PENDAHULUAN
1
I.3 Tujuan Penulisan
1) Untuk mengetahui definisi desentralisasi pendidikan
2) Untuk mengetahui tujuan desentralisasi pendidikan
3) Untuk mengetahui ruang lingkup desentralisasi pendidikan
4) Untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan desentralisasi pendidikan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
kualitas dan relevansi hasil-hasil pendidikan. Makin majunya transportasi dan komunikasi
antar daerah satu dengan yang lainnya, bahkan dengan negara lainnya, akan mempermudah
daerah memperoleh ide-ide baru dan cara-cara baru yang dapat di terapkan oleh daerah yang
lebih mudah melakukan inovasi dalam pendidikan karena fasilitas desentralisasi pendidikan
ini.
Jika yang menjadi tujuan desentralisasi adalah pemberian kewenangan di sektor
pendidikan yang lebih besar kepada pemerintah daerah, maka fokus desentralisasi pendidikan
adalah pada pelimpahan kewenangan yang lebih besar dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah dan dari daerah kepada Dewan Sekolah. Desentralisi pendidikan yang
seperti ini adalah target untuk mencapai efisiensi dalam penggunaan sumber daya (school
resources) dan dana pendidikan yang berasal dari pemerintah maupun masyarakat.
Di lain pihak, jika yang menjadi tujuan desentralisasi pendidikan adalah peningkatan
kualitas proses belajar mengajar dan kualitas dari hasil proses belajar mengajar tersebut,
maka desentralisasi pendidikan lebih difokuskan pada reformasi proses belajar-mengajar.
Partisipasi orang tua dalam proses belajar mengajar dianggap merupakan salah satu faktor
yang paling menentukan.
4
ini disesuaikan benar dengan kebutuhan peserta didik di sekolah-sekolah dan tersebar
pada daerah yang bervariasi.
Subtansi dalam desentralisasi dalam bidang manajemen pendidikan, paling sedikit
berkaitan dengan enam aspek yaitu sebagai berikut:
5
pada tingkat daerah. Kemauan politik ini harus konkret dalam wujud peraturan perundang-
undangan dengan segala akibat hukum yang menyertainya secara konsisten.
Pelaksanaan pemabangunan di daerah sampai saat ini sudah memiliki tiga komponen
utama yang dijadikan rujukan dalam deregulasi perundang-undangan pendidikan, yaitu:
Pertama, struktur produk kebijakan yang menjadi perangkat kendali sistem penyelenggaraan
pendidikan. Kedua, struktur program pembangunan yang menjadi perangkat operasional
bagian pelaksanaan pembangunan pendidikan di daerrah. Ketiga, orientasi dan tantangan-
tantangan pembangunan ke depan yang menjadi perangkat pendukung dalam pelaksanaan
pembangunan pendidikan.
Upaya menjamin kemandirian daerah dalam melaksanakan pembangunan pendidikan,
pemerintah daerah diberi tanggung jawab yang besar. Dalam hal ini, peraturan daerah (perda)
dan peraturan kepala daerah (perkepda) yang dapat dijadikan perangkat kendali sistem
organisasi manajemen pendidikan di daerah tidak lagi memerlukan pengesahan dari
pemerintah pusat, sepanjang merujuk dan tidak bertentangan dengan peraturan hukum dan
perundang-undangan yang berlaku secara nasional. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan
desentralisasi manajemen pendidikan di daerah harus banyak menempatkan peranserta
masyarakat dan pihak swasta dengan pola-pola kemitraan melalui mekanisme pasar
kompetitif. Peranan pemerintah daerah lebih banyak pada melaksanakan fungsi-fungsi
pengawasan, fasilitasi, pengendalian dan pendampingan. Deregulasi dalam bidang hukum
dan peraturan perundang-undangan tersebut, paling tidak mencakup aspek-aspek asubstansial
dalam menjawab persoalan pendidikan.
Akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa dalam upaya pelaksanaan UU. No. 32/2004
tentang Pemerintah Daerah, khususnya dalam kaitannya dengan desentralisasi peraturan
perundang-undangan pendidikan pada tingkat daerah atau kelembagaan, diperlukan kerangka
kebijakan umum yang memungkinkan para penyelenggara pemerintah daerah berasa
stakeholder serta masyarakat daerah menempatkannya sebagai acuan bersama untuk
mengarahkan potensi daerah sesuai target dari tujuan otonomi daerah.
