Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan


karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau kedua-duanya. Secara epidemiologik diabetes seringkali tidak terdeteksi dan
dikatakan onseta atau mulai terjadinya diabetes adalah 7 tahun sebelum diagnosis
ditegakkan, sehingga morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak
terdeteksi ini.1

Diagnosis diabetes melitus ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa


darah. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara
enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pada penyandang DM dapat terjadi
komplikasi pada semua tingkat sel dan semua tingkatan anatomik.2

Manifestasi komplikasi dibagi menjadi akut (Hipoglikemia, hiperglikemia dan


komplikasi kronik. Komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat mikrovaskular
(retinopati diabetik, nefropati diabetik, neuropati diabetik, dan kardiomiopati) maupun
makrovaskular (stroke, penyakit jantung koroner, peripheral vascular disease).
Komplikasi lain dari DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi akibat
mudahnya terjadi infeksi saluran kemih, tuberkulosis paru, dan infeksi kaki, yang
kemudian dapat berkembang menjadi ulkus/gangren diabetik. 2

Hipoglikemia yang terjadi pada penyandang diabetes paling sering disebabkan


oleh penggunaan sulfonilurea dan insulin. Hipoglikemia pada usia lanjut merupakan
hal yang perlu dihindari mengingat dampaknya yang fatal atau terjadinya kemunduran
mental bermakna pada pasien. Perbaikan kesadaran pada pasien DM usia lanjut sering
lebih lambat dan memerlukan pengawasan yang lama.2

Kaki Diabetik merupakan komplikasi DM yang di takuti. Sering kali kaki


diabetes berakhir dengan kecacatan dan kematian. Sampai saat ini di indonesia kaki
diabetik masih merupakan masalah yang rumit dan tidak terkelola dengan maksimal.2

1
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. Rusnah


Umur : 60 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : RT 6 Sengkati Baru,Mersam
Pekerjaan : IRT
MRS : 13 Februari 2018
Tanggal Pemeriksaan : 21 Februari 2018

2.2 Anamnesis (Autoanamnesis dan Alloanamnesis) Tgl 21-2-2018

Keluhan Utama : Pasien datang dengan penurunan kesadaran sejak 3 Jam


SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang :

 Pasien datang ke dengan penurunan kesadaran sejak 3 jam SMRS. Menurut


keluarga, pasien tidak sadar ketika dibangunkan. Sebelumnya pasien
mengeluh lemas dan sempoyongan, lemas di sertai dengan keringat dingin dan
gemetar. Lemas dirasakan setelah pasien menggunakan insulin sebelum makan.
Hal ini baru pertama kali di keluhkan oleh pasien.
 ± 3 hari SMRS, Pasien mengalami penurunan nafsu makan, pasien hanya makan ±
3 sendok makan, namun pasien tetap menggunakan insulin seperti biasa. Mual (-),
muntah (-), demam (-) nyeri ulu hati (-),
 Pasien juga mengeluhkan luka pada kedua kaki. Luka dirasakan sejak ± 1 bulan
SMRS, Luka dirasakan setelah pasien menjalani pengobatan alternatif dengan
memanaskan kedua telapak kaki, metode tersebut di lakukan selama ± 10 hari,
kemudian kaki pasien melepuh pada kedua telapak kaki, lama kelamaan bernanah

2
bercampur darah dan berbau busuk. Pasien di bawa ke RS Muara bulian untuk
keluhan tersebut, di rawat selama 20 hari,dan di lakukan operasi pembersihan luka.
Namun jari2 kedua kaki pasien mulai menghitam, Oleh dokter pasien dianjurkan
untuk dilakukan amputasi, namun pasien menolak. Saat dirawat pasien
mendapatkan terapi insulin (aspart) 3 kali sehari dengan dosis 14 unit sebelum
makan. Terapi dilanjutka.n sampai pasien pulang.
 Pasien pernah mengalami keluhan serupa ±5 bulan yang lalu, mulanya terdapat luka
kecil akibat garukan pada sela jari telunjuk kaki kanan, lama kelamaan luka
membesar, bernanah dan berbau busuk. Kemudian pasien berobat ke RS Bulian,
dilakukan operasi pembersihan luka dan diberikan obat makan glibenklamid
(pasien lupa dosisnya)
 Pasien memiliki riwayat penyakit diabetes sejak ± 4 tahun yang lalu. Hal tersebut
di ketahui setelah pasien memeriksakan diri ke puskesmas dengan keluahan sering
merasa haus dan sering buang air kecil pada malam hari hingga ≥5x. Pasien juga
mengeluh sering merasa lapar, dan suka makan tengah malam. Pasien mengaku
rutin minum obat anti diabetes, obat yang diberikan yaitu obat minum gliben 3x 1
tablet, namun pasien jarang mengontrol gula darah, dan tidak menjaga pola
makannya. Saat ini keluhan sering haus dan sering buang air kecil masih
dikeluhakan oleh pasien. Penurunan berat badan disangkal, kebas pada kaki dan
tangan (+), Kulit terasa kering dan bersisik (+), Keluhan mata rabun di sangkal,
gatal-gatal pada badan (+), BAK sedikit (-),Nyeri BAK (-), Berpasir (-), BAB (+)
normal.

