Anda di halaman 1dari 50

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Operasi adalah tindakan pembedahan pada suatu bagian dari tubuh.

Infeksi luka operasi adalah infeksi dari luka yang didapat setelah operasi, dan

dapat di deteksi pada hari ketiga sampai 30 hari setelah prosedur operasi

dilakukan.

Pada tahun 1997-1999 INCISO infeksi luka operasi sebanyak 1.344 dari

38.973 pasien operasi dan 568 pasien meninggal. Data National Healthcare

Safety Network (NHSN) selama tahun 2006-2008 menunjukkkan bahwa

infeksi terjadi 16.147 dari 849.659 prodsedur operatif yang berarti rate insiden

terjadinya infeksi luka operasi sebesar 1,9%. Selain itu di USA terjadi

300.000 kasus infeksi luka operasi tiap tahunnya, angka tersebut merupakan

17% dari kejadian infeksi nosocomial dan 75% pasien meninggal dengan

diagnosis infeksi luka operasi. Di indonesia dari laporan penelitian pada

tahun 2003 didapatkan infeksi luka operasi sebanyak 7 orang dari 88 pasien

luka operasi atau rate insidennya 7,9% dan pada tahun 2011 terjadi 38

infeksi luka operasi dari 227 atau berkisar 16,9% dari infeksi nosocomial di

RS X Surabaya serta di dapatkan 19,8% atau 23 pasien infeksi luka operasi


2

dari 116 pasien luka operasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian

infeksi luka operasi adalah faktor penderita, faktor lingkungan kamar bedah,

faktor operasi dan faktor operator bedah.

Menurut Tietjen tahun 2004 dampak dari infeksi luka operasi

menyebabkan ketidak-berdayaan fungsional, tekanan emosional, lama hari

perawatan bertambah panjang, penderitaan bertambah, dan kadang-kadang

akan menyebabkan kondisi kecacatan sehingga menurunkan kualitas hidup,

serta biaya perawatan dan pengobatan meningkat. Rumah sakit akan merugi

karena pendapatan rumah sakit menurun, reputasi rumah sakit menjadi jelek

dan mendapat tuntutan hukum.18


3

B. Rumusan Masalah

Infeksi luka operasi merupakan infeksi yang banyak terjadi dari infeksi

nosocomial lainnya dan menimbulkan dampak buruk bagi penderita maupun

bagi rumah sakit itu sendiri. Terdapat beberapa faktor yang dapat

mengakibatkan terjadinya infeksi luka operasi, salah satunya adalah faktor di

lingkungan Kamar bedah. Jika faktor-faktor ini diketahui akan sangat

bermanfaat untuk mutu pelayanan kesehatan. Sehingga rumusan masalah

yang dapat dianalisis adalah faktor-faktor apakah dikamar bedah yang

mempengaruhi kejadian infeksi luka operasi pada kasus bedah elektif di RSU

Anutapura Palu ?

C. Pertanyaan Penelitian

1. Berapakah angka kejadian infeksi luka operasi di RSU Anutapura palu ?

2. Apakah ada hubungan lama menginap di RS sebelum operasi dengan

kejadian infeksi luka operasi elektif ?

3. Apakah ada hubungan instrumen alat operasi dengan kejadian infeksi

luka operasi elektif ?

4. Apakah ada hubungan panjang insisi dengan kejadian infeksi luka

operasi elektif ?

5. Apakah ada hubungan lama waktu operasi dengan kejadian infeksi luka

operasi elektif ?
4

D.Hipotesis

1. Terdapat hubungan lama menginap di RS sebelum operasi dengan

kejadian infeksi luka operasi elektif

2. Terdapat hubungan instrumen alat operasi dengan kejadian infeksi luka

operasi elektif

3. Terdapat hubungan hubungan panjang insisi dengan kejadian infeksi luka

operasi elektif

4. Terdapat hubungan lama waktu operasi dengan kejadian infeksi luka

operasi elektif ?

E. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui angka kejadian ILO dan untuk menganalisis faktor-

faktor di kamar bedah yang berhubungan kejadian infeksi luka operasi pada

kasus bedah elektif di RSU Anutapura.

2. Tujuan khusus

1) Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara lama menginap sebelum

operasi dengan kejadian infeksi luka operasi

2) Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara instrumen alat operasi

dengan kejadian infeksi luka operasi


5

3) Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara panjang insisi dengan

kejadian infeksi luka operasi

4) Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara lama waktu operasi

dengan kejadian infeksi luka operasi

F. Manfaat Penelitian

1. Keilmuan

Manfaat institusi pendidikan kesehatan :

1) Sebagai bahan informasi yang bermanfaat untuk pembelajaran mahasiswa

kesehatan.

2) Sebagai bahan rujukan yang bermanfaat untuk penelitian selanjutnya.

Manfaat untuk tempat pelayanan kesehatan :

Hasil penelitian ini akan menjadi masukan sebagai bahan untuk promosi

kesehatan khususnya untuk pencegahan luka operasi

1) Penggunaan

Manfaat untuk managemen tempat pelayanan kesehatan khususnya

RSU Anutapura Palu :

Hasil penelitian ini memberikan informasi tentang pentingnya

pengendalian infeksi nosokomial, Sehingga mutu pelayanan rumah sakit

dapat meningkat.
6

Manfaat untuk staf bagian bedah dan ruang perawatan bedah

khususnya pelayanan kesehatan RSU Anutapura Palu :

1. Memberikan informasi dan masukan tentang pentingnya lamanya

menginap sebelum operasi dan sterilisasi alat operasi untuk mencegah

kejadian infeksi luka operasi.

2. Memberikan informasi kepada staf bagian bedah dan ruang perawatan

agar dapat meningkatkan mutu pelayanan demi kepentingan pasien dan

rumah sakit itu sendiri.


