Anda di halaman 1dari 16

khutbah jum'at TOLERANSI ANTAR UMAT BERAGAMA

Pada kesempatan yang berbahagia ini, di hari yang sangat cerah dan damai ini, marilah
kita ucapka puja-puji dan syukur kita kehadirat Allah SWT yang mana hingga detik ini masih
memberikan kita nikmat iman, kesehatan dan nikmat-nikmat lainnya yang tiada tandingannya
diatas muka bumi ini. Sehingga kita masih dapat berkumpul didalam ruangan ini tanpa kurang
suatu apapun.
Sesungguhnya perlu kita ketahui bahwa segala yang ada didunia ini dari kuman yang
sekecil apapun sampai kepada benda yang besar seperti bulan, bintang, bumi maupun matahari
sesungguhnya semua itu kecil bila dibandingkan dengan kebesaran allah SWT yang tiada duanya
didunia ini. Oleh sebab itu, saya mengajak saudara sekalian untuk bersatu padu duduk sama
rendah, berdiri sama tinggi dibawah naungan kalimat tauhid.
Dan tak lupa pula shalawat beserta salam kita hadiahkan kepeda rasul junjungan alam
dengan mengucapakan Allahummashalli ‘alasyaidina Muhammad, wa’ala ‘alisyaidina
Muhammad yang mana beliau telah berhasil membawa ummatnya dari zaman jahiliah, dari alam
kebodohan ke alam yang bersinar bak mutiara dilautan seperti yang kita rasakan pada saat
sekarang ini
Hadirin sekalian yang dirahmati Allah SWT…

Dalam khutbah yang singkat ini, khatib ingin menyampaikan sebuah materi yang
berkaitan dengan “Toleransi antar Umat Beragama”. Materi ini khatib rasa masih sangat
signifikan dan urgen, bersamaan dengan gejala masih mengentalnya sentimen-sentimen
keagamaan di berbagai kawasan di negeri kita. Sesungguhnya tidak ada paksaan dalam agama.
Islam mengajarkan pemeluknya untuk membiarkan orang untuk menganut kepercayaan masing-
masing. Artinya, Islam sekedar menganjurkan pemeluknya untuk mengajak orang lain, bukan
memaksanya untuk memeluk agama Islam. Bahkan, dalam sebuah ayat disebutkan, “Jangan
memaki sembahan orang. Karena, kalau kamu memaki sembahan mereka, maka mereka juga
akan memaki sembahanmu.” Fenomena ini tentunya, merupakan tantangan bagi para cendekia
kita untuk segera merumuskan cetak biru toleransi beragama di Indonesia, sekaligus
tanggungjawab para ulama untuk memahamkan umatnya akan hakikat toleransi sesuai ajaran
agama Islam. Sehingga, hubungan intern dan ekstern antarumat beragama yang lebih baik dapat
segera wujud, bukan lagi hanya dalam awang-awang, keinginan dan teori semata, melainkan
dalam kehidupan nyata sehari-hari.

Konsep Toleransi dalam Islam Semua orang tahu bahwa agama Islam adalah agama yang
paling toleran terhadap pemeluk agama dan kepercayaan lain. Seseorang tidak pernah dipaksa
masuk kedalam agama Islam, bila dia tidak mau. Dalam sejarah belum pernah terjadi, ada
seseorang masuk Islam karena dipaksa, diancam atau diintimidasi. Sebab dalam pandangan
Islam, setiap orang wajib dihormati kebebasanya dalam menentukan jalan hidupnya.Kebebasan
dan toleransi merupakan dua hal yang seringkali dipertentangkan dalam kehidupan manusia.
Secara khusus dalam komunitas yang beragam dan akan lebih rumit ketika dibicarakan dalam
wilayah agama. Kebebasan beragama dianggap sebagai sesuatu yang menghambat kerukunan
tidak adanya toleransi), karena dalam pelaksanaan kebebasan mustahil seseorang tidak
menyentuh kenyamanan orang lain.
Akibatnya, pelaksanaan kebebasan menghambat jalannya kerukunan antarumat
beragama.Kebebasan beragama pada hakikatnya adalah dasar bagi terciptanya kerukunan antar
umat beragama. Tanpa kebebasan beragama tidak mungkin ada kerukunan antar umat beragama.
Kebebasan beragama adalah hak setiap manusia. Hak untuk menyembah Tuhan diberikan oleh
Tuhan, dan tidak ada seorang pun yang boleh mencabutnya.

Demikian juga sebaliknya, toleransi antarumat beragama adalah cara agar kebebasan
beragama dapat terlindungi dengan baik. Kebebasan dan toleransi tidak dapat diabaikan. Namun
yang sering kali terjadi adalah penekanan dari salah satunya, misalnya penekanan kebebasan
yang mengabaikan toleransi dan usaha untuk merukunkan dengan memaksakan toleransi dengan
membelenggu kebebasan. Untuk dapat mempersandingkan keduanya, pemahaman yang benar
mengenai kebebasan beragama dan toleransi antar umat beragama merupakan sesuatu yang
penting dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat.
Sebagai suatu ajaran fundamental atau asasi, konsep toleransi telah banyak ditegaskan
dalam Alquran. Di antaranya sebagaimana yang termaktub dalam surat (QS. Al Baqarah:256),
Allah Swt berfirman:
‫ام‬
‫ص ا‬‫سكا بِ ْالعُ ْر اوةِ ْال ُوثْقاى اَل ا ْن ِف ا‬
‫اَّللِ فاقا ِد ا ْست ْام ا‬
َّ ِ‫ت اويُؤْ ِم ْن ب‬ َّ ‫الر ْشد ُ ِمنا ْالغاي ِ فا ام ْن يا ْكفُ ْر بِال‬
ُ ‫طا‬
ِ ‫غو‬ ِ ‫اَل إِ ْك اراها فِي الد‬
ُّ ‫ِين قادْ تابايَّنا‬
.‫س ِمي ٌع اع ِلي ٌم‬ َّ ‫لا اها او‬
‫َّللاُ ا‬
“Tidak ada paksaan dalam beragama Islam. Sungguh telah jelas jalan yang benar dari
jalan yang salah. Karena itu, barangsiapa yang ingkar kepada thagut (tuhan selain Allah) dan
beriman kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada tali yang sangat kuat
yang tidak akan putus. Allah maha mendengar, lagi maha mengetahui.” (QS. Al Baqarah:256)

Kebebasan untuk memilih agama dalam ayat ini mengandung maksud, bahwa memeluk
agama Islam tidak menghendaki adanya paksaan, melainkan melalui kesadaran dan keinginan
pribadi yang bersangkutan. Bagi mereka yang berkenan, dipersilahkan, bagi yang tidak, adalah
hak mereka sendiri untuk menolak dengan sepenuh hati. Bahkan ketika ayat ini menggunakan
kalimat negatif yang dalam tata bahasa Arab dikenal dengan “lâ nâfiah”, maka ayat ini dapat
diartikan sebagai larangan keras bagi kaum muslimin untuk tidak memaksakan ajaran Islam
kepada pemeluk agama lain. Namun sebagai konsekuensinya, seseorang yang telah menjatuhkan
pilihannya kepada agama Islam, sudah seharunya konsisten di dalam menjalankan ajaran
agamanya secara baik dan benar. Inilah bentuk toleransi agama yang begitu nyata yang
ditegaskan oleh Islam.

