Makanan yang aman dalam mencukupi kebutuhan kehidupan kita ketika pengolahan dan penyajian
sangatlah penting. Penanganan makanan yang kurang bahkan tidak baik dapat menimbulkan penyakit,
kecacatan dan bahkan kematian. Penjamah makanan mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam
penyiapan dan penyajian makanan kepada orang lain. Perlindungan konsumen, perusahaan dan diri
sendiri dapat dilakukan dengan mempelajari dan menerapkan penanganan makanan yang aman.
Pemeriksaan Kesehatan
Setiap penjamah makanan yang melayani konsumen harus terlebih dahulu melakukan pemeriksaan
kesehatan dengan tujuan agar dapat diketahui bahwa penjamah makanan bebas dari penyakit menular
ataupun tidak (carier). Pemeriksaan kesehatan harus dilakukan secara rutin minimal setiap enam bulan
sekali dengan tujuan apakah penjamah makanan potensial dalam menularkan penyakit melalui
makanan ataupun tidak sehingga penularan penyakit
melalui makanan dapat dicegah.
Pada sebuah industri pangan, penjamah makanan diharuskan mempunyai sertifikasi dan biasanya
diberikan berupa kartu yang menerangkan bahwa penjamah makanan telah melakukan pemeriksaan
kesehatan dan dinyatakan sehat serta telah diberikan pelayanan kesehatan (misalnya vaksin Hepatitis,
thypoid ataupun pemberian obat untuk mencegah kecacingan) serta tanggal kembali pemeriksaan
kesehatan.
Memotong kuku agar tetap pendek dan tidak menggunakan cat kuku dan selalu mencuci
tangan menggunakan sabun dan air hangat. Gosok tangan terutama dibawah kuku selama 20 detik
dengan sabun, kemudian bersihkan dengan menggunakan air hangat. Jika tidak ada kertas toilet bisa
menggunakan pengering tangan dan tidak boleh menggunakan apron (celemek) atau lap cuci untuk
mengeringkan tangan.
Pencucian tangan perlu dilakukan kembali setelah menggunakan kamar kecil ataupun setelah kontak
dengan cairan tubuh ketika batuk atau bersin. Setelah makan, merokok, memegang daging mentah,
membuang sampah atau memindahkan piring kotor.
Penjamah makanan tidak boleh makan, minum atau merokok didalam area dimana terdapat makanan,
peralatan, barang sekali pakai dan benda-benda lain yang tidak boleh terkontaminasi.
Sarung tangan sekali pakai (disposable) yang kuat direkomendasikan digunakan untuk mengolah
makanan dimana sebelumnya harus mencuci tangan terlebih dahulu sebelum memakai sarung tangan
dan digunakan sekali pakai. Ganti sarung tangan setelah memegang daging mentah atau barang
(benda) kotor.
Bila anda seorang penjamah makanan maka ingatlah bahwa anda sangatlah berperan dalam
menentukan terjadinya keracunan makanan atau kesakitan disebabkan lewat makanan, maka dengan
selalu bertindak aman terhadap makanan mencerminkan anda Penjamah Makanan yang baik.
Referensi:
dari berbagai sumber
*) telah dipublikasikan oleh Bulletin Public Health & Malaria Control Department, PT Freeport Indonesia, Edisi 026.
September 2004.
P O ST ED BY K3LH ON W ED NE SD AY , J UN E 14, 2006 AT 1:27 PM
PERILAKU HIGIENIS DALAM PENGOLAHAN PANGAN
Pangan yang telah terkontaminasi sangat berbahaya dan tidak aman untuk
dikonsumsi karena dapat menyebabkan gangguan pencernaan, seperti mual,
muntah, diare, infeksi bahkan keracunan. Beberapa mikroorganisma dapat
memproduksi toksin yang sangat berbahaya dan dapat mengakibatkan
kematian, contohnya adalah Clostridium botulinum (botulinum toxin) dan
Clostridium perfringens.
