Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN REFLEKSI KASUS

STASE ILMU KESEHATAN ANAK

Dubowitz Score
Syahidatul Arifa
20120310272

I. PENGALAMAN
Bayi perempuan lahir dari ibu usia 24 tahun P1A0 usia kehamilan 38
minggu ditolong bidan, spontan, langsung menangis, nilai APGAR menit pertama
7/9, air ketuban jernih, berat badan lahir (BBL) 2335 gram, sikap bayi terlentang,
semifleksi pada ekstremitas namun ekstensi pada tungkai kanan, kult tampak tipis,
verniks kaseosa sedikit, tidak tampak sekret mata, nafas cuping hidung (-), mulut
sianosis -), vital sign dalam batas normal. Pemeriksaan fisik lainnya dalam batas
normal.

II. MASALAH YANG DIKAJI


1. Bagaimana penilaian adanya bayi preterm?

III. ANALISIS KRITIS


World Health Organization (WHO) mendefinisikan bayi kurang bulan (BKB)
adalah bayi lahir hidup yang dengan usia gestasi kurang dari 37 minggu (259 hari).
BKB dapat dikelompokkan berdasarkan usia gestasi, yaitu: usia gestasi 36-32 minggu
disebut kelahiran prematur dini (late preterm), usia gestasi 32-28 minggu disebut
kelahiran sangat prematur (very preterm), dan usia gestasi 28-20 minggu disebut
persalinan ekstrim prematur (extremely preterm). Pembagian usia gestasi berbanding
lurus dengan semakin besarnya mortalitas, dan komplikasi termasuk risiko gangguan
neurobehavioral.
Susunan saraf pusat bayi pada masa kehamilan tumbuh paling cepat pada
trimester ketiga kehamilan, dalam periode ini berat otak janin bertambah lima hingga
enam kali lipat. Pertumbuhan otak ini akan berlangsung terus hingga tahun kedua
setelah lahir. Perkembangan otak dipengaruh oleh baik tidaknya proses pembentukan
intrauterin, jika satu tahapan hilang atau tidak terbentuk, maka pemulihannya akan
sulit terjadi dan tidak ada regenarasi. Perkembangan otak sempurna tercapai bila
janin melewati fase pertumbuhan dan perkembangan otak dengan lengkap.
Proses pematangan susunan saraf pusat dipengaruhi oleh lingkungan dan
genetik. Genetik memberikan dasar, sedangkan faktor lingkungan intrauterin dan
ekstrauterin, menentukan apakah potensi genetik tersebut dapat tercapai atau tidak.

Perkembangan susunan saraf pusat (SSP) meliputi dua aspek utama yaitu
struktural dan fungsional. Perkembangan struktural dimulai dari proses neuralisasi,
yaitu terbentuknya lempeng saraf berupa penebalan sel ektoderm pada aspek dorsal
embrio pada hari ke-16 yang kemudian menggulung membentuk tabung saraf pada
hari ke-28 pasca-konsepsi. Perkembangan fungsional ditandai dengan bergeraknya
janin pada usia 7-8 minggu pasca-konsepsi.

Perkembangan struktural otak selanjutnya meliputi pertumbuhan, proliferasi,


dan diferensiasi. Sebagian sel otak berkembang menjadi sel saraf dan sebagian lagi
menjadi sel penunjang. Proses ini terjadi pada 7-8 minggu pasca-konsepsi. Proses lain
adalah migrasi, yaitu sel akan berpindah ke tempat sel tersebut seharusnya berada
pada bulan ke-3 hingga akhir bulan ke-6 pasca-konsepsi. Pada saat ini sel- sel yang
semula terletak tidak beraturan mulai mengatur diri sesuai bentuk dan fungsinya
untuk membangun struktur korteks, diensefalon, ganglia basalis, batang otak,
serebelum, medula spinalis dan korpus kalosum, lengkap dengan sinaps- sinaps saraf.

Pada bulan ke-5 pasca-konsepsi hingga akhir tahun ke-2 pasca-natal, selain
migrasi terjadi pula organisasi yang memperinci pengaturan sel-sel saraf sehingga
setiap sel saraf terletak di lokasi spesifik masing-masing struktur tadi. Pada bulan
ke-6 pasca-konsepsi, selain migrasi akhir dan organisasi, juga terjadi proses
mielinisasi yang berlangsung hingga usia dewasa.