6
yang signifikan di daerah. Dan pada aspek kemampuan berkaitan dengan potensi daerah
terutama dari hasil penggalian sumber daya yang dituangkan dalam PAD. Di samping itu,
pembaharuan kelembagaan pendidikan di daerah perlu didasarkan pada prinsip rasional,
efisien, efektif, realistis dan operasional, serta memerhatikan karakteristik organisasi dan
manajemen modern.
Pola hubungan manajemen pendidikan, tidak terlepas dari kehendak pasal 2 ayat (7)
UU. No. 32/2004, bahwa hal-hal yang menyangkut kewenangan, keuangan, pelayanan
umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya menimbulkan hubungan
administrasi dan kewilayahan antar susunan organisasi.
Sebagaimana dalam penjelasan pasal 2 ayat (7) disebutkan bahwa hubungan
administrasi adalah hubungan yang terjadi sebagai konsekuensi kebijakan penyelenggaraan
pemerintah daerah yang merupakan satu kesatuan dalam penyelenggaraan sistem administrasi
negara. Kehendak tesebut diwujudkan dalam hubungan antar pengelola sistem pendidikan
secar nasional dengan organisasi pendidikan tingkat provinsi. Dalam hal ini, Departemen
Pendidikan Nasional (Depdiknas) sebagai pengelola sistem pendidikan nasional, dalam
melakukan hubungan baik berhubungan dengan organisasi pendidikan tingkat provinsi, yaitu
Dinas Pendidikan Provinsi, maupun dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, ataupun
dengan organisasi tingkat satuan pendidikan, merupakan hubungan yang bersifat
administratif.
Sedangkan hubungan kewilayahan adalah hubungan yang terjadi sebagai konsekuensi
dibentuk dan disusunnya daerah otonom yang diselenggarakan di wilayah NKRI yang
merupakan satu kesatuan wilayah negara yang utuh dan bulat. Hubungan ini diwujudan oleh
pola hubungan antara Dinas Pendidikan Provinsi dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota,
atau dengan organisasi pendidikan tingkat satuan pendidikan. Khusus dalam hubungan antara
Depdiknas dengan Dinas Pendidikan Provinsi, karena merupakan hubungan administrasi
dalam kerangka pelaksanaan prinsip dekonsentrasi, maka pola hubungan antara Dinas
Pendidikan Provinsi dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota merupakan pola hubungan
kewilayahan.
Berkaitan dengan pelaksanaan hubungan-hubungan tersebut, diwujudkan juga dalam
pelaksanaan prinsip tugas pembantuan. Depdiknas masih punya kewenangan melaksanakan
prinsip tugas pembantuan, baik kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, tanpa harus
melalui Dinas Pendidikan Provinsi, maupun kepada organisasi satuan pendidikan tanpa
melalui Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Begitu pula Dinas Pendidikan Provinsi
7
mempunyai kewenangan melaksanakan prinsip tugas pembantuan kepada organisasi satuan
pendidikan tanpa harus melewati Dinas Pendidikan Kabupateb/Kota.
8
peserta didik untuk dapat menyesuaikan diri terhadap berbagai kemungkinan kondisi, potensi
dan peluang yang ada di lingkungannya.
Kompetensi yang dituntut adalah bekal pengetahuan , keterampilan dan kemampuan
fungsional praktis serta perubahan sikap untuk bekerja dan berusaha secara mandiri,
membuka lapangan kerja dan lapangan usaha serta memanfaatkan peluang yang dimiliki,
sehingga dapat meningkatkan kualitas kesejahteraannya. Penggunaan pendekatan dalam
merumuskan kurikulum harus memiliki cakupan yang luas, dapat mengintegrasikan
pengetahuan dengan keterampilan yang diyakini sebagai unsur penting untuk hidup lebih
mandiri. Strategi pembelajaran dirancang untuk membimbing, melatih dan membelajarkan
peserta didik agar mempunyai bekal dalam menghadapi masa depannya, dengan berpegang
pada prinsip belajar untuk memperoleh pengetahuan (learning to learn), belajar untuk dapat
berbuat atau bekerja (learning to do), belajar untuk menjadi ornag yang berguna ( learn to be)
dan belajar untuk dapat hidup bersama orang lain (learn to live together).