Toksin lain yang juga berbahaya adalah enterotoxin yang dihasilkan oleh
Bacillus cereus dan dapat mengakibatkan “bloody diarrhea” yaitu diare yang
disertai pendarahan serta aflatoxin yang diproduki oleh jamur Aspergillus
flavus dan dapat mengakibatkan kanker hati.
Perilaku higienis sangat penting tidak hanya dalam pengolahan pangan, tapi
juga dalam kehidupan sehari-hari. Membiasakan diri untuk berperilaku
higienis berarti menjaga diri, keluarga dan lingkungan agar selalu bersih dan
sehat. Seperti kata pepatah, mencegah lebih baik daripada mengobati.
Judul: TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN PRAKTEK PENJAMAH MAKANAN TENTANG UPAYA
HYGIENE MAKANAN PADA JASA BOGA YANG PENGUSAHANYA TELAH MENDAPAT PENYULUHAN DI
KOTAMADYA YOGYAKARTA (1992 - Skripsi)
Oleh: FX AMANTO RAHARDJO -- G.101790282
Perkembangan jasa usaha penyediaan makanan dalam bentuk jasa boga cenderung
meningkat karena banyak dibutuhkan oleh masyarakat. Tetapi jasa boga juga dapat
merupakan sarana penularan penyakit perut dan keracunan makanan. Pada dasarnya
penyakit perut dan keracunan makanan dapat ditularkan dari penjamah makanan yang
mengelola makanan tidak secara hygienis. Untuk mencegah kemungkinan buruk yang tidak
diinginkan, Dinkes kotamadia Yogyakarta menyelenggarakan kursus/penyuluhan hygiene
makanan bagi pengusaha jasa boga dan rumah makan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan praktek
penjamah makanan dalam upaya peningkatan hygiene makanan pada jasa boga yang
pengusahanya telah mendapat penyuluhan hygiene makanan.
Jenis penelitian ini adalah deskriptip explanatory dengan menggunakan methode survey dan
pendekatan cross sectional. Sebagai populasi adalah penjamah makanan pada jasa boga di
kotamadia Yogyakarta.
Data yang dikumpulkan antara lain umur, jenis kelamin pendidikan, lama bekerja, tingkat
pengetahuan, sikap dan praktek. Cara pengumpulan data dengan wawancara dan
pengamatan.
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan tingkat pengetahuan, sikap dan praktek
penjamah makanan pada kelompok umur, jenis kelamin, pendidikan dan lama bekerja. Juga
tidak ada kaitan tingkat pengetahuan, sikap dan praktek. Responden dengan sumber
informasi yang berlainan menunjukkan ada perbedaan bermakna pada sikap dan praktek
dalam upaya hygiene makanan.
Saran diusulkan untuk diadakan kursus/penyuluhan hygiene makanan lagi bagi pengusaha
jasa boga yang belum pernah ikut penyuluhan, peningkatan pembinaan kepada penjamah
makanan, melengkapi fasilitas jasa boga yang berkaitan dengan upaya hugiene makanan
serta memeriksakan kesehatan penjamah makanan enam bulan sekali.
(AR/ 270803)
Fenomena Diare dan Sanitasi
Oleh. Ir. I Gde Suranaya Pandit, M.P.
------------------------------------------------------------
Fenomena akhir-akhir ini di banyak daerah di Indonesia warga masyarakat mengalami penyakit
diare, baik yang bersifat akut maupun kronis. Situasi ini lumrah dijumpai seiring dengan
berakhirnya musim penghujan dan awalnya musim kemarau. Fenomena diare ini
mengindikasikan buruknya sanitasi makanan dan lingkungan masyarakat di Indonesia. Dampak
penyakit diare ini tidak sedikit masyarakat yang dirawat inap di rumah sakit bahkan telah
beberapa memakan korban jiwa yaitu kematian. Hal ini tentu menimbulkan pemikiran bagi kita
semua, sudah sampai begitu buruknya pembangunan kesehatan lingkungan (sanitasi) di
Republik ini?