Mielin adalah penyekat material, pelindung sel neuron, dan memudahkan


transmisi impuls. Kualitas dan kuantitas proses mielinisasi yang terjadi intrauterin
lebih baik daripada setelah janin lahir. Proses mielinisasi ini diawali dengan
terbentuknya sel oligodendrosit, yaitu sel neuroglia yang berperan dalam pembuatan
mielin. Mielinisasi terjadi sejajar dengan pertumbuhan akson dan pembentukan
sinaps sehingga akson yang berasal dari area otak yang sama memiliki laju
pertumbuhan mielinisasi yang hampir sama. Waktu mulai, lama dan intensitas proses
mielinisasi pada berbagai bagian otak tidak sama, misalnya mielinisasi serabut
motorik sebagian besar terjadi pada masa intrauterin, sedangkan mielinisasi serabut
sensorik sebagian besar terjadi pada masa pasca- natal. Selama intrauterin, hemisfer
serebri mengalami proses mielinisasi yang baru terjadi pada usia kehamilan 30-40
minggu.

Setelah janin lahir, sel saraf tidak bertambah banyak lagi, baik jumlah, ukuran,
maupun jenisnya. Proses yang terjadi setelah lahir adalah pematangan fungsi sel saraf
yaitu ramifikasi progresif serabut dendrit dan akson, pembentukan sinaps dan
neurofibril, penambahan riboneucleic acid (RNA) pada jaringan otak, dan lanjutan
proses mielinisasi. Ramifikasi maksimal terjadi pada tahun pertama, kemudian
menurun dan mencapai kepadatan seperti pada usia dewasa pada saat anak berusia
tujuh tahun.
Proses-proses yang terjadi pada trimester ketiga kehamilan tersebut menyebabkan
masa ini menjadi periode kritis perkembangan otak. Gangguan yang terjadi pada masa ini
tidak dapat digantikan dengan berbagai simulasi lingkungan ekstrauterin di kemudian hari.
Banyak faktor risiko yang memengaruhi luaran neurobehavioral BKB. Faktor risiko
tersebut dapat meliputi faktor prenatal, perinatal, dan pasca-natal. Faktor prenatal dapat
berupa paparan toksin, korioamnionitis, pertumbuhan janin terhambat. Faktor perinatal
diantaranya adalah trauma lahir, perdarahan intrakranial, dan ensefalopati hipoksik iskemik
(EHI). Faktor pasca-natal yang tersering adalah akibat morbiditas BKB dan intervensi
terhadapnya (jumlah dan tipe intervensi terhadap penyakit, lama rawat, kondisi saat
perawatan). Selain itu faktor sosiodemografi (status sosioekonomi, dukungan sosial, ras,
kesehatan fisik dan mental ibu saat kehamilan, pajanan lingkungan) juga berperan.
Mekanisme gangguan neurodevelopmental pada bayi prematur dapat disebabkan oleh:
(1) aspek maturitas; (2) terjadinya cedera SSP; (3) pengurangan volume otak.
Imaturitas, cedera SSP, pengurangan volume otak yang sudah dijelaskan sebelumnya
menyebabkan gangguan luaran neurobehavioral pada BKB. Luaran tersebut dapat berupa
gangguan neurologik, perilaku, dan tumbuh kembang. Kejadian paling sering adalah
gangguan motorik berupa distonia, yang selanjutnya berkembang menjadi palsi serebral
palsy.
Motorik/Neurologik
Bayi kurang bulan biasanya menunjukan postur ekstensi lebih banyak
dibandingkan dengan postur fleksi. Kejadian distonia juga banyak terjadi pada bayi
prematur. Hipertonisitas pada otot ekstensor tubuh dan kaki meningkatkan tonus
adduktor pinggang dan perlambatan kemampuan menopang tubuh, tetapi banyak
kasus membaik pada usia dua tahun. Distonia ditemukan paling banyak pada usia
koreksi 7 bulan (21%-36% kejadian).
Bayi kurang bulan yang menunjukkan kejadian spastik diplegia dapat diakibatkan
karena kerusakan pada kapsula interna. Kondisi iskemia dapat menyebabkan terjadinya
periventrikuler lukomalasia. Pada kerusakan otak yang lebih luas dapat memengaruhi
ekstremitas atas, yang mengakibatkan terjadinya kuadriparesis yang diikuti dengan defisit
kemampuan intelektual.

Kelainan motorik yang paling banyak terjadi adalah palsi serebral. Faktor yang
dikatakan banyak menyebabkan palsi serebral adalah kerusakan otak akibat PVL dan
perdarahan intrakranial. Manifestasi klinis palsi serebral akibat kelahiran kurang
bulan dapat berupa hemiplagi spastik (unilateral) atau kuadriplegia (bilateral).
Gangguan fungsi dapat bervariasi, dimulai dari kelainan tonus otot atau kurangnya
kekuatan, sampai dengan cacat berat yang mengganggu aktivitas seperti tidak bisa
berjalan dan melakukan aktivitas sehari-hari.

