Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINAJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Saluran Cerna


Sistem pencernaan manusia terdiri atas cavum oris, faring,esofagus,
traktus gastrointestinalis yang terdiri dari gaster, intestinum tenue (usus kecil),
intestinum grassum (usus besar), serta organ dan kelenjar tambahan yaitu
kelenjar-kelenjar sekresi saliva: glandula parotis, glandula submandibularis,
glandula sublingualis serta hepar dan pankreas.1

Gambar 1. Sistem pencernaan2

a) Cavum Oris
Rongga mulut berfungsi sebagai rongga yg dilalui oleh udarapernapasan
dan juga penting untuk pembentukan suara. Dalam cavum oris terdapat
kelenjar-kelenjar ludah dan otot-otot pengunyah. Adalah pintu masuk ke
saluran pencernaan. Dalam rongga mulut terdapat alat seperti lidah yang
berfungsi membantu melalui pergerakannya dalam mengunyah dan menelan
makanan, serta melalui papil-papil pengecapnya menghantarkan rangsang
berupa rasa makanan yang dimakan. Gigi bertanggung jawab unutk
mengunyah (mastikasi) menghancurkan makanan dan mencampurnya dengan
air liur1,2,3.
Di mulut saliva diproduksi oleh tiga pasangan kelenjar saliva utama:
kelenjar sublingual, submandibula, dan parotis yang terletak di luar rongga
mulut, dan menyalurkan air liur melalui duktus-duktus pendek ke dalam mulut.
Selain itu terdapat kelenjar air liur minior, yakni kelenjar bukal dilapisan
mukosa pipi. Saliva terdiri 95% H2O serta 0,5% protein dan elektrolit. Protein
air liur terpenting: amilase, mukus, dan lizosim. Air liur memulai penernaan
karbohidrat di mulut melalui kerja amilase liur, suatu enzim yang memecah
polisakarida menjadi disakarida. Air liur mempermudah proses menelan
dengan membasahi partikel makanan sehingga mereka menyatu serta dengan
menghasilkan pelumasan karena adanya mukus yang kental dan licin. Air liur
juga memiliki efek antibakteri melalui efek ganda pertama oleh lizozim, suatu
enzim yang melisiskan atau menghancurkan bakteri tertentu dan kedua dengan
membilas bahan yang mungkin digunakan bakteri sebagai sumber makanan.
Air liur berfungsi sebagai pelarut unutk molekul-molekul yang merangsang
papil pengecap, air liur berperan juga dalam higiene mulut dengan membantu
menjaga kebersihan mulut dan gigi. Serta menjadi penyangga bikarbonat di air
liur menetralkan asam makanan dan asam dari bakteri sehingga membantu
mencegah karien gigi1,2,3.
b) Faring
Faring adalah suatu pipa musculo-fascial yang kontraktil. Ia terbentang
diantara basis crania sebelah cranial dan terbentang diantara esofagus di
sebelah kaudal setinggi vertebra cervical ke-6. Pada sisi lateral, faring
berbatasan dengan aa. Carotides communis et internae, vv. Jugulares internae.
Cornu majus os hyoid dan lamina cartilago thyreoidea. Fungsinya: sebagai
tempat yang dilalui oleh aliran udara pernapasan dan makanan. Sesuai dengan
ruang-ruang yang terletak didepannya, faring dibagi dalam 3 bagian1:
 Nasofaring (pars nasalis pharyngis): dorsal terhadap cavum nasi
 Orofaring (pars oralis pharyngis): dorsal terhadap cavum oris
 Laryngofaring (pars laryngis pharyngis): dorsal terhada larynx

Dinding faring terdiri atas 3 lapisan tunica mucosa, tela submucosa dan
tunica muscularis1.