Penyebab diare sudah kita ketahui bersama adalah adanya kontaminasi bakteri pathogen (suatu
makhluk hidup kecil yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia) pada makanan baik
disegaja ataupun tidak, masuk melalui mulut dan sampai kepencernaan sehingga akan
menimbulkan diare. Bakteri ini terdapat di mana-mana, terutama di daerah yang kotor,
tercemar, bangkai binatang yang membusuk, kotoran manusia atau hewan bahkan terdapat
pada air minum. Bakteri pathogen dapat memproduksi racun yang menyebabkan penyakit pada
manusia. Berdasarkan racun yang dihasilkan oleh bakteri dapat dibedakan atas dua yaitu
endotoksin yaitu suatu racun yang diproduksi oleh bakteri dan berada dalam sel bakteri dan
akan keluar jika sel bakteri pecah atau mati. Eksotoksin adalah suatu racun yang dikeluarkan
oleh bakteri yang dapat menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan (gangguan
gastroenteritis) berupa diare. Contoh bakteri pathogen tersebut adalah Staphylococcus,
Salmonella, Escherichia coli, Vibrio, Shigella dan sebagainya.
Oleh karena itu, dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) jenis bakteri pathogen ini sama sekali
tidak diizinkan (tidak diperbolehkan ada) pada makanan ataupun minuman yang akan
dikonsumsi.
Bakteri tersebut dapat masuk ke dalam saluran pencernaan, melalui makanan yang dikonsumsi
sehari-hari. Untuk itu keamanan pangan yang akan dikonsumsi perlu mendapat perhatian, di
mana pangan yang akan dikonsumsi harus bebas dari bakteri pathogen, bebas racun, bebas dari
pemalsuan, disimpan pada kondisi yang efektif dan memiliki nilai gizi yang cukup. Di samping
itu untuk mendeteksi makanan yang aman dikonsumsi dapat dilakukan secara visual dengan
menggunakan panca indra manusia yaitu kondisi makanan dan minuman yang tidak menyimpang
dari aslinya, baik dari segi kenampakan, tekstur dan bau. Cara deteksi lain adalah dengan
dibawa ke laboratorium. Hal ini tentu memakan waktu dan biaya.
Tingkatkan Sanitasi
Untuk mencegah diare, ada baiknya kita semua selalu meningkatkan sanitasi makanan dan
lingkungan, sehingga kasus diare dapat diminimalkan atau dicegah. Beberapa sanitasi dapat
diterapkan.
Pertama, mengkonsumsi makanan yang sudah dimasak dengan baik dan benar. Bahan baku
makanan yang akan dikonsumsi berasal dari berbagai daerah. Hal ini dapat kita duga berbagai
jenis kuman dan bakteri ada di sana. Untuk itu bahan baku makanan tersebut perlu dicuci dulu
dengan menggunakan air bersih, lalu dimasak, diolah dengan sempurna (mendidih kalau
direbus, matang kalau digoreng) dengan waktu yang cukup untuk membunuh bakteri dan
kuman. Makanan yang tersisa agar disimpan di kulkas, dan besoknya dipanaskan lagi dengan
sempurna.
Kedua, memakai dan memelihara peralatan dalam keadaan bersih. Peralatan memasak atau
peralatan untuk makan haruslah dicuci sebelum dan sesudah digunakan agar tidak
terkontaminasi oleh bakteri.
Ketiga, selalu menjaga agar kondisi kita (manusia) selalu dalam keadaan bersih dan sehat.
Bersihkanlah badan dan anggota tubuh yang lain agar selalu tampak bersih dan sehat. Biasakan
mencuci tangan sebelum dipakai untuk menjamah makanan.
Keempat, mempergunakan air yang bersih dan sehat, baik untuk memasak, mandi dan minum.
Khusus untuk air yang akan diminum harus dimasak dulu hingga mendidih. Air yang bersih dapat
diamati secara visual seperti tidak berwarna (jernih), tidak berasa dan tidak berbau.
