Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS PADA NY.

S DENGAN POST
SECTIO CAESARIA DENGAN INDIKASI 37 WEEK LETAK
OBLIQUE + PRIMITUA DI RUANG SANTA ELISABETH
RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH BATAM
TANGGAL 27 FEBRUARI 2018

OLEH:

CINDY CRYS CAPRY ZEGA


052017005

PROGRAM STUDI NERS TAHAP PROFESI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTA ELISABETH
MEDAN
2018
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hampir setiap wanita akan mengalami proses persalinan. Kodratnya
wanita dapat melahirkan secara normal yaitu persalinan melalui vagina atau jalan
lahir biasa (Siswosuharjo dan Chakrawati, 2010). Apabila wanita tidak dapat
melahirkan secara normal contohnya disebabkan karena PEB (Pre-Eklamsi
Berat), KPD (Ketuban pecah dini), faktor hambatan jalan lahir, kelainan letak
janin maka tenaga medis akan melakukan persalinan alternatif untuk membantu
pengeluaran janin (Bobak, et.al, 2005). Salah satu penatalaksanaan yang dapat
dilakukan adalah persalinan sectio caesarea. Persalinan sectio caesarea adalah
melahirkan janin melalui irisan pada dinding perut dan dinding uterus. Jumlah
persalinan sectio caesarea di Indonesia, terutama di rumah sakit pemerintah adalah
sekitar 20-25% dari total jumlah persalinan, sedangkan di rumah sakit swasta
jumlahnya lebih tinggi yaitu sekitar 30-80% dari total jumlah persalinan
(Mulyawati, dkk., 2011).
Mobilisasi dini adalah salah satu cara mempertahankan kemandirian sedini
mungkin dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi
fisiologis guna mencegah terjadinya retensio urin yang tidak membutuhkan biaya.
Kebanyakan dari pasien masih mempunyai kekhawatiran kalau tubuh digerakkan
pada posisi tertentu pasca pembedahan akan mempengaruhi luka operasi yang
masih belum sembuh yang baru saja selesai dikerjakan. Padahal tidak sepenuhnya
masalah ini perlu dikhawatirkan, bahkan justru hampir semua jenis operasi
membutuhkan mobilisasi atau pergerakan badan sedini mungkin asalkan rasa
nyeri dapat ditahan dan keseimbangan tubuh tidak lagi menjadi gangguan. Pada
saat awal pergerakan fisik bisa dilakukan di atas tempat tidur dengan
menggerakkan tangan dan kaki yang bisa ditekuk atau diluruskan,
mengkontraksikan otot-otot dalam keadaan statis maupun dinamis termasuk juga
menggerakkan badan lainnya, miring ke kiri atau ke kanan (Kusmawan, 2008).
Beberapa tujuan dari mobilisasi antara lain: mempertahankan fungsi tubuh,
memperlancar peredaran darah, membantu pernafasan menjadi lebih baik,
mempertahankan tonus otot, memperlancar urin, mengembalikan aktivitas tertentu
sehingga pasien dapat kembali normal atau dapat memenuhi kebutuhan gerak
harian, memberi kesempatan perawat dan pasien untuk berinteraksi atau
komunikasi. Karena mobilisasi yang dilakukan 2 jam pertama lebih efektif
dilakukan dari pada 6 jam pasca pembedahan.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mampu melakukan asuhan keperawatan maternitas pada klien dengan
masalah post sectio caesarea indikasi 37 week letak Oblique + Primitua