7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan teori

1. Operasi/Pembedahan

a. Definisi

Operasi adalah tindakan pembedahan pada suatu bagian dari tubuh.17

b. Jenis pembedahan

Jenis pembedahan di bagi berdasarkan fungsi, tingkat urgensinya dan

menurut luas atau tingkat resiko. Jika menurut fungsinya terbagi atas :

1) Diagnostik : biopsi, laparatomi eksplorasi

2) Kuratif (abllatif) : tumor, appendektomi

3) Reparatif : memperbaiki luka multiple

4) Rekonstruktif : mamoplasti, perbaikan wajah

5) Paliatif : menghilangkan nyeri

6) Transplantasi : penanaman organ tubuh untuk menggantikan organ

atau struktur tubuh yang malfungsi (transplantasi ginjal, kornea).15


8

Sedangkan menurut tingkat urgensinya :

1) Kedaruratan : pasien membutuhkan tindakan segera dan tidak dapat

ditunda karena mengalami gangguan yang dapat mengancam jiwa seperti

kematian atau kecacatan fisik. 15

2) Urgen : pasien membutuhkan tindakan segera yang dilaksanakan dalam

24-30 jam. 15

3) Elektif : pasien di operasi ketika diperlukan dan tidak membahayakan jika

dilakukan. 15

4) Pilihan : keputusan operasi ada pada pasien (pilihan pribadi pasien).15

Dan menurut luas dan tingkat resiko terbagi atas :

1) Mayor : operasi yang melibatkan organ tubuh secara luas dan mempunyai

tingkat resiko yang tinggi terhadap kelangsungan hidup pasien. 15

2) Minor : operasi pada sebagian kecil dari tubuh dan mempunyai resiko

komplikasi yang kecil dibandingkan dengan operasi mayor. 15

c. Klasifikasi operasi

1) Operasi bersih: operasi atraumatik, tidak ada tanda inflamasi, tekhnik

aseptik terjaga, bukan operasi saluran empedu, saluran pernapasan,

saluran kemih, dan saluran cernah. Misalnya eksisi biopsi tumor dan

operasi herniorafi. 2,3,4,12


9

2) Operasi bersih terkontaminasi: operasi atraumatik, tidak ada tanda

inflamasi, kontaminasi minor pada tehknik aseptik, dan termasuk operasi

saluran empedu, saluran pernapasan, saluran kemih, dan saluran cernah

dengan tumpahan minimal atau dipreparasi sebelumnya. 2,3,4,12

3) Operasi terkontaminasi: luka traumatik, kontaminasi mayor pada tehknik

aseptik, pada operasi saluran empedu, saluran pernapasan, saluran

kemih, dan saluran cerna. 2,3,4,12

4) Operasi kotor: sudah terjadi infeksi pada daerah operasi, terdapat tanda

inflamasi dan pus.2,3,4,12

d. Faktor resiko pembedahan

Menurut Potter & Perry pada tahun 2005 faktor resiko pembedahan

terbagi atas :

1) Usia

Pasien dengan usia terlalu muda (bayi/anak-anak) dan usia lanjut

mempunyai resiko lebih besar. Hal ini disebabkan oleh cadangan fisiologis

pada usia tua sangat menurun dan pada usia bayi dan anak-anak

disebabkan oleh karena belum maturnya semua fungsi organ. 15,17


10

2) Nutrisi

Kondisi malnutrisi dan obesitas lebih beresiko terhadap pembedahan

dibandingkan orang normal dengan gizi baik terutama pada fase

penyembuhan. Pada orang malnutrisi mengalami defisiensi nutrisi yang

diperlukan pada fase penyembuhan luka. Nutrisinya berupa protein, kalori,

air, vitamin C, vitamin B kompleks, vitamin A, vitamin K, zat besi dan seng

yang diperlukan untuk sintesis protein.15,17

Pada pasien obesitas, selama pembedahan jaringan lemak sangat rentan

terhadap infeksi. Selain itu obesitas meningkatkan permasalahan tehnik

dan mekanik. Sehingga defisiensi dan infeksi luka, umum terjadi. Pasien

obes sering sulit dirawat karena tambahan berat badan, bernafas tidak

optimal saat berbaring miring karenanya mudah terjadi hipoventilasi dan

komplikasi pulmonari pasca operatif. Selain itu juga dapat terjadi distensi

abdomen, flebitis, kardiovaskuler, endokrin, hepatik dan penyakit billiari. 15

3) Penyakit kronis

Pada pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler, diabetes, PPOK

(Penyakit Paru Obstruksi Kronik), dan insufisiensi ginjal menjadi lebih

sukar terkait dengan pemakaian kalori untuk penyembuhan primer. Dan

juga pada penyakit ini banyak masalah sistemik yang mengganggu

sehingga komplikasi pasca pembedahan sangat tinggi. 15,17

Ketidaksempurnaan respon neuroendokrin pada pasien yang mengalami

gangguan fungsi endokrin, seperti diabetes melitus yang tidak terkontrol


11

bahaya utama yang mengancam hidup pasien saat dilakukan

pembedahan adalah terjadinya hipoglikemi yang mungkin terjadi selama

pembiusan akibat obat anastesi, atau juga akibat masukan karbohidrat

yang tidak adekuat pasca operasi atau pemberian insulin yang berlebihan.

Bahaya lain yang mengacam adalah asidosis dan glukosuria. Pasien yang

mendapat terapi kortikosteroid beresiko mengalami insufisiensi adrenal.15

4) Merokok

Pada rokok banyak terkandung nikotin yang merupakan salah satu pemicu

terjadinya gangguan vaskuler utamanya pembentukan ateroskerosis

pembuluh darah yang akan meningkatkan tekanan darah sistemik.15,17

2. Infeksi Luka Operasi

a. Definisi

Infeksi luka operasi adalah infeksi dari luka yang didapat setelah operasi,

infeksinya dapat terjadi pada daerah luka, jaringan atau organ tempat

dilakukan prosedur operasi. Infeksi ini dapat di deteksi pada hari ketiga

sampai 30 hari setelah prosedur operasi dilakukan.1,2,12


12

b. Klasifikasi infeksi luka operasi

a) Menurut Central of Disease Control (CDC) infeksi luka operasi dibagi


menjadi 3 tingkatan, yaitu:

1) Infeksi luka operasi superficial: Infeksi yang hanya melibatkan kulit dan

jaringan subkutan pada tempat insisi. Infeksi ini ditandai dengan

terdapatnya cairan purulen pada daerah insisi dengan atau tanpa ada

konfirmasi dari laboratorium, ditemukan kuman dari kultur pada luka

operasi, terdapat tanda-tanda inflamasi lokal (kalor, dolor, rubor, tumor,

dan kelainan fungsi), atau dinyatakan oleh ahli bedah atau dokter yang

merawat. Infeksi ini terjadi pada daerah insisi dalam waktu paling lama 30

hari pasca bedah.4,16

2) Infeksi luka operasi profunda: Infeksi yang melibatkan lapisan otot dan

fasial. Infeksi ini ditandai dengan keluarnya cairan purulen dari daerah

insisi yang profunda, terdapat salah satu tanda (fever >38 o C, nyeri lokal,

tenderness), dan dinyatakan oleh ahli bedah atau dokter yang merawat.