Sama halnya dengan Surat (QS. Al-Kafirun:1-6):


‫) او اَل أ ا ْنت ُ ْم‬4( ‫) او اَل أاناا اعا ِبد ٌ اما اع ابدْت ُ ْم‬3( ُ ‫) او اَل أ ا ْنت ُ ْم اعا ِبدُونا اما أا ْعبُد‬2( ‫) اَل أ ا ْعبُدُ اما تا ْعبُدُونا‬1( ‫قُ ْل ايا أ ا ُّي اها ْالكاا ِف ُرونا‬
)6( ‫ِين‬ِ ‫يد‬ ‫) لا ُك ْم دِينُ ُك ْم او ِل ا‬5( ُ ‫اعابِد ُونا اما أ ا ْعبُد‬
“Katakanlah (hai Muhammad): "Wahai orang-orang kafir, aku tidak menyembah apa
yang kamu sembah, dan kamu pun tidak menyembah Tuhan yang aku sembah. Aku tidak pernah
menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu pun tidak pernah menjadi penyembah
Tuhan yang aku sembah. Karena untukmulah agamu, dan untukkulah agamaku”
Melalui ayat ini dapat dipahami, bahwa Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad
SAW dan kaum muslimin untuk tidak ikut-ikutan dalam upacara peribadadatan agama lain,
karena ajaran Islam mempunyai batasan-batasan tertentu dalam beribadah dan berkeyakinan.
Namun tidak juga memaksakan ajaran Islam kepada mereka, karena "bagi mereka (orang kafir)
agama mereka, bagiku (orang Islam) agamaku". Nampak di sini adanya keseimbangan, antara
tidak turut campur dalam urusan ibadah agama masing-masing dan tidak memaksakan agama
kepada mereka.
Pada prinsipnya toleransi beragama memang baik adanya. tapi keyakinan suatu hal iman
tidak bisa Islam untuk berkompromi.

Surat (Al-Mumtahanah:8)menjelaskan tentang tidak adanya larangan bagi orang Islam


untuk berbuat baik, berlaku adil dan menolong orang-orang non-Islam. Allah Swt berfirman:

ِ ‫َّللاا ي ُِحبُّ ْال ُم ْقس‬


‫ِطينا‬ ُ ‫ار ُك ْم أ ا ْن تابا ُّرو ُه ْم اوت ُ ْق ِس‬
َّ ‫طوا إِلا ْي ِه ْم إِ َّن‬ ِ ‫َّللاُ اع ِن الَّذِينا لا ْم يُقااتِلُو ُك ْم فِي الد‬
ِ ‫ِين اولا ْم ي ُْخ ِر ُجو ُك ْم ِم ْن ِديا‬ َّ ‫ اَل يا ْن اها ُك ُم‬.

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil kepada orang-orang
yang tidak memerangi kamu karena agama, dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”

Melalui ayat ini, Alquran berpandangan, bahwa perbedaan agama bukan penghalang
untuk merajut tali persaudaraan antarsesama manusia yang berlainan agama. Jangan lupa, bahwa
Tuhan menciptakan planet bumi ini tidak untuk satu golongan agama tertentu. Dengan adanya
bermacam-macam agama, itu tidak berarti bahwa Tuhan membenarkan diskriminasi atas
manusia, melainkan untuk saling mengakui eksistensi masing-masing (lita'ârafû).

Walhasil, sungguh tidak beralasan bagi seorang muslim untuk tidak menenggang dan
bersikap toleran kepada orang lain hanya karena dia bukan penganut agama Islam. Pembiaran
terhadap orang lain (al-âkhar) untuk tetap memeluk agama non-Islam adalah bagian dari perintah
Islam sendiri. Dengan kata lain, pemaksaan dalam perkara agama di samping bertentangan
secara diametral dengan harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang merdeka juga
berlawanan dengan ajaran Islam itu sendiri. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Baqarah
ayat 256 tadi: "Tidak boleh ada paksaan dalam beragama. Sungguh telah nyata (berbeda)
kebenaran dan kesesatan".
Bahkan, Nabi Saw pernah mendapat teguran dari Allah Swt, yang termaktub dalam Surat
(Yunus:99):

‫ض ُكلُّ ُه ْم اج ِميعًا أافاأانتا ت ُ ْك ِرهُ النَّ ا‬


‫اس احتَّى يا ُكونُواْ ُمؤْ ِمنِينا‬ ِ ‫اولا ْو شااء اربُّكا آل امنا امن فِي األ ا ْر‬
"Kalau Tuhanmu mau, tentulah semua orang yang ada di muka bumi ini telah beriman,
maka apakah kamu (wahai Muhammad) akan memaksa seluruh manusia hingga mereka menjadi
orang-orang yang beriman semuanya?"

Menjadi hak setiap orang tentunya untuk mempercayai bahwa agamanyalah yang benar.
Namun, dalam waktu yang bersamaan, yang bersangkutan juga harus menghormati jika orang
lain berpikiran serupa. Karena hal itu merupakan masalah pribadi, tidak banyak gunanya
memaksa seseorang untuk memeluk suatu agama kalau tidak dibarengi dengan kepercayaan dan
keyakinan penuh dari orang tersebut. Memeluk agama karena paksaan dan intimidasi merupakan
kepemelukan agama yang pura-pura, tidak serius, dan bohong.
Tidak adanya izin teologis dari sang Maha Pencipta untuk melakukan pemaksaan dalam
urusan agama ini menjadi ditolerir, karena Tuhan telah memposisikan manusia sebagai makhluk
berakal yang mampu untuk membedakan dan memilih agama yang diyakini dapat mengantarkan
dirinya menuju gerbang kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat. Allah sendiri telah
berfirman dalam surah (alkahfi:30) :
‫ضي ُع أاجْ ار ام ْن أاحْ ا‬
‫سنا اع ام ًل‬ ِ ُ‫ت إِنَّا اَل ن‬ َّ ‫إِ َّن الَّذِينا آ ا امنُوا او اع ِملُوا ال‬
ِ ‫صا ِل احا‬
“sungguh, mereka yang beriman dan mengerjakan kebajikan, kami benar-benar tidak
akan menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat kebajikan tersebut.”