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian kepada pasien dengan masalah
post sectio caesarea indikasi 37 week letak Oblique + Primitua
2. Mahasiswa mampu menentukan diagnose keperawatan kepada pasien
dengan masalah post sectio caesarea indikasi 37 week letak Oblique +
Primitua
3. Mahasiswa mampu menyusun intervensi keperawatan kepada pasien
dengan masalah post sectio caesarea indikasi 37 week letak Oblique +
Primitua
4. Mahasiswa mampu melakukan implementasi keperawatan kepada pasien
dengan masalah post sectio caesarea indikasi 37 week letak Oblique +
Primitua
5. Mahasiswa mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah
diberikan kepada pasien dengan masalah post sectio caesarea indikasi 37
week letak Oblique + Primitua
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Medis
2.1.1 Definisi Sectio Caesarea
Sectio caesarea adalah kelahiran janin melalui insisi pada dinding
abdomen dan dinding uterus. Sectio caesarea juga dapat didefinisikan sebagai
suatu hysterectomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Saifuddin, 2010)
2.1.2 Indikasi Sectio Caesarea
Indikasi sectio caesarea antara lain: riwayat sectio caesarea sebelumnya,
presentasi bokong, distosia, fetal distress, preeklampsia berat, gawat janin,
panggul sempit, dan plasenta previa (Saifuddin, 2010).
1. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi. Pre eklampsia merupakan
penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan.
Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati
agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
2. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban
pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan
berlangsung. Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam obstetric
berkaitan dengan penyulit kelahiran premature dan terjadinya infeksi
khoriokarsinoma sampai sepsis, yang meningkatkaan morbiditas dan mortalitas
perinatal dan menyebabkan infeksi ibu.
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan
membrane atau meningkatnya tekanan intrauterine atau oleh kedua faktor
tersebut. Berkurangnya kekuatan membrane disebabkan oleh adanya infeksi yang
dapat berasal dari vagina dan serviks. Penanganan ketuban pecah dini
memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya infeksi pada komplikasi ibu dan
janin dan adanya tanda-tanda persalinan.
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan
membrane atau meningkatnya tekanan intrauterine atau oleh kedua faktjor
tersebut. Berkurangnya kekuatan membrane disebabkan oleh adanya infeksi yang
dapat berasal dari vagina dan serviks. Penanganan ketuban pecah dini
memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya infeksi pada komplikasi ibu dan
janin dan adanya tanda-tanda persalinan (Saleha, 2009)
3. Bayi Kembar tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara Caesar.
Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang
lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat
mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan
secara normal.
4. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada
jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
5. Kelainan Letak Janin
1) Kelainan pada letak kepala
a. Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam
teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul,
kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar
panggul.
b. Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang
terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira
0,27-0,5 %.
c. Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi
terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya
dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak
belakang kepala.
2) Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum
uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong,
presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna
dan presentasi kaki.
6. Kelainan Letak lintang
Letak Lintang ialah jika letak anak di dalam rahim sedemikian rupa hingga
paksi tubuh anak melintang terhadap paksi rahim. Sesungguhnya letak lintang
sejati (paksi tubuh anak tegak lurus pada paksi rahim dan menjadikan sudut 90o)
jarang sekali terjadi. Pada letak Lintang, bahu biasanya berada diatas pintu atas
panggul sedangkan kepala terletak pada salah satu fosa iliaka dan bokong pada
fosa iliaka yang lain. Pada keadaan ini, janin biasa berada pada presentase bahu/
akromion.
2.1.3 Klasifikasi Sectio Caesarea
Sectio caesarea klasik atau corporal: insisi memanjang pada segmen atas
uterus. Sectio caesarea transperitonealis profunda: insisi pada segmen bawah
rahim, paling sering dilakukan, adapun kerugiannya adalah terdapat kesulitan
dalam mengeluarkan janin sehingga memungkinkan terjadinya perluasan luka
insisi dan dapat menimbulkan pendarahan. Sectio caesarea ekstra peritonealis:
dilakukan tanpa insisi peritoneum dengan mendorong lipatan peritoneum keatas
dan kandung kemih ke bawah atau ke garis tengah, kemudian uterus dibuka
dengan insisi di segmen bawah. Sectio caesarea Hysterectomi: dengan indikasi
atonia uteri, plasenta akreta, myoma uteri, infeksi intra uterin berat (Yongki,
2010).
2.2 Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan
meliputi distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin,
prolaps tali pusat, abrupsio plasenta dan plasenta previa.
1. Identitas atau biodata klien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status
perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor
register, dan diagnosa keperawatan.
2. Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh sakit perut, perdarahan, nyeri pada luka jahitan,
takut bergerak.
3. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu:
Penyakit kronis atau menular dan menurun seperti jantung,
hipertensi, DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
2) Riwayat kesehatan sekarang :
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatkan cairan ketuban yang
keluar pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda
persalinan.
3) Riwayat kesehatan keluarga:
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT,
TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut
diturunkan kepada klien.
4. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan
cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya
menjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam
perawatan dirinya.
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena
dari keinginan untuk menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga
banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas
karena mengalami kelemahan dan nyeri.
4) Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah
kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema
dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering
terjadi konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB.
5) Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena
adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan.
6) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga
dan orang lain.
7) Pola penanggulangan stres
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka jahitan
dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas
primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya.
9) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-
lebih menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi perubahan
konsep diri antara lain dan body image dan ideal diri.
10) Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual
atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses
persalinan dan nifas (Saifuddin, 2010).
5. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat
adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
2) Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena
adanya proses menerang yang salah
3) Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva,
dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena
proses persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kuning.
4) Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya,
adakah cairan yang keluar dari telinga.
5) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang
ditemukan pernapasan cuping hidung
6) Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi
areola mamae dan papila mamae.
7) Abdomen
Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa
nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
8) Genitalia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila
terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak
dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
9) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur
10) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena
membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit
jantung atau ginjal.
11) Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi
cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun (Saleha, 2009).
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Dengan SC menurut Bobak (2005) :
1. Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan post op SC
2. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan/ luka post op
3. Resiko terjadinya cidera berhubungan dengan vasospasme dan
peningkatan tekanan darah
4. Konstipasi berhubungan dengan ketidakmampuan eleminasi
2.2.3 Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa NOC NIC
1. Nyeri NOC : Pain Management
berhubungan 1. Pain Level, 1. Lakukan pengkajian nyeri
dengan 2. Pain control, secara komprehensif
trauma 3. Comfort level termasuk lokasi,
pembedahan Setelah dilakukan karakteristik, durasi,
post op SC asuhan keperawatan frekuensi, kualitas dan
selama 1x8 jam faktor presipitasi
diharapkan nyeri 2. Observasi reaksi
berkurang dengan nonverbal dari
indikator: ketidaknyamanan
1. Mampu 3. Gunakan teknik
mengontrol nyeri komunikasi terapeutik
(tahu penyebab untuk mengetahui
nyeri, mampu pengalaman nyeri pasien
menggunakan 4. Kaji kultur yang
tehnik mempengaruhi respon
nonfarmakologi nyeri
untuk 5. Evaluasi pengalaman
mengurangi nyeri masa lampau
nyeri, mencari 6. Evaluasi bersama pasien
bantuan) dan tim kesehatan lain
2. Melaporkan tentang ketidakefektifan
bahwa nyeri kontrol nyeri masa lampau
berkurang dengan 7. Bantu pasien dan keluarga
menggunakan untuk mencari dan
manajemen nyeri menemukan dukungan
3. Mampu 8. Kontrol lingkungan yang
mengenali nyeri dapat mempengaruhi nyeri
(skala, intensitas, seperti suhu ruangan,
frekuensi dan pencahayaan dan
tanda nyeri) kebisingan
4. Menyatakan rasa 9. Kurangi faktor presipitasi
nyaman setelah nyeri
nyeri berkurang 10. Pilih dan lakukan
5. Tanda vital dalam penanganan nyeri
rentang normal (farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan
intervensi
12. Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
13. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil
17. Monitor penerimaan
pasien tentang manajemen
nyeri
Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
2. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan
analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
6. Tentukan analgesik
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
7. Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur
8. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
9. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat dan evaluasi
efektivitas analgesik,
tanda dan gejala (efek
samping)
2. Risiko infeksi NOC : Infection Control (Kontrol
b.d tindakan Immune Status infeksi)
invasif, Risk control 1. Bersihkan lingkungan
paparan Setelah dilakukan setelah dipakai pasien lain
lingkungan asuhan keperawatan 2. Pertahankan teknik isolasi
patogen selama 3x24 jam 3. Batasi pengunjung bila
diharapkan resiko perlu
infeksi terkontrol 4. Instruksikan pada
dengan indikator: pengunjung untuk
1. Klien bebas dari mencuci tangan saat
tanda dan gejala berkunjung dan setelah
infeksi berkunjung meninggalkan
2. Mendeskripsikan pasien
proses penularan 5. Gunakan sabun
penyakit, factor antimikrobia untuk cuci
yang tangan
mempengaruhi 6. Cuci tangan setiap
penularan serta sebelum dan sesudah
penatalaksanaanya tindakan kperawtan
3. Menunjukkan 7. Gunakan baju, sarung
kemampuan untuk tangan sebagai alat
mencegah pelindung
timbulnya infeksi. 8. Pertahankan lingkungan
Jumlah leukosit aseptik selama
dalam batas pemasangan alat
normal 9. Ganti letak IV perifer dan
4. Menunjukkan line central dan dressing
perilaku hidup sesuai dengan petunjuk
sehat umum
10. Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
11. Tingkatkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotik
bila perlu