Riwayat Penyakit Dahulu :

 Riwayat keluhan yang sama (-)


 Riwayat Penyakit Jantung (-)
 Riwayat penyakit ginjal (-)
 Riwayat hipertensi tidak di ketahui
 Riwayat Sakit magh (+)

3
 Riwayat Penyakit Ginjal (-)
 Riwayat Penyakit kuning (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :

 Riwayat keluhan yang sama (-)


 Riwayat DM (+) ibu pasien, sudah meninggal 5 tahun yang lalu.
 Riwayat Hipertensi (+) ibu pasien, sudah meninggal 5 tahun yang lalu
 Riwayat Penyakit Ginjal (-)
 Riwayat Penyakit Jantung (-)

Riwayat Sosial Ekonomi :

Pasien seorang ibu Rumah tangga, Pendidikan terakhir tidak tamat SD,
memiliki 4 orang anak. Merokok (-), minum jamu-jamuan (-).Pasien menggunakan
BPJS kelas III

PEMERIKSAAN FISIK ( Tanggal 21-2-2018 / Rawatan hari ke 9)

Kesadaran : Composmentis, GCS : E4M6V5 = 15

Vital Sign (Keadaan Umum)

A. Suhu : 36,60C Nadi : 86x/i Tekanan darah :150/80 mmhg


B. Pernafasan : reguler frekuensi : 22 x/i Jenis : Thorako Abdominal
C. Tinggi Badan : 150 cm Berat badan : 45 kg
D. Keadaan umum : Baik Sedang Buruk
E. Keadaan Sakit :
F. Tidak tampak sakit
Ringan Sedang Buruk

G. Sianosis : Tidak ada


H. Edema Umum : Tidak ada Keadaan gizi : IMT 20,0 (Normoweight)
I. Habitus : -
Cara berbaring : dalam batas normal

4
J. Cara berjalan : -

Kulit

 Warna : Sawo matang


 Ikterus : (-)
 Pigmentasi : hiperpigmentasi ( - )
 Pertumbuhan rambut : ( )
 Suhu : hangat
 Kelembaban : kering dan bersisik
 Turgor : Baik
 Otot : atrofi/hipertofi (-)

Kepala

 Bentuk Kepala : Normocephal, deformitas (-)


 Ekspresi muka : tampak sakit sedang
 Simetris muka : Simetris
 Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut.
Leher

 JVP : 5+3 cmH2O


 Pembesaran kelenjar tiroid : (-)
Kelenjar

 Pembesaran Kelenjar Submandibula : (-)


 Pembesaran Kelenjar Submental : (-)
 Pembesaran Kelenjar Jugularis Superior : (-)
 Pembesaran Kelenjar Jugularis Inferior : (-)

5
Mata

 Kelopak : dalam batas normal


 Konjungtiva : Anemis (-/-)
 Sklera : Ikterik (-/-)
 Gerakan bola mata : dalam batas normal
 Pupil : Refleks cahaya (+/+)
Diameter 3 mm / 3 mm, Isokor kiri dan kanan

Telinga

 Bentuk : dalam batas normal


 Lubang : dalam batas normal
 Cairan :(-)
 Nyeri tekan tragus : ( - )
 Pendengaran : dalam batas normal
 Mastoid : dalam batas normal

Pemeriksaan Hidung

 Bentuk : deformitas (-) Simetris


 Septum : deviasi (-)
 Pernapasan : Normal, napas cuping hidung (-)
 Sekret : (-)
 Penyumbatan : (-)
 Perdarahan : (-)

Pemeriksaan Mulut

 Bibir : Kering (-), sianosis (-)


 Lidah : Lidah kotor / bercak putih pada lidah (-), tepi tidak hiperemis,
tremor (-).
 Tonsil : T1 – T1

6
 Faring : Hiperemis (-)
 Palatum : mukosa berwarna kekuningan (-)

Paru

 Inspeksi : Bentuk simetris , spider nevi (-)


Jenis pernafasan : thorakoabdominal

 Palpasi : Fremitus taktil dada kanan sama dengan dada kiri


 Perkusi : sonor pada kedua paru
 Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, Ronkhi (-/-) Wheezing (-/-)

Jantung

 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat


 Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula
sinistra, luas 2 jari, kuat angkat (-)
 Perkusi : Kiri : ICS V linea mid clavicula sinistra 2 jari
kelateral
Kanan : ICS IV linea parasternalis dextra

Atas : ICS II linea midclavicularis sinistra

 Auskultasi : Irama jantung : regular


Bunyi jantung 1 dan II regular, Murmur (-), Gallop (-)