Sementara itu, sejumlah hukum agama seperti riddah (keluar dari ajaran Islam), kufr
(kafir) yang oleh sebagian oknum dikatakan sebagai argumentasi untuk menolak ajakan
toleransi, jelas merupakan kesalahan fatal dalam meletakkan hukum agama. Artinya, hukum
agama tidak diletakkan dalam proporsinya yang benar sebagai jalan (syir'ah, minhâj) untuk
sampai kepada Tuhan. Syariat bukanlah ghâyah --meminjam bahasa ushul fikih-- melainkan
washîlah. Dalam ushul fikih, cukup kesohor adanya sebuah kaidah: al-Islâm murûnatun fi l-
wasâ`il wa tsabâtun fi l-ghâyât (Islam bersifat lentur-elastis ketika berbicara tentang sarana
pencapaian sebuah tujuan, namun sangat tegas ketika sudah menyangkut tujuan itu sendiri).

Ma’âsyiral muslimîn rahimakumullâh...

Bercermin dari konsep Islam dalam bertoleransi, hendaknya setiap dari kita harus
menyadari, bahwa Islam memerintahkan kepada umatnya untuk saling tenggang rasa dan
toleransi dalam menjalankan ajaran agamanya masing-masing. Allah Swt sengaja menciptakan
manusia berbilang bangsa dan suku hanya untuk menguji, mampukah manusia untuk hidup
rukun dan damai penuh kasih sayang di dalam mencari kebenaran di sisinya.
Akhir-akhir ini, kebanggaan toleransi yang kita miliki sebagai bangsa Indonesia telah luluh
lantak oleh sederetan kekerasan, yang diakui atau tidak, sangat kental beraroma agama.
Bagaimana tidak, pada tataran realitas, para pelaku tindak kekerasan yang sekaligus penganut
agama kerap membakar tempat-tempat ibadah, seperti mesjid dan gereja. Ribuan nyawa telah
melayang akibat konflik-konflik agama semacam ini.
Oleh karena itu, dalam kehidupan bermasyarakat jangan sampai kita mengklaim bahwa
kami pasti benar dan kamu pasti salah. Ayat selanjutnya menjelaskan, “Katakan (wahai Nabi
Muhammad kepada orang-orang non-muslim), kalian tidak akan dimintai pertanggungjawaban
atas dosa-dosa kami dan kami pun tidak akan diminta pertanggungjawaban atas apa yang kamu
kerjakan. Katakanlah, Tuhan kita akan menghimpun kita di hari kemudian. Kemudian Dia akan
memberi putusan yang benar (haq), siapa yang benar dan siapa yang salah.” Dengan bahasa lain,
saat turunnya surat al-Kafirun, Nabi Saw. mengatakan, kalian (kaum musyrik Quraisy) tidak
usah mengatakan bahwa agama kalian benar dan agama saya benar, karena secara prinsip
memang sangat berbeda.
Ini menunjukkan bahwa kita tidak perlu mempersoalkan kepercayaan yang berbeda,
apakah itu Islam, Kristen, atau Yahudi. Yang penting, bagaimana masing-masing
mempercayainya sendiri. Bahkan dalam ayat lain Allah berfirman, “Jangan memaki sembahan
orang. Karena, kalau kamu memaki sembahan mereka, maka mereka juga akan memaki
sembahanmu.” Nah, inilah konsep etika beragama yang diajarkan al-Qur’an
Karena itu, perlu ada kemauan dan kebulatan tekad bersama untuk menyelamatkan
bangsa ini dari perpecahan dan krisis multidimensial, akibat pemahaman agama yang minim.
Bukan hanya dari kita sebagai warga muslim, tetapi juga dari mereka kalangan non-muslim.

khutbah jum'at "akhlaqul karimah"


Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh…
ِ ‫سيئاا‬
‫ت‬ ُ ‫ِإن ْال اح ْمدا للِ ن ْاح امدُهُ اونا ْست ا ِع ْينُهُ اونا ْست ا ْغ ِف ُرهُ اوناعُ ْوذُ ِباللِ ِم ْن‬
‫ش ُر ْو ِر أ ا ْنفُ ِسناا و ِم ْن ا‬
ُ‫ِي لاه‬
‫ض ِل ْل فالا هااد ا‬ْ ُ‫ضل لاهُ او ام ْن ي‬ ِ ‫أ ا ْع اما ِلناا ام ْن يا ْه ِد ِه للاُ فالا ُم‬

‫سل ْم اعلى ُم احمد‬ ‫االل ُهم ا‬


‫صل او ا‬

‫اياأاي اها الذايْنا آ امنُ ْوا اتقُوا للاا احق تُقاا ِت ِه اوَلا ت ا ُم ْوتُن ِإَل اوأ ا ْنت ُ ْم ُم ْس ِل ُم ْونا‬

(QS. Al-A'raf 7:199) َ‫ض َع ِن ْال َجا ِه ِلين‬ ِ ‫ُخ ِذ ْال َع ْف َو َوأْ ُم ْر ِب ْالعُ ْر‬
ْ ‫ف َوأَع ِْر‬
Para hadirin khutbah jumat yang saya hormati, potongan ayat Al Qur’an diatas
merupakan potongan ayat dari surah Al-A’araf yata 199 yang artinya :

“Jadilah engkau pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta
berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh”. (Al-A’raaf: 199)

Ayat ini menurut Az-Zamaksyari dan Ibnu Asyur termasuk kategori “Ajma’u Ayatin fi
Makarimil Akhlak”, ayat yang paling komprehensif dan lengkap tentang bangunan akhlak yang
mulia, karena bangunan sebuah akhlak yang terpuji tidak lepas dari tiga hal yang disebutkan oleh
ayat diatas, yaitu mema’afkan atas tindakan dan prilaku yang tidak terpuji dari orang lain,
senantiasa berusaha melakukan dan menyebarkan kebaikan, serta berpaling dari tindakan yang
tidak patut.

Imam Ar-Razi juga memahami ayat ini sebagai manhaj yang lurus dalam bermu’amalah
dengan sesama manusia yang jelas menggambarkan sebuah nilai akhlak yang luhur sebagai
cermin akan keluhuran ajaran Islam, terutama di tengah ketidak menentuan bangunan akhlak
umat ini.

Para hadirin siding jum’ah Rakhimakumullah..