Kelima, menjaga lingkungan dalam kondisi bersih dan lancar. Membuang sampah pada
tempatnya dan diangkut secara periodik, begitu juga terhadap saluran pembuangan agar dijaga
tetap lancar.
Keenam, menjaga binatang peliharaan dan membersihkan binatang kotor secara teratur.
Binatang peliharaan seperti anjing, burung, ayam maupun kucing haruslah selalu dimandikan
dan kotorannya dibersihkan secara teratur agar tidak membawa penyakit dan tidak
mengkontaminasi makanan yang akan dikonsumsi. Begitu juga dengan binatang kotor seperti
kacoa, tikus dan lalat agar selalu dibasmi, karena binatang ini sering hinggap dan
mengkontaminasi peralatan dan makanan yang akan dikonsumsi.
Penulis,staf pengajar Fak. Pertanian Unwar, mahasiswa Program S-3 Ilmu Kedokteran
Unud
Balispot.co.id/balispotcetak/2006/5/12/01.htm
Mencegah Keracunan Makanan Siap Santap
Ratih Dewanti-Hariyadi
Dengan data yang sangat terbatas, dapat diduga bahwa keracunan makanan jenis
ini banyak disebabkan oleh mikroba patogen asal pangan (foodborne pathogen). Di
negara maju seperti di Amerika Serikat, wabah (outbreak) keracunan makanan yang
disebabkan oleh patogen asal pangan juga paling banyak (70 persen) disebabkan
oleh makanan siap santap olahan industri jasa boga.
Makanan siap santap adalah makanan yang umumnya telah diproses melalui proses
pemanasan. Di Indonesia, sebagian besar makanan siap santap diproses dengan
panas tinggi dalam waktu yang cukup lama karena pada umumnya masyarakat
Indonesia terbiasa menyantap makanan yang benar-benar matang (well done).
Kekecualian tentu ada, misalnya pada lalap sayur atau buah mentah. Namun,
sebagian besar makanan olahan adalah makanan yang telah mengalami proses
yang cukup untuk membunuh bakteri patogen bukan pembentuk spora. Oleh karena
itu, kemungkinan terbesar keracunan disebabkan oleh bakteri-bakteri tahan panas
yang membentuk spora selama pemasakan. Spora ini dapat bergerminasi ketika
makanan mengalami pendinginan dan peristiwa ini didukung oleh pendinginan yang
lambat sehingga memerlukan waktu yang lama untuk mencapai suhu yang aman (4
derajat Celsius atau lebih rendah). Hal ini menjawab pertanyaan mengapa
kebanyakan keracunan makanan siap santap tidak terjadi di rumah-rumah tangga
dengan ukuran (jumlah) masakan kecil. Jumlah makanan yang kecil lebih
memungkinkan penurunan suhu lebih cepat. Kebiasaan masyarakat Indonesia
menyimpan makanan di suhu ruang dan tidak tersedianya sarana pendinginan cepat
sehingga menyebabkan tumbuh kembalinya bakteri pembentuk spora tersebut.
Kotaminasi silang dapat terjadi jika sarana, wadah atau alat pengolahan dan atau
penyimpanan digunakan bersama-sama, baik untuk bahan mentah maupun bahan
yang telah matang. Kontaminasi ulang terutama terjadi karena kurangnya sanitasi
dan higiene. Kontaminasi ulang dapat disebabkan karena penggunaan air, sarana,
wadah, atau alat penyimpanan yang tercemar. serta oleh pekerja yang tidak
menjaga kebersihan dirinya.
