PENDAHULUAN
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2
bercampur darah dan berbau busuk. Pasien di bawa ke RS Muara bulian untuk
keluhan tersebut, di rawat selama 20 hari,dan di lakukan operasi pembersihan luka.
Namun jari2 kedua kaki pasien mulai menghitam, Oleh dokter pasien dianjurkan
untuk dilakukan amputasi, namun pasien menolak. Saat dirawat pasien
mendapatkan terapi insulin (aspart) 3 kali sehari dengan dosis 14 unit sebelum
makan. Terapi dilanjutka.n sampai pasien pulang.
Pasien pernah mengalami keluhan serupa ±5 bulan yang lalu, mulanya terdapat luka
kecil akibat garukan pada sela jari telunjuk kaki kanan, lama kelamaan luka
membesar, bernanah dan berbau busuk. Kemudian pasien berobat ke RS Bulian,
dilakukan operasi pembersihan luka dan diberikan obat makan glibenklamid
(pasien lupa dosisnya)
Pasien memiliki riwayat penyakit diabetes sejak ± 4 tahun yang lalu. Hal tersebut
di ketahui setelah pasien memeriksakan diri ke puskesmas dengan keluahan sering
merasa haus dan sering buang air kecil pada malam hari hingga ≥5x. Pasien juga
mengeluh sering merasa lapar, dan suka makan tengah malam. Pasien mengaku
rutin minum obat anti diabetes, obat yang diberikan yaitu obat minum gliben 3x 1
tablet, namun pasien jarang mengontrol gula darah, dan tidak menjaga pola
makannya. Saat ini keluhan sering haus dan sering buang air kecil masih
dikeluhakan oleh pasien. Penurunan berat badan disangkal, kebas pada kaki dan
tangan (+), Kulit terasa kering dan bersisik (+), Keluhan mata rabun di sangkal,
gatal-gatal pada badan (+), BAK sedikit (-),Nyeri BAK (-), Berpasir (-), BAB (+)
normal.
3
Riwayat Penyakit Ginjal (-)
Riwayat Penyakit kuning (-)
Pasien seorang ibu Rumah tangga, Pendidikan terakhir tidak tamat SD,
memiliki 4 orang anak. Merokok (-), minum jamu-jamuan (-).Pasien menggunakan
BPJS kelas III
4
J. Cara berjalan : -
Kulit
Kepala
5
Mata
Telinga
Pemeriksaan Hidung
Pemeriksaan Mulut
6
Faring : Hiperemis (-)
Palatum : mukosa berwarna kekuningan (-)
Paru
Jantung
7
Abdomen
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Fremitus taktil kiri dan kanan simetris
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, Ronkhi (-/-) Wheezing (-/-)
Ekstremitas
Superior :
o Warna : tampak pucat
o Kuku : Ikterik (-/-)
o Tremor : (-/-)
o Luka : (-/-)
o Gangren (-)
o palmar eritem (-/-)
o jari tabuh (-/-)
o sensibilitas (-/-)
o Edema (-/-) Pada tangan kanan
o akral dingin (-/-)Inferior
o Warna : kekuningan
o Kuku : ikterik (+/+)
8
o Luka : (+/+)
Kaki kanan :
1. Terdapat luka pada tumit kaki kanan, dengan diameter 5 cm,
dengan kedalaman 1,5 cm, dasar luka tulang dan otot, bentuk
luka bulat, berwarna merah kekuningan, terdapat nanah, tepi
luka rata, kulit sekitar luka menghitam.
2. Terdapat luka pada punggung kaki kanan bagian lateral, dengan
ukuran 6x4 cm, dengan kedalaman 1 cm, dasar luka otot, bentuk
luka tidak beraturan, berwarna merah kekuningan, terdapat
nanah, kulit sekitar luka menghitam.