Infeksi ini terjadi pada daerah insisi dalam waktu paling lama 30 hari

setelah operasi jika tidak dipasang implan, tetapi jika dipasang implan

yang permanen dapat terjadi dalam waktu 1 tahun setelah operasi.4,16

3) Infeksi luka operasi organ dalam: Infeksi yang melibatkan suatu bagian

anotomi tertentu (contoh, organ) pada tempat insisi yang dibuka atau

dimanipulasi pada saat operasi. infeksi ini ditandai dengan keluarnya


13

cairan purulen dari organ dalam yang dapat di deteksi dengan

histopatological, pemeriksaan radiologi atau dilakukan re-operasi, atau

dinyatakan oleh ahli bedah atau dokter yang merawat. Infeksi ini terjadi

pada daerah insisi dalam waktu 30 hari setelah operasi jika tidak dipasang

implan, tetapi jika dipasang implan yang permanen dapat terjadi dalam

waktu 1 tahun setelah operasi dan infeksi ada hubungannya dengan

prosedur pembedahan yang dilakukan pada suatu bagian anotomi

tertentu.4,16

Gambar 1. Classification of surgical site infections (SSIs) according to the Centers for
Disease Control National Nasocomial Infections Surveillance (CDC NNIS) system.
Reproduced with permission from Mangram et al.
14

c. Epidemiologi infeksi luka operasi

Pada tahun 1997-1999 INCISO melakukan penelitian tentang infeksi luka

operasi di Prancis. Dari 38.973 pasien operasi selama 3 tahun, terdapat

1.344 pasien (3,4%) mengalami infeksi luka operasi dan 568 meninggal

(1,5%), diantara 568 meninggal 78 diantaranya meninggal karena infeksi luka

operasi. Infeksi luka operasi profunda dan organ dalam yang paling banyak

menyebabkan kematian daripada infeksi luka operasi superficial.8

Data National Healthcare Safety Network (NHSN) selama tahun 2006-2008

menunjukkkan bahawa terjadi 16.147 kasus infeksi Luka operasi diantara

849.659 prodsedur operatif, yang berarti insiden rate dari infeksi luka operasi

sebesar 1,9%. Di indonesia pada tahun 2009 laporan penelitian didapatkan

infeksi nosokomial di RSUD Semarang sebesar 227 pasien dari 825 prosedur

operatif. Dan depkes RI tercatat 38 pasien yang mengalami infesksi luka

operasi dari 225 pasien operatif di rumah sakit Surabaya pada tahun 2012.20

Menurut Dunn (2003) tingkat resiko infeksi antara lain :

a. Kelas IA : operasi bersih resiko terkena infeksi 1-4%

b. Kelas IB : operasi bersih dengan pemasangan prosthesis, contohnya

bedah vaskuler dengan graft dan bedah penggantian katup jantung resiko

infeksinya 1-4%

c. Kelas II : operasi bersih terkontaminasi resiko infeksinya 3-6%. 6


15

d. Etiologi infeksi luka operasi

Infeksi yang terjadi pada luka operasi disebabkan oleh bakteri, yaitu

bakteri gram negatif (E. coli), gram positif (Enterococcus) dan terkadang

bakteri anaerob dapat yang berasal dari kulit, lingkungan, dari alat-alat untuk

menutup luka dan operasi. Bakteri yang paling banyak adalah

Staphylococcus.8

Bakteri patogen penyebab infeksi luka operasi menurut index National

Nosocomial Infections Surveillance (NNIS) pada tahun 1986-1996.8

Table 2 : Tabel bakteri penyebab infeksi luka operasi

ORGANISME FREKUENSI
Staphylococcus aureus 20%
Staphylococcus koagulase (-) / 14%
S.epidermidis
Enterococci 12%
Escherichia coli 8%
Pseudomonas aeruginosa 8%
Enterobacter spp. 7%
Proteus mirabilis 3%
Klebsiella pneumonia 3%
Streptococci lainnya 3%
Candida albicans 3%
Strptococci group-D 2%
Gram positive aerob lainnya 2%
Bacteroides fragilis 2%
16

e. Patomekanisme infeksi luka operasi

Permukaan epitel dari tubuh manusia merupakan barier yang efektif

antara area steril dalam tubuh manusia terhadap mikroorganisme yang

berada di dunia luar. Tindakan operasi akan membuka barier tersebut, yang

berakibat masuknya atau kontaminasi bakteri kedalam area steril dari tubuh.

Bakteri dan mikroorganisme akan mengkontaminasi seluruh luka operasi, tapi

hanya sedikit pasien yang secara klinis menimbulkan infeksi. Infeksi tidak

berkembang pada kebanyakan pasien karena pertahanan tubuhnya yang

efektif dapat menghilangkan organisme yang mengkontaminasi luka operasi.

Infeksi potensial terjadi tergantung pada beberapa faktor, diantaranya yang

terpenting adalah :

a) Jumlah bakteri yang memasuki luka

b) Tipe dan virulensi bakteri

c) Pertahanan tubuh host

d) Faktor eksternal, seperti : berada di rumah sakit beberapa hari sebelum

pembedahahn dan operasi yang berlangsung lebih dari 4 jam.


17

Selain itu juga dipengaruhi faktor lain yaitu :

a) Operating suite, yaitu tidak adanya batas yang jelas antara ruang untuk

operasi dan ruang untuk mempersiapkan pasien atau untuk pemulihan dan

juga pakaian yang digunakan hampir tidak ada bedanya. 8

b) Operating room, ruangan yang digunakan untuk operasi harus dijaga

sterilitasnya.8

c) Tim operasi, yaitu harus ada orang yang merawat pasien dari sebelum,

saat dan setelah operasi. Operator, asisten dan instrumen harus menjaga

sterilitas karena berhubungan langsung dengan daerah lapang operasi.

Orang-orang yang tidak ikut sebagai tim operasi harus menjauhi daerah

lapang operasi dan menjauhi daerah alat karena mereka tidak steril dan

pasien bisa terinfeksi nantinya.8

f. Gambaran klinis infeksi luka operasi

a) Adanya cairan yang keluar dari luka operasi, bisa berupa darah atau

nanah (berwarna merah dan bisa berbau)

b) Peningkatan suhu tubuh > 38 0C dan peningkatan Nadi > 24x/menit

c) Warna kemerahan (rubor) dan bengkak (tumor) pada daerah insisi luka

operasi.

d) Teraba hangat/panas (kalor) dan nyeri (dolor) pada daerah insisi luka

pasca operasi.
18

g. Diagnosis infeksi luka operasi

Untuk mendiagnosa apakah itu suatu infeksi luka operasi perlu dilakukan

pemeriksaan sebagai berikut :

1) Pemeriksaan tanda vital berupa :

(a) Suhu > 380 C

(b) Frekuensi nadi > 24 x/menit

(c) Tekanan darah : tekanan sistolik < 90 mmHg atau penurunan tekanan

darah sistolik > 40 mmHg

(d) Frekuensi napas >22 x/menit

2) Pemeriksaan fisik :

(a) Inspeksi : pus atau nanah keluar dari luka operasi, warna kemerahan

(rubor), bengkak (tumor), dan eritema pada sekitar insisi luka operasi.