Pengembangan kurikulum pendidikan ini harus didasarkan pada perkembangan
kehidupan masyarakat, pengembangan jati diri manusia, yang dibuthkan dan mampu hidup
dan menghidupi orang lain sesuai dengan fitrahnya sebagai pengelola alam beserta isinya. Isi
dan muatan kurikulum pendidikan harus berorientasi pada dimensi-dimensi penguasaan
bidang keterampilan, keahlian dan kemakhiran berkiprah sebagai anggota keluarga yang
hidup bermasyarakat berbangsa dan bernegara, dan mampu pula berkiprah dalam persaingan
global.
9
Desentralisasi manajemen menuntut profesionalisasi ketenagaan, maka sebagai suatu
konsep desentralisasi dipercaya banyak mengandung makna yang menggambarkan suatu
situasi yang penuh tantangan.
Menengok kembali permasalahann praktik manajemen pendidikan di Indonesia yang
mengacu pada PP.No.32/1992 dan UU.No.20/2003 ditemukan istilah-istilah pengelolaan
pendidikan, penyelenggara pendidikan, pengawasan, dan penilaian pendidikan. Bila dicrmati,
istilah-istilah tersebut merupakan bentuk penjabaran dan pengimplementasian konsep dan
teori manajemen pendidikan yang dianut para pembuat kebijakan. Menurut perundangan
tersebut, para tenaga manajemen pendidikan disebut dengan pengelola pendidikan yang
dibedakan dengan tga macam, yaitu : Pertama, pengelola sistem pendidikan nasional.
Pengelola sistem pendidikan nasional merupakan tanggung jawab Menteri Pendidikan
Nasional. Pada tingkat provinsi merupakan tanggung jawab Gurbernur, pada tingkat
kabupaten/kota merupakan tanggung jawab Bupati/Walikota, pada tingkat kecamatan
merupakan tanggung jawab Camat, dan pada tingkat desa/kelurahan merupakan tanggung
jawab Kepala Desa/Lurah. Kedua, pengelols satuan pendidikan, yaitu satuan pelaksana
kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan di jalur, jenis dan jenjang pendidikan. Pada
satuan pendidikan adalah kepala sekolah, direktur, ketua, rektor, dan pemimpin satuan
pendidikan luar sekolah. Ketiga, pngelola proses pembelajaran, di dalam kelas maupun di
luar kelas, di lingkungan formal maupun nonformal, yang sering disebut guru, dosen,
instruktur, pelatih, widyaiswara, tutor, pamong, dan sebutan lainnya yang menunjukkan
seorang pengelola proses pembelajaran.
10
analisis efisiensi penyelenggaraan pendidikan dalam arti perbandingan hasil sejumlah
pengorbanan yang diberikan.
11
- Penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
bertahap, sistematis dan terencana dalam suatu program penjaminan mutu yang memiliki
target dan kerangka waktu yang jelas.
12
- Perabot dan perlengkapan serta perlatan hendaknya disesuaikan dengan kepentingan
pendidkan yang bersumber dan kepentingan serta kegunaan atau manfaatnya bagi peserta
didik dan tenaga kependidikan.
- Administrator lembaga pendidikan harus dapat membantu program pembelajaran secara
efektif, melatih para tenaga kependidikan serta memilih alat dan cara menggunakannya
agar mereka dapat menyesuaikan tugasnya sesuai dengan fungsi dan tugasnya.
- Seorang penanggung jawab lembaga pendidikan harus mempunyai kecakapan untuk
mengenal baik kualitatif maupun kuantitaif serta menggunakannya dengan tepat perabot
dan perlengkapan yang ada.
- Sebagai penanggung jawab lembaga pendidikan harus mampu menggunakan serta
memelihara perabot dan perlengkapan sekitarnya sehingga ia dapat membantu
terwujudnya kesehatan, keamanan, dan keindahan serta kemajuan lembaga.