Bahkan di negara maju, kontaminasi ulang dari pekerja adalah faktor yang cukup
sering (13 persen) berkontribusi pada peristiwa keracunan. Patogen asal pekerja
dapat berupa Staphylococcus aureus yang berasal dari rongga mulut, hidung atau
tangan pekerja. Jika ada jeda waktu yang cukup antara pemasakan dan konsumsi,
S aureus yang mencemari makanan matang akan tumbuh dan membentuk berbagai
enterotoksin. Enterotoksin S aureus bersifat tahan panas sehingga tidak dapat
dihilangkan dengan pemanasan kembali yang benar sekalipun. Keracunan
enterotoksin S aureus dapat dikenali dengan tanda utama muntah 1-6 jam setelah
mengonsumsi makanan tersebut. Bakteri ini telah dilaporkan menyebabkan
keracunan melalui roti lapis daging, pastry berisi krim, dan sebagainya.
Cemaran lainnya yang mungkin berasal dari pekerja dapat berasal dari usus yang
mencemari secara langsung (melalui tangan) maupun tidak langsung (melalui air).
Yang termasuk patogen enterik ini antara lain Salmonella, Escherichia coli, Vibrio
parahaemolyticus, Campylobacter jejuni, dan Listeria monocytogenes. Apabila
kondisi (kandungan air, pH, aw, dan suhu) makanan memungkinkan, maka bakteri
ini dapat tumbuh dan berkembang biak dan mungkin mencapai jumlah yang cukup
tinggi yang menyebabkan infeksi usus jika dikonsumsi. Keracunan oleh kelompok
bakteri ini ditandai dengan lebih lamanya (12-48 jam) jangka waktu antara konsumsi
dan munculnya gejala-gejala penyakit yang umumnya terdiri dari diare, mual,
muntah (kadang-kadang), dan demam (kadang-kadang). Bakteri-bakteri ini telah
diketahui sebagai penyebab berbagai wabah keracunan besar, misalnya E coli
O157:H7 pada hamburger, L monocytogenes pada keju lunak dan salad kubis, C
jejuni pada makanan sala ternak dan sebagainya.
Investigasi akan lebih sukar dijalankan pada keracunan atau wabah yang mengikuti
skenario baru. Keracunan dengan skenario baru umumnya ditandai dengan ciri-ciri
sebagai berikut: tersebar luas, disebabkan oleh kontaminasi dalam jumlah rendah,
disebabkan oleh makanan yang dijual dalam jangkauan yang lebih luas, dan
peningkatan jumlah kasus tidak nyata. Investigasi keracunan ini umumnya hanya
dapat disimpulkan dari suatu data surveilan penyakit atau laboratorium.
Bagaimana mencegahnya?
Keracunan oleh bakteri pembentuk spora dapat juga diatasi dengan memasak
dalam waktu yang dekat dengan waktu penyajian. Pendeknya rentang waktu akan
membatasi terjadinya germinasi spora. Di samping itu, sel yang bergerminasi dapat
dikurangi dengan cara memanaskan kembali makanan sebelum dikonsumsi. Untuk
itu, maka pemanasan kembali harus dilakukan sehingga suhu makanan siap santap
mencapai 60 derajat Celsius atau lebih, karena suhu pemanasan kembali yang tidak
cukup dapat merangsang germinasi spora.
Apalagi dalam waktu terakhir ini Badan POM telah mengungkapkan temuannya tentang berbagai
bahan kimia berbahaya seperti formalin dan bahan pewarna tekstil pada bahan makanan yang
ada di pasaran. Sehingga perilaku makan pada anak usia di sekolah harus dihatikan secara cermat
dan serius.
Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena mereka adalah generasi penerus bangsa.
Kualitas bangsa di masa depan ditentukan kualitas anak-anak saat ini. Upaya peningkatan kualitas
sumber daya manusia harus dilakukan sejak dini, sistematis dan berkesinambungan. Tumbuh
berkembangnya anak usia sekolah yang optimal tergantung pemberian nutrisi dengan kualitas dan
kuantiítas yang baik serta benar. Dalam masa tumbuh kembang tersebut pemberian nutrisi atau
asupan makanan pada anak tidak selalu dapat dilaksanakan dengan sempurna.
Sering timbul masalah terutama dalam pemberian makanan yang tidak benar dan menyimpang.