(b) Palpasi : hangat/panas (kalor) dan nyeri (dolor) pada daerah insisi luka.6

3) Pemeriksaan penunjang

(a) Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan darah akan didapatkan hasil

leukositosis jika terjadi infeksi.12

(b) Pemeriksaan mikrobiologi : dilakukan biakan bakteri yang diambil dari

cairan yang keluar dari luka operasi yang pernah dilakukan prosedur

operasi. Kemudian dibiakkan di medium yang kemudian di inkubasi. Jika

pada medium terdapat bakteri yang tumbuh artinya terjadi infeksi. Untuk

mengetahuhui jenis bakteri, Pewarnaan gram juga dapat dilakukan


19

dengan memberikan zat warna pada preparat dari cairan luka operasi

kemudian di amati dibawah mikroskop. Bakteri gram positif akan

berwarna ungu dan bakteri gram negatif akan berwarna pink.10

Dinyatakan infeksi positif apabila kita mendapatkan 3 dari tanda-tanda infeksi

tersebut.

h. Penatalaksanaan infeksi luka operasi

Penatalaksanaan infeksi luka operasi meliputi prosedural dan penggunaan

antibiotik. Istilah yang digunakan untuk prosedural untuk mengobati infeksi

luka operasi secara langsung adalah kontrol sumber. Mengontrol sumber

dapat dilakukan dengan cara mekanik atau anatomi, yaitu dengan

menggunakan drainase jika ada abses, memperbaiki obstruksi, dan

melakukan perforasi untuk memperbaiki infeksi luka operasi.12


20

Gambar 2. Algoritma 7.1 merupakan algoritma penatalaksanaan infeksi luka operasi


(Mulholland MW, 2006 dan Dellinger EP, 2001).

Pasien yang telah dioperasi akan diobservasi. Jika pasien demam dalam

48 jam pertama setelah operasi, maka hal ini belum tentu karena infeksi pada

luka operasi. Demamnya bisa karena penyakit sistemik atau bukan penyakit

sistemik. Jika Penyakit sistemik harus dilihat drainase pada luka, kemudian

dilakukan pemeriksaan gram. Jika ditemukan bakteri, luka harus dibuka dan

mulai pengobatan dengan antibiotik tetapi jika tidak ditemukan bakteri harus

di cari penyebab lainnya. Jika bukan karena penyakit sistemik berarti bukan

infeksi pada luka operasi dan harus dilakukan observasi lebih lanjut. 7
21

Jika pasien demam > 4 hari setelah operasi dan pemeriksaan pada luka

normal harus dicari sumber penyebab lainnya, tetapi jika ditemukan eritema

atau indurasi pada luka operasi, maka luka harus di buka. Jika hasil

pemeriksaan temperatur tubuh: < 38 oC, leukosit < 12.000 dan eritema < 5

cm harus dilakukan perbaikan pada drainase dan tidak perlu menggunakan

antibiotik. Tetapi jika hasil pemeriksaan temperatur tubuh > 38 oC, leukosit

>12.000,, eritema > 5 cm dari insisi dengan indurasi atau sedikit nekrosis,

harus mulai dengn pemberian antibiotik dan perbaiki drainase.12

i. Komplikasi infeksi luka operasi

Komplikasi yang dapat terjadi karena infeksi luka operasi adalah Sepsis,

syok, dan disfungsi multi organ. Komplikasi ini menyebabkan outcome luka

pasien menjadi jelek. 12

a) Sepsis merupakan komplikasi serius akibat infeksi dimana kuman

berkembang biak. Sepsis dapat menyebabkan kematian bagi pasien

karena dapat menyebabkan kegagalan multi organ.12

b) Syok yang terjadi pada pasien pasca operasi biasanya berupa syok

hipovolemik, sedangkan syok neurogenik jarang terjadi. Tanda-tanda syok

secara klasik adalah pucat, kulit dingin dan basah, pernafasan cepat,

sianosis pada bibir, gusi dan lidah, nadi cepat, dan lemah, penurunan

tekanan darah dan urine menjadi pekat.12


22

j. Prognosis infeksi luka operasi

Prognosis akan baik, jika diterapi dengan cepat dan tepat. Tetapi jika

terapinya lambat, maka prognosis akan buruk karena dapat terjadi sepsis,

syok, dan disfungsi organ.12

k. Pengendalian infeksi luka operasi11

Prinsip pengendalian ILO adalah dengan :

1) Mengurangi resiko infeksi dari pasien.

2) Mencegah transmisi mikroorganisme dari petugas, lingkungan, instrument

dan pasien itu sendiri.

Kedua hal di atas dapat dilakukan pada tahap pra operatif, intra operatif,

ataupun pasca operatif.

Berdasarkan karakteristik pasien, resiko ILO dapat diturunkan terutama

pada operasi terencana dengan cara memperhatikan karakteristik umur,

adanya diabetes, obsesitas, adanya infeksi pada bagian tubuh yang lain,

adanya kolonisasi bakteri, penurunan daya tahan tubuh, dan lamanya

prosedur operasi.
23

Pre operatif :

1) Persiapan pasien :

a) Pasien dirawat inapkan sedekat mungkin dari hari operasi, maksimal 2

hari sebelum operasi dilakukan.

b) Kontrol tingkat glukosa darah serum secara adekuat pada semua pasien

diabetes dan selalu hindari hiperglikemi sebelum operasi.

c) Rambut disekitar daerah operasi dicukur, jika rambut tersebut dapat

mengganggu operasi. Rambut dicukur secepatnya sebelum operasi, dan

akan lebih baik dengan pemotong elektrik.

d) Pasien diminta untuk mandi dengan obat antiseptic minimal satu malam

sebelum hari operasi.

Intra operatif :

a. Persiapan untuk anggota tim bedah :


a) Potong pendek kuku dan jangan memakai kuku palsu dan pewarna kuku.

b) Bersihkan bawah kuku sebelum mencuci tangan dan jangan memakai

perhiasan tangan.

c) Melakukan pencucian tangan sebelum operasi paling tidak 2 sampai 5

menit menggunakan antiseptik yang tepat. Cuci tangan dan lengan

bawah sampai ke siku.


