Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Reformasi membawa perubahan disegala bidang apapun salah satunya adalah
otonomi daerah. Penerapan otonomi daerah dengan dasar desentralisasi ini didasari untuk
menciptakan demokrasi, pemerataan, dan efisiensi. Desentralisasi berimplikasi pada
kebijakan bangsa yang berasal dari masyarakat bawah ke atas, melainkan bukan lagi dari atas
ke bawah.
Desentralisasi merupakan dampak dari otonomi daerah. Suatu proses di mana suatu
lembaga yang lebih rendah kedudukannya menerima pelimpahan kewenangan untuk
melaksanakan segala tugas pelaksanaan pendidikan, termasuk pemanfaatan segala fasilitas
yang ada sertapenyusunan kebijakan dan pembiayaan. Artinya, desentralisasi pendidikan
merupakan salah satu model pengelolaan pendidikan yang menjadikan sekolah sebagai proses
pengambilan keputusan.
Realitanya dalam bidang pendidikan sepertinya tidak berjalan sesuai yang diharapkan.
Kebijakan-kebijakan yang ada pada saat ini terkesan berasal dan disusun langsung oleh Dinas
Pendidikan tanpa mempertimbangkan atau memperhatikan partisipasi dari masyarakat luas.
Dalam pelaksanaan suatu otonomi daerah menegaskan bahwa sistem pendidikan
nasional yang bersifat sentralis selama ini kurang mendorong terjadinya demokratisasi. Sebab
sistem pendidikan yang sentralisasi diakui kurang bisa mengakomondasi keberagaman
daerah, keberagaman sekolah, serta keberagaman peserta didik, melainkan cenderung
mematikan partisipasi masyarakat dalam mengembangkan pendidikan.
Oleh karena itu, makalah ini akan mengupas satu aspek yang kini telah, sedang, dan
terus akan bergulir, yakni desentralisasi pendidikan, yang akan menitikberatkan tentang
bagaimana system desentralisasi pendidikan di Indonesia.

I.2 Rumusan Masalah


1) Apa pengertian desentralisasi pendidikan?
2) Apa tujuan desentralisasi pendidikan?
3) Apa saja ruang lingkup desentralisasi pendidikan?
4) Apa kekurangan dan kelebihan desentralisasi pendidikan?

1
I.3 Tujuan Penulisan
1) Untuk mengetahui definisi desentralisasi pendidikan
2) Untuk mengetahui tujuan desentralisasi pendidikan
3) Untuk mengetahui ruang lingkup desentralisasi pendidikan
4) Untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan desentralisasi pendidikan

2
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Pengertian Desentralisasi Pendidikan


Secara etimologis, istilah desentralisasi berasal dari bahasa Latin de, artinya lepas
dan centrum, yang berarti pusat, sehingga bisa diartikan melepaskan dari pusat. Sementara,
dalam Undang-undang No. 32 tahun 2004, bab I, pasal 1 disebutkan bahwa desentralisasi
adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonomi untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Dengan demikian inti dari desentralisasi adalah adanya pembagian kewenangan
oleh tingkat organisasi di atas kepada organisasi di bawahnya. Implikasi dari hal tersebut
adalah desentralisasi akan membuat tanggung jawab yang lebih besar kepada pimpinan di
tiap level organisasi dalam melaksanakan tugasnya serta memberikan kebebasan dalam
bertindak.
Desentralisasi menurut kitab UU.No.32/2004 bukan lagi hanya suatu konsep tetapi
mulai diimplementasikan pada semua tingkat tidak terkecuali pada tatanan kelembagaan
sistem maupun tatanan pendidikan, baik pada jalur formal maupun nonformal, di lingkungan
persekolahan atau di luar persekolahan.
Istilah desentralisasi pengelolaan mengandung makna bahwa proses pendelegasian
atau pelimpahan kekuasaan atau wewenang dalam sistem organisasi diberikan dari pemimpin
atau atasan ke tingkat bawahan. Secara umum tujuan desentralisasi pengelolaan di dalam
kehidupan berorganisasi adalah untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan dan kepuasan
kerja pegawai melalui pemecahan masalah-masalah yang berhubungan langsung dengan
daerah lokal. Dengan demikian desentralisasi pengelolaan pendidikan adalah pelimpahan
wewenang dari pemerintah kepada daerah untuk membuat keputusan pengelolaan dan
menyusun perencanaan sendiri dalam mengatasi masalah pendidikan, dengan mengacu
kepada sistem pendidikan nasional. Dengan demikian, dalam praktik desentralisasi
pengelolaan pendidikan dapat diterapkan di dalam beberapa tingkat struktur organisasi
penyelenggaraan pendidikan, mulai dari tingkat nasional sampai tingkat satuan pendidikan.