Penyimpangan ini mengakibatkan gangguan pada banyak organ organ dan sistem tubuh anak.
Foodborne diseases atau penyakit bawaan makanan merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang utama di banyak negara. Penyakit ini dianggap bukan termasuk penyakit yang serius untuk
jangka pendek, sehingga seringkali kurang diperhatikan baik oleh orang tua, masyarakat atau
instansi yang terkait dengan masalah ini.
Sebuah penelitian di Jakarta mengungkapkan bahwa uang jajan anak sekolah rata-rata sekarang
berkisar antara Rp 2000 – Rp 4000 per hari, bahkan ada yang mencapai Rp 7000. Hanya sekitar
5% anak membawa bekal dari rumah. Sebagian besar dari mereka lebih terpapar pada makanan
jajanan kaki lima dan mempunyai kemampuan untuk membeli makanan tersebut.
Dari segi gizi sebenarnya makanan tersebut belum tentu jelek. Ternyata makanan jajanan kaki
lima menyumbang asupan energi bagi anak sekolah sebanyak 36%, protein 29% dan zat besi
52%. Tetapi keamanan jajanan tersebut baik dari segi mikrobiologis maupun kimiawi masih
dipertanyakan.
Pada penelitian yang dilakukan di Bogor telah ditemukan Salmonella Paratyphi A di 25% - 50%
sampel minuman yang dijual di kaki lima. Bakteri tersebut adalah penyebab penyakit tifus pada
anak. Penelitian lain yang dilakukan suatu lembaga studi di daerah Jakarta Timur mengungkapkan
bahwa jenis jajanan yang sering dikonsumsi oleh anak-anak sekolah adalah lontong, otak-otak,
tahu goreng, mie bakso dengan saus, ketan uli, es sirop, dan cilok.
Berdasarkan uji laboratorium, pada otak-otak dan bakso ditemukan borax, tahu goreng dan mie
kuning basah ditemukan formalin, dan es sirop merah positif mengandung rhodamin B. Selain
cemaran mikrobiologis, cemaran kimiawi yang umum ditemukan pada makanan jajanan kaki lima
adalah penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) ilegal seperti borax (pengempal yang
mengandung logam berat Boron), formalin (pengawet yang digunakan untuk mayat), rhodamin B
( pewarna merah pada tekstil), dan methanil yellow (pewarna kuning pada tekstil).
Bahan-bahan ini dapat terakumulasi pada tubuh manusia dan bersifat karsinogenik yang dalam
jangka panjang menyebabkan penyakit-penyakit seperti antara lain kanker dan tumor pada organ
tubuh manusia.
Belakangan juga terungkap bahwa reaksi simpang makanan tertentu ternyata dapat
mempengaruhi fungsi otak termasuk gangguan perilaku pada anak sekolah. Gangguan perilaku
tersebut meliputi gangguan tidur, gangguan konsentrasi, gangguan emosi, gangguan bicara,
hiperaktif hingga memperberat gejala pada penderita autism.
Pengaruh jangka pendek penggunaan BTP ini menimbulkan gelaja-gejala yang sangat umum
seperti pusing, mual, muntah, diare atau kesulitan buang air besar. Joint Expert Committee on
Food Additives (JECFA) dari WHO yang mengatur dan mengevaluasi standar BTP melarang
penggunaan bahan kimia tersebut pada makanan. Standar ini juga diadopsi oleh Badan POM dan
Departemen Kesehatan RI melalui Peraturan Menkes no. 722/Menkes/Per/IX/1998.
Wawancara dengan Pedagang kaki Lima (PKL) terungkap bahwa mereka tidak tahu adanya BTP
ilegal pada bahan baku jajanan yang mereka jual. BTP ilegal menjadi primadona bahan tambahan
di jajanan kaki lima karena harganya murah, dapat memberikan penampilan makanan yang
menarik (misalnya warnanya sangat cerah sehingga menarik perhatian anak-anak) dan mudah
didapat. Makanan yang dijajakan oleh PKL umumnya tidak dipersiapkan dengan secara baik dan
bersih. Kebanyakan PKL mempunyai pengetahuan yang rendah tentang penanganan pangan yang
aman, mereka juga kurang mempunyai akses terhadap air bersih serta fasilitas cuci dan buang
sampah.