24

d) Setelah mencuci tangan, jaga tangan di atas dan tidak bersentuhan

dengan tubuh (siku pada posisi fleksi) sehingga air bergerak dari ujung

jari menuju siku. Keringkan tangan dengan handuk steril dan pakai baju

operasi steril dan sarung tangan steril.

e) Tim operasi harus menggunakan masker, sarung tangan, sepatu dan topi

khusus untuk ruang operasi.

f) Pakaian operasi harus dijaga agar tetap steril, dan sarung tangan dipakai

setelah pakainan gaun operasi terpakai secara steril.

b. Management alat untuk pembedahan

a) Alat yang digunakan harus diset sesuai jenis operasi lalu dibungkus

dengan kain bersih yang telah disterilkan.

b) Kapas dan kasa yang digunakan pada operasi adalah yang tidak berada

didalam 1 toples.

c) Pembalut luka yang digunakan harus pembalut yang steril atau yang

biasa dikenal dengan curapor.

Pascaoperatif

a. Sterilisasi

a) Alat dan bahan

1) Semua alat yang telah dipakai dimasukkan kedalam ember/baskom yang

berisi larutan klorin 0,5%, dan biarkan selama 10 menit.


25

2) Setelah 10 menit, bersihkan dan sikat dengan air sabun.

3) Setelah dibersihkan alat dan bahan tersebut di bilas dengan air bersih

yang mengalir dari kran.

4) Letakkan alat/bahan instrument yang telah dibersihkan diatas meja yang

telah dialas kain.

5) Keringkan dengan memakain kain bersih lalu olesi dengan minyak untuk

alat instrument logam.

6) Instrumen alat diset sesuai jenis operasi lalu dibungkus dengan kain

bersih, kemudian disterilkan.

b. Kamar bedah

a) Ketika kotoran yang terlihat atau kontaminasi dengan darah atau cairan

tubuh permukaan atau peralatan terjadi selama operasi, gunakan

disinfektan untuk membersihkan area yang terkena sebelum operasi

berikutnya.

b) Jangan melakukan pembersihan khusus atau menutup kamar operasi

setelah terkontaminasi atau operasi yang kotor.

c) Jangan menggunakan keset kaki yang lengket di jalan masuk kamar

operasi atau kamar operasi individu untuk mengontrol infeksi.

d) Vakum basah lantai kamar operasi setelah operasi terakhir dengan

disinfektan.
26

3. Kamar Bedah/Operasi

Kamar Bedah adalah salah satu fasilitas yang ada di rumah sakit dan

termasuk sebagai fasilitas yang mempunyai banyak persyaratan. Fasilitas ini

dipergunakan untuk pasien-pasien yang membutuhkan tindakan

bedah/operasi, terutama untuk tindakan operasi besar. 9,13

Persyaratan kamar bedah/operasi adalah sebagai berikut :

a) Pintu kamar operasi harus selalu tertutup.

b) Lebar pintu minimal 1,2 m dan tinggi minimal 2,1 m, terdiri dari dua daun

pintu

c) Pintu keluar masuk harus tidak terlalu mudah dibuka dan ditutup

d) Sepertiga bagian pintu harus dari kaca tembus pandang

e) Paling sedikit salah satu sisi dari ruang operasi ada kaca

f) Ukuran kamar operasi minimal 6x6 m2 dengan tinggi minimal 3 m

g) Dinding, lantai dan langit-langit dari bahan yang tidak berpori

h) Pertemuan lantai, dinding dan langit-langit dengan lengkung

Plafon harus rapat, kuat dan tidak bercelah

i) Cat /dinding berwarna terang

j) Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, mudah dibersihkan dan

berwarna terang, ditutup dengan vinyl atau keramik.


27

k) Tersedia lampu operasi dengan pemasangan seimbang, baik jumlah

lampu operasi dan ketinggian pemasangan

l) Ventilasi kamar terkontrol dan menjamin distribusi udara melalui filter.

m)Ventilasi menggunakan AC sentral atau semi sentral dengan 98% steril

dan dilengkapi saringan.

n) Suhu kamar idealnya 20-26º C dan harus stabil

o) Arah udara bersih yang masuk ke dalam kamar operasi dari atas ke bawah

p) Hubungan dengan ruang scrub-up untuk melihat ke dalam ruang operasi

perlu dipasang jendela kaca mati, hubungan ke ruang steril dari bagian

alat steril cukup dengan sebuah loket yang dapat dibuka/ ditutup

q) Pemasangan gas medik secara sentral diusahakan melalui atas langit-

langit

r) Di bawah meja operasi perlu adanya kabel anti petir yang dipasang di

bawah lantai

s) Ada sistem pembuangan gas anestesi yang aman.9


28

B. Kerangka teori

Sosial
Ekonomi
Status gizi
Pengetahuan Life style HOST

Pola makan Intake Usia

Luka Oprasi :
Budaya Nutrisi 1. Jenis oprasi
2. Panjang insisi
Penyakit GI 3. Lokasi insisi
Kompotensi Kekebalan
Lama
operator operasi

Sterilisasi kamar ILO


bedah

Lingkungan Kausa

Pengendalian dan
pemeliharaan
29

C. Kerangka konsep

Kerangka konsep

Lama menginap
pre-operasi
+
Instrumen alat
operasi
Infeksi Luka
Panjang Operasi
insisi

Lamanya -
waktu
operasi Variabel terikat

Variabel bebas

D. Definisi operasional

1. Infeksi luka operasi pada penelitian ini adalah hanya infeksi luka operasi

yang superfisial yang hanya melibatkan kulit dan jaringan subkutan pada

tempat insisi. Dinyatakan :

a. infeksi apabila ditemukan 3 dari tanda-tanda infeksi (peningkatan

suhu badan >38 0C, peningkatan nadi, adanya pus yang keluar dari

bekas insisi, bengkak, merah, hangat dan nyeri tekan pada daerah

bekan insisi)
30

b. Tidak infeksi apabila tidak ditemukan tanda-tanda infeksi (peningkatan

suhu badan >38 0C, peningkatan nadi, adanya pus yang keluar dari

bekas insisi, bengkak, merah, hangat dan nyeri tekan pada daerah

bekan insisi).

c. Lamanya menginap sebelum operasi dilakukan yang dimaksud pada

penelitian ini adalah lama pasien menginap di RS sebelum prosedur

operasi dilakukan.

a) Lama apabila lebih dari 3 hari.

b) Tidak lama apabila kurang dari 3 hari.

d. Panjang insisi luka operasi yang dimaksud pada penelitian ini adalah

jarak dari mulai insisi sampai akhir insisi. Dinyatakan :

a) Panjang apabila lebih dari 10 cm

b) Tidak panjang apabila kurang dari 10 cm.

e. Lama operasi yang dimaksud pada penelitian ini adalah waktu dari

mulai operasi sampai selesai menjahit. Dinyatakan

a) Lama apabila lebih dari 2 jam

b) Tidak lama apabila kurang dari 2 jam.


31

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain penelitian

Desain penelitian yang digunakan untuk membahas objek penelitian

adalah desain nested case-control study. Nested case-control study adalah

yang mengikuti subyek sampai timbulnya atau tidak timbul efek (infeksi).