Secara tematis, mayoritas tema surah Al-A’raaf memang berbicara tentang prilaku dan
perbuatan tidak bermoral dan jahil orang-orang musyrik, maka menurut Ibnu ‘Asyur,
sesungguhnya ayat ini merupakan solusi yang ditawarkan oleh Al-Qur’an atas perilaku
umumnya orang-orang musyrik. Bahkan posisi ayat ini yang berada di akhir surah Al-A’raaf
sangat tepat dijadikan sebagai penutup surah dalam pandangan Sayid Quthb dalam tafsir Fi
Dzilalil Qur’an karena merupakan arahan dan taujih langsung Allah swt kepada Rasul-Nya
Muhammad saw dan orang-orang yang beriman bersama beliau saat mereka berada di Makkah
dalam menghadapi kebodohan dan kesesatan orang-orang jahiliyah di Makkah pada periode awal
perkembangan Islam.
Berdasarkan tematisasi ayat yang berbicara tentang akhlak mema’afkan, maka ayat yang
mengandung perintah mema’afkan ternyata ditujukan khusus untuk Rasulullah SAW sebagai
teladan dalam sifat ini. Dalam surah Al-Baqarah ayat 109 misalnya, Allah swt memerintahkan
Nabi Muhammad saw agar tetap menjunjung tinggi akhlak mema’afkan kepada setiap yang
beliau temui dalam perjalanan dakwahnya. Allah swt berfirman, “Maka ma’afkanlah dan
biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya Sesungguhnya Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu”.

Bahkan dalam surah Ali Imran Ayat 159, Allah menggambarkan rahasia sukses dakwah
Rasulullah saw yang dianugerahi nikmat yang teragung dari Allah swt yaitu nikmat senantiasa
bersikap lemah lembut, lapang dada dan mema’afkan terhadap perilaku kasar orang lain, “Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”.

Para hadirin khutbah jum’at sekalian..

Secara redaksional, perintah mema’afkan dalam ayat Makarimil Akhlak di atas bersifat
umum dalam segala bentuknya. Ibnu ‘Asyur menyimpulkan hal tersebut berdasarkan analisa
bahasa pada kata “Al-Afwu” yang merupakan lafadz umum dalam bentuk “ta’riful jinsi”
(keumuman dalam jenis dan bentuk mema’afkan). Mema’afkan disini bisa diartikan sebagai
sikap berlapang dada, tidak membalas prilaku buruk orang, bahkan mendoakan kebaikan untuk
mereka. Namun tetap keumuman Al-Afwu disini tidak mutlak dalam setiap keadaan dan setiap
waktu, seperti terhadap orang yang membunuh sesama muslim dengan sengaja tanpa alasan yang
benar, atau terhadap orang yang melanggar aturan Allah swt secara terang-terangan berdasarkan
nash Al-Qur’an dan hadits yang mengecualikan keumuman tersebut.

Demi keutamaan dan keagungan kandungan ayat diatas, Rasulullah saw menjelaskannya
sendiri dalam bentuk tafsir nabawi yang tersebut dalam musnad Imam Ahmad dari Uqbah bin
Amir, bahwa Rasulullah saw pernah memberitahukan kepadanya tentang kemuliaan akhlak
penghuni dunia. Rasulullah saw berpesan: “Hendaklah kamu menghubungkan tali
silaturahim dengan orang yang justru berusaha memutuskannya, memberi kepada
orang yang selalu berusaha menghalangi kebaikan itu datang kepadamu, serta
bersedia mema’afkan terhadap orang yang mendzalimimu”.

Penafsiran Rasulullah saw terhadap ayat diatas sangat jelas korelasinya. Seseorang yang
menghubungkan silaturahim kepada orang yang memutuskannya berarti ia telah mema’afkan.
Seseorang yang memberi kepada orang yang mengharamkan pemberian berarti ia telah datang
kepadanya dengan sesuatu yang ma’ruf. Serta seseorang yang memaafkan kepada orang yang
telah berbuat aniaya berarti ia telah berpaling dari orang-orang yang jahil.

Bahkan secara aplikatif, perintah ayat ini mampu membendung emosi Umar bin Khattab
saat mendengar kritikan pedas Uyainah bin Hishn atas kepemimpinan Umar. Uyainah berkata
kepada Umar, “Wahai Ibnu Khattab, sesungguhnya engkau tidak pernah memberi kebaikan
kepada kami dan tidak pernah memutuskan perkara kami dengan adil”. Melihat reaksi
kemarahan Umar yang hendak memukul Uyainah, Al-Hurr bin Qays yang mendampingi
saudaranya Uyainah mengingatkan umar dengan ayat Makarimil Akhlak, “Ingatlah wahai
Umar, Allah telah memerintahkan nabi-Nya agar mampu menahan amarah dan
mema’afkan orang lain. Sungguh tindakan engkau termasuk prilaku orang-orang
jahil”. Kemudian Al-Hurr membacakan ayat ini. Seketika Umar terdiam merenungkan ayat yang
disampaikan oleh saudaranya. Dan semenjak peristiwa ini, Umar sangat mudah tersentuh dengan
ayat-ayat Al-Qur’an yang menegur tindakan atau prilakunya yang kurang terpuji. (Hadits riwayat
Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas).

Para hadiri khutbah Jum’at Rahimakumullah..

Sungguh dalam keseharian kita, di sekeliling kita, tipologi orang-orang jahil, orang-orang
yang mengabaikan aturan, norma dan nilai-nilai kebaikan Islam akan sering kita temui. Jika
sikap yang kita tunjukkan kepada mereka juga mengabaikan aturan Allah swt, maka bisa jadi
kita memang termasuk kelompok orang-orang jahil seperti mereka. Namun kita berharap,
mudah-mudahan nilai spritualitas dan moralitas yang telah tertanam selama proses madrasah
Ramadhan masih tetap membekas dan mewarnai sikap dan prilaku kehidupan kita, sehingga
tampilan akhlak yang mulia senantiasa menyertai ucapan, sikap dan tindakan kita terhadap
sesama, untuk kebaikan bersama umat. Allahu A’lam.

Demikianlah khutbah Jum’at yang dapat saya sampaikan, semoga dengan Khutbah
tersebut dapat menambah keimanan dan ketaqwaan kita sehingga kita dapat menjadi hamba
Allah yang berakhlaqul karimah, karena sesungguhnya Rasulullah di utus didunia ini sebagai
penyempurna akhlaq umat seluruh alam ini.