Kaki kiri :
1. Terdapat luka pada tumit kaki kiri, dengan diameter 5 cm, dengan
kedalaman 1 cm, dasar luka otot, bentuk luka bulat, berwarna merah
kehitaman, kulit sekitar luka mengelupas, berwarna kuning
kehitaman.
o Gangren (+/+)
Kaki kanan:
1. Terdapat gangren pada jari 2,3,4 kaki kanan dengan kulit sekitar
luka kehitaman
Kaki Kiri:jari
2. Terdapat gangren pada jari 1,2 dan 5 kaki kiri dengan kulit
sekitar luka menghitam
o sensibilitas ( / )
o Edema (+/+)
Terdapat edem pada kedua kaki, pitting edem (-/-)
o akral dingin (+/+)
o varises (-/-)
9
Refleks Urat
Krteria PEDIS
1. Perfusion : derajat 1
2. Extent : kaki kanan :
a. d=5 kedalaman=1,5cm b. 6x4x1cm
Kaki kiri:
3. Depth : derajat 2
4. Infection : derajat 4
5. Sensation : derajat 2
Kriteria Wagner : Grade IV
10
MCV 74,3 80-100 fl
11
Pemeriksaan Feses (21-2-2018)
Konsistensi : Lunak
Parasit : (-)
Lendir : (-)
Hipertensi Grade I
12
30%x1125 kkal = 337
391,5 + 1305 = 1462 dibulatkan menjadi 1500 kkal
o Protein : 10% x 1500 = 150 kkal
o Lemak : 20% x 1500 = 300 kkal
o Karbohidrat : 45% x 1500 = 675 kkal
Farmakologis
Hipoglikemi: Pasien tidak sadar:
D 40% 2 flakson (50ml) Bolus IV
D10% 1 kol/8 jam
Periksa GDS /15 menit
Edukasi:
13
2.8 Prognosa
Quo ad vitam : dubia ad bonam
14
BAB III
ANALISIS KASUS
3.1 Resume
Berdasarkan Anamnesa yang dilakukan di perolah bahwa Pasien datang ke dengan
penurunan kesadaran sejak 3 jam SMRS. Menurut keluarga, pasien tidak sadar
ketika dibangunkan. Sebelumnya pasien mengeluh lemas dan sempoyongan, lemas
di sertai dengan keringat dingin dan gemetar. Lemas dirasakan setelah pasien
menggunakan insulin sebelum makan. Hal ini baru pertama kali di keluhkan oleh
pasien. Keluhan yang menyertai penurunan nafsu makan, pasien hanya makan ± 3
sendok makan, namun pasien tetap menggunakan insulin seperti biasa.
Pasien juga mengeluhkan luka pada kedua kaki. Luka dirasakan sejak ± 1 bulan
SMRS, Luka dirasakan setelah pasien menjalani pengobatan alternatif dengan
memanaskan kedua telapak kaki, metode tersebut di lakukan selama ± 10 hari,
kemudian kaki pasien melepuh pada kedua telapak kaki, lama kelamaan bernanah
bercampur darah dan berbau busuk.
Untuk riwayat pengobatan Pasien di bawa ke RS Muara bulian untuk keluhan luka
pada kaki, di rawat selama 20 hari,dan di lakukan operasi pembersihan luka.
Namun jari2 kedua kaki pasien mulai menghitam, Oleh dokter pasien dianjurkan
untuk dilakukan amputasi, namun pasien menolak. Saat dirawat pasien
mendapatkan terapi insulin (aspart) 3 kali sehari dengan dosis 14 unit sebelum
makan. Terapi dilanjutkan sampai pasien pulang.