Kemudian sampel dipisahkan menjadi kasus (yang timbul efek (infeksi) dan

kontrol (yang tidak timbul efek (infeksi).


32

2. Waktu dan Tempat Penelitian

1) Waktu : Bulan Maret – Oktober tahun 2014

2) Tempat penelitian : Di ruang bedah Rumah Sakit Umum Anutapura Palu.

3. Poplasi dan Subyek Penelitian

1) Populasi penelitian : semua pasien bedah elektif di kamar bedah di RSU

Anutapura Palu.

2) Subyek penelitian : Pasien bedah elektif di kamar bedah di RSU

Anutapura Palu yang memenuhi kriteria inklusi.

4. Kriteria Inklusi, Eksklusi dan drop out

1) Kriteria inklusi

a) Pasien bedah elektif di RSU Anutapura Palu


b) Operasi bersih
c) Laki-laki dan perempuan
d) usia 18 - 50 tahun
e) Setuju ikut penelitian tanpa paksaan

2) Kriteria eksklusi

a) Penderita bedah seksio sesar dan laparatomi di RSU Anutapura palu.

b) Mempunyai penyakit sistem imun seperti HIV/AIDS.

c) Menderita Diabetes Melitus.


33

d) Mendapat terapi obat kortikosteroid.

3) Kriteria drop out

a) Subyek meminta berhenti dari penelitian yang kita lakukan

b) Subyek meninggal pada masa pengamatan.

5. Besar sampel

Penelitian ini merupakan penelitian analitik komparatif kategorikal tidak

berpasangan, dengan demikian rumus besar sampel yang digunakan.

Rumus = (Zα√2𝑃𝑄 + Zβ√𝑃1𝑄1 + P2Q2) 2


(P1 – P2) 2

Ket :
Zα : kesalahan tipe I : 5% =1,96
Zβ : kesalahan tipe II : 20% = 0,84
P1 : rata-rata infeksi : 0,9
P2 : 0,7
Q1 : 1 - P1 = 1 – 0,9 = 0,1
Q2 : 1 - P2 = 1 – 0,7 = 0,3
P = P1 + P2/2 = 0,9 + 0,7/2 = 0,8
Q = 1 – P = 1 – 0,8 = 0,2

= (Zα√2𝑃𝑄 + Zβ√𝑃1𝑄1 + P2Q2) 2


(P1-P2)2
34

= (1,96√2(0,8)(0,2) + 0,84√(0,9)(0,1) + (0,7)(0,3))2


(0,9 – 0,7)2

= 44

6. Cara pengambilan sampel

Cara pengambilan sampel berdasarkan tehnik consecutive sampling

(semua subyek penelitian diambil sampai jumlah sampel terpenuhi.

7. Alur penelitian

Semua pasien yang akan di bedah elektif

Informed consent
Memenuhi inklusi
Subyek penelitian

Pre-Operatif
Pengisian daftar tilik Observasi
Operatif (TD,suhu,nadi,per
napasan) dan
+ Infeksi - pengisian case
report
Pasca Operatif

Pengumpulan data

Analisa data

Penulisan hasil

Penyajian hasil
35

8. Prosedur Penelitian

1) Mendata semua pasien yang dibedah elektif dan bersedia ikut

berpartisipasi dalam penelitian.

2) Menjelaskan kepada pasien tentang tujuan dan manfaat penelitian, setelah

penderita mengerti kemudian meminta pasien untuk menandatangani

lembar persetujuan untuk menjadi responden.

3) Melakukan pengisian case report mengenai lamanya pasien menginap di

rumah sakit. Dan melakukan pengukuran tekanan darah, frekuensi nadi,

frekuensi pernapasan pernapasan, dan suhu.

4) Jika tindakan operasi akan dilakukan kita melihat apakah pasien diberikan

anti profilaksis dan catat berapa lama pemberian anti profilaksis tersebut

diberikan sebelum tindakan dilakukan.

5) Pada saat di ruangan bedah, kita mengobservasi alat dan bahan yang

digunakan pada saat pembedahan, melihat cara persiapan tim bedah

mulai dari cuci tangan sampai penggunaan pakaian bedah.

6) Pada saat operasi berjalan kita memperhatikan luas insisi dan lamanya

waktu operasi.

7) Setelah operasi selesai dilakukan perhatikan kasa yang digunakan untuk

menutupi luka bedah apakah menggunakan kasa steril atau tidak.


36

8) Pada hari kedua sampai hari mengganti pembalut pertma kita melakukan

observasi tekanan darah, suhu, frekuensi pernapasan, dan frekuensi nadi.

9) Pada saat mengganti pembalut pertama kita perhatikan pada daerah luka

operasi apakah ada tanda-tanda inflamasi seperti tumor, kalor, rubor, dolor

dan fungsio lasea. Catat hasil yang ditemukan

10) Melakukan analisa data hasil penelitian menggunakan analitik

komparatif kategorik tidak berpasangan, yaitu Chi square. Analisa data ini

menggunakan perangkat lunak komputer dengan pengolahan data statistik

program SPSS.

11) Menulis hasil dalam bentuk skripsi dan menyajikan dalam bentuk

skripsi.

9. Pengelolaan dan analis data

A. Pengolahan data

Data pada penelitian ii diolah menggunakan perangkat lunak komputer

program SPSS 17.

B. Analisa data

a. Variabel persiapan pasien sebelum operasi menggunakan analisa Chi-

square
37

b. Variabel keadaan lingkungan kamar operasi menggunakan analisa Chi-

square

c. Variabel luas insisi menggunakan analisa Chi-square

d. Variabel waktu operasi menggunakan analisa Chi-square

10. ASPEK ETIK

Penelitian ini tidak memberi dampak etika karena:

1) Semua subyek setuju atau disetujui oleh wali bagi yang belum dewasa

untuk ikut penelitian tanpa paksaan

2) Tidak ada bahaya yang timbul pada semua subyek karena hanya

melakukan wawancara dan observasi

3) Semua subyek berhak untuk tidak ikut atau menjawab pertanyaan tanpa

hilang haknya untuk menerima pelayanan kesehatan

4) Semua data disimpan dengan aman dan disajikan secara lisan maupun

tulisan secara anonim

5) Semua subyek tidak diwajibkan membayar apapun yang sehubungan

dengan penelitian ini.