II.2 Tujuan Desentralisasi Pendidikan


Desentralisasi pendidikan bertujuan untuk mencari cara baru, bahan ajar baru,
kompetisi baru dan motivasi baru dalam memperbaiki inovasi, memperbaiki kuantitas,

3
kualitas dan relevansi hasil-hasil pendidikan. Makin majunya transportasi dan komunikasi
antar daerah satu dengan yang lainnya, bahkan dengan negara lainnya, akan mempermudah
daerah memperoleh ide-ide baru dan cara-cara baru yang dapat di terapkan oleh daerah yang
lebih mudah melakukan inovasi dalam pendidikan karena fasilitas desentralisasi pendidikan
ini.
Jika yang menjadi tujuan desentralisasi adalah pemberian kewenangan di sektor
pendidikan yang lebih besar kepada pemerintah daerah, maka fokus desentralisasi pendidikan
adalah pada pelimpahan kewenangan yang lebih besar dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah dan dari daerah kepada Dewan Sekolah. Desentralisi pendidikan yang
seperti ini adalah target untuk mencapai efisiensi dalam penggunaan sumber daya (school
resources) dan dana pendidikan yang berasal dari pemerintah maupun masyarakat.
Di lain pihak, jika yang menjadi tujuan desentralisasi pendidikan adalah peningkatan
kualitas proses belajar mengajar dan kualitas dari hasil proses belajar mengajar tersebut,
maka desentralisasi pendidikan lebih difokuskan pada reformasi proses belajar-mengajar.
Partisipasi orang tua dalam proses belajar mengajar dianggap merupakan salah satu faktor
yang paling menentukan.

II.3 Ruang Lingkup Desentralisasi Pendidikan


Esentralisasi pemerintah membawa implikasi terhadap ruang lingkup (substansi),
proses, dan konteks pembangunan pendidikan, dan pada implementasinya dalam bidang
pendidikan memerlukan model-model yang relevan sesuai dengan konteks dan karakteristik
pemerintah di daerah. Dalam aspek ini, terdapat tiga model desentralisasi pendidikan, yaitu
sebagai berikut.
1. Manajemen berbasis lokasi (site-based management)
Manajemen berbasis lokasi adalah model yang dilaksanakan dengan meletakkan
semua urusan penyelenggaraan pendidikan pada sekolah.
2. Pengurangan administrasi pusat
Model pengurangan administrasi pusat merupakan konsekuensi dari model
pertama. Pengurangan administrasi pusat diikuti dengan peningkatan wewenang dan
urusan pada masing-masing sekolah.
3. Inovasi kurikulum
Model inovasi kurikulum menekankan pada inovasi kurikulum sebesar mungkin
untuk meningkatkan kualitas dan persamaan hak bagi semua peserta didik. Kurikulum

4
ini disesuaikan benar dengan kebutuhan peserta didik di sekolah-sekolah dan tersebar
pada daerah yang bervariasi.
Subtansi dalam desentralisasi dalam bidang manajemen pendidikan, paling sedikit
berkaitan dengan enam aspek yaitu sebagai berikut:

1. Desentralisasi perundang-undangan pendidikan


Bidang hukum dan pendidikandalam desentralisasi manajemen pendidikan, dianggap
paling krusial karena aspek ini merupakan perangkat kendali manajemen yang akan
menentukan isi dan luas wewenang dan tanggung jawab untuk melaksanakan setiap bidang
tugas yang didesentralisasikan. Artinya, setiap penataan organisasi dan manajemen sebagai
konsekuensi dari wewanang yang yang diterima, tidak terlepas dari adanya asaa legalitas
sebagai landasan berpijak dalam membangun perangkat-perangkat operasional organisasi dan
manajemen yang accountable bagi kepentingan masyarakat, sekaligus untuk memenuhi
kebutuhan masyarakatnya. Dengan demikian, maka salah satu keberhasilan
dalam desentralisasi manajemen pendidikan sangat tergantung pada dukungan peraturan
perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan tersebut terdiri dari dua sumber, yaitu
komitmen politik yang bersumber dari amanat rakyat dan political will (kemauan politik)
para pembuat kebijakan baik pada tatanan manajemen pendidikan di tingkat pusat maupun