Pasien pernah mengalami keluhan serupa ±5 bulan yang lalu, mulanya terdapat luka
kecil akibat garukan pada sela jari telunjuk kaki kanan, lama kelamaan luka
membesar, bernanah dan berbau busuk. Kemudian pasien berobat ke RS Bulian,
dilakukan operasi pembersihan luka dan diberikan obat makan glibenklamid
(pasien lupa dosisnya)
Pasien memiliki riwayat penyakit diabetes sejak ± 4 tahun yang lalu. Hal tersebut
di ketahui setelah pasien memeriksakan diri ke puskesmas dengan keluahan sering
15
merasa haus dan sering buang air kecil pada malam hari hingga ≥5x. Pasien juga
mengeluh sering merasa lapar, dan suka makan tengah malam. Pasien mengaku
rutin minum obat anti diabetes, obat yang diberikan yaitu obat minum gliben 3x 1
tablet, namun pasien jarang mengontrol gula darah, dan tidak menjaga pola
makannya. Saat ini keluhan sering haus dan sering buang air kecil masih
dikeluhakan oleh pasien. Penurunan berat badan disangkal, kebas pada kaki dan
tangan (+), Kulit terasa kering dan bersisik (+), Keluhan mata rabun di sangkal,
gatal-gatal pada badan (+), BAK sedikit (-),Nyeri BAK (-), Berpasir (-), BAB (+)
normal.
Pada Pemeriksaan Fisik didapatkan pada tanda vital tekanan darah 150/80, pada
kulit didapatkan kulit kering dan bersisik, rambut badan menipis.
Pada pemeriksaan ektremita inferior didapatkan kuku ikterik pada kedua kaki,
terdapat luka pada kedua kaki dan gangren pada digiti 2,3,4 kaki kanan dan digiti
1,2,5 kaki kiri, dengan daerah sekitar luka yang menghitam. Kemudian didapatkan
sensibilitas pasien menurun pada kedua kaki, dan ditemukan bengkak disekitar
luka, dan tangan pasien terasa dingin.
Pada pemeriksaan lab sederhana didapatkan peningkatan jumlah eritrosit,
penurunan pada nilai hematokrit, hemoglobin, MCV, MCH, MCHC. Dengan GDS
awal masuk 45mg/dl.
Terapi yang diberikan pada pasien ini, awal masuk: Hipoglikemi: Pasien tidak
sadar: D 40% 2 flakson (50ml) Bolus IV,D10% 1 kol/8 jamPeriksa GDS /15
menit.
16
pasien. Keluhan yang menyertai penurunan nafsu makan, pasien hanya makan ± 3
sendok makan, namun pasien tetap menggunakan insulin seperti biasa.
Penurunan kesadarn yang terjadi pada pasien DM harus selalu di pikirkan
kemungkinan hipoglikemi. Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh
penggunaan sulfonilurea dan insulin. Gejala yang muncul pada pasien ini sesuai
dengan adanya whipple’s triad:
1. Terdapat Gejala-gejala hipoglikemia
2. Kadar gula darah yang rendah
3. Gejala berkurang dengan pengobatan
Pada pasien ini di duga mengalami hipoglikemia berat.
Pasien juga mengeluhkan luka pada kedua kaki. Luka dirasakan sejak ± 1 bulan
SMRS, Luka dirasakan setelah pasien menjalani pengobatan alternatif dengan
memanaskan kedua telapak kaki, metode tersebut di lakukan selama ± 10 hari,
kemudian kaki pasien melepuh pada kedua telapak kaki, lama kelamaan bernanah
bercampur darah dan berbau busuk.
17
Hal tersebut menunjukkan adanya proses infeksi. Infeksi pada pasien diabetes
sangat berpengaruh terhadap pengendalian glukosa darah. Infeksi memperburuk
kendali glukosa darah dan kadar glukosa darah yang tinggi, meningkatkan
kerentanan atau memperburuk infeksi.
Kaki diabetik dengan ulkus merupakan komplikasi yang sering terjadi. Ulkus kaki
diabetikum adalah luka kronik pada daerah dibawah pergelangan kaki, yang
meningkatkan morbiditas dan mortalitas dan mengurangi kualitas hidup pasien
Untuk riwayat pengobatan Pasien di bawa ke RS Muara bulian untuk keluhan luka
pada kaki, di rawat selama 20 hari,dan di lakukan operasi pembersihan luka.