c) Esofagus
Esofagus adalah suatu pipa musculair sepanjang sepanjang 25 cm,
yang merupakan lanjutan faring dan mmulai dari tepi bawah cartilago cricoidea
setinggi vertebra C6, dan berahkir di cardia ventriculi setinggi vertebra Th X-
XI. Selama perjalanannya ke distal, ia mengikuti lengkung- lengkungcolumna
vertebralis, yang terletak tepat di belakangnya. Pada esofagus dapat dibedakan
3 bagian: pars cervicalis, pars thoracalis, dan pars abdominalis2.
Makanan yang telah hancur dan bercampur dengan saliva atau disebut
bolus selanjutnnya akan menuju faring, sebagai saluran bersama pernapasan
dan pencernaan kemudian akan menuju esofagus. Di esofagus terjadi proses
menelan (deglutition) yang melibatkan pusat menelan di medula. Menelan
dimulai secara volunter tetapi prose tersebut tidak dapat dihentikan setelah
dimulai. Pusat menelan memulai gelombang peristaltik primer yang mengalir
dari pangkal ke ujung esofagus, mendorong bolus di depannya melewati
esofagus ke lambung. Peristaltik mengacu kepada kontraksi berbentuk cincin
otot polos sirkuler yang bergerak secara progresif ke depan dengan gerakan
mengosongkan, mendorong bolus di depan kontraksi.
Dengan demikian, pendorongan makanan melalui esofagus adalah
proses aktif yang tidak mengandalkan gravitasi. Makanan dapat terdorong ke
lambung bahkan dalam posisi kepala di bawah. Gelombang peristaltik
berlangsung sekitar 5-9 detik mencapai ujung bawah esofagus. Kemajuan
gelombang tersebut dikontrol oleh pusat menelan, melaui persarafan vagus.
Cairan, yang tidak tertahan oelh friksi dinding esofagus, dengan cepat turun ke
sfingter esofagus bawah akibat gravitasi, dan kemudian harus menunggu
sekitar 5 detik sampai gelombang peristalsis primer akhirnya sampai sebelum
cairan tersebut dapat melalui sfringter gastroesofagus. Apabila bolus berukuran
besar atau lengket tertelan dan tidak dapat terdorong ke lambung oleh
gelombang peristaltik primer, bolus tertahan tersebut akan merengkan esofagus
dan memicu reseptor tekanan di dalam dinding esofagus, menimbulkan
gelombang peristaltik kedua yang lebih kuat yang diperantarai oleh pleksus
saraf intrinsik di tempat peregangan. Gelombang peristaltik sekunder ini tidak
melibatkan pusat menelan, dan orang yang bersangkutan juga tidak menyadari
keberadaannya. Peregangan esofagus juga secara refleks meningkatkan sekresi
air liur. Bolus yang terperangkap tersebut akhirnya di lepaskan dan digerakan
ke depan melalui kombinasi lubrikasi air liur tambahan dan gelombang
peristaltik sekunder yang kuat1,2,3.
d) Gaster
Struktur anatomis gaster yaitu mempunyai 2 muara; cardia: oesofagus
menuju ke gaster dan pylorus: gaster menuju ke duodenum.2 Lambung
melakukan beberapa fungsi dimana yang terpenting adalah menyimpan
makanan yang masuk sampai disalurkan ke usus halus dengan kecepatan yang
sesuai dengan pencernaan dan penyerapan yang optimal. Karena usus halus
adalah tempat utama perncernaan dan penyerapan, lambung perlu menyimpan
makanan dan menyalurkan sedikit demi sedikit ke duodenum dengan
kecepatan yang tidak melebihi kapasitas usus, fungsi lainya adalah unutk
mensekresikan asam hidroklorida (HCl) dan enzim-enzim yang memulai
pencernaan protein. Akhirnya, melalui gerakan mencampur lambung dengan
sekresi lambung, makanan yang masuk dihaluskan dan dicampur dengan
sekresi lambung unutk menghasilkan campuran kental yang dikenal sebagai
kimus. Terdapat 4 aspek motilitas lambung: pengisian, penyimpanan,
pencampuran, dan pengosongan lambung1.
Pengisian lambung. Jika kosong, lambung memiliki volume sekitar 50
ml, tetapi organ ini dapat mengembang hingga kapasitasnya mencapai sekitar
1 liter (1000 ml) ketika makan. Akomodasi perubahan volume yang besarnya
hingga 20 kali lipat menimbulkan ketegangan pada dinding lambung dan
sangat meningkatkan tekanan intralambung dan sangat meningkatkan tekanan
intralambung jika tidak terdapat plastisitas otot polos lambung dan relaksasi
reseptif lambung pada saat ia terisi. Plastisitas mengacu pada kemampuan otot
polos mempertahankan ketegangan konstan dalam rentang panjang yang lebar,
tidak seperti otot rangka dan otot jantung, yang memperlihatkan hubungan