7
Abdomen

 Inspeksi : Cembung, distensi (-), vena collateral (-)


 Palpasi : Soeple, nyeri tekan (-) Hepar, lien tidak teraba
ginjal ballotemen (-)
 Perkusi : Timpani (+)
 Auskultasi : Bising usus (+) normal

Punggung

 Inspeksi : Simetris
 Palpasi : Fremitus taktil kiri dan kanan simetris
 Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
 Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, Ronkhi (-/-) Wheezing (-/-)

Alat Kelamin : Tidak diperiksa

Ekstremitas

 Superior :
o Warna : tampak pucat
o Kuku : Ikterik (-/-)
o Tremor : (-/-)
o Luka : (-/-)
o Gangren (-)
o palmar eritem (-/-)
o jari tabuh (-/-)
o sensibilitas (-/-)
o Edema (-/-) Pada tangan kanan
o akral dingin (-/-)Inferior
o Warna : kekuningan
o Kuku : ikterik (+/+)

8
o Luka : (+/+)
Kaki kanan :
1. Terdapat luka pada tumit kaki kanan, dengan diameter 5 cm,
dengan kedalaman 1,5 cm, dasar luka tulang dan otot, bentuk
luka bulat, berwarna merah kekuningan, terdapat nanah, tepi
luka rata, kulit sekitar luka menghitam.
2. Terdapat luka pada punggung kaki kanan bagian lateral, dengan
ukuran 6x4 cm, dengan kedalaman 1 cm, dasar luka otot, bentuk
luka tidak beraturan, berwarna merah kekuningan, terdapat
nanah, kulit sekitar luka menghitam.

Kaki kiri :

1. Terdapat luka pada tumit kaki kiri, dengan diameter 5 cm, dengan
kedalaman 1 cm, dasar luka otot, bentuk luka bulat, berwarna merah
kehitaman, kulit sekitar luka mengelupas, berwarna kuning
kehitaman.
o Gangren (+/+)
Kaki kanan:

1. Terdapat gangren pada jari 2,3,4 kaki kanan dengan kulit sekitar
luka kehitaman
Kaki Kiri:jari

2. Terdapat gangren pada jari 1,2 dan 5 kaki kiri dengan kulit
sekitar luka menghitam
o sensibilitas ( / )
o Edema (+/+)
Terdapat edem pada kedua kaki, pitting edem (-/-)
o akral dingin (+/+)
o varises (-/-)

9
Refleks Urat

Fisiologik : ++ Kanan : ++ Kiri : ++

Patologis : - Kanan : - Kiri : -

Krteria PEDIS

1. Perfusion : derajat 1
2. Extent : kaki kanan :
a. d=5 kedalaman=1,5cm b. 6x4x1cm

Kaki kiri:

a. d=5cm kedalaman= 1cm

3. Depth : derajat 2
4. Infection : derajat 4
5. Sensation : derajat 2
Kriteria Wagner : Grade IV

2.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan ABI : (Kanan 1 / Kiri 1)
Pemeriksaan Laboratorium

Darah Rutin ( 13 Februari 2018 )

Parameter Nilai Normal

WBC 11,99 4-10 103 mm3

RBC 3,58 3.50-5.50 106 mm3

HGB 10 11.0-16.0 g/dl

HCT 26,6 36.0-48.0 %

PLT 10,1 100-300 103mm3

10
MCV 74,3 80-100 fl

MCH 27,9 27-34 pg

MCHC 360 320-360 g/l

Pemeriksaan Gula Darah : (Tgl 13-02-2018)

Waktu GDS Normal

12-02-2018 45 mg/dl <200 mg/dl

Pemeriksaan Gula darah : (tgl 21-02-2018)

Waktu GDS Normal

12-02-2018 196 mg/dl <200 mg/dl

Pemeriksaan Urin Rutin :

Urinalisa Tanggal 21 Februari 2018

Urinalisa Hasil Nilai Rujukan


Warna Kuning Muda Kuning muda s/d tua
Kejernihan Jernih Jernih
PH 5 4,6 – 8,5
Berat jenis 1030 1003 – 1030
Protein - Negatif
Glukosa - Negatif
Urobilinogen Negatif 0,1 mg/dl
Bilirubin Negatif Negatif
Keton - Negatif
Sedimen
Leukosit - 0-5/lpb
Eritrosit - 0-3/lpb
Epitel - (+)/lpb

11
Pemeriksaan Feses (21-2-2018)

 Warna : kuning kecoklatam

 Konsistensi : Lunak

 Parasit : (-)

 Lendir : (-)

 Telur cacing : (-)