Infection Protection (Proteksi


Terhadap Infeksi)
1. Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
2. Monitor hitung granulosit,
WBC
3. Monitor kerentanan
terhadap infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung
terhadap penyakit menular
6. Partahankan teknik
aspesis pada pasien yang
beresiko
7. Pertahankan teknik isolasi
k/p
8. Berikan perawatan kuliat
pada area epidema
9. Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
10. Ispeksi kondisi luka /
insisi bedah
11. Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai
resep
15. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi
16. Ajarkan cara menghindari
infeksi
17. Laporkan kecurigaan
infeksi
3. Resiko Setelah dilakukan 1. Tinjau ulang catan
terjadinya asuhan keperawatan prenatal dan intra partal
cidera selama 3x24 jam terhadap faktor-faktor
berhubungan diharapkan yang mempredisposisikan
dengan menurunkan faktor- klien pada
vasospasme faktor resiko dan komplikasi.catat kadar HB
dan perlindungan diri dan kehilangan darah
peningkatan dengan indikator : operatif.
tekanan darah klien bebas dari 2. Pantau TD,nadi,dan suhu.
komplikasi 3. Catat kulit dingin, basah;
nadi lemah dan halus;
perubahan perilaku ;
pelambatan pengisian
kapiler : atau sianosis.
4. Inspeksi balutan terhadap
pendarahan berlebihan.
5. Catat tanggal drainase
pada balutan beritahu
dokter bila rembesan
berlanjut
6. Perhatikan karakter dan
jumlah aliran lokhea dan
konsistgensi fundus.
7. Pantau masukan cairan
dan haluaran urin
perhatikan penampilan
warna, konsistensi dan
berat jenis urin.
8. Anjurkan latihan
kaki/pergelangan kaki dan
ambulasi dini.
4. Konstipasi Setelah dilakukan 1. Auskultasi terhadap
berhubungan asuhan keperawatan adanya bising usus pada
dengan selama 3x24 jam keempat kuadran setiap
ketidakmamp diharapkan eleminasi 4 jam setelah kelahiran
uan eleminasi klien lancar dengan sesarea
indikator : 2. Palpasi abdomen,
Bising usus kembali perhatikan distensi atau
normal ketidaknyamanan
3. Anjurkan cairan oral yang
adekuat bila masukan
oral sudah mulai
kembali. Anjurkan
peningkatan diet
makanan kasar dan
buah-buahan dan sayuran
dan bijinya.
4. Anjurkan latihan kaki
dan pengencangan
abdominal, tingkatkan
ambulasi dini
5. Identifikasi aktifitas-
aktifitas dimana klien
dapat menggunakannnya
dirumah untuk
merangsang kerja usus.
6. Kolaborasi berikan
analgesic 30 menit
sebelum ambulasi
7. Berikan pelunak feses atau
katartik ringan.

2.2.4 Implementasi
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan
berguna untuk memenuhi kebutuhan klien mencapai tujuan yang diharapkan
secara optimal. Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan
yang lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan.
Dokumentasi tindakan keperawatan ini berguna untuk komunikasi antar tim
kesehatan sehingga memungkinkan pemberian tindakan keperawatan yang
berkesinambungan.
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf
keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk
memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, L.J. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4 (Terjemahan).


Jakarta: EGC.

Carpenito. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 21. Alih Bahasa :
Yasmin Asih, S.Kp. Jakarta : EGC

Saifuddin. 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal. Editor, Gulardi Hanifa Winknjosastro, Biran Affandi, Djoko
Waspodo. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Saleha, S. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika.

Yongki, dkk. 2010. Asuhan Pertumbuhan Kehamilan Persalinan Neonatus Bayi


dan Balita. Yogyakarta: Muha Medika.

Anda mungkin juga menyukai