- Sebagai penanggung jawab lembaga pendidikan bukan hanya mengetahui kekayaan yang
dipercayakan kepadanya, tetapi juga harus memperhatikan seluruh keperluan alat-alat
pendidikan yang dibuthkan peserta didik, sanggup menata dan memliharanya.
13
pembaharuan, meskipun mungkin bukan baru lagi bagi orang lain. Akan tetapi, yang lebih
penting dari sifatnya yang baru adalah sifat kualitatif yang berbeda dari sebelumnya.
Kualitatif berarti bahwa inovasi memungkinkan adanya reorganisasi atau pengaturan kembali
dalam bidang yang mendapat inovasi.
Inovasi dapat menjadi positif atau negatif. Inovasi positifdidefinisikan sebagai proses
membuat perubahan terhadap sesuatu yang yang telah mapan dengan memperkenakan
sesuatu yang baru yang memberikan nilai tambah. Inovasi negative menyebabkan pelanggang
enggan untuk memakai produk tersebut karena tidak memiliki nilai tambah, merusak cita rasa
dan kepercayaan pelanggan hilang.
Inovasi sarana dan prasarana harus mengacu pada peratiran perundangan yang berlaku
yaitu UUSPN No.20/2003 dan Standar Nasional Pendidikan PP.19/2005 yang berkaitan
dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah,
perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, serta sumber belajar lainnya yang
diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran termasuk penggunaan teknologi informasi
dan komunikasi. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot,
peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai,
serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunnjang proses pembelajaran yang teratur
dan berkelanjutan.
14
b. Kekurangan Desentralisasi Pendidikan
1. Masa transisi dari sistem sentralisasi ke desentralisasi memungkinkan terjadinya
perubahan secara gradual dan tidak memadai.
2. Kemampuan keuangan daerah yang terbatas.
3. Pemerintah pusat secara psikologis kurang siap untuk kehilangan otoritasnya.
15
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
isasi manajemen mengandung makna bahwa proses pendelegasian atau pelimpahan
kekuasaan atau wewenang dalam sistem organisasi diberikan dari pemimpin atau atasan ke
tingkat bawahan. Secara umum tujuan desentralisasi manajemen di dalam kehidupan
berorganisasi adalah untuk meningkatkan efisinsi manajemen dan kepuasan kerja pegawai
melalui pemecahan masalah-masalah yang berhubungan langsung dengan daerah lokal.
Dengan demikian, desentralisasi pendidikan adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah
kepada daerah untuk membuat keputusan manajemen dan menyusun perencanaan sendiri
dalam mengatasi masalah pendidikan, dengan mengacu kepada sistem pendidikan nasional.
Dalam praktik desentralisasi pendidikan dapat diterapkan di dalam beberapa tingkat dan
struktur organisasi penyelenggara pendidikan, mulai dari tingkat nasional sampai tingkat
satuan pendidikan. Tujuan desentralisasi pendidikan adalah mencapai efisiensi dalam
penggunaan sumber daya (school resources) dan dana pendidikan yang berasal dari
pemerintah maupun masyarakat.
Dalam aspek ini, terdapat tiga model desentralisasi pendidikan: (1) Manajemen
berbasis lokasi (site-based management), (2) Pengurangan administrasi pusat, dan (3) Inovasi
kurikulum. Desentralisasi pendidikan berkenaan dengan aspek-aspek: (1) Perundang-
undangan pendidikan; (2) Struktur organisasi dan kelembagaan pendidikan; (3)
Pengembangan kurikulum pendidikan; (4) Profesionalisasi tenaga kependidikan; (5) Sarana
dan prasaranan pendidikan; (6) Pembiayaan pendidikan.
III.2 Saran
Diharapkan para guru atau calon guru dapat mendukung, berpartisipasi, dan
mengimplementasikan desentralisasi pendidikan. Serta memiliki dedikasi, komitmen, dan
keikhlasan untuk memajukan pendidikan Indonesia.
16
DAFTAR PUSTAKA
Nurdin, D & Imam Sibawe, (2017). Pengelolaan Pendidikan. Cetakan ke-2. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada.
Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI, (2009). Manajemen Pendidikan. Cetakan ke-1.
Bandung: Alfabeta.
17
LAMPIRAN
18