Namun jari2 kedua kaki pasien mulai menghitam, Oleh dokter pasien dianjurkan
untuk dilakukan amputasi, namun pasien menolak. Saat dirawat pasien
mendapatkan terapi insulin (aspart) 3 kali sehari dengan dosis 14 unit sebelum
makan. Terapi dilanjutkan sampai pasien pulang.
Hal ini menunjukkan bahwa proses yang terjadi adalah proses yang kronik,
sehingga perlu di lakukan penatalaksanaan kaki diabetik.
18
Tabel 4.6. Klasifikasi Wagner1
Derajat Lesi
Derajat 0 Tidak ada lesi terbuka, kulit utuh dan mungkin disertai
Dearjat IV Gangren jari kaki atau kaki bagian distal dengan atau tanpa
selulitis
Derajat V
Gangren seluruh kaki dan sebagian tungkai bawah
Kaki kiri:
8. Depth : derajat 2
9. Infection : derajat 4
10. Sensation : derajat 2
Kriteria Wagner : Grade IV
Pada pasien di lakukan debridement sesuai dengan manajemen kaki diabetes dengan
ulkus yaitu kendali luka (Wound Control). Pemberian insulin diberikan untuk
mengontrol gula darah yaitu kendali metabolik.
Pasien memiliki riwayat penyakit diabetes sejak ± 4 tahun yang lalu. Hal tersebut
di ketahui setelah pasien memeriksakan diri ke puskesmas dengan keluahan sering
merasa haus dan sering buang air kecil pada malam hari hingga ≥5x. Pasien juga
mengeluh sering merasa lapar, dan suka makan tengah malam. Pasien mengaku
19
rutin minum obat anti diabetes, obat yang diberikan yaitu obat minum gliben 3x 1
tablet, namun pasien jarang mengontrol gula darah, dan tidak menjaga pola
makannya. Saat ini keluhan sering haus dan sering buang air kecil masih
dikeluhakan oleh pasien. Penurunan berat badan disangkal, kebas pada kaki dan
tangan (+), Kulit terasa kering dan bersisik (+), Keluhan mata rabun di sangkal,
gatal-gatal pada badan (+), BAK sedikit (-),Nyeri BAK (-), Berpasir (-), BAB (+)
normal.
Ini sesuai dengan gejala klasik dm dan penegakan dm. Pada Pemeriksaan Fisik
didapatkan pada tanda vital tekanan darah 150/80, pada kulit didapatkan kulit
kering dan bersisik, rambut badan menipis.
Selain itu kebas yang dirasakan merupakan bentuk neuropari diabetik yang
terjadi pada penderita dm. Adanya kulit kering dan bersisik merupakan kelainan kulit
yang sering muncul pada pasien DM. Hal ini termasuk deteksi dini kelaina pada kaki
dengan menilai kelainan pada kaki.
20
Pada pemeriksaan ektremita inferior didapatkan kuku ikterik pada kedua kaki,
terdapat luka pada kedua kaki dan gangren pada digiti 2,3,4 kaki kanan dan digiti
1,2,5 kaki kiri, dengan daerah sekitar luka yang menghitam. Kemudian didapatkan
sensibilitas pasien menurun pada kedua kaki, dan ditemukan bengkak disekitar
luka, dan tangan pasien terasa dingin.
Derajat Lesi
Derajat 0 Tidak ada lesi terbuka, kulit utuh dan mungkin disertai
Dearjat IV Gangren jari kaki atau kaki bagian distal dengan atau tanpa
selulitis
Derajat V
Gangren seluruh kaki dan sebagian tungkai bawah
21
Berdasarkan klaisikasi derajat ulkus dengan kriteria PEDIS didapatkan:
1. Perfusion : derajat 1
2. Extent : kaki kanan :
a. d=5 kedalaman=1,5cm b. 6x4x1cm
Kaki kiri:
3. Depth : derajat 2
4. Infection : derajat 4
5. Sensation : derajat 2
Kriteria Wagner : Grade IV
22
Penatalaksaan kaki diabetik harus segera dilakukan. Komponen penting dalam
manajemen kaki diabetik dengan ulkus adalah :
1. Kendali Metabolik : pengendalian kadar glukosa darah, lipid, albumin dan
hb. Hal tersebut merupakan pemeriksaan anjuran yang dilakukan pada
pasien ini
2. Kendali vaskular: Perbaikan asupan vaskular (operasi atau angioplasti)
biasanya di butuhkan pada keadaan ulkus. Pada pasien ini dilakukan
pemeriksaan ABI (ankle Brachial Index) untuk mendteksi adanya penyakit
arterin perifer.