5
pada tingkat daerah. Kemauan politik ini harus konkret dalam wujud peraturan perundang-
undangan dengan segala akibat hukum yang menyertainya secara konsisten.
Pelaksanaan pemabangunan di daerah sampai saat ini sudah memiliki tiga komponen
utama yang dijadikan rujukan dalam deregulasi perundang-undangan pendidikan, yaitu:
Pertama, struktur produk kebijakan yang menjadi perangkat kendali sistem penyelenggaraan
pendidikan. Kedua, struktur program pembangunan yang menjadi perangkat operasional
bagian pelaksanaan pembangunan pendidikan di daerrah. Ketiga, orientasi dan tantangan-
tantangan pembangunan ke depan yang menjadi perangkat pendukung dalam pelaksanaan
pembangunan pendidikan.
Upaya menjamin kemandirian daerah dalam melaksanakan pembangunan pendidikan,
pemerintah daerah diberi tanggung jawab yang besar. Dalam hal ini, peraturan daerah (perda)
dan peraturan kepala daerah (perkepda) yang dapat dijadikan perangkat kendali sistem
organisasi manajemen pendidikan di daerah tidak lagi memerlukan pengesahan dari
pemerintah pusat, sepanjang merujuk dan tidak bertentangan dengan peraturan hukum dan
perundang-undangan yang berlaku secara nasional. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan
desentralisasi manajemen pendidikan di daerah harus banyak menempatkan peranserta
masyarakat dan pihak swasta dengan pola-pola kemitraan melalui mekanisme pasar
kompetitif. Peranan pemerintah daerah lebih banyak pada melaksanakan fungsi-fungsi
pengawasan, fasilitasi, pengendalian dan pendampingan. Deregulasi dalam bidang hukum
dan peraturan perundang-undangan tersebut, paling tidak mencakup aspek-aspek asubstansial
dalam menjawab persoalan pendidikan.
Akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa dalam upaya pelaksanaan UU. No. 32/2004
tentang Pemerintah Daerah, khususnya dalam kaitannya dengan desentralisasi peraturan
perundang-undangan pendidikan pada tingkat daerah atau kelembagaan, diperlukan kerangka
kebijakan umum yang memungkinkan para penyelenggara pemerintah daerah berasa
stakeholder serta masyarakat daerah menempatkannya sebagai acuan bersama untuk
mengarahkan potensi daerah sesuai target dari tujuan otonomi daerah.

2. Desentralisasi Organisasi Kelembagaan Pendidikan


Pembaharuan struktur kelembagaan pendidikan di daerah perlu memperhatikan tiga
hal pokok, yaitu kewenangan, kemampuan, dan kebutuhan masing-masing daerah dengan
berazaskan pada demokratisasi, pemberdayaan, dan pelayanan umum di bidang pendidikan.
Kewenangan merupakan rujukan yang dijadikan dasar pijakan dalam menentukan substansi
manajemen pendidikan yang patut dilakukan. Kebutuhan berkaitan dengan permasalahan

6
yang signifikan di daerah. Dan pada aspek kemampuan berkaitan dengan potensi daerah
terutama dari hasil penggalian sumber daya yang dituangkan dalam PAD. Di samping itu,
pembaharuan kelembagaan pendidikan di daerah perlu didasarkan pada prinsip rasional,
efisien, efektif, realistis dan operasional, serta memerhatikan karakteristik organisasi dan
manajemen modern.
Pola hubungan manajemen pendidikan, tidak terlepas dari kehendak pasal 2 ayat (7)
UU. No. 32/2004, bahwa hal-hal yang menyangkut kewenangan, keuangan, pelayanan
umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya menimbulkan hubungan
administrasi dan kewilayahan antar susunan organisasi.
Sebagaimana dalam penjelasan pasal 2 ayat (7) disebutkan bahwa hubungan
administrasi adalah hubungan yang terjadi sebagai konsekuensi kebijakan penyelenggaraan
pemerintah daerah yang merupakan satu kesatuan dalam penyelenggaraan sistem administrasi
negara. Kehendak tesebut diwujudkan dalam hubungan antar pengelola sistem pendidikan
secar nasional dengan organisasi pendidikan tingkat provinsi. Dalam hal ini, Departemen
Pendidikan Nasional (Depdiknas) sebagai pengelola sistem pendidikan nasional, dalam
melakukan hubungan baik berhubungan dengan organisasi pendidikan tingkat provinsi, yaitu
Dinas Pendidikan Provinsi, maupun dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, ataupun
dengan organisasi tingkat satuan pendidikan, merupakan hubungan yang bersifat
administratif.
Sedangkan hubungan kewilayahan adalah hubungan yang terjadi sebagai konsekuensi
dibentuk dan disusunnya daerah otonom yang diselenggarakan di wilayah NKRI yang
merupakan satu kesatuan wilayah negara yang utuh dan bulat. Hubungan ini diwujudan oleh
pola hubungan antara Dinas Pendidikan Provinsi dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota,
atau dengan organisasi pendidikan tingkat satuan pendidikan. Khusus dalam hubungan antara
Depdiknas dengan Dinas Pendidikan Provinsi, karena merupakan hubungan administrasi
dalam kerangka pelaksanaan prinsip dekonsentrasi, maka pola hubungan antara Dinas
Pendidikan Provinsi dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota merupakan pola hubungan
kewilayahan.
Berkaitan dengan pelaksanaan hubungan-hubungan tersebut, diwujudkan juga dalam
pelaksanaan prinsip tugas pembantuan. Depdiknas masih punya kewenangan melaksanakan
prinsip tugas pembantuan, baik kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, tanpa harus
melalui Dinas Pendidikan Provinsi, maupun kepada organisasi satuan pendidikan tanpa
melalui Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Begitu pula Dinas Pendidikan Provinsi