panjang ketegangan. Dengan demikian pada saat serat otot polos lambung
teregang pada pengisian lambung, serat-serat itu melemas tanpa menyebabkan
peningkatan ketegangan otot. Namun, peregangan yang melebihi batas tertentu
akan memicu kontraksi yang dapat menutupi perilaku plastisitas yang pasif
tersebut. Peregangan dalam tingkat tertentu menyebabkan depolarisasi sel-sel
pemacu, sehingga sel-sel itu mendekati potensial istirahat yang membuat
potensial gelombang lambat mampu mencapai ambang dan mencetuskan
aktivitas kontraktil. Sifat dasar otot polos itu diperkuat relaksasi refleks
lambung saat terisi. Interior lambung membentuk lipatan yang disebut rugae
yang selama makan akan mengecil dan mendatar saat lambung perlahan
melemas terisi, disebut relaksasi reseptif, dimana relaksasi ini meningkatkan
kemampuan lambung mengakomodasi volume makanan tambahan dengan
sedikit saja penaikan tekanan. Bila makanan yang masuk lebih dari 1 liter maka
seseorang akan tidak nyaman, relaksasi reseptif diperantarai saraf vagus1,3.
Penyimpanan lambung. Sebagian sel otot polos lambung dapat
mengalami depolarisasi parsial yang otonom dan berirama, sel ini terletak di
fundus bagian atas dari gaster. Sel-sel ini menghasilkan potensial gelombang
lambat yang menyapu ke bawah sepanjang lambung menuju sfingter pilorus
dengan kecepatan 3 gelombang per menit. Pola depolarisasi ini atau BER
(basic electrical rhythm) lambung, berlangsung secara terus menerus dan
mungkin disertai kontraksi lapisan otot polossirkuler lambung. Bergantung
pada tingkat eksitabilitas otot polos, BER dapat dibawa ke ambang oleh aliran
arus dan mengambil potensial aksi, yang kemudian memulai kontraksi otot
yang dikenal sebagai gelombang peristaltik yang menyapu isi lambung dengan
kecepatan BER, 3 kali per menit. Gelombang peristaltik kemudian menyebar
ke seluruh fundus dan korpus melalui anthrum dan sfingter pilorus. Karena
lapisan otot lapisan otot di fundus dan korpus tipis, kontraksi peristaltik di
kedua daerah tersebut lemah. Saat sampai di anthrum gelombang menjadi jauh
lebih tebal. Karena di fundus dan korpus gerakan mencampur yang terjadi
kurang kuat, makanan yang masuk ke lambung tersimpan tenang tanpa
mengalami pencampuran. Daerah fundus biasanya tidak menyimpan makanan
tapi hanya berisi sejumlah gas. Makanan secara bertahap disalurkan dari
korpus ke anthrum tempat berlangsung pencampuran makanan1,3.
Pencampuran lambung. Kontraksi peristaltik lambung yang kuat
merupakan penyebab makanan bercampur dengan sekresi lambung dan
menghasilkan kimus. Setiap gelombang peristaltik antrum mendorong kimus
ke depan ke arah sfingter pilorus. Kontraksi tonik sfingter polirus dalam
keadaan normal menjaga sfingter hampir tertutup rapat. Lubang sisa yang
tersedia cukup unutk air dan cairan lain lewat, tetapi terlalu kecil unutk kimus
yang kental, kecuali kimus terdorong oleh gerakan peristaltik yang kuat.
Walupun demikian dari 30 ml kimus yang ditampung antrum hanya beberapa
mililiter isi yang akan terdorong ke duodenum setiap gelombang peristaltik.
Sebelum lebih banyak kimus dapat diperas diperas keluar, gelombang sudah
mencapai sfingter pilorus mengakibatkan kontraksi kuat sfingter menutup
pintu dan menghambat aliran kimus. Bagian terbesar kimus antrum yang
terdorong ke depan dan tertolak kembali saat gelombang baru datang disebut
gerakan retropulsi menyebabkan kimus bercampur merata di antrum1,3.
Pengosongan lambung. Kontraksi peristaltik antrum selain
menyebabkan pencampuran lambung juga menghasilkan gaya pendorong
unutk mengosongkan lambung. Jumlah kimus yang lolos ke duodenum pada
setiap gelombang peristaltik sebelum sfingter tertutup erat terutama
bergantung pada kekuatan peristalsis. Intensitas peristaltis antrum dapat sangat
bervariasi di bawah pengaruh berbagai sinyal dari lambung dan duodenum;
sehingga pengosongan lambung diatur oleh faktor lambung dan duodenum.
Dengan sedikit menimbulkan depolarisasi atau hiperpolaisasi otot polos
lambung, faktor-faktor tersebut mempengaruhi ekstabilitas, semakin sering
BER menghasilkan potensial aksi, semakin besar aktivitas peristaltik di
antrum, dan semakin cepat pengosongan lambung1,3.