3. Kendali Infeksi: Terapi mikroba dapat diberikan pada saat awal bila belum
ada hasil pemeriksaan kultur mikroorganisme dan resistensi
Pada pasien ini diberikan. Pada pasien ini diberikan antibiotik spektrum luas
spektrum luas golongan cefalosporin generasi III Ceftriaxone dan antibiotik
Metronidazol untuk bakteri anaerob.
4. Kendali Luka: Pembuangan jaringan terinfeksi dan nekrosis secara teratur,
perawatan lokal pada luka. Pada pasien dilakukan perawatan luka pagi dan
sore, serta dilakukan pembalutan dengan pembalut yang basah atau lembab.
5. Kendali Tekanan: Mengurangi tekanan pada kaki, karna tekanan berulang
dapat menimbulkan ulkus. Pada pasien hal ini dilakukan dengan
23
meninggikan kaki dengan memberikan bantal pada kaki saat posisi
berbaring.
6. Kendali edukasi: pada pasien dilakukan edukasi Mengenai Kondisi Luka,
Diagnosa, Tatalaksana, Penyulit yang mungkin timbul dan prognosis. Serta
Perilaku hidup sehat pada penyandang DM.
24
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
25
3. Pengobatan harus dimulai sedini mungkin untuk mencegah atau memperlambat
progresivitas kegagalan sel beta yang sudah terjadi pada penyandang gangguan
toleransi glukosa DeFronzo pada tahun 2009 menyampaikan, bahwa tidak
hanya otot, liver dan sel beta pankreas saja yang berperan sentral dalam
patogenesis penderita DM tipe – 2 tetapi terdapat organ lain yang berperan
yang disebutnya sebagai the ominous octet (gambar 1)
Gambar 4.1. The ominous octet, delapan organ yang berperan dalam patogenesis
hiperglikemia pada DM tipe 25
Secara garis besar patogenesis DM tipe-2 disebabkan oleh delapan hal
(omnious octet) berikut :
1. Kegagalan sel beta pancreas:
Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat
berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah sulfonilurea,
meglitinid, GLP-1 agonis dan DPP-4 inhibitor.
2. Liver :
Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan
memicu gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh
26
liver (HGP=hepatic glucose production) meningkat. Obat yang bekerja melalui
jalur ini adalah metformin, yang menekan proses gluconeogenesis.
3. Otot :
Pada penderita DM tipe-2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang
multiple di intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga timbul
gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan
penurunan oksidasi glukosa. Obat yang bekerja di jalur ini adalah metformin,
dan tiazolidindion.
4. Sel lemak :
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin,
menyebabkan peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas
(FFA=Free Fatty Acid) dalam plasma. Penigkatan FA akan merangsang proses
glukoneogenesis, dan mencetuskan Resistensi insulin di liver dan otot. FFA
juga akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA
ini disebut sebagai lipotoxocity. Obat yang bekerja dijalur ini adalah
tiazolidindion.
5. Usus :
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding
kalau diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin ini
diperankan oleh 2 hormon GLP-1 (glucagon-like polypeptide-1) dan GIP
(glucose-dependent insulinotrophic polypeptide atau disebut juga gastric
inhibitory polypeptide). Pada penderita DM tipe-2 didapatkan defisiensi GLP-
1 dan resisten terhadap GIP. Disamping hal tersebut incretin segera dipecah
oleh keberadaan ensim DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit.