2.4 Diagnosa Kerja :


Diagnosa Primer : Hipoglikemi ec DM tipe 2 Normoweight tidak terkontrol

Diagnosis Sekunder : Ulkus Diabetikum Pedis dextra et sinistra Wagner grade


IV e.c DM Tipe II Normoweight Tidak Terkontrol

Anemia ec penyakit kronik

Hipertensi Grade I

2.5 Diagnosa Banding : Ulkus Tropikum


Ulkus Varikosum
Anemia Defisiensi Besi
2.6 Pemeriksaan Anjuran
- Pemeriksaan Laboratorium: GDS, GDP, Kultur Luka, HbA1c, Albumin, SADT
- Pemeriksaan radiologi : Ro Regio Pedis Ap/Lateral, EMG
2.7 TATALAKSANA
Non farmakologis
 Tirah Baring
 Istirahatkan kaki dengan meletakkan bantal pada kaki saat berbaring.
 Diet DM
o Kebutuhan kalori harian BBI x 25kkal
90% (TB-100) x 1kg x 25 kkal
90% (150-100) x 1kg x 25 kkal
45 kg x 25 kkal =1125 kkal

12
30%x1125 kkal = 337
391,5 + 1305 = 1462 dibulatkan menjadi 1500 kkal
o Protein : 10% x 1500 = 150 kkal
o Lemak : 20% x 1500 = 300 kkal
o Karbohidrat : 45% x 1500 = 675 kkal

Farmakologis
 Hipoglikemi: Pasien tidak sadar:
D 40% 2 flakson (50ml) Bolus IV
D10% 1 kol/8 jam
Periksa GDS /15 menit

 IVFD Nacl 0,9% 20 tpm


 Metronidazol 3x500 mg
 Ceftriaxone 1x2 gram
 PO PCT 3x500mg (jika demam)
 Lantus 1x12 IU
 Novorapid 3x6 IU
 Amlodipin 1x10mg
 Konsul Bedah
 Rawat luka pagi dan sore

Edukasi:

1. Mengenai Kondisi Luka, Diagnosa, Tatalaksana, Penyulit yang mungkin


timbul dan prognosis.
2. Tatalaksana Perilaku hidup sehat pada penyandang DM

13
2.8 Prognosa
Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad malam

Quo ad sanationam : dubia ad malam

14
BAB III
ANALISIS KASUS

3.1 Resume
 Berdasarkan Anamnesa yang dilakukan di perolah bahwa Pasien datang ke dengan
penurunan kesadaran sejak 3 jam SMRS. Menurut keluarga, pasien tidak sadar
ketika dibangunkan. Sebelumnya pasien mengeluh lemas dan sempoyongan, lemas
di sertai dengan keringat dingin dan gemetar. Lemas dirasakan setelah pasien
menggunakan insulin sebelum makan. Hal ini baru pertama kali di keluhkan oleh
pasien. Keluhan yang menyertai penurunan nafsu makan, pasien hanya makan ± 3
sendok makan, namun pasien tetap menggunakan insulin seperti biasa.
 Pasien juga mengeluhkan luka pada kedua kaki. Luka dirasakan sejak ± 1 bulan
SMRS, Luka dirasakan setelah pasien menjalani pengobatan alternatif dengan
memanaskan kedua telapak kaki, metode tersebut di lakukan selama ± 10 hari,
kemudian kaki pasien melepuh pada kedua telapak kaki, lama kelamaan bernanah
bercampur darah dan berbau busuk.
 Untuk riwayat pengobatan Pasien di bawa ke RS Muara bulian untuk keluhan luka
pada kaki, di rawat selama 20 hari,dan di lakukan operasi pembersihan luka.
Namun jari2 kedua kaki pasien mulai menghitam, Oleh dokter pasien dianjurkan
untuk dilakukan amputasi, namun pasien menolak. Saat dirawat pasien
mendapatkan terapi insulin (aspart) 3 kali sehari dengan dosis 14 unit sebelum
makan. Terapi dilanjutkan sampai pasien pulang.
 Pasien pernah mengalami keluhan serupa ±5 bulan yang lalu, mulanya terdapat luka
kecil akibat garukan pada sela jari telunjuk kaki kanan, lama kelamaan luka
membesar, bernanah dan berbau busuk. Kemudian pasien berobat ke RS Bulian,
dilakukan operasi pembersihan luka dan diberikan obat makan glibenklamid
(pasien lupa dosisnya)
 Pasien memiliki riwayat penyakit diabetes sejak ± 4 tahun yang lalu. Hal tersebut
di ketahui setelah pasien memeriksakan diri ke puskesmas dengan keluahan sering