Khutbah ke dua…

ِ ‫سيئاا‬
‫ت‬ ُ ‫إِن ْال اح ْمدا للِ ن ْاح امدُهُ اونا ْست ا ِع ْينُهُ اونا ْست ا ْغ ِف ُرهُ اوناعُ ْوذُ بِاللِ ِم ْن‬
‫ش ُر ْو ِر أ ا ْنفُ ِسناا و ِم ْن ا‬
ُ‫ِي لاه‬
‫ض ِل ْل فالا هااد ا‬ْ ُ‫ضل لاهُ او ام ْن ي‬ ِ ‫أ ا ْع اما ِلناا ام ْن يا ْه ِد ِه للاُ فالا ُم‬

‫سل ْم اعلى ُم احمد‬ ‫االل ُهم ا‬


‫صل او ا‬

‫يااأاي اها الذايْنا آ امنُ ْوا اتقُوا للاا احق تُقااتِ ِه اوَلا ت ا ُم ْوتُن إَِل اوأ ا ْنت ُ ْم ُم ْس ِل ُم ْونا‬
ata Cara Khutbah Jum’at
Bacaan / Doa dan Rukun khatib jumat
Tata cara pelaksanaan shalat Jum’at, yaitu :
1. Khatib naik ke atas mimbar setelah tergelincirnya matahari (waktu dzuhur), kemudian
memberi salam dan duduk.
2. Muadzin mengumandangkan adzan sebagaimana halnya adzan dzuhur.
3. Khutbah pertama: Khatib berdiri untuk melaksanakan khutbah yang dimulai dengan
hamdalah dan pujian kepada Allah SWT serta membaca shalawat kepada Rasulullah SAW.
Kemudian memberikan nasehat kepada para jama’ah, mengingatkan mereka dengan suara yang
lantang, menyampaikan perintah dan larangan Allah SWT dan RasulNya, mendorong mereka
untuk berbuat kebajikan serta menakut-nakuti mereka dari berbuat keburukan, dan
mengingatkan mereka dengan janji-janji kebaikan serta ancaman-ancaman Allah Subhannahu
wa Ta’ala. Kemudian duduk sebentar
4. Khutbah kedua: Khatib memulai khutbahnya yang kedua dengan hamdalah dan pujian
kepadaNya. Kemudian melanjutkan khutbahnya dengan pelaksanaan yang sama dengan
khutbah pertama sampai selesai
5. Khatib kemudian turun dari mimbar. Selanjutnya muadzin melaksanakan iqamat
untuk melaksanakan shalat. Kemudian memimpin shalat berjama’ah dua rakaat dengan
mengeraskan bacaan.
Adapun rukun khutbah Jumat paling tidak ada lima perkara.
1. Rukun Pertama: Hamdalah
Khutbah jumat itu wajib dimulai dengan hamdalah. Yaitu lafaz yang memuji Allah SWT.
Misalnya lafaz alhamdulillah , atau innalhamda lillah , atau ahmadullah . Pendeknya, minimal
ada kata alhamd dan lafaz Allah, baik di khutbah pertama atau khutbah kedua.
Contoh bacaan:

ّ‫للِِِ ا ْل َح ْم َّد ِإن‬ ْ َ‫للِ َونَعُ ْو ّذُ َون‬


ْ َ‫ست َ ْغف ُِر ُّه َون‬
ّ ‫ست َ ِع ْينُ ّهُ نَحْ َم ُد ُّه‬ ّ ‫ن بِا‬ ِ ُ‫ن و أ َ ْنف‬
ُ ‫سنَا‬
ّْ ِ‫ش ُر ْو ِّر م‬ ّْ ِ‫ت َِ م‬ َ ‫ن أ َ ْع َما ِلنَا‬
ِّ ‫سيئ َا‬ ّ َ‫ل‬
ّْ ‫للاُ َي ْه ِد ِّه َم‬ ّ َ‫ن لَ ّهُ ُم ِضلّ ف‬ ّ َ‫ف‬
ْ ُ‫لَ ي‬
ّْ ‫ض ِل ّْل َو َم‬
َّ ‫لَ ّهُ هَاد‬
‫ِي‬
Innal hamdalillahi nahmaduhu wa nasta’iinuhu wa nastaghfiruhu wa na’uudzubillaahi min
syuruuri anfusinaa wa min sayyiaati a’maalinaa mayyahdihillaahu falaa mudhillalahu wa
mayyudhlilfalaa haadiyalahu
2. Rukun Kedua: Shalawat kepada Nabi SAW
Shalawat kepada nabi Muhammad SAW harus dilafadzkan dengan jelas, paling tidak ada kata
shalawat. Misalnya ushalli ‘ala Muhammad , atau as-shalatu ‘ala Muhammad , atau
anamushallai ala Muhammad.
Contoh bacaan:
ّ‫سل ّْم صَلّ اَلل ُهم‬ ْ َ ‫ن ِوأ‬
َ ‫صحَا ِب ِّه آ ِل ِّه َوعَلى ُمحَمدّ عَلى َو‬ َ ‫الديْن يَ ْو ِّم ِإلَى ِب ِإ ْح‬.
ّْ ‫سانّ ت َ ِبعَ ُه ّْم َو َم‬
Allahumma sholli wa sallam ‘alaa muhammadin wa ‘alaa alihii wa ash haabihi wa man
tabi’ahum bi ihsaani ilaa yaumiddiin.
3. Rukun Ketiga: Washiyat untuk Taqwa
Yang dimaksud dengan washiyat ini adalah perintah atau ajakan atau anjuran untuk bertakwa
atau takut kepada Allah SWT. Dan menurut Az-Zayadi, washiyat ini adalah perintah untuk
mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Sedangkan menurut Ibnu
Hajar, cukup dengan ajakan untuk mengerjakan perintah Allah. Sedangkan menurut Ar-
Ramli,washiyat itu harus berbentuk seruan kepada ketaatan kepada Allah.
Lafadznya sendiri bisa lebih bebas. Misalnya dalam bentuk kalimat: “takutlah kalian kepada
Allah”. Atau kalimat: “marilah kita bertaqwa dan menjadi hamba yang taat” .
Contoh bacaan:

‫للاَ اتقُوا آ َمنُ ْوا الذَيْنَّ يَاأَيهَا‬


ّ ّ‫س ِل ُم ْونَّ َوأ َ ْنت ُ ّْم ِإلّ ت َ ُم ْوت ُنّ َو ّلَ تُقَاتِ ِّه حَق‬
ْ ‫ُم‬
yaa ayyuhalladziina aamanuu ittaqullaaha haqqa tuqaatihi wa laa tamuutunna ilaa wa
antum muslimuun
Ketiga rukun di atas harus terdapat dalam kedua khutbah Jumat itu.
4. Rukun Keempat: Membaca ayat Al-Quran pada salah satunya
Minimal satu kalimat dari ayat Al-Quran yang mengandung makna lengkap. Bukan sekedar
potongan yang belum lengkap pengertiannya. Maka tidak dikatakan sebagai pembacaan Al-
Quran bila sekedar mengucapkan lafadz: “tsumma nazhar” .
Tentang tema ayatnya bebas saja, tidak ada ketentuan harus ayat tentang perintah atau
larangan atau hukum. Boleh juga ayat Quran tentang kisah umat terdahulu dan lainnya.
Contoh bacaan:

