Karena Aku Tak Tahu
Karena Aku Tak Tahu
Malam ini malam Minggu, aku janjian makan malam dengan Andi di sebuah restoran di
pinggir pantai yang lumayan jauh dari rumahku. Kami janjian pukul 7 malam. Aku sedang
Tepat pukul 18.30, aku berangkat. Sesampainya di sana, aku langsung mencari Andi.
Sepertinya, Andi belum datang. Aku duduk di salah satu kursi. Aku sudah memesan makanan
untukku sendiri. Tapi hingga pukul 9 malam Andi tak kunjung datang. HP Andi juga tidak
aktif. Angin malam mulai menusuk tubuhku. Disertai gerimis yang mulai turun. Aku mulai
kedinginan. Akhirnya kuputuskan untuk pulang. Aku sudah terlanjur sakit hati pada Andi.
Ini hari pertama Andi masuk sekolah. Memang, setelah kejadian kemarin, Luna tidak masuk
“Ah, pura-pura ga tau lagi! Kamu lupa ya, sama janji kita untuk makan malam di restoran
D’Beach?” tanyaku.
“Ya ampun! Aku bener-bener lupa. Maaf ya, Yogi…” ujar Andi.
“Katanya sahabat, tapi kok kaya gini, sih?” ujarku. Lalu meninggalkan Andi sendirian.
TEEEETT!!! TEEEETT!!! Bel pulang berbunyi nyaring. Aku berjalan lunglai ke parkiran.
“Yogi!” suara Andi terdengar jelas di telingaku. Tapi aku pura-pura tak mendengarnya.
“Gi.. tentang masalah kemarin, aku minta maaf, ya?” ujar Andi memelas.
“Di, kamu pikir dengan kamu minta maaf masalah ini selesai begitu aja? Aku sudah terlanjur
“Tapi.. Aku bener-bener lupa kalau kita janjian makan malam..” Andi memegang lenganku.
“Lupa kamu bilang? Aku tau, kamu pasti gak akan lupa. Pasti ada alasan lain dibalik semua
ini! Udah, aku gak punya waktu buat berhadapan dengan masalah yang ga jelas ini!” ujarku
Dua minggu sudah berlalu. Musim hujan pun tiba. Petir menggelegar di balik awan-awan
hitam. Awan-awan hitam itu bergulung-gulung di langit yang kelam. Cuaca memang sangat
buruk. Tapi tak seburuk hubunganku dengan Andi. Aku dan Luna tak pernah lagi tertawa
bersama seperti dulu. Kami hanya bertegur sapa sekedar menanyakan tugas atau PR.
Sekarang, Andi lebih sering murung dan menyendiri di kelas. terkadang, aku sayang
melihatnya. Tapi aku sudah terlanjur sakit hati dengan sikap Andi waktu itu. HP Luna juga
tak pernah aktif hingga sekarang. Dan beberapa hari ini, Luna juga tak masuk sekolah. Kini
aku lebih sering bermain dengan Kevin, Seno, dan si kembar Hendra dan Hendri. Lagipula,
“Di kelas XI IPA 2 kali! Si Hendri kan akrabnya dengan kakak kelas.” jawabku sambil
“Yaudah, aku ke sana dulu, yaa.. “ ujar Hendra sambil berlari meninggalkanku.
“Ok. Jam 7 malam, yaa!” sahut Kevin. Lalu pergi dari kantin.
Hendri, dan Kevvin sudah datang. Aku melangkah menuju meja mereka.
“Mmm, nasi goreng seafood dan jus melon aja, deh.” Kataku.
Kami menikmati makanan dengan ceria. Banyak candaan yang mengalir deras dari bibir kami
malam itu. Tawa-tawa kecil pun menghiasi acara makan malam kami.
Hari ini, kami mendapat tugas biologi dari Bu Andita. Kebetulan, aku berpasangan dengan
Andi.
“boleh juga. Aku aja yang bawa sepeda motornya, ya!” ujarku, lalu segera menghidupkan
sepeda motor.
“Aduh, Yogi.. Jangan ngebut. Pelan-pelan, aku pusing nih!” ujar Andi.
Saat membelok ke arah kanan, tiba-tiba muncul sebuah mobil dengan kecepatan tinggi. Aku
sangat terkejut. Aku berusaha mengerem motorku. Tapi semuanya terlambat. Semuanya
menghampiriku.
“Iya, sayang. Sayang, mama khawatir banget dengan kamu!” ujar mama sambil memelukku.
“Andi.. andi masih di ICU, Yogi. Keadaannya kritis” jawab mama lirih.