15
merasa haus dan sering buang air kecil pada malam hari hingga ≥5x. Pasien juga
mengeluh sering merasa lapar, dan suka makan tengah malam. Pasien mengaku
rutin minum obat anti diabetes, obat yang diberikan yaitu obat minum gliben 3x 1
tablet, namun pasien jarang mengontrol gula darah, dan tidak menjaga pola
makannya. Saat ini keluhan sering haus dan sering buang air kecil masih
dikeluhakan oleh pasien. Penurunan berat badan disangkal, kebas pada kaki dan
tangan (+), Kulit terasa kering dan bersisik (+), Keluhan mata rabun di sangkal,
gatal-gatal pada badan (+), BAK sedikit (-),Nyeri BAK (-), Berpasir (-), BAB (+)
normal.
 Pada Pemeriksaan Fisik didapatkan pada tanda vital tekanan darah 150/80, pada
kulit didapatkan kulit kering dan bersisik, rambut badan menipis.
 Pada pemeriksaan ektremita inferior didapatkan kuku ikterik pada kedua kaki,
terdapat luka pada kedua kaki dan gangren pada digiti 2,3,4 kaki kanan dan digiti
1,2,5 kaki kiri, dengan daerah sekitar luka yang menghitam. Kemudian didapatkan
sensibilitas pasien menurun pada kedua kaki, dan ditemukan bengkak disekitar
luka, dan tangan pasien terasa dingin.
 Pada pemeriksaan lab sederhana didapatkan peningkatan jumlah eritrosit,
penurunan pada nilai hematokrit, hemoglobin, MCV, MCH, MCHC. Dengan GDS
awal masuk 45mg/dl.
 Terapi yang diberikan pada pasien ini, awal masuk: Hipoglikemi: Pasien tidak
sadar: D 40% 2 flakson (50ml) Bolus IV,D10% 1 kol/8 jamPeriksa GDS /15
menit.

3.2 Analisa Kasus


Berdasarkan Anamnesa yang dilakukan di perolah bahwa Pasien datang ke dengan
penurunan kesadaran sejak 3 jam SMRS. Menurut keluarga, pasien tidak sadar
ketika dibangunkan. Sebelumnya pasien mengeluh lemas dan sempoyongan, lemas
di sertai dengan keringat dingin dan gemetar. Lemas dirasakan setelah pasien
menggunakan insulin sebelum makan. Hal ini baru pertama kali di keluhkan oleh

16
pasien. Keluhan yang menyertai penurunan nafsu makan, pasien hanya makan ± 3
sendok makan, namun pasien tetap menggunakan insulin seperti biasa.
Penurunan kesadarn yang terjadi pada pasien DM harus selalu di pikirkan
kemungkinan hipoglikemi. Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh
penggunaan sulfonilurea dan insulin. Gejala yang muncul pada pasien ini sesuai
dengan adanya whipple’s triad:
1. Terdapat Gejala-gejala hipoglikemia
2. Kadar gula darah yang rendah
3. Gejala berkurang dengan pengobatan
Pada pasien ini di duga mengalami hipoglikemia berat.

 Pasien juga mengeluhkan luka pada kedua kaki. Luka dirasakan sejak ± 1 bulan
SMRS, Luka dirasakan setelah pasien menjalani pengobatan alternatif dengan
memanaskan kedua telapak kaki, metode tersebut di lakukan selama ± 10 hari,
kemudian kaki pasien melepuh pada kedua telapak kaki, lama kelamaan bernanah
bercampur darah dan berbau busuk.

17
 Hal tersebut menunjukkan adanya proses infeksi. Infeksi pada pasien diabetes
sangat berpengaruh terhadap pengendalian glukosa darah. Infeksi memperburuk
kendali glukosa darah dan kadar glukosa darah yang tinggi, meningkatkan
kerentanan atau memperburuk infeksi.
 Kaki diabetik dengan ulkus merupakan komplikasi yang sering terjadi. Ulkus kaki
diabetikum adalah luka kronik pada daerah dibawah pergelangan kaki, yang
meningkatkan morbiditas dan mortalitas dan mengurangi kualitas hidup pasien
 Untuk riwayat pengobatan Pasien di bawa ke RS Muara bulian untuk keluhan luka
pada kaki, di rawat selama 20 hari,dan di lakukan operasi pembersihan luka.
Namun jari2 kedua kaki pasien mulai menghitam, Oleh dokter pasien dianjurkan
untuk dilakukan amputasi, namun pasien menolak. Saat dirawat pasien
mendapatkan terapi insulin (aspart) 3 kali sehari dengan dosis 14 unit sebelum
makan. Terapi dilanjutkan sampai pasien pulang.
 Hal ini menunjukkan bahwa proses yang terjadi adalah proses yang kronik,
sehingga perlu di lakukan penatalaksanaan kaki diabetik.