7
mempunyai kewenangan melaksanakan prinsip tugas pembantuan kepada organisasi satuan
pendidikan tanpa harus melewati Dinas Pendidikan Kabupateb/Kota.

3. Desentralisai Pengelolaan Kurikulum


Desentralisasi pengelolaan kurikulum berkenaan dengan kemampuan daerah dalam
aspek relevansi. Permasalahan relevansi pendidikan selama ini diarahkan pada kurangnya
kepercayaan pemerintah pada daerah untuk menata sistem pendidikannya yang setara dengan
kondisi objektif di daerahnya. Situasi ini mengacu terciptanya pengangguran lulusan akibat
tidak relevannya kurikulum dengan kondisi daerah. Karena itu, desentralisasi kurikulum
menjadi alternatif yang harus dilakukan. Pelaksanaan kurikulum muatan lokal yang selama
ini memiliki pertimbangan persentase lebih kecil dari pada kurikulum nasional belum cukup
memadai situasi, kondisi dan kebutuhan daerah.
Perubahan yang paling mendasar dalam aspek manajemen kurikulum, bahwa
pendidikan harus mamapu mengoptimalkan semua potensi kelembagaan yang ada dalam
masyarakat, baik pada lembaga –lembaga pendidikan yang dikelola pemerintah, masyarakat
atau swasta. Persyaratan dasar penetapan jenis kurikulum antara lain: (1) kurikulum
dikembangkan berdasarkan minat dan bakat peserta didik ; (2) kurikulum berkaitan dengan
karakteristik potensi wilayah setempat misalnya sumber daya alam, ekonomi, pariwisata dan
sosial-budaya; (3) dapat dikembangkan secara nyata sebagai dasar penguatan sektor usaha
pemberdayaan ekonomi masyarakat, (4) Pembelajaran berorientasi pada peningkatan
kompetensi keterampilan untuk belajar dan bekerja, lebih bersifat aplikatif dan operasional,
(5) jenis keterampilan ditetapkan oleh pengelola program bersama-sama dengan peserta
didik, ornag tua, tokoh masyarakat dan mitra kerja.
Dengan demikian, persyaratan utama dalam bobot muatan kurikulum harus harus
mendasar, kuat dan lebih luas. Mendasar, dalam arti terkait dengan pemberian kemampuan
dalam upaya memenuhi kebutuhan mendasar peserta didik sebagai individu maupun anggota
masyarakat. Kuat, dalam arti terkait dengan isi dan proses pembelajaran atau penyiapan
peserta didik untuk menguasai pengetahuan, sikap dan keterampilan yang kuat, sehingga
memiliki kemampuan untuk mandiri dalam meningkatkan kualitas pemenuhan kebutuhan
mendasarnya. Luas dalam arti terkait dengan pemanfaatan dan pendayagunaan potensi dan
peluang yang ada dan dapat dijangkau oleh peserta didik. Potensi dan peluang tersebut
didayagunakan baik pada saat proses pembelajaran maupun saat penerapan hasil
pembelajaran. Ketiga aspek tersebut secara bersama-sama memberikan kemampuan kepada