Kemampuan Visuospasial
Fungsi visual-motor meliputi kontrol visualmotor, persepsi visual, integrasi
visuomotor, koordinasi tangan-mata, kemampuan motorik halus, dan kemampuan
kecepatan motorik.

Bayi kurang bulan dapat mengalami gangguan visuomotor berupa


berkurangnya kemampuan meniru, menghubungkan benda/situasi, mengendalikan
jari jemari, dan kemampuan mengingat dengan cara visual. Gangguan pada
kemampuan persepsi visual dan integrasi visuomotor didapati pada 11%-20% bayi
prematur.

Terdapat penelitian yang mengatakan bahwa terdapat persentase yang lebih


besar (12%) BKB dengan gangguan koordinasi dibandingkan dengan BCB. Masalah
visuomotor selanjutnya dapat berpengaruh pada kemampuan akademik, terutama
yang berhubungan dengan kemampuan matematika, menulis, bahasa, dan membaca.
Studi di India menyebutkan risiko terganggunya kemampuan visual lebih tinggi pada
BKB dengan asfiksia, terutama yang mendapatkan terapi oksigen.

Gangguan Perilaku/Orientasi

Gangguan perilaku pada BKB yang banyak dilaporkan berupa tremor, stratle
berlebihan, dan sulitnya bayi untuk ditenangkan. Sulitnya bayi untuk ditenangkan
berhubungan dengan meningkatnya risiko gangguan perilaku diusia sekolah yaitu
gangguan eksternalisasi (agresif, impulsif, sulit diatur), internalisasi (pemalu,
menyendiri, depresi, cemas), gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas
(GPPH).32 Sebuah meta-analisis tahun 2002 menunjukkan meningkatnya angka
GPPH sebesar 2,6% pada anak yang lahir prematur dengan manifestasi berupa gejala
eksternalisasi. Kejadian GPPH berbanding terbalik dengan usia gestasi. Hal tersebut
diakibatkan karena gangguan neuromotor dan defisit fungsi kognitif yang merupakan
sekuele dari prematuritas. Kejadian GPPH juga meningkat pada anak dengan riwayat
perdarahan intrakranial.
Gangguan orientasi yang dinilai pada metode Dubowitz berupa orientasi
penglihatan dan pendengaran. Didapatkan bahwa bayi dengan gangguan orientasi
penglihatan tersebut berkaitan dengan meningkatnya risiko penurunan kognitif pada
usia selanjutnya.
Penilaian neurobehavioral diperlukan untuk menilai pengaruh kelahiran
prematur dan faktor-faktor risikonya dengan perkembangan otak. Pemeriksaan
neurobehavioral pada neonatus dapat mendeteksi adanya lesi pada otak secara dini
dan efek dari lesi tersebut di kemudian hari.

Pemeriksaan neurobehavioral dan neuromotor dapat digunakan untuk menilai


hubungan antara kemampuan morotik, neurologik, dan gangguan perilaku, deteksi
dini gangguan SSP. Pemeriksaan ini juga harus dapat digunakan sebagai alat untuk
evaluasi berkala.

Sebuah telaah sistematik tahun 2012 mendapatkan beberapa metode yang


dapat digunakan untuk melakukan penilaian. Metode-metode tersebut antar lain
metode Dubowitz, Precthl’s Assesment of General Movements (GM), Assesment of
Preterm Infants Behaviour (APIB), Neonatal Intensive Care Unit Network
Neurobehavioral Svale (NNNS), Brazelton Neonatal Behavior Assesment Scale
(NBAS), Neurobehavioral Assesment of the preterm infant (NAPI). Metode- metode
tersebut memiliki keuntungan dan kekurangan masing-masing.

Penilaian Neurobehavioral dengan Metode Dubowitz


Metode Dubowitz adalah salah satu metode penilaian neurobehavioral yang
dapat dipakai pada BKB dan BCB. Beberapa penelitian mengatakan bahwa hasil
yang diperoleh melalui metode ini memiliki korelasi positif dengan faktor risiko
perinatal dan kelainan intrakranial yang ditemukan dengan ultrasonografi pada
seorang bayi. Terdapat beberapa penelitian juga yang menyatakan bahwa metode ini
memiliki nilai prediktif yang kuat untuk menilai kelainan neurodevelopmental
seorang bayi pada tahap perkembangan selanjutnya.