e)Usus halus

Usus halus terdiri atas duodenum, jejunum dan ileum. Merupakan tepat
berlangsungnya sebagian besar pencernaan dan penyerapan. Pencernaan di
dalam lumen usus halus dilaksanakan oleh enzim- enzim pankreas, pencernaan
lemak ditingkatkan oleh sekresi empedu. Dari permukaan luminal sel- sel
epitel usus halus terbentuk tonjolan- tonjolan seperti rambut yang diperkuat
oleh aktin dan disebut brush broder, yang mempunyai tiga kategori enzim 1)
Eneterokinase, yang mengaktifkan enzim pankreas tripsinogen, 2) golongan
disakaridase ( sukrase, maltase dan laktase) yang menyelesaikan pencernaan
karbonhidratdengan menghidrolisis disakarida yang tersisa menjadi
monoskarida penyusunya dan 3) golongan aminopeptidase yang
menghidrolisis fragmen peptida kecil menjadi komponen- komponen asam
aminonya, sehingga pencernaan asam aminonya selesai1,3.

f) Usus Besar
Usus besar terdiri atas secum, colon ascenden, flexura coli dextra, colon
transversum, flexura coli sinistra, colon descendens, colon sigmoid dan rectum
Sewaktu makanan masuk ke lambung, terjadi gerakan massa di kolon yang
terutama disebabkan oleh refleks gastrokolon, yang diperantarai oleh gastrin
dari lambung ke kolon dan oleh saraf otonom ekstrinsik. Pada banyak orang
refleks ini paling jelas setelah makanan pertama pagi hari (sarapan) dan sering
diikuti keiinginan kuat unutk segera buang air besar. Sehingga, sewaktu
makanan baru memasuki saluran cerna, akan terpicu refleks-refleks unutk
menindahkan isi yang sudah ada ke bagian saluran cerna yang lebih distal dan
memberi jalan bagi makanan baru tersebut. Refleks gastroileum memindahkan
isi usus halus yang tersisa ke usus besar, dan refleks gastrokolon mendorong
isi kolon ke dalam rektum yang memicu refleks defekasi1,3.