38

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Anutapura Palu pada

bulan Maret – Oktober 2014. Sample pada penelitian ini adalah semua

pasien bedah elektif untuk operasi bersih dan bersih terkontaminasi di

Rumah Sakit Umum Anutapura Palu selama kurun waktu penelitian

berlangsung, yang memenuhi kriteria sample pada penelitian sebanyak 44

orang. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara

observasi langsung dan wawancara, observasi langsung dengan

menggunakan kuisoner tentang instrumen alat operasi dan case report pada

pasien preoperasi bersih elektif sampai ganti perban pertama. Adapun data

yang diperoleh terdiri dari lamanya menginap sebelum operasi, instrumen

alat operasi, lama operasi dan panjang luka operasi. Hasil analisa statistik

ditampilkan dengan sistematika sebagai berikut.

a. Karateristik sampel

Dari 44 subjek penellitian yang memenuhi kriteria sampel penelitian,

diperoleh data subjek yang termaksud variabel lamanya menginap sebelum


39

operasi yang kurang dari 3 hari (100%). Hasil pada tabel juga menunjukan

instrumen alat operasi yang digunakan steril (100%). Waktu operasi <2,5 jam

(97,61%) lebih besar dibandingkan dari waktu operasi >2,5 jam (2,27%).

Kelompok panjang insisi < 10 cm sebanyak (40,86%) lebih kecil dibandingkan

panjang insisi > 10 cm (59,02%). Dan tidak terdapat adanya infeksi luka

operasi pada 44 sampel penelitian.

Tabel 7. Karakteristik sampel penelitian di RSU Anutapura Palu

Variabel N %
a. Lama menginap sebelum operasi
- Lama (> 3 hari) 0
0
- Tidak lama (< 3 hari) 100.0
44
b. Instrumen alat operasi
- Steril 100.0
44
- Tidak steril 0
0
c. Waktu operasi
- Lama (> 2 jam) 1 2,27
- Tidak lama (< 2 jam) 43 97,61
d. Panjang insisi
26 59,02
- Panjang (> 10 cm)
18 40,86
- Tidak panjang (< 10 cm)
e. Infeksi luka operasi
0 0
- Infeksi +
44 44
- Infeksi -
40

b. Faktor yang mempengaruhi kejadian infeksi luka operasi pada kasus


bedah elektif di RSU Anutapura palu

Pada penelitian ini, diteliti hubungan antara faktor lama menginap

sebelum operasi, instrumen alat, panjang insisi, waktu operasi dengan

kejadian infeksi luka operasi pada kasus bedah elektif. Tidak ditemukan

hubungan yang bermakna pada faktor lama menginap sebelum operasi,

instrumen alat, panjang insisi, waktu operasi dengan nilai (p = constan

dengan uji chi square)

1. Faktor lama menginap sebelum operasi dengan kejadian infeksi luka

operasi pada kasus beda elektif

Tabel 8. Hubungan lama menginap sebelum operasi dengan kejadian

infeksi luka operasi pada kasus bedah elektif

Infeksi
Variabel Infeksi (-) Infeksi (+) Nilai P
n (%) n (%)
Lama menginap sebelum operasi
1. Lama (> 3 hari) (0%) 0 (0%)
--
2. Tidak lama (< 3 hari) 44 (100%) 0 (0%)

Berdasarkan variabel lama menginap sebelum operasi pada kelompok

infeksi (-) ditemukan lama menginap sebelum operasi yang sesuai dengan

prosedur sebanyak (100%) dan tidak didapatkan infeksi (+) pada sampel

penelitian sehingga nilai p: constants


41

2. Faktor keadaan instrumen alat operasi dengan kejadian infeksi luka

operasi pada kasus bedah elektif

Tabel 9. Hubungan instrumen alat operasi dengan kejadian infeksi luka

oprasi pada kasus bedah elektif

Infeksi
Variabel Infeksi (-) Infeksi (+) Nilai P
n (%) n (%)
Instrumen alat operasi
1. steril 44 (100%) 0 (0%) -
2. Tidak steril 0 (0%) 0 (0%)

Berdasarkan variabel instrumen alat operasi pada kelompok infeksi (-)

ditemukan instrumen alat operasi yang bersih sebanyak 100% dan tidak

didapatkan infeksi (+) pada sampel penelitian sehingga niali p: constant.

3. Faktor panjang insisi dengan kejadian infeksi luka operasi pada kasus

bedah elektif

Tabel 10. Hubungan panjang insisi dengan kejadian infeksi luka operasi

pada kasus bedah elektif

Infeksi
Variabel Infeksi (-) Infeksi (+) Nilai P
n (%) n (%)
Panjang Insisi
1. Panjang (> 10 cm) 26 (100%) 0 (0%) -
2. Tidak panjang (< 10 cm) 18 (100%) 0 (0%)
42

Berdasarakan proporsi responden panjang insisi pada infeksi (-) dengan luas

<10 cm sebanyak (100%) dan panjang insisi >10 cm didapatkan nilai 100%

karena tidak didapatkan infeksi (+) pada sampel penelitian sehingga nilai p:

constants

4. Faktor Waktu Operasi dengan kejadian infeksi luka operasi pada kasus

bedah elektif

Tabel 11. Hubungan Waktu Operasi dengan kejadian infeksi luka operasi

pada kasus bedah elektif

Infeksi
Variabel Infeksi (-) Infeksi (+) Nilai P
n (%) n (%)
Waktu operasi
1. Lama (> 2 jam) 1 (100%) 0 (0%) -
2. Tidak lama (<2 jam) 43 (100%) 0 (0%)

Berdasarakan proporsi waktu operasi pada infeksi (-) dengan lama operasi

<2 jam sebanyak (100%) dan waktu operasi >2 jam didapatkan nilai 100%

karena tidak didapatkan infeksi (+) pada sampel penelitian sehingga niali p:

constant.
43

B. PEMBAHASAN

a. Variabel yang tidak terbukti sebagai faktor yang mempengaruhi kejadian

Infeksi Luka Operasi

Berdasarkan hasil analisis variabel yang tidak terbukti sebagai faktor

resiko infeksi luka operasi adalah lama menginap sebelum operasi, keadaan

instrumen alat operasi, panjang luka operasi dan waktu operasi menunjukkan

tidak ada hubungan yang bermakna (P = constant).

1. Hubungan lama menginap sebelum operasi dengan Infeksi Luka Operasi

Lama menginap sebelum operasi tidak berhubungan dengan terjadinya

infeksi luka operasi karena nilai (P = constan), hal ini tidak sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh Suwardiman tahun 2007 di RS Mardiwaluyo

Metro di Lampung, yang mendapatkan 82 pasien infeksi luka operasi dari 252

pasien operasi appendektomi, kejadian infeksi luka operasi ditemukan pada

waktu rawat pasien sebelum operasi rata-rata 3-8 hari. RSU Anutapura palu

waktu rawat pasien rata-rata 1 hari sebelum operasi dilakukan.