Terjadinya penyakit bawaan makanan pada jajanan kaki lima dapat berupa kontaminasi baik dari
bahan baku, penjamah makanan yang tidak sehat, atau peralatan yang kurang bersih, juga waktu
dan temperatur penyimpanan yang tidak tepat.
Sekolah dan pemerintah perlu menggiatkan kembali UKS (Usaha Kesehatan Sekolah). Materi
komunikasi tentang keamanan pangan yang sudah pernah dilakukan oleh Badan POM dan
Departemen Kesehatan dapat ditingkatkan pelaksanaannya. Materi tersebut digunakan sebagai
alat bantu penyuluhan keamanan pangan di sekolah-sekolah, khususnya terhadap murid dan
pedagang makanan.
Perlu diupayakan pemberian makanan ringan atau makan siang yang dilakukan di lingkungan
sekolah. Hal ini dilakukan untuk mencegah agar anak tidak sembarang jajan. Koordinasi oleh
pihak sekolah, persatuan orang tua murid dibawah konsultasi dokter sekolah atau Pusat
Kesehatan Masyarakat setempat. Sehingga dapat menyajikan makanan ringan pada waktu
istirahat sekolah. yang bisa diatur porsi dan nilai gizinya.
Upaya ini tentunya akan lebih murah dibanding anak jajan diluar disekolah yang tidak ada
jaminan gizi dan kebersihannya. Dengan menyelenggarakan kegiatan makanan tambahan
tersebut, diharapkan mendapat keuntungan, misalnya : anak sudah ada jaminan makanan
disekolah, sehingga orang tua tidak khawatir dengan makanan yang dimakan anaknya disekolah.
Ibu yang selalu khawatir biasa memberi bekal makanan pada anaknya. Kalau makanan yang baik
dan bergizi tersedia disekolah, akan meringankan tugas ibu.
Dalam kegiatan ini bisa pula dikenalkan berbagai jenis bahan makanan yang mungkin tidak
disukai anak ketika disajikan dirumah, tetapi akan menerima ketika disajikan disekolah. Dengan
demikan anak dapat mengenal aneka bahan pangan. Bila upaya tersebut belum dapat terealisasi,
hendaknya orang tua secara aktif dapat menyiapkan bekal makanan bagi anak.
Dalam beberapa tahun ke depan akan menghilangkan tahap demi tahap minuman ringan di
mesin-mesin penjaja dan kafetaria. Minuman yang dianggap tak bermanfaat itu akan diganti
dengan air putih, susu dan buah-buahan dan minuman olahraga.
Hal ini menunjukkan suatu kepedulian yang sangat tinggi terhadap kesehatan anak usia sekolah
oleh salah satu instansi pemerintahan. Kepedulian ini hendaknya dijadikan contoh bagi berbagai
pihak dalam mengantisipasi bahaya makanan jajajanan yang mengancam di lingkungan sekolah.
Orang tua, guru, persatuan orang tua murid dan guru, instansi pemerintah khususnya
departemen pendidikan atau departemen kesehatan dan jajaran dibawahnya serta pihak legislatif
harus mulai mengambil langkah cepat berkoordinasi untuk melakukan upaya mengatasi
permaslahan ini. Perlu dipikirkan pembuatan peraturan, program kegiatan penyuluhan atau
pengawasan rutin baik oleh pihak sekolah atau instansi terkait sehingga dapat mengatasi masalah
ini.
Peningkatan perhatian kesehatan anak usia sekolah ini diharapkan dapat menciptakan peserta
didik yang sehat, cerdas dan berprestasi.