Tabel 4.5. Klasifikasi pada ulkus Diabetik


Impaired 1=-
Perfusion 2 = Penyakit arteri perifer
3 = critical limb ischemia
Size/Extent in mm 1 = Superfisial, tidak mengenai dermis
Tissue 2 = Ulkus dalam melewati lapisan dermis, meliputi struktur
Loss/Depth subkutan, fascia, otot, atau tendon
3 =Meliputi tulang atau sendi
Infection 1 = Tidak ada keluhan atau gejala infeksi
2 = Infeksi pada kulit dan jaringan subkutan saja
3 = Eritema>2 cm atau infeksi meliputi struktur subkutan.
Tidak ada gejala sistemik.
4 = Infeksi dengan gejala sistemik: demam, leukosistosis,
shift to the left, ketidakstabilan metabolik, hipotensi,
azotemia
Impaired 1=-
Sensation 2=+

18
Tabel 4.6. Klasifikasi Wagner1

Derajat Lesi

Derajat 0 Tidak ada lesi terbuka, kulit utuh dan mungkin disertai

Derajat I kelainan bentuk kakiUlkus superficial dan terbatas di kulit

Derajat II Ulkus dalam mengenai tendo sampai kulit dan tulang

Derajat III Abses yang dalam dengan atau tanpa ostemoielitis

Dearjat IV Gangren jari kaki atau kaki bagian distal dengan atau tanpa
selulitis
Derajat V
Gangren seluruh kaki dan sebagian tungkai bawah

Berdasarkan klaisikasi derajat ulkus dengan kriteria PEDIS didapatkan:


6. Perfusion : derajat 1
7. Extent : kaki kanan :
a. d=5 kedalaman=1,5cm b. 6x4x1cm

Kaki kiri:

a. d=5cm kedalaman= 1cm

8. Depth : derajat 2
9. Infection : derajat 4
10. Sensation : derajat 2
Kriteria Wagner : Grade IV

Pada pasien di lakukan debridement sesuai dengan manajemen kaki diabetes dengan
ulkus yaitu kendali luka (Wound Control). Pemberian insulin diberikan untuk
mengontrol gula darah yaitu kendali metabolik.

 Pasien memiliki riwayat penyakit diabetes sejak ± 4 tahun yang lalu. Hal tersebut
di ketahui setelah pasien memeriksakan diri ke puskesmas dengan keluahan sering
merasa haus dan sering buang air kecil pada malam hari hingga ≥5x. Pasien juga
mengeluh sering merasa lapar, dan suka makan tengah malam. Pasien mengaku

19
rutin minum obat anti diabetes, obat yang diberikan yaitu obat minum gliben 3x 1
tablet, namun pasien jarang mengontrol gula darah, dan tidak menjaga pola
makannya. Saat ini keluhan sering haus dan sering buang air kecil masih
dikeluhakan oleh pasien. Penurunan berat badan disangkal, kebas pada kaki dan
tangan (+), Kulit terasa kering dan bersisik (+), Keluhan mata rabun di sangkal,
gatal-gatal pada badan (+), BAK sedikit (-),Nyeri BAK (-), Berpasir (-), BAB (+)
normal.
 Ini sesuai dengan gejala klasik dm dan penegakan dm. Pada Pemeriksaan Fisik
didapatkan pada tanda vital tekanan darah 150/80, pada kulit didapatkan kulit
kering dan bersisik, rambut badan menipis.

Selain itu kebas yang dirasakan merupakan bentuk neuropari diabetik yang
terjadi pada penderita dm. Adanya kulit kering dan bersisik merupakan kelainan kulit
yang sering muncul pada pasien DM. Hal ini termasuk deteksi dini kelaina pada kaki
dengan menilai kelainan pada kaki.

20
 Pada pemeriksaan ektremita inferior didapatkan kuku ikterik pada kedua kaki,
terdapat luka pada kedua kaki dan gangren pada digiti 2,3,4 kaki kanan dan digiti
1,2,5 kaki kiri, dengan daerah sekitar luka yang menghitam. Kemudian didapatkan
sensibilitas pasien menurun pada kedua kaki, dan ditemukan bengkak disekitar
luka, dan tangan pasien terasa dingin.

Tabel 4.5. Klasifikasi pada ulkus Diabetik


Impaired 1=-
Perfusion 2 = Penyakit arteri perifer
3 = critical limb ischemia
Size/Extent in mm 1 = Superfisial, tidak mengenai dermis
Tissue 2 = Ulkus dalam melewati lapisan dermis, meliputi struktur
Loss/Depth subkutan, fascia, otot, atau tendon
3 =Meliputi tulang atau sendi
Infection 1 = Tidak ada keluhan atau gejala infeksi
2 = Infeksi pada kulit dan jaringan subkutan saja
3 = Eritema>2 cm atau infeksi meliputi struktur subkutan.
Tidak ada gejala sistemik.
4 = Infeksi dengan gejala sistemik: demam, leukosistosis,
shift to the left, ketidakstabilan metabolik, hipotensi,
azotemia
Impaired 1=-
Sensation 2=+
Tabel 4.6. Klasifikasi Wagner1

Derajat Lesi

Derajat 0 Tidak ada lesi terbuka, kulit utuh dan mungkin disertai

Derajat I kelainan bentuk kakiUlkus superficial dan terbatas di kulit

Derajat II Ulkus dalam mengenai tendo sampai kulit dan tulang

Derajat III Abses yang dalam dengan atau tanpa ostemoielitis

Dearjat IV Gangren jari kaki atau kaki bagian distal dengan atau tanpa
selulitis
Derajat V
Gangren seluruh kaki dan sebagian tungkai bawah