Sewaktu gerakan massa di kolon mendorong isi kolon ke dalam rektum,


terjadi peregangan rektum yang kemudian merangsang reseptor regang di
dinding rektum dan memicu refleks defekasi. Refleks ini disebabkan oleh
sfingter anus internus (otot polos) untuk melemas dan rektum serta kolon
sigmoid unutk berkontraksi lebih kuat. Apabila sfingter anus eksternus (otot
rangka) juga melemas, terjadi defekasi. Peregangan awal dinding rektum
menimbulkan perasaan ingin buang air besar. Apabila defekasi ditunda dinding
rektum yang semula teregang perlahan melemas dan keinginan buang air besar
mereda hingga gerakan massa berikutnya. Bila terjadi defekasi biasanya
dibantu oleh gerakan mengejan volunter yang melibatkan kontraksi stimultan
otot abdomen dan ekspirasi paksa dengan glotis dalam posisi tertutup. Manuver
ini menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang membantu
pengeluaran feses1,3.
.
2.2. Definisi Mual, Muntah, dan Antiemetik
Mual (nausea) adalah sensasi subyektif yang tidak menyenangkan

dengan perasaan ingin muntah atau retching . Mual biasanya diikuti dengan

muntah tetapi tidak selalu akan menjadi muntah, walaupun mual dan

muntah terjadi melalui jalur saraf yang sama. Mual sering disertai dengan

keringat dingin, pucat, hipersalivasi, hilangnya tonus gaster, kontraksi

duodenum, dan refluks isi intestinal ke dalam gaster meskipun tidak selalu

disertai muntah4.

Muntah (emesis / vomiting) adalah suatu gerakan ekspulsi yang kuat

dari isi lambung dan gastrointestinal melalui mulut. Muntah merupakan hasil

dari sebuah refleks yang kompleks dan kombinasi dari sistem saraf otonom

(simpatis dan parasimpatis) dan sistem saraf motorik dengan eferen berasal

dari pusat muntah yang diteruskan ke nervus vagus dan neuron motorik yang

mempersarafi otot-otot intraabdominal.4

Antiemetik adalah obat-obatan yang digunakan dalam penatalaksanaan

mual dan muntah. Obat-obatan tersebut bekerja dengan cara mengurangi

hiperaktifitas refleks muntah menggunakan satu dari dua cara, yaitu secara

lokal, untuk mengurangi respons lokal terhadap stimulus yang dikirim ke

medula guna memicu terjadinya muntah, atau secara sentral, untuk

menghambat CTZ secara langsung atau menekan pusat muntah. Anti emetik

yang bekerja secara lokal dapat berupa anastid, anastesi lokal, adsorben, obat
pelindung yang melapisi mukosa GI, atau obat yang mencegah distensi dan

menstimulasi pereganan saluran GI. Agen ini sering kali digunakan untuk

mengatasi mual yang ringan. 5

2.3.Etiologi Muntah

Penyebab muntah antara lain: 1

 Stimulasi taktil (sentuh) di bagian belakang tenggorokan,yaitu salah


satu rangsangan paling kuat.Sebagai contoh,mencolokkan sebuah jari
ke tenggorokan bagian belakang atau bahkan adanya instrument gigi
atau alat penekan lidah (spatel lidah) di bagian belakang mulut sudah
dapat menyebabkan tersedak dan bahkan muntah pada sebagian orang.
 Iritasi atau peregangan lambung dan duodenum.
 Peningkatan tekanan intrakranial, misalnya akibat perdarahan
intraserebrum. Dengan demikian,muntah yang timbul setelah cedera
kepala dianggap sebagai tanda buruk; hal itu mengisyaratkan adanya
pembengkakan perdarahan dalam rongga tengkorak.
 Rotasi atau akselerasi kepala yang menimbulkan pusing bergoyang
(dizzy), misalnya sewaktu mabuk perjalanan.
 Nyeri hebat yang berasal dari berbagai organ,misalnya nyeri sewaktu
batu ginjal melewati saluran kemih.
 Bahan kimia,termasuk obat atau bahan beracun yang memulai muntah
(yaitu emetic) baik dengan bekerja di bagian atas saluran pencernaan
maupun dengan merangsang kemoreseptor di chemoreseptor trigger
zone khusus di otak.pengaktifan zona tersebut memicu reflex muntah
 Muntah psikis yang dicetuskan oleh faktor emosi, misalnya muntah
yang timbul jika melihat atau membaui sesuatu dan bahkan muntah
sebelum mengikuti ujian atau situasi penuh stress lainnya.