‫ُِوا‬
ِ ‫ستبَق‬ ِّ ‫ُونوا َما أَيْنَّ اْل َخي َْرا‬
ْ ‫ت فَا‬ ِّ ْ ‫للاُ ِب ُك ُّم يَأ‬
ُ ‫ت تَك‬ ّ ‫للاَ إِنّ جَمِ يعًا‬ َّ ‫قَدِيرّ شَئّ ُك ِّل ع‬
ّ ‫َلى‬
Fastabiqul khairooti ayna maa takuunuu ya’ tinikumullahu jamii’an innallaaha ‘alaa kulli
syaiin qodiiru (QS. Al-Baqarah, 2 : 148)

‫بَ ْع ُّد أَما‬


ammaa ba’du..
Selanjutnya berwasiat untuk diri sendiri dan jamaah agar selalu dan meningkatkan taqwa
kepada Allah SWT, lalu mulai berkhutbah sesuai topiknya.
Memanggil jamaah bisa dengan panggilan ayyuhal muslimun , atau ma’asyiral muslimin
rahimakumullah, atau “sidang jum’at yang dirahmati Allah” .
……. isi khutbah pertama ………
Setelah di itu menutup khutbah pertama dengan do’a untuk seluruh kaum muslimin dan
muslimat.

Contoh bacaan:

َّ‫ارك‬
َ َ‫للاُ ب‬
ّ ‫ِي‬ ِّ ‫ِي ا ْلعَظِ ي ِّْم ا ْلقُ ْر‬
ّْ ‫آن فِي َولَ ُك ّْم ل‬ ِّ ‫ا ْل َح ِكي ِّْم َوال ِذك ِّْر اْآليَا‬. ‫ِي أَقُ ْو ُّل‬
ّْ ‫ت مِ نَّ فِ ْي ِّه ِب َما َّوإِيا ُك ّْم َونَفَعَن‬ ّْ ‫ست َ ْغف ُِّر َهذَا قَ ْول‬ْ َ ‫للاَ َوأ‬
ّ ‫ِي‬ ّْ ‫سائ ِِّر َولَ ُك ّْم ل‬ َ ‫َو ِل‬
ْ ‫ن ا ْل ُم‬
َّ‫سلِمِ يْن‬ ْ ‫الرحِ ْي ُّم ا ْل َغفُ ْو ُّر ه َُّو ِإن ّهُ َفا‬.
ّْ ِ‫ست َ ْغ ِف ُر ْو ُّه ذَ ْنبّ ُك ِّل م‬
barakallahu lii wa lakum fill qur’aanil azhiim wa nafa’nii wa iyyaakum bima fiihi minal
aayaati wa dzikril hakiim. Aquulu qowlii hadzaa wa astaghfirullaaha lii wa lakum wa lisaa
iril muslimiina min kulli danbin fastaghfiruuhu innahu huwal ghafuurur rahiimu.
Lalu duduk sebentar untuk memberi kesempatan jamaah jum’at untuk beristighfar dan
membaca shalawat secara perlahan.
Setelah itu, khatib kembali naik mimbar untuk memulai khutbah kedua. Dilakukan dengan
diawali dengan bacaaan hamdallah dan diikuti dengan shalawat .
Contoh bacaan:

ّ‫للِِِ ا ْل َح ْم َّد إِن‬


ّ ‫ب‬ ْ َ ‫ن َوأ‬
ِّ ‫ش َه ُّد ا ْلعَالَمِينَّ َر‬ ّْ َ ‫للاُ إِلّ إِلهَّ ّلَ أ‬ّ ّ‫ش َه ُّد الصالِحِ ينَّ َولِي‬ ْ َ ‫سلِينَّ األ َ ْنِْ ِْبِيَاءِّ َخات َ ُّم ُمحَمدًا أَنّ َوأ‬ َ ‫ص ِّل اَلل ُهمّ َوا ْل ُم ْر‬َ ‫علَى‬ َ ّ‫ُمحَمد‬
‫ع َلى‬
َ ‫علَى صَليْتَّ َك َما ُمحَمدّ آ ِّل َو‬ َ ‫علَى إِب َْرا ِه ْي َّم‬
َ ‫إِب َْرا ِه ْي َّم آ ِّل َو‬، َّ‫ َم ِجيْدّ حَمِ يْدّ إِنك‬. ّْ‫ع َلى َوبَ ِارك‬ َ ّ‫ع َلى ُمحَمد‬ َ ‫اركْتَّ َك َما ُمحَمدّ آ ِّل َو‬ َ َ‫علَى ب‬
َ
َ ‫ ِإب َْرا ِه ْي َّم آ ِّل َو‬، َّ‫ َم ِجيْدّ حَمِ يْدّ ِإنك‬., ‫أَمابعد‬,
‫علَى ِإب َْرا ِه ْي َّم‬
Innal hamdalillahi robbal’aalamiin wa asyhadu an laa ilaaha illahllaahu wa liyyash
shalihiina wa asyhadu anna muhammadan khaatamul anbiyaai wal mursaliina allahumma
shalli ‘alaa muhammadan wa ‘alaa aali muhammadin kamaa shollayta ‘alaa ibroohiima wa
‘alaa alii ibroohiim, innaka hamiidum majiid.Wabarok ‘alaa muhammadin wa ‘alaa aali
muhammadin kamaa baarokta ‘alaa ibroohiima wa ‘alaa alii ibroohiim, innaka hamiidum
majiid.
Ammaa ba’ad..
Selanjutnya di isi dengan khutbah baik berupa ringkasan, maupun hal-hal terkait dengan
tema/isi khutbah pada khutbah pertama yang berupa washiyat taqwa.