21
Berdasarkan klaisikasi derajat ulkus dengan kriteria PEDIS didapatkan:
1. Perfusion : derajat 1
2. Extent : kaki kanan :
a. d=5 kedalaman=1,5cm b. 6x4x1cm

Kaki kiri:

a. d=5cm kedalaman= 1cm

3. Depth : derajat 2
4. Infection : derajat 4
5. Sensation : derajat 2
Kriteria Wagner : Grade IV

 Pada pemeriksaan lab sederhana didapatkan peningkatan jumlah leukosit,


penurunan pada nilai hematokrit, hemoglobin, MCV, MCH, MCHC. Dengan GDS
awal masuk 45mg/dl.
 Leukositosis menggambarkan adanya inflamasi. Nilai MCV dan MCHC
menggambarkan anemia normositik hipokrom. Namun untuk mengetahui kelainan
darah tersebut, perlu dilakukan SADT.
 Terapi yang diberikan pada pasien ini, awal masuk: Hipoglikemi: Pasien tidak
sadar: D 40% 2 flakson (50ml) Bolus IV,D10% 1 kol/8 jamPeriksa GDS /15 menit.
Hal ini sesuai dengan penatalaksanaan hipoglikemi.
 Untuk keluhan luka pada kaki dilakukan penatalaksanaan ulkus diabetikum

22
 Penatalaksaan kaki diabetik harus segera dilakukan. Komponen penting dalam
manajemen kaki diabetik dengan ulkus adalah :
1. Kendali Metabolik : pengendalian kadar glukosa darah, lipid, albumin dan
hb. Hal tersebut merupakan pemeriksaan anjuran yang dilakukan pada
pasien ini
2. Kendali vaskular: Perbaikan asupan vaskular (operasi atau angioplasti)
biasanya di butuhkan pada keadaan ulkus. Pada pasien ini dilakukan
pemeriksaan ABI (ankle Brachial Index) untuk mendteksi adanya penyakit
arterin perifer.
3. Kendali Infeksi: Terapi mikroba dapat diberikan pada saat awal bila belum
ada hasil pemeriksaan kultur mikroorganisme dan resistensi
Pada pasien ini diberikan. Pada pasien ini diberikan antibiotik spektrum luas
spektrum luas golongan cefalosporin generasi III Ceftriaxone dan antibiotik
Metronidazol untuk bakteri anaerob.
4. Kendali Luka: Pembuangan jaringan terinfeksi dan nekrosis secara teratur,
perawatan lokal pada luka. Pada pasien dilakukan perawatan luka pagi dan
sore, serta dilakukan pembalutan dengan pembalut yang basah atau lembab.
5. Kendali Tekanan: Mengurangi tekanan pada kaki, karna tekanan berulang
dapat menimbulkan ulkus. Pada pasien hal ini dilakukan dengan

23
meninggikan kaki dengan memberikan bantal pada kaki saat posisi
berbaring.
6. Kendali edukasi: pada pasien dilakukan edukasi Mengenai Kondisi Luka,
Diagnosa, Tatalaksana, Penyulit yang mungkin timbul dan prognosis. Serta
Perilaku hidup sehat pada penyandang DM.

24
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Diabetes Melitus Tipe 2

4.1.1 Definisi Diabetes Melitus Tipe 2

Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan


karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau kedua-duanya.2
Diabetes seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan onset atau mulai terjadinya
diabetes adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan, sehingga morbiditas dan
mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi ini. Faktor resiko yang berubah
secara epidemiologi diperkirakan adalah bertambahanya usia, lebih banyak dan lebih
lamanya obesitas, distribusi lemak tubuh, kurangnya aktifitas jasmani dan
hiperinsulinemia. Semua factor ini berinteraksi dengan faktor genetic yang
berhubungan dengan terjadinya DM tipe 2.1
4.1.2 Patogenesis DM Tipe 21

Patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe 2 adalah adanya resistensi insulin


pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pankreas.Kegagalan sel beta terjadi lebih
dini dan lebih berat daripada yang diperkirakan sebelumnya. Selain otot, liver dan sel
beta, organ lain seperti: jaringan lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal
(defisiensi incretin), sel alpha pancreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan
absorpsi glukosa), dan otak (resistensi insulin), ke semua nya ikut berperan dalam
menimbulkan terjadinya gangguan toleransi glukosa pada DM tipe – 2. Delapan organ
penting dalam gangguan toleransi glukosa ini (ominous octet) penting dipahami karena
dasar patofisiologi ini memberikan konsep tentang :
1. Pengobatan harus ditujukan guna memperbaiki gangguan patogenesis, bukan
hanya untuk menurunkan HbA1c saja
2. Pengobatan kombinasi yang diperlukan harus didasari atas kinerja obat pada
gangguan multiple dari patofisiologi DM tipe 2.