8
peserta didik untuk dapat menyesuaikan diri terhadap berbagai kemungkinan kondisi, potensi
dan peluang yang ada di lingkungannya.
Kompetensi yang dituntut adalah bekal pengetahuan , keterampilan dan kemampuan
fungsional praktis serta perubahan sikap untuk bekerja dan berusaha secara mandiri,
membuka lapangan kerja dan lapangan usaha serta memanfaatkan peluang yang dimiliki,
sehingga dapat meningkatkan kualitas kesejahteraannya. Penggunaan pendekatan dalam
merumuskan kurikulum harus memiliki cakupan yang luas, dapat mengintegrasikan
pengetahuan dengan keterampilan yang diyakini sebagai unsur penting untuk hidup lebih
mandiri. Strategi pembelajaran dirancang untuk membimbing, melatih dan membelajarkan
peserta didik agar mempunyai bekal dalam menghadapi masa depannya, dengan berpegang
pada prinsip belajar untuk memperoleh pengetahuan (learning to learn), belajar untuk dapat
berbuat atau bekerja (learning to do), belajar untuk menjadi ornag yang berguna ( learn to be)
dan belajar untuk dapat hidup bersama orang lain (learn to live together).
Pengembangan kurikulum pendidikan ini harus didasarkan pada perkembangan
kehidupan masyarakat, pengembangan jati diri manusia, yang dibuthkan dan mampu hidup
dan menghidupi orang lain sesuai dengan fitrahnya sebagai pengelola alam beserta isinya. Isi
dan muatan kurikulum pendidikan harus berorientasi pada dimensi-dimensi penguasaan
bidang keterampilan, keahlian dan kemakhiran berkiprah sebagai anggota keluarga yang
hidup bermasyarakat berbangsa dan bernegara, dan mampu pula berkiprah dalam persaingan
global.

4. Desentralisasi Manajemen Tenaga Kependidikan


Aspek ketenagaan berkenaan dengan para prajurit SDM yang kurang profesional
menghambat pelaksanaan sistem pendidikan nasional. Penataan para prajurit SDM yang tidak
sesuai dengan latar belakang pendidikannya menyebabkan pelaksanaan pendidikan tidak
profesional. Banyak tenaga pengelola pendidikan yang latar belakang pendidikannya tidak
relevan dengan dunia kerja yang ditekuninya.
Individu maupun organisasi dituntut dapat hidup secara kreatif, responsif, inovatif dan
transparan. Kreatif karena individu dan organisasi harus mencari cara terbaik untuk dapat
“survive” dalam usahanya bersaing dengan individu dan organisasi lainnya. Responsif agar
mendapatkan sumber daya yang terbaik dan memadai. Inovatif agar dapat meningatkan
efisiensi, efektivitas, dan produktivitas yang diinginkannya. Dan transparan karena harus
dipertanggungjawabkan.

9
Desentralisasi manajemen menuntut profesionalisasi ketenagaan, maka sebagai suatu
konsep desentralisasi dipercaya banyak mengandung makna yang menggambarkan suatu
situasi yang penuh tantangan.
Menengok kembali permasalahann praktik manajemen pendidikan di Indonesia yang
mengacu pada PP.No.32/1992 dan UU.No.20/2003 ditemukan istilah-istilah pengelolaan
pendidikan, penyelenggara pendidikan, pengawasan, dan penilaian pendidikan. Bila dicrmati,
istilah-istilah tersebut merupakan bentuk penjabaran dan pengimplementasian konsep dan
teori manajemen pendidikan yang dianut para pembuat kebijakan. Menurut perundangan
tersebut, para tenaga manajemen pendidikan disebut dengan pengelola pendidikan yang
dibedakan dengan tga macam, yaitu : Pertama, pengelola sistem pendidikan nasional.
Pengelola sistem pendidikan nasional merupakan tanggung jawab Menteri Pendidikan
Nasional. Pada tingkat provinsi merupakan tanggung jawab Gurbernur, pada tingkat
kabupaten/kota merupakan tanggung jawab Bupati/Walikota, pada tingkat kecamatan
merupakan tanggung jawab Camat, dan pada tingkat desa/kelurahan merupakan tanggung
jawab Kepala Desa/Lurah. Kedua, pengelols satuan pendidikan, yaitu satuan pelaksana
kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan di jalur, jenis dan jenjang pendidikan. Pada
satuan pendidikan adalah kepala sekolah, direktur, ketua, rektor, dan pemimpin satuan
pendidikan luar sekolah. Ketiga, pngelola proses pembelajaran, di dalam kelas maupun di
luar kelas, di lingkungan formal maupun nonformal, yang sering disebut guru, dosen,
instruktur, pelatih, widyaiswara, tutor, pamong, dan sebutan lainnya yang menunjukkan
seorang pengelola proses pembelajaran.