“Mama, aku mau jenguk luna sekarang ma!” seruku. Lalu berusaha bangun dan duduk.
“Sayang, kamu istirahat dulu, ya. Nanti aja jenguk lunanya.”saran mama. Aku pun berbaring
kembali.
KRIIET!! Kursi rodaku berderit saat Kevin mendorongnya menuju ICU. Aku memang harus
“Gatau. Tadinya sih, aku kesini dengan Seno. Soalnya Hendra Hendri ga bisa ikut.” Sahut
Kevin.
Setelah memakai pakaian khusus, kami masuk ke ICU. Aku meraba tangan Andi .
“Yogi, tante mau bilang sesuatu sama kamu.” Ujar mamanya Andi.
“Sebenarnya, selama ini luna menyembunyikan sesuatu pada kalian. An..Andi.. mengidap
leukimia sejak setahun lalu. Maafkan Andi karena menyembunyikannya dari kalian.” Ujar
mama Andi sambil menangis. Aku terkejut sekali. Tiba-tiba, aku merasa bersalah pada Andi.
“Ja.. ja.. jadi.. Andi mengidap Leukimia!??” jeritku kecil. Mama Andi mengangguk pelan.
Tiba-tiba aku merasakan pusing yang luar biasa. Aku memegangi kepalaku.
“Yogi, kamu kenapa?” tanya Kevin panik.
“yaudah, kita balik ke kamar sekarang ya. Kamu harus istirahat.” Kevin langsung mendorong
Seminggu sudah berlalu sejak kecelakaan itu. Tapi, perban di mataku belum juga dibuka.
“Ma, perban di mataku belum bisa dibuka, ya?” tanyaku pada mama.
“Kamu yang sabar ya. Ini semua cobaan.” Sahut mama. Aku jadi bingung. Mama bukan
menjawab pertanyaanku.
“apa, ma?”
“Enggak, Ma! Aku gak mau buta!!” jeritku histeris sambil menangis.
“Melka, sabar, yaa.. ini cobaan.” Ujar ajeng yang tiba-tiba masuk. Diikuti Seno, Hendra, dan
Hendri. Mama keluar dari kamarku. Aku pun menangis sepuasnya sambil curhat pada
keempat temanku.
Sebulan kemudian..
Aku meraba-raba. Berusaha keruang keluarga. Aku mulai terbiasa dengan keadaan buta.
Yogi ini Kevin, kerumah sakit ‘mitra sehat’ sekarang, Andi lagi parah nih, tadi pagi dia
beberapa suster tampak menangani luna. Sampai akhirnya, luna menyuruh mereka keluar.
“Semuanya, Andi udah ga kuat lagi. Tolong kesini, Andi pengin meluk kalian.” Kami
Sangat lama. Hangat, haru, dan sedih, terasa saat luna memelukku.
“Ma, pa, tolong fotoin Andi. Biar kalau Yogi bisa lihat lagi, melka masih bisa lihat wajah
Setengah jam kemudian, akhirnya luna menghembuskan nafas terakhirnya. Kami semua
sangat sedih.
Esoknya..
“Yogi, ada kabar baik!” ujar mama. Nada bicaranya terdengar senang.
Akhirnya, aku menjalani operasi. Seminggu setelah operasi, tante rina datang kerumahku. Ya,
kini aku sudah bisa melihat lagi. Tante rina memberikan sebuah amplop bermotif hati.
Yogi..
Mungkin saat kamu membaca surat ini aku telah tiada. Sebenarnya, malam kita janjian
makan malam itu, aku tidak datang karena aku dirawat dirumah sakit karena leukimiaku. Aku
tak memberitahumu karena aku tak mau membuat kamu cemas dan khawatir. Yogi, aku mau
bilang sesuatu, sebenarnya, aku yang mendonorkan korneaku buat kamu. Jadi, kornea di mata
kamu itu adalah kornea ku. Semoga kamu senang ya. Sekarang kamu sudah bisa melihat lagi.
Aku sangat senang. Yogi, maafkan aku. Aku tak pernah memberitahumu tentang leukimia
yang aku idap. Sekali lagi, maafkan aku..
Andi
Tanpa terasa, air mata mengalir dari mataku. Aku merasa bersalah saat memusuhi luna dulu.
Maafkan aku Andi, aku tak tahu kalau kamu mengidap leukimia. Aku tak tahu apa yang
terjadi denganmu. Karena aku tak tahu semua ini. Maafkan aku Andi… Semoga kau
bahagia…