……. isi khutbah kedua ………


5. Rukun Kelima: Doa untuk umat Islam di khutbah kedua
Pada bagian akhir, khatib harus mengucapkan lafaz yang doa yang intinya meminta kepada
Allah kebaikan untuk umat Islam. Misalnya kalimat: Allahummaghfir lil muslimin wal
muslimat . Atau kalimat Allahumma ajirna minannar .
Contoh bacaan do’a penutup:
ّ‫سلِمِ يْنَّ ا ْغف ِّْر اَلل ُهم‬ ْ ‫ت ِل ْل ُم‬ ْ ‫وا ْل ُم‬،
ِّ ‫س ِل َما‬ ِّ ‫ت مِ ْن ُه ّْم اْألَحْ يَاءِّ َوا ْل ُمؤْ مِ نَا‬
َ َّ‫ت َوا ْل ُمؤْ مِ نِيْن‬ ِّ ‫واْأل َ ْم َوا‬،
َ َّ‫ْب قَ ِريْبّ سَمِ يْعّ ِإنك‬ ُّ ‫ت ُم ِجي‬ ِّ ‫الدع ََوا‬.
‫ن نَا لَت ُ َؤاخِ ّْذ َربنَا‬ ِ ‫طأْنَا أ َ ّْو َن‬
ّْ ‫س ْي َنا ِإ‬ َ ‫ع َل ْينَا تَحْ مِ ّْل َو ّلَ َرب َنا أ َ ْخ‬
َ ‫علََِ ى َح َم ْلت َ ّهُ َك َما ِإص ًْرا‬ َ َّ‫ن ال ِذيْن‬ ّْ ِ‫طا َق َةّ َما ّلَ تًحَم ْل َنا َو ّلَ َربنَا َق ْب ِلنَا م‬َ ‫ْف ِب ِّه َلنَا‬
ُّ ‫َواع‬
‫ار َح ْمنَا لَنَا َوا ْغف ِّْر عَنا‬ ْ ‫ص ْرنَا َم ْولَنَا أ َ ْنتَّ َو‬ ُ ‫علَى فَا ْن‬ َ ‫ا ْلكَاف ِِريْنَّ ا ْلقَ ْو ِّم‬.
‫سنَ ّةً الد ْنيَا فِي َءاتِنَا َربَنَا‬ َ ‫سنَ ّةً اْألَخِ َر ِّة َوفِي َح‬ َ ‫اب َوقِنَا َح‬ َّ َ‫عذ‬ َ ‫ار‬
ِّ ‫الن‬. ‫العالمين رب لل والحمد‬.
Allahummagh fir lilmuslimiina wal muslimaati, wal mu’miniina wal mu’minaatil ahyaa’I
minhum wal amwaati, innaka samii’un qoriibun muhiibud da’waati.
Robbanaa laa tuaakhidznaa in nasiinaa aw akhtho’naa. Robbanaa walaa tahmil ‘alaynaa
ishron kamaa halamtahuu ‘alalladziina min qoblinaa.Robbana walaa tuhammilnaa maa laa
thooqotalanaa bihi, wa’fua ‘annaa wagh fir lanaa war hamnaa anta maw laanaa
fanshurnaa ‘alal qowmil kaafiriina.
Robbana ‘aatinaa fiddunyaa hasanah wa fil aakhiroti hasanah wa qinaa ‘adzaabannaar.
Walhamdulillaahi robbil ‘aalamiin.
Selanjutnya khatib turun dari mimbar yang langsung diikuti dengan iqamat untuk memulai
shalat jum’at. Shalat jum’at dapat dilakukan dengan membaca surat al a’laa dan al
ghasyiyyah, atau surat bisa juga surat al jum’ah, al kahfi atau yang lainnya.

Bacaan niat shalat jenazah


Niat shalat jenazah, boleh dilafadzkan bagi yang suka, bagi yang tidak suka, cukup
dalam hati saja.

‫تعالي هللِ الَميِّتِ هذا علي اُصَلِّي‬

Ushallii 'alaa haadzal mayyiti lillaahi ta'aala

Aku niat menshalatkan mayyit ini, karena Allah Ta'aala

Lafadz

‫ الَميِّتِ هذا‬/haadzal mayyiti


diganti dengan
‫ الَميِّتة هذه‬/haadzihil mayyitati
jika mayatnya perempuan.

Bacaan setelah takbir pertama.


Setelah takbir pertama, bacaan yang dibaca adalah surat Al Fatihah. Menurut qoul
ulama fiqih yang shahih, bacaan Fatihah dalam shalat jenazah tidak diawali dengan
bacaan iftitah dan tidak disertai membaca surat pendek setelahnya, seperti halnya
shalat pada umumnya. Namun disunatkan membaca ta'awwudz dahulu sebelum
membaca Fatihah.

‫الرجيم الشيطان من باهلل أعوذ‬

A'uudzubillaahi minasy syaithaanir rajiim

Aku berlindung dari syaitan yang terkutuk

Lalu selanjutnya membaca surat Al Fatihah.

Bacaan setelah takbir ke dua.


Bacaan setelah takbir kedua yaitu membaca shalawat kepada Nabi.

ِِّ ‫ت كما محمد ألِ وعلي محمد علي ص‬


‫َل أللهم‬ َِ ‫وعلي إبراهيم علي صَلَ ْي‬
‫ك إبراهيم أل‬ِْ ‫إبراهيم علي باركت كما محمد أل وعلي محمد علي وبار‬
‫مجيد حميد إنك العالمين في إبراهيم أل وعلي‬

Allaahumma shalli 'alaa muhammadin, wa 'alaa aali muhammadin, kamaa shallaita


'alaa ibraahiima, wa 'alaa aali ibraahiima. Wa baarik 'alaa muhammadin, wa 'alaa aali
muhammadin, kamaa baarakta 'alaa ibraahiima, wa 'alaa aali ibraahiima. Fil
'aalamiina innaka hamiidum majiid.
“Ya Allah, berilah rahmat kepada Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah memberikan
rahmat kepada Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung. Berilah
berkah kepada Muhammad dan keluarganya (termasuk anak dan istri atau umatnya), sebagaimana Engkau
telah memberi berkah kepada Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha
Agung.”