5. Desentralisasi Manajemen Pembiayaan Pendidikan


Salah satu persoalan dalam desentralisasi manajemen pembiayaan pendidikan apabila
diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah ialah adanya pemikiran untuk menerapkan
pendekatan ekonomi dalam pendidikan. Pendekatan ini akan memunculkan persoalan apakah
investasi yang dilakukan dalam bidang tersebut memberikan keuntungan ekonomi?
Dinyatakan dalam beberapa pendekatan perencanaan pendidikan seperti pendekatan investasi
sumber daya manusia, pendekatan social demand dan pendekatan rate of return.
Walaupun demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa pendekatan disamping mempunyai
manfaat ekonomi juga mempunyai manfaat sosial psikologis yang sulit dianalisis secara
ekonomi. Namun, pendekatan ekonomi dalam menganalisis pendidikan memberikan
kontribusi sekurang-kurangnya terhadap dua hal yaitu (1) analisis efektifitas dalam arti
analisis penggunaan biaya yang dimanfaatkan untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan; (2)

10
analisis efisiensi penyelenggaraan pendidikan dalam arti perbandingan hasil sejumlah
pengorbanan yang diberikan.

6. Desentralisasi Pengelolaan Sarana dan Prasarana Pendidikan


Aspek sarana dan prasarana pendidikan berkenaan dengan fasilitas dan kemudahan-
kemudahan dalam pelaksanaan pendidikan yang tersedia. Sarana dan prasarana pendidikan
masih sangat tergantung pengadaannya dari pemerintah pusat, sementara pendistribusiannya
belum terjamin merata sampai ketujuannya sehingga kemandirian dan rasa turut bertanggung
jawab daerah masih dirasakan kurang maksimal.
Permasalahan-permasalahan yang menyangkut fasilitas pendidikan iini, erat kaitannya
dengan kondisi tanah, bangunan dan perabot yang menjadi penunjang terlaksananya proses
pendidikan. Dalam aspek tanah, berkaitan dengan status hukum kepemilikan tanah yang
menjadi tempat pendidikan, letaknya yang kurang memenuhi persyaratan lancarnya proses
pendidikan (sempit, ramai, terpencil, kumuh, dan lain-lain). Aspek bangunan berkenaan
dengan kondisi gedung sekolah yang kurang memadai untuk lancarnya proses pendidikan
(lembab, gelap, sempit, rapuh, banyak yang sudah ambruk dan lain-lain) sampai
membahayakan keselamatan. Aspek perabot berkenaan dengan sarana yang kurang memadai
bagi pelaksanaan proses pendidikan (meja, kursi, alat peraga yang tidak lengkap, buku paket
yang tidak cukup dan lain-lain) termasuk fasilitas untuk kebutuhan ekstrakurikuler.
(a) Konsep Umum Standarisasi Mutu dan Prasarana Pendidikan
Yang dimaksud standar mutu ialah panduan sifat-sifat barang atau jasa yang relatif
mantap dan sesuai dengan kebutuhan pelanggan dalam arti yang luas (lokal, nasional dan
internasional). Mutu suatu barang atau jasa dikatan baik, jika sesuai dengan standar mutu
yang telah ditentukan yang juga berarti dapat memenuhi kebutuhan pelanggan baik lokal,
nasional ataupun global. Dalam pengelolaan mutu, standar mutu sangat penting.
Dalam konteks penjaminan mutu dan upaya peningkatan mutu pendidikan,
pemerintah telah mengeluarkan PP.No.19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang
menjalaskan dalam pasal 91 bahwa:
- Setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan nonformal wajib melakukan penjaminan
mutu pendidikan.
- Penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk
memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan.

11
- Penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
bertahap, sistematis dan terencana dalam suatu program penjaminan mutu yang memiliki
target dan kerangka waktu yang jelas.