2. Hubungan instrumen alat operasi dengan Infeksi Luka Operasi

Instrumen alat operasi tidak berhubungan dengan kejadian infeksi luka

operasi karena nilai (P = constant). Di RSU Anutapura Palu melakukan


44

sterilisasi alat sesuai standar prosedur mulai dari dekontaminasi,

pembersihan, disinfektan dan sterilisasi. (Wahyu, M.2012. protap dan SOP

sterilisasi alat kesehatan, peralatan lab dan linen)

3. Hubungan panjang luka operasi dengan infeksi luka operasi

Panjang luka operasi dengan infeksi luka operasi tidak berhubungan

karena nilai (P = constant). Sampel yang ada di RSU Anutapura Palu panjang

insisi yang dilakukan rata-rata kurang atau sama dengan 10 cm, hal inilah

yang menyebabkan panjang insisi tidak berhubungan dengan kejadian infeksi

Luka operasi. Berdasarkan teori luka sectio caesaria tentang sectio caesaria

klasik yang membuat insisi sepanjang 10-12 cm dapat mengakibatkan

bahaya perdarahan dan semakin panjang luka operasi yang dilakukan derajat

kontaminasi bakteripun semakin tinggi. (craven, R. F & Hirnle, C.J. (2000)

dan Moya, Morison (2003)).

4. Hubungan waktu operasi dengan infeksi luka operasi

Waktu operasi tidak berhubungan dengan infeksi luka operasi karena nilai

(P = constan). Di RSU Anutapura Palu waktu operasi hanya berkisar 2 jam

yang megakibatkan tidak ada hubungan waktu operasi dengan infeksi luka

operasi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lina haryanti

pada tahun 2009-2011 yang tidak mendapatkan infeksi luka operasi dalam

waktu 2 jam operasi berlangsung. Namun hal ini bertentangan dengan


45

penelitian yang dilakukan oleh Casanova, dkk di Spanyol yang mendapat

infeksi luka operasi dalam waktu 2 jam. (H, Lina. Dkk. 2011, Prevalens dan

faktor resiko ILO pasca bedah)


46

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dari 44 responden di RSU Anutapura Palu

tahun 2014 tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian infeksi luka

operasi di kamar bedah pada kasus bedah elektif di RSU Anutapura Palu

kesimpulannya sebagai berikut :

1. Tidak ditemukan infeksi luka operasi pada penelitian ini

2. Tidak dapat ditemukan hubungan antara lama menginap sebelum

operasi, instrumen alat operasi, panjang insisi dan lamanya waktu

operasi dengan kejadian infeksi luka operasi di RSU Anutapura Palu.

B. Saran-saran

Dari kesimpulan diatas maka saran penulis :

1. Bagi masyarakat :

Diharapkan sebiknya jangan menginap di RS lebih dari 3 hari sebelum

operasi dilakukan.
47

2. Bagi RSU Anutapura palu

a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi

tambahan dalam membuat kebijakan di RSU Anutapura Palu (promosi

kesehatan)

3. Bagi peneliti lain

Karena adanya kelemahan pada penelitian ini maka disarankan untuk

peneliti selanjutnya

a. Menambah jumlah sampel sehingga besar sampel mencukupi untuk

memperoleh hasil yang lebih signitifkan.

b. Melakukan penelitian yang lebih spesifik pada faktor resikoyang terbukti

berpengaruh sehingga dapat diketahui lebih jelas pengaruhnya

c. Sebaiknya dilakukan penelitian lain dengan memperhitungkan faktor

perancu yang belum dapat dikendalikan pada penelitian ini.


48

DAFTAR PUSTAKA

1. Awad, S., Palacio, C., Subramanian, A., Byers, P., Abraham, P., Lewis,
D., et al. 2009. Implementation of a methicillin-resistant staphylococcus
aureus (MRSA) prevention bundle results in decreased MRSA surgical
site infections. The American Journal of Surgery.
2. Brunicardi, FC, et al. 2007. Schwartz’s Principles of Surgery 8th edition.
The McGraw-Hill companies. Chapter 5.
3. Cruse, K., Foord, R. 2000. The epidemiology of wound infection: a ten
years prospective study of 62.939 wound. Surg Clin North.
4. Cuschieri, A. Et all. 2003. Clinical Surgery. Ed. 2. Australia: Blacwell
Science.
5. Darmadi. 2008. Infeksi nosocomial: Problematika dan Pengendaliannya.
jakarta. Salemba medika.
6. Dunn, D.L. 2003. Surgical site infection: Essential Pratice of Surgery:
Basic Science and Clinical Evidence. New york. Springer-verlag.
7. Dellinger, E.P. 2001. Post-Operative Wound Infections. In: Schlossberg
D, ed. Current therapy of infectious diseases. 2nd ed. Mosby Year Book:
Philadephia.
8. INCISO network study group. 1997-1999. Morbidity and Mortality
Associated with Surgical Site Infection: Result from the INCISO
Survailance. Available from:
URL:http://www.ncbi.nlm.gov/pubmed/11461127.
9. Kliment ,2006, Healthcare Fasilities ,American Hospital Associstion
Institute.
10. Madjid, B. Dan Massi, M.N. 2011. Penuntun dan Laporan Praktikum
Mikrobiologi Blok DDT. Palu. FK Unisa.
49

11. Mangram, A.J. et al. 1999. Guideline for Prevention of Surgical site
infection. Available from :
http://www.tmit1.org/SafePracticeArticles/guideline for prevention of
surgical site infection.pdf.
12. Mulholland, M.W, et al. 2006. Greenfield’s Surgery: scientific principles
and practice. 4th edition. Lippincott williams and wilkins.
13. Neuvert ,1999, Data Arsitek Jilid 2 Edisi 2, PT Erlangga
14. Ocampo Maria. 2008. Wound CNS. Sydney. St Vincents Private Hospital.
15. Potter, P.A, Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan
:Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4 . Volume 2. Alih bahasa : Renata
Komalasari,dkk. Jakarta : EGC
16. Steven M. Gordon.2001. New Surgical Techniques and Surgical Site
Infections. Available from :
http://www.cdc.gov/ncidod/eid/vol7no2/gordon.htm
17. Smeltzer, S. C, Bare, B. G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah.
Volume 2. Edisi 8. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
18. Welsh A. 2008. Surgical site infection: prevention and treatment of
surgical site infection. London: RCOG press.
19. Fatimah S. 2011. Faktor-farktor yang berhubungan dengan terjadinya
infeksi nosokomial luka operasi di ruang bedah RSUP fatmawati.
Available from :
http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/4s1hukum/0910712023/ABSTRAK.pdf
20. Zuhrotul A. 2012. Survalensi infeksi daerah operasi menurut komponen
survalensi. Surabaya
50

Anda mungkin juga menyukai