Bacaan setelah takbir ke tiga


Setelah takbir ke tiga, membaca doa di bawah ini :

‫اغف ِْر اللهم‬ ْ ‫ه‬ ُِ َ‫ه ل‬


ُِ ‫واعف وعافهِ وا ْرحَم‬ ُِ ‫م عنه‬ ِْ ‫ه وأَ ْكر‬
ُِ َ‫ع نُزول‬
ِْ ‫ووس‬
ِّ ُِ َ‫مَدخل‬
‫ه‬
ُِ ‫واغس ْل‬
‫ه‬ ْ ِ‫خطايا من ونَقهِ وبَ َردِ وثَ ْلج بماء‬ َ ‫وب ُي َن َقي كما ال‬ ُِ ‫َض ال َث‬ ُِ ‫منِ األَ ْبي‬
ِ‫ه ال َدنَس‬ُِ ‫خ ْيرًا دارًا وأَ ْبد ْل‬َ ‫ن‬ِْ ‫ل دَارهِ م‬ ًِ ‫ه‬ ْ َ‫راً وأ‬
ِ ‫خ ْي‬َ ‫جا أهلهِ من‬ ً ‫راً َو َز ْو‬
ِ ‫خ ْي‬َ ‫من‬
َِ ‫وع َذابَِ ال َق ْبرِ ف ْت َن‬
ِ‫ة وَقهِ َز ْوجه‬ َ ِ‫النار‬

Allaahummaghfirlahu, warhamhu, wa 'aafihi, wa'fu 'anhu, wa akrim nuzuulahu, wa


wassi' madkhalahu, waghsilhu bimaa-in watsaljin wabaradin, wanaqqihi minal
khathaayaa kamaa yunaqqats tsaubul abyadhu minaddanasi, wa abdilhu daaran
khairan min daarihi, wa ahlan khairan min ahlihi, wa zaujan khairan min zaujihi, waqihi
fitnatal qabri wa 'adzaabannaar.

Ya Allah, ampunilah dia, rahmatilah dia, maafkanlah dia, ampunilah kesalahannya, muliakanlah
kematiannya, lapangkanlah kuburannya, cucilah kesalahannya dengan air, es dan embun sebagaimana
mencuci pakaian putih dari kotoran, gantilah rumahnya dengan rumah yang lebih baik, gantilah keluarganya
dengan keluarga yang lebih baik, gantilah istrinya dengan isri yang lebih baik, hindarkanlah dari fitnah kubur
dan siksa neraka.

Bacaan setelah takbir ke empat


Setelah takbir ke empat, membaca doa di bawah ini :
ْ َ‫بَع َد ُِه والتَ ْفتنِّا أ‬
ِّ ‫ج َر ُِه التَحر ْمنا الل ُه‬
ِ‫م‬

Allaahumma laa tahrimnaa ajrahu, walaa taftinnaa ba'dah

Ya Allah, janganlah Engkau haramkan Kami dari pahalanya, dan janganlah Engkau beri fitnah pada kami
setelah kematiannya.

Bacaan salam.
Setelah membaca doa takbir ke empat, bacala salam.

ِ‫السل َ ُم‬
َّ ِْ ‫َة َعلَ ْي ُك‬
‫م‬ ُِ ‫حم‬ ُِ ُ‫َوبَ َر َكات‬
ْ ‫ه للاِ َو َر‬

Assalaamu 'alaikum warahmatullaahi wa barakaatuh

"Keselamatan, rahmat Allah dan keberkahan-Nya semoga untuk kalian semua"

Blog Khusus Doa - Mempelajari sholat jenazah (mayyit) haruslah benar-benar jeli. Pasalnya, antara
mayit laki-laki dan perempuan, untuk bacaannya berbeda, misalnya dalam bacaan niat. Ini sudah
jelas berbeda pengucapan (lafadznya), begitu juga dengan lafadz doa khusus untuk mayit.

Selain itu, dalam mensholati mayit (jenazah) ada yang jenazahnya hadir (dihadapan kita) dan ada
juga yang jenazahnya tidak hadir (atau disebut sholat ghaib), tentu bacaan niatnya juga berbeda.
Namun disini kami akan memfokuskan ke lafadz bacaan niat sholat jenazah baik mayit laki-laki
maupun perempuan yang jenazahnya hadir, atau yang sering kita sebut dengan Sholat Jenazah.

Melaksanakan Sholat Jenazah hukumnya fardhu kifayah, yaitu suatu hukum yang wajib dilakukan
namun apabila sudah dilakukan oleh orang muslim, maka kewajiban ini akan gugur untuk orang
muslim yang lainnya. Sholat Mayit atau sholat jenazah dilaksanakan dengan empat kali takbir dan
tanpa ada raka'at. Adapun untuk lafadz bacaan niatnya adalah sebagai berikut :

Ilustrasi : Sholat Jenazah (Mayit)

Niat Sholat Jenazah (Mayit) Laki-laki

َ ُ ‫علَى ا‬
‫ص ِلى‬ َ ‫ت‬ َّ ‫للِِّ َمأ ْ ُم ْو ًما ا ْل ِكفَايَ ِّة فَ ْر‬
ِّ ‫ض ت َ ْك ِب َراتّ ا َ ْربَ َّع َهذَاا ْل َم ِي‬ ّ ‫تَعَالَى‬
USHOLLI 'ALAA HAADZALMAYYITI ARBA'A TAKBIRAATIN FARDHOL KIFAAYATI MA'MUUMAN
LILLAAHI TA'AALA.

Artinya :
Saya niat shalat atas mayit ini empat kali takbir fardhu kifayah karena menjadi makmum
karena Allah Ta’ala.
Niat Sholat Mayit (Jenazah) Perempuan

َ ُ ‫علَى ا‬
‫ص ِلى‬ َّ ‫للِِّ َمأ ْ ُم ْو ًما ا ْل ِكفَايَ ِّة فَ ْر‬
َ ‫ض ت َ ْك ِب َراتّ ا َ ْربَ َّع ا ْل َم ِيتَ ِّة َه ِذ ِّه‬ ّ ‫تَعَالَى‬
USHOLLI 'ALAA HAADZIHIL MAYYITATI ARBA'A TAKBIRAATIN FARDHOL KIFAAYATI
MA'MUUMAN LILLAAHI TA'AALA.

Artinya :
Saya niat shalat atas mayit perempuan ini empat kali takbir fardhu kifayah karena menjadi
makmum karena Allah Ta’ala.

Catatan:

Lafadz niat diatas merupakan bacaan niat ketika kita sholat jenazah menjadi ma'mum. Namun
apabila kita menjadi imam, maka lafadz atau bacaan "MA'MUUMAN" diganti dengan lafadz
"IMAA'MAN". Sehingga bacaan niat sholat jenazah sebagai imam untuk mayyit laki-laki adalah
sebagai berikut :

َ ُ ‫علَى ا‬
‫ص ِلى‬ َ ‫ت‬ َّ ‫للِِّإِ َما ًما ا ْل ِكفَايَ ِّة فَ ْر‬
ِّ ِ‫ض ت َ ْكبِ َراتّ ا َ ْربَ َّع َهذَاا ْل َمي‬ ّ ‫تَعَالَى‬
USHOLLI 'ALAA HAADZALMAYYITI ARBA'A TAKBIRAATIN FARDHOL KIFAAYATI IMAAMAN
LILLAAHI TA'AALA.

Artinya :
Saya niat shalat atas mayit ini empat kali takbir fardhu kifayah menjadi imam karena Allah
Ta’ala.

Anda mungkin juga menyukai