Adapun yang dimaksud dengan standar pendidikan sebagai kerangka acuan


penyelenggaraan pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi, meliputi: (1) standar isi;
(2) standar proses; (3) standar kompetensi lulusan; (4) standar pendidikan dan tenaga
kependidikan; (5) standar sarana dan prasarana; (6) standar pengelolaan; (7) standar
pembiayaan; dan (8) standar penilaian pendidikan.
Badan atatu lembaga pelaksana yang terlibat dalam kegiatan penjaminan mutu, baik
tingkat, dasr, menengah maupun perguruan tinggi adalah:
- Badan Standar Nasional Pendidikan.
- Departemen.
- Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan.
- Badan Akreditasi Nasional Sekolah/ Madrasah.
- Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Non Formal.
- Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi.
- Menteri
.
(b) Konsep Pengelolaan Sarana dan Prasarana Pendidikan
Prinsip dasar dalam pengelolaan berbagai unsur sarana dan prasarana yaitu meliputi
lahan, bangunan, perabot dan perlengkapan serta arsip untuk lembaga pendidikan seharusnya
tidak melupakan usaha menciptakan suasana aman, sehat dan nyaman serta memenuhi
kebutuhan pendidikan di lingkungan satuan pendidikan. Beberapa prinsip dasar tentang
pengelolaan sarana dan prasarana antara lain:
- Menggambarkan cita dan citra masyarakat seperti halnya yang dinyatakan dalam filsafat
dan tujuan pendidikan..
- Perencanaan hendaknya merupakan pancaran keinginan bersama dengan pertimbangan
pemikiran tim ahli yang cukup cakap yang ada di masyarakat itu.
- Hendaknya disesuaikan bagi kepentingan peserta didik, demi terbentuknya karakter/watak
mereka dan dapat melayani serta menjamin mereka di waktu mengikuti pendidikan sesuai
dengan bakatnya masing-masing.

12
- Perabot dan perlengkapan serta perlatan hendaknya disesuaikan dengan kepentingan
pendidkan yang bersumber dan kepentingan serta kegunaan atau manfaatnya bagi peserta
didik dan tenaga kependidikan.
- Administrator lembaga pendidikan harus dapat membantu program pembelajaran secara
efektif, melatih para tenaga kependidikan serta memilih alat dan cara menggunakannya
agar mereka dapat menyesuaikan tugasnya sesuai dengan fungsi dan tugasnya.
- Seorang penanggung jawab lembaga pendidikan harus mempunyai kecakapan untuk
mengenal baik kualitatif maupun kuantitaif serta menggunakannya dengan tepat perabot
dan perlengkapan yang ada.
- Sebagai penanggung jawab lembaga pendidikan harus mampu menggunakan serta
memelihara perabot dan perlengkapan sekitarnya sehingga ia dapat membantu
terwujudnya kesehatan, keamanan, dan keindahan serta kemajuan lembaga.
- Sebagai penanggung jawab lembaga pendidikan bukan hanya mengetahui kekayaan yang
dipercayakan kepadanya, tetapi juga harus memperhatikan seluruh keperluan alat-alat
pendidikan yang dibuthkan peserta didik, sanggup menata dan memliharanya.

(c) Inventarisasi Sarana dan Prasarana Pendidikan


Inventarisasi adalah kegiatan untuk mencatatdan menyusun daftar inventaris barang-
barang milik instansi/unit kerja secara teratur secara tertib menurut ketentuan dan tata cara
yang berlaku. Inventarisasi dilakukan dalam upaya menuju penyempurnaan pengurusan,
pengawasan keuangan dan kekayaan lembaga secara efektif serta dalam rangka meningktkan
efektifitas perencanaan penganggaran, pengadaan, penyimpanan dan pemeliharaan
penyaluran serta penghapusan perlengkapan.
Tujuan inventarisasi adalah tata tertib administrasi barang, pengehematan kuangan
Negara, laporan inventaris barang-barang milik lembaga, bahan untuk perhitungan kekayaan
lembaga, dan mempermudah pengawasan barang-barang.

(d) Pengembangan dan Inovasi Sarana dan Prasarana Pendidikan


Untuk mengenal lebih jauh tentang konsep inovasi dalam sarana dan prasarana
pendidikan, mari kita simak paparan seorang inovator Information Communication
Technology (ICT) Laboratorium Administrasi pendidikan, yaitu Asep Suryana. Menurut
beliau, kata kunci dalam pengertian inovasi adalah baru. Dengan mengutip kata-kata
Hamijoyo daam kitab Begawan Cece Wijaya, beliau memaparkan bahwa kata baru diartikan
sebagai apa saja yang belum dipahami, diterima atau dilaksanakan oleh si penerima