Jumlah Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) Yang Ada,
Diperiksa Dan Memenuhi Syarat Menurut Propinsi
Tahun 1996
JUMLA JUMLA CF
H H JUMLAH JUMLAH R
PENDERIT KEMATIA
KAB/KOD KLB A N (%)
NO PROPINSI DIARE DIARE
1 DI. ACEH 7 3 1827 10 0.5
2 SUMATERA UTARA 2 6 67 1 1.5
3 RIAU 3 3 184 17 9.2
10.
4 JAMBI 1 1 167 17 2
SUMATERA
5 SELATAN 1 1 28 1 3.6
6 SUMATERA BARAT 7 20 1675 35 2.1
7 LAMPUNG 2 2 318 5 1.6
8 JAWA BARAT 5 9 573 24 4.2
9 JAWA TENGAH 9 10 139 5 3.6
10 JAWA TIMUR 20 28 1027 14 1.4
11 DI. YOGYAKARTA 1 1 14 0 0
12 SULAWESI UTARA 6 7 467 17 3.6
13 SULAWESI TENGAH 2 3 134 5 3.7
14 SULAWESI UTARA 1 2 248 6 2.4
NUSA TENGGARA
15 BARAT 1 4 428 5 1.2
NUSA TENGGARA
16 TIMUR 5 12 910 26 2.9
KALIMANTAN
17 SELATAN 1 1 151 0 0
18 MALUKU 2 2 69 9 13
19 IRIAN JAYA 2 3 158 11 7
INDONESIA 78 118 8584 208 2.4
Sumber : Pusdakes, Laporan Ekutif (Januari s/d Desember 1996)
TAH
NO. UN JUMLAH JUMLAH JUMLAH PENDERITA
PENDERI MENINGG TRIWUL TRIWUL TRIWULA TRIWULA
TA AL AN I AN II N III N IV
1 1989 1,131 20 365 69 296 401
2 1990 2,506 11 130 160 674 1,194
3 1991 2,404 2 434 124 309 782
4 1992 3,911 4 942 399 1,050 1,177
5 1993 424 15 29 175 0 220
6 1994 1,715 15 54 1,007 344 310
1995
7 *) 1,795 37 227 675 588 305
8 1996 2,308 31 230 1,103 417 558
Sumber :
Ditjen P2M & PLP, Depkes R.I
*) Pusdakes, Laporan Eksekutif (Januari s/d Desember 1995)
Keterangan :
1. Tahun 1990, 348 orang tidak diketahui bulan kejadiannya
2. tahun 1991, 755 orang tidak diketahui bulan kejadiannya
3. Tahun 1992, 343 orang tidak diketahui bulan kejadiannya
MAKANAN &
CF MINUMAN YANG
NO BULAN JUMLAH JUMLAH R DIDUGA LOKASI
PENDERIT MENINGG SBG. PENYEBAB
KEJADIAN A AL (%) TERJADINYA KEADAAN
KERACUNAN (KAB)
MAKANAN
Ikan pindangan
1 Januari 13 0 0 dan ikan asin Subang
2 Pebruari 35 10 29 Pemalang
Bandang
3 Maret 182 6 3.3 Kecap, Nasi Aceh, Aceh
Besar, Pidie,
Aceh
Utara, Aceh
Timur,
Sukabumi
Kue tart, Mie,
4 April 72 0 0 Daging, jamur Jakarta Timur,
Subang
Purwakarta
Ikan , daging, Lampung
5 Mei 325 0 0 telur, ampas tengah,
kelapa Sukabumi
Purwakarta
Daging, Nasi, Telur Solok,
6 Juni 706 0 0 dadar, Lampung
Oseng-oseng, Tengah,
Tempe, Gresik
kacang panjang,
air putih
7 Juli 67 0 0 Purbalingga
8 Agustus 350 15 4.3 Pandeglang
Septemb
9 er - - - -
Lombik
10 Oktober 472 0 0 Makanan Jajanan tengah,
Tangerang,
Minahasa
Nopembe
11 r 86 0 0 Medan
Desembe
12 r - - - -
36.
JUMLAH 2308 31 6