Penilaian metode Dubowitz ini memiliki beberapa keunggulan. Metode ini


mudah dilakukan, sederhana dan sistem penilaiannya objektif karena dilengkapi
dengan detil gambar yang jelas. Tidak memerlukan pelatihan khusus untuk dapat
melakukan metode ini. Metode Dubowitz memiliki nilai sensitivitas dan spesivisitas
yang tinggi, dapat digunakan sebagai prediktor dari saat pertama bayi lahir, dan dapat
digunakan sebagai alat evaluasi berkala. Metode Dubowitz memiliki sensitivitas
91%, spesifitas 79% untuk memprediksi luaran neurobehavioral pada usia satu
tahun. Penelitian lain yang melakukan kohort pada bayi berat lahir rendah (BBLR)
yang kemudian dilakukan Magnetic Resonance Imaging (MRI) saat PMA 40 minggu,
didapatkan metode Dubowitz dapat mengidentifikasi bayi dengan kelaianan MRI
dengan sensitifitas 88%, dan negative predictive value sebesar 92%.
Metode Dubowitz ini terdiri dari 34 pemeriksaan yang dibagi kedalam enam
kategori yaitu tonus, pola tonus, refleks, gerakan normal dan abnormal, sikap tubuh
abnormal, orientasi dan perilaku.
Metode Dubowitz menggunakan panduan berupa proforma yang terdiri dari
petunjuk untuk menilai neurobehavioral dari subjek. Pemeriksa memberikan skor
dengan cara melingkari gambar yang paling sesuai. Kemudian skor tersebut
dijumlahkan pada masing-masing subjek, dan ditentukan apakah subjek tersebut
mendapat penilaian optimal (bila jumlah skor lebih dari 30,5), dan suboptimal (bila
jumlah skor <30,5).
Ketika pematangan berlangsung, berangsur-angsur janin mengalami
peningkatan tonus fleksor pasif dengan arah sentripetal, dimana ekstremitas bawah
sedikit lebih awal dari ekstremitas atas. Pada awal kehamilan hanya pergelangan kaki
yang fleksi. Lutut mulai fleksi bersamaan dengan pergelangan tangan. Pinggul mulai
fleksi, kemudian diikuti dengan abduksi siku, lalu fleksi bahu. Pada bayi prematur
tonus pasif ekstensor tidak mendapat perlawanan, sedangkan pada bayi yang
mendekati matur menunjukkan perlawanan tonus fleksi pasif yang progresif.

POSTUR
TONUS
Tonus ekstremitas
Tonus aksial
REFLEKS

GERAKAN NORMAL DAN ABNORMAL


PERILAKU

SIKAP ABNORMAL
DAFTAR PUSTAKA

1. Blencowe H, Cousens S, Oestergaard MZ, Chou, Moller AB, Narwal R. National,


regional, and worldwide estimates of preterm birth rates in the year 2010 with time
trends for selected countries since 1990: a systematic analysis and implications,
estimates for World Health Organization, 2012. Lancet. 2012;379:2162-72.
2. Aylward GP. Neurodevelopmental outcomes of infants born prematurely. J Dev
Behav Pediatr. 2005;26:427-39
3. Sutton PS, Darmstadt GL. Preterm birth and neurodevelopment: a review of
outcomes and recommendations for early identification and cost-effective
intervention. J Trop Pediatr. 2013;10:1-8.
4. Noble Y, Boyd R. Neonatal assesments for the preterm infant up to 4 months
cerrected age: a sistemic review. Dev Med Child Neurol. 2012;54:129-39.
5. Dubowitz LSM, Dubowitz V, Mercuri E. The neurological assesment of the
preterm and full term newborn infant. 1999;Edisi ke-2. London, Cambridge
University Press.
6. Martin RP, Dombrowski SC. Prenatal central nervous system development.
Dalam: Martin RP, Dombrowski SC, penyunting. Prenatal central nervous system
development. Edisi ke-New York: Springer; 2008. h.15-25.
7. Yamada H, Sadato N, Konishi Y, Muramoto S, Kimura K. A milestone for normal
development of the infantile brain detected by functional MRI. Neurology.
2000;55:218-23.
8. Dubowitz L, Ricci D, Mercuri E. The Dubowitz Neurological Examination Of The
Full-Term Newborn.Mental Retardation And Developmental Disabilities.
Research Reviews 11: 52– 60 (2005)

Anda mungkin juga menyukai