Agrawal PP, Mohanta PK, Singh K, Bahadur AK. Cystosarcoma phyllodes with lymph node metastasis.

Community Oncology. 2006;3: 44-46. 20. Shabahang M, Franceschi D, Sundaram M, et al. Surgical management of primary breast sarcoma. Am Surg.
2002;68:673–677; discussion 77.
8. Akin M, et al. Phyllodes tumor of the breast; a case series. Bratisl Lek Listy. 2010;111: 271-274.

9. Flynn LW, Borgen PI. Phyllodes tumor: about this rare cancer. CommunityOncology. 2006;3:46-48.
21. Soumarova R, Seneklova Z, Horova H, et al. Retrospective analysis of 25 women with malignant cystosarcoma
phyllodes treatment results. Arch Gynecol Obstet. 2004;269:278–281.
10. Calhoun KE et al. Phyllodes tumors. In: Harris JR, Lippman ME, Morrow M, Osborne CK. Diseases of the
breast, 4th ed. Lipincott Williams & Wilkins. 2009: 781-792
22. Jones AM, Mitter R, Springall R, et al; Phyllodes Tumour Consortium. A comprehensive genetic profile of
phyllodes tumours of the breast detects important mutations, intra-tumoral genetic heterogeneity and new
11. Juanita, Sungowati NK. Malignant phyllodes tumour of the breast. The Indonesian Journal of Medical Science.
genetic changes on recurrence. J Pathol 2008;214:533e44.
2008;1:101-104.
23. Jones AM, Mitter R, Poulsom R, et al. mRNA expression profiling of phyllodes tumours of the breast:
12. Akin M et al. Phyllodes tumor of the breast; a case series. Bratisl Lek Listy. 2010;111: 271-274.
identification of genes important in the development of borderline and malignant phyllodes tumours. J Pathol
13. Bal A, Gunggor B, Polat AK, Simsek T. Recurrent phyllodes tumor of the breast with malignant transformation 2008;216:408e17.
during pregnancy. The Journal of Breast health. 2012;8: 45-47.

14. Pezner RD, Schultheiss TE, Paz IB. Malignant plyllodes tumor of the breast: local control rates with surgical
alone. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2008; 71:710-3.

20

Anda mungkin juga menyukai