13
pembaharuan, meskipun mungkin bukan baru lagi bagi orang lain. Akan tetapi, yang lebih
penting dari sifatnya yang baru adalah sifat kualitatif yang berbeda dari sebelumnya.
Kualitatif berarti bahwa inovasi memungkinkan adanya reorganisasi atau pengaturan kembali
dalam bidang yang mendapat inovasi.
Inovasi dapat menjadi positif atau negatif. Inovasi positifdidefinisikan sebagai proses
membuat perubahan terhadap sesuatu yang yang telah mapan dengan memperkenakan
sesuatu yang baru yang memberikan nilai tambah. Inovasi negative menyebabkan pelanggang
enggan untuk memakai produk tersebut karena tidak memiliki nilai tambah, merusak cita rasa
dan kepercayaan pelanggan hilang.
Inovasi sarana dan prasarana harus mengacu pada peratiran perundangan yang berlaku
yaitu UUSPN No.20/2003 dan Standar Nasional Pendidikan PP.19/2005 yang berkaitan
dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah,
perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, serta sumber belajar lainnya yang
diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran termasuk penggunaan teknologi informasi
dan komunikasi. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot,
peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai,
serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunnjang proses pembelajaran yang teratur
dan berkelanjutan.

II.4 Kelebihan dan Kekuangan Desentralisasi Pendidikan


a. Kelebihan Desentralisasi Pendidikan
Desentralisasi pendidikan telah membuktikan keberhasilan antara lain :
1. Mampu memenuhi tujuan politis, yaitu melaksanakan demokratisasi dalam
pengelolaan pendidikan.
2. Mampu membangun partisifasi masyarakat sehingga melahirkan pendidikan
yang relevan, karena pendidikan benar-benar dari oleh dan untuk masyarakat.
3. Mampu menyelenggarakan pendidikan secara menfasilitasi proses belajar
mengajar yang kondusif, yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas
belajar siswa.

14
b. Kekurangan Desentralisasi Pendidikan
1. Masa transisi dari sistem sentralisasi ke desentralisasi memungkinkan terjadinya
perubahan secara gradual dan tidak memadai.
2. Kemampuan keuangan daerah yang terbatas.
3. Pemerintah pusat secara psikologis kurang siap untuk kehilangan otoritasnya.

15
BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
isasi manajemen mengandung makna bahwa proses pendelegasian atau pelimpahan
kekuasaan atau wewenang dalam sistem organisasi diberikan dari pemimpin atau atasan ke
tingkat bawahan. Secara umum tujuan desentralisasi manajemen di dalam kehidupan
berorganisasi adalah untuk meningkatkan efisinsi manajemen dan kepuasan kerja pegawai
melalui pemecahan masalah-masalah yang berhubungan langsung dengan daerah lokal.
Dengan demikian, desentralisasi pendidikan adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah
kepada daerah untuk membuat keputusan manajemen dan menyusun perencanaan sendiri
dalam mengatasi masalah pendidikan, dengan mengacu kepada sistem pendidikan nasional.
Dalam praktik desentralisasi pendidikan dapat diterapkan di dalam beberapa tingkat dan
struktur organisasi penyelenggara pendidikan, mulai dari tingkat nasional sampai tingkat
satuan pendidikan. Tujuan desentralisasi pendidikan adalah mencapai efisiensi dalam
penggunaan sumber daya (school resources) dan dana pendidikan yang berasal dari
pemerintah maupun masyarakat.
Dalam aspek ini, terdapat tiga model desentralisasi pendidikan: (1) Manajemen
berbasis lokasi (site-based management), (2) Pengurangan administrasi pusat, dan (3) Inovasi
kurikulum. Desentralisasi pendidikan berkenaan dengan aspek-aspek: (1) Perundang-
undangan pendidikan; (2) Struktur organisasi dan kelembagaan pendidikan; (3)
Pengembangan kurikulum pendidikan; (4) Profesionalisasi tenaga kependidikan; (5) Sarana
dan prasaranan pendidikan; (6) Pembiayaan pendidikan.

III.2 Saran
Diharapkan para guru atau calon guru dapat mendukung, berpartisipasi, dan
mengimplementasikan desentralisasi pendidikan. Serta memiliki dedikasi, komitmen, dan
keikhlasan untuk memajukan pendidikan Indonesia.

16
DAFTAR PUSTAKA

Nurdin, D & Imam Sibawe, (2017). Pengelolaan Pendidikan. Cetakan ke-2. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada.
Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI, (2009). Manajemen Pendidikan. Cetakan ke-1.
Bandung: Alfabeta.

17
LAMPIRAN

18

Anda mungkin juga menyukai