Obat yang bekerja menghambat kinerja DPP-4 adalah kelompok DPP-4
inhibitor. Saluran pencernaan juga mempunyai peran dalam penyerapan
karbohidrat melalui kinerja ensim alfa-glukosidase yang memecah polisakarida
menjadi monosakarida yang kemudian diserap oleh usus dan berakibat
meningkatkan glukosa darah setelah makan. Obat yang bekerja untuk
menghambat kinerja ensim alfa-glukosidase adalah akarbosa.
27
6. Sel Alpha Pancreas :
Sel-α pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam
hiperglikemia dan sudah diketahui sejak 1970. Sel-α berfungsi dalam sintesis
glukagon yang dalam keadaan puasa kadarnya di dalam plasma akan
meningkat. Peningkatan ini menyebabkan HGP dalam keadaan basal
meningkat secara signifikan dibanding individu yang normal. Obat yang
menghambat sekresi glukagon atau menghambat reseptor glucagon meliputi
GLP-1 agonis, DPP-4 inhibitor dan amylin.
7. Ginjal :
Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam pathogenesis
DM tipe-2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh
persen dari glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran SGLT-2
(Sodium Glucose co-Transporter) pada bagian convulated tubulus proksimal.
Sedang 10% sisanya akan di absorbsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus
desenden dan asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urine. Pada
penderita DM terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2. Obat yang
menghambat kinerja SGLT-2 ini akan menghambat penyerapan kembali
glukosa di tubulus ginjal sehingga glukosa akan dikeluarkan lewat urine. Obat
yang bekerja di jalur ini adalah SGLT-2 inhibitor. Dapaglifozin adalah salah
satu contoh obatnya.
8. Otak :
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang
obes baik yang DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang
merupakan mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini
asupan makanan justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang juga
terjadi di otak. Obat yang bekerja di jalur Ini adalah GLP-1 agonis, amylin dan
bromokriptin.
28
4.1.3 Diagnosis DM Tipe 22
29
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2-jam
setelah TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa plasma puasa <100 mg/dl
Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT
Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan
HbA1c yang menunjukkan angka 5,7-6,4%.
Tabel 4.3. Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis daibetes dan
prediabetes.
30
4.1.4 Komplikasi Kronik Diabetes Melitus
4.1.4.1.1 Definisi3
4.1.4.1.2 Patofisiologi3
31
DIABETES MELLITUS
Penyakit pembuluh Neuropati otonom Neuropati perifer
darah tepi
Aliran Indera Gerak
Keringat darah raba
Sumbatan Aliran
oksigen, nutrisi,
Resorpsi
antibiotik Kehilangan
tulang Atropi
Kult kering, rasa sakit
pecah Kerusakan
sendi Kehilangan
Luka sulit
sembuh Trauma bantalan
Kerusakan lemak
kaki
Tumpuan berat
yang baru
Sindrom jari biru INFEKSI ULKUS
Gangren
Gangren mayor
AMPUTASI
32
Tabel 4.6. Klasifikasi Wagner1
Derajat Lesi
Derajat 0 Tidak ada lesi terbuka, kulit utuh dan mungkin disertai
Dearjat IV Gangren jari kaki atau kaki bagian distal dengan atau tanpa
selulitis
Derajat V
Gangren seluruh kaki dan sebagian tungkai bawah
Suatu Klasifikasi lain yang juga sangat praktis dan sangat erat dengan pengelolaan
adalah klasifikasi yang berdasar pada perjalanan alamiah kaki diabetes :
33
4.1.5 Tatalaksana DM Tipe 2 dan Pengelolaan Kaki Diabetes
34
o Tissue debridement (membersihkan luka dari jaringan mati)
o Inflammation and Infection Control (kontrol inflamasi dan infeksi)
o Moisture Balance (menjaga kelembaban)
o Epithelial edge advancement (mendekatkan tepi epitel)
Kendali tekanan (pressure control): mengurangi tekanan pada kaki, karena
tekanan yang berulang dapat menyebabkan ulkus, sehingga harus dihindari.