2.4. Mekanisme Muntah

Muntah /emesis yaitu ekspulsi secara paksa isi lambung keluar


melalui mulut. Sinyal sensoris yang mencetuskan muntah terutama berasal
dari faring esofagus, lambung dan bagian atas usus halus. Impuls syaraf
kemudian ditransmisikan baik oleh serabut syaraf aferen vagal maupun oleh
saraf simpatis ke berbagai nukleus yang tersebar di batang otak yang
semuanya bersama-sama disebut “pusat muntah”. Dari sini , impuls-impuls
motorik yang menyebabkan muntah sesungguhnya ditransmisikan dari pusat
muntah melalui jalur saraf kranialis V, VII, IX, dan XII kr traktus
gastrointestinal bagian atas, melalui saraf vagus dan simpatis ke traktus yang
lebih bawah, dan melalui saraf spinalis ke diafragma dan otot abdomen1,3.
Gaya utama yang mendorong keluar isi lambung,secara
mengejutkan,datang dari kontraksi otot-otot pernapasan yaitu diafragma
(otot inspirasi utama) dan otot abdomen (otot ekspirasi aktif). Muntah
diawali oleh inspirasi dalam dan penutupan glottis. Diafragma yang
berkontraksi turun menekan lambung sementara kontraksi otot-otot abdomen
secara simultan menekan rongga abdomen,sehingga tekanan intra abdomen
meningkat dan isi abdomen terdorong ke atas. Karena lambung yang lunak
itu tertekan antara diafragma dari atas dan tekanan rongga abdomen dari
bawah,isi lambung terdorong kedalam esofagus dan keluar mulut. Glotis
tertutup, sehingga muntahan tidak masuk ke saluran pernapasan. Uvula juga
terangkat untuk menutup rongga hidung. Kadang-kadang pada waktu isi
muntah pertama kali memasuki esofagus, sfingter faringesofagus sering
masih tertutup, sehingga tidak ada isi lambung yang masuk ke mulut.
Peregangan esofagus oleh vomitus menginduksi gelombang peristaltik
sekunder yang mendorong isi lambung ke dalam lambung. Siklus tersebut
berulang-ulang sendiri pada saat isi lambung kembali terperas naik ke dalam
esofagus. Rangkaian keadaan ini adalah tindakan retching atau dorongan
(heaves). Setelah serangkaian dorongan,pada saat tekanan sudah cukup
besar,yang bersangkutan menyorongkan rahangnya membuka sfingter
faringesofagus. Isi lambung kemudian terdorong melalui esofagus, melewati
sfingter faringesofagus, dan keluar melalui mulut. Selama waktu tersebut,
duodenum berkontraksi secara kuat, yang mungkin mendorong sebagian isi
usus ke dalam lambung dan keluar bersama muntah. Dengan demikian,
bahan yang dimuntahkan dapat berwarna kekuningan akibat adanya empedu
yang masuk ke usus halus dari hati dan kantung empedu.
Tindakan muntah yang kompleks tersebut dikoordinasikan oleh pusat
muntah di medula. Mual, retching dan muntah dapat dimulai oleh masukan
aferen ke pusat muntah dari sejumlah resptor di seluruh tubuh. Pada muntah
yang berlebihan, tubuh mengalami pengeluaran berlebihan cairan dan asam
yang dalam keadaan normak direabsorpsi. Penurunan volume plasma yang
terjadi dapat menimbulkan dehidrasi dan masalah sirkulasi, sementara
keluarnya asam daari tubuh dapat menyebabkan alkalosis metabolik1,3,4.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC; 2001.
2. Moore KL, Agur AMR. Anatomi klinis dasar. Jakarta: Hipokrates; 2002.
3. Guyton AC, Hall JE. Fisiologi Gastrointestinal. Dalam Buku Ajar
FISIOLOGI KEDOKTERAN Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC;2007.hal 811-866
4. Gordon Y, Carl G. Postoperative Nausea and Vomiting (update in
anesthesia ) world anesthesia issue 17, article 2;2003.pp 1-7

5. Mutschler,E. 1991. Dinamika Obat, Edisi 5. ITB : Bandung

Anda mungkin juga menyukai