Mengurangi tekanan merupakan hal sangat penting dilakukan pada ulkus
neuropatik. Pembuangan kalus dan memakai sepatu dengan ukuran yang sesuai
diperlukan untuk mengurangi tekanan.
Penyuluhan (education control): penyuluhan yang baik. Seluruh pasien dengan
diabetes perlu diberikan edukasi mengenai perawatan kaki secara mandiri.3
4.1.6 Komplikasi Diabetes Melitus
4.1.6.1 Komplikasi Akut
1. Krisis Hiperglikemia
Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah komplikasi akut diabetes yang
ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi (300-
600mg/dl),disertai tanda dan gejala asidosis dan plasma keton (+) kuat.
Osmolaritas plasma meningkat (300-320 mOs/ml) dan terjadi
peningkatan anion gap. Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH) adalah
suatu keadaan dimana terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi
(600-1200mg/dl), tanpa tanda dan gejala asidosis, osmolaritas plasma sangat
meningkat (330-380mOs/ml),plasma keton (+/-), anion gap normal atausedikit
meningkat.
Catatan: Kedua keadaan (KAD dan SHH tersebut mempunyai angka morbiditas
dan mortalitas yang tinggi,sehingga memerlukan perawatan dirumah sakit
guna mendapatkan penatalaksanaan yang memadai.4,5
2. Hipoglikemia
35
Hipoglikemia ditandai dengan menurunya kadar glukosa
darah<70mg/dl. Hipoglikemia adalah penurunan konsentrasiglukosa serum
dengan atau tanpa adanya gejala-gejala sistem otonom,seperti adanya
whipple’s triad:
Terdapat gejala-gejala hipoglikemia
Kadar glukosa darah yang rendah
Gejala berkurang dengan pengobatan.
Penurunan kesadaran yang terjadi pada diabetes harus selalu
dipikirkan kemungkinan disebabkan oleh hipoglikemia. Hipoglikemia
paling sering disebabkan oleh penggunaan sulfonilurea dan insulin.
Hipoglikemia akibat sulfonilurea dapat berlangsung lain
sehingga harus diawasi sampai seluruh obat diekskresi dan waktu kerja
obat telah habis. Pengawasan glukosa darah pasien dilakukan selama 24-72
jam, terutama pada pasien dengan gagal ginjal kronik atau yang
mendapatkan terapi dengan OHO kerja panjang.
Hipoglikemia pada usia lanjut merupakan suatu hari yang harus
dihindari, mengingat dampaknya yang fatal atau terjadinya kemunduran
mental bermakna pada pasien. Perbaikan kesadaran pada DM usia lanjut
sering lebih lambat dan memerlukan pengawasan yang lebih lama.
Pasien dengan resiko hipoglikemi harus diperiksa mengenai
kemungkinan hipoglikemia simtomatik ataupun asimtomatik pada setiap
kesempatan.6
36
disertai gejala. Ulkus iskemik pada kaki merupakan kelainan yang
dapat ditemukan pada penderita.
Pembuluh darah otak: stroke iskemik atau stroke hemoragik
2. Mikroangiopati
Retinopati diabetik
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baikakan mengurangi
risiko atau memperlambat progresi retinopati. Terapi aspirin
tidak mencegah timbulnya retinopati
Nefropati diabetik
o Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik mengurangi risiko
atau memperlambat progresinefropati.
o Untuk penderita penyakit ginjal diabetik, menurunkan asupan
protein sampai di bawah 0.8gram /kgBB /hari tidak direkomendasikan
karena tidak memperbaiki risiko kardiovaskuler dan
menurunkan GFR. ginjal (A).
Neuropati
o Pada neuropatiperifer, hilangnya sensasi distal merupakan
faktor pentingyang berisiko tinggi untuk ulkus kaki yang
meningkatkan resiko amputasi
o Gejala yang sering dirasakan berupa kaki terasa terbakar dan
bergetar sendiri, dan terasa lebih sakit di malam hari.1
37
BAB V
KESIMPULAN
38
DAFTAR PUSTAKA
39