25
3. Pengobatan harus dimulai sedini mungkin untuk mencegah atau memperlambat
progresivitas kegagalan sel beta yang sudah terjadi pada penyandang gangguan
toleransi glukosa DeFronzo pada tahun 2009 menyampaikan, bahwa tidak
hanya otot, liver dan sel beta pankreas saja yang berperan sentral dalam
patogenesis penderita DM tipe – 2 tetapi terdapat organ lain yang berperan
yang disebutnya sebagai the ominous octet (gambar 1)

Gambar 4.1. The ominous octet, delapan organ yang berperan dalam patogenesis
hiperglikemia pada DM tipe 25
Secara garis besar patogenesis DM tipe-2 disebabkan oleh delapan hal
(omnious octet) berikut :
1. Kegagalan sel beta pancreas:
Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat
berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah sulfonilurea,
meglitinid, GLP-1 agonis dan DPP-4 inhibitor.
2. Liver :
Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan
memicu gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh

26
liver (HGP=hepatic glucose production) meningkat. Obat yang bekerja melalui
jalur ini adalah metformin, yang menekan proses gluconeogenesis.
3. Otot :
Pada penderita DM tipe-2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang
multiple di intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga timbul
gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan
penurunan oksidasi glukosa. Obat yang bekerja di jalur ini adalah metformin,
dan tiazolidindion.
4. Sel lemak :
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin,
menyebabkan peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas
(FFA=Free Fatty Acid) dalam plasma. Penigkatan FA akan merangsang proses
glukoneogenesis, dan mencetuskan Resistensi insulin di liver dan otot. FFA
juga akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA
ini disebut sebagai lipotoxocity. Obat yang bekerja dijalur ini adalah
tiazolidindion.
5. Usus :
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding
kalau diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin ini
diperankan oleh 2 hormon GLP-1 (glucagon-like polypeptide-1) dan GIP
(glucose-dependent insulinotrophic polypeptide atau disebut juga gastric
inhibitory polypeptide). Pada penderita DM tipe-2 didapatkan defisiensi GLP-
1 dan resisten terhadap GIP. Disamping hal tersebut incretin segera dipecah
oleh keberadaan ensim DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit.
Obat yang bekerja menghambat kinerja DPP-4 adalah kelompok DPP-4
inhibitor. Saluran pencernaan juga mempunyai peran dalam penyerapan
karbohidrat melalui kinerja ensim alfa-glukosidase yang memecah polisakarida
menjadi monosakarida yang kemudian diserap oleh usus dan berakibat
meningkatkan glukosa darah setelah makan. Obat yang bekerja untuk
menghambat kinerja ensim alfa-glukosidase adalah akarbosa.

27
6. Sel Alpha Pancreas :
Sel-α pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam
hiperglikemia dan sudah diketahui sejak 1970. Sel-α berfungsi dalam sintesis
glukagon yang dalam keadaan puasa kadarnya di dalam plasma akan
meningkat. Peningkatan ini menyebabkan HGP dalam keadaan basal
meningkat secara signifikan dibanding individu yang normal. Obat yang
menghambat sekresi glukagon atau menghambat reseptor glucagon meliputi
GLP-1 agonis, DPP-4 inhibitor dan amylin.
7. Ginjal :
Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam pathogenesis
DM tipe-2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh
persen dari glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran SGLT-2
(Sodium Glucose co-Transporter) pada bagian convulated tubulus proksimal.
Sedang 10% sisanya akan di absorbsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus
desenden dan asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urine. Pada
penderita DM terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2. Obat yang
menghambat kinerja SGLT-2 ini akan menghambat penyerapan kembali
glukosa di tubulus ginjal sehingga glukosa akan dikeluarkan lewat urine. Obat
yang bekerja di jalur ini adalah SGLT-2 inhibitor. Dapaglifozin adalah salah
satu contoh obatnya.
8. Otak :
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang
obes baik yang DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang
merupakan mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini
asupan makanan justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang juga
terjadi di otak. Obat yang bekerja di jalur Ini adalah GLP-1 agonis, amylin dan
bromokriptin.

28
4.1.3 Diagnosis DM Tipe 22

Pemeriksaan kadar gula darah merupakan dasar dignosis DM.. Pemeriksaan


glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan
bahan plasma darah vena. Penggunaan glukometer untuk memeriksa glukosa dara
perifer dapat dilakukan untuk memantau hasil pengobatan.

DM memiliki berbagai keluhan. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan


apabila terdapat keluhan seperti:
 Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
 Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi
pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.

Tabel 4.2. Kriteria Diagnosis DM

Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria DM


digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi glukosa
terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
 Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma
puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2-jam
<140 mg/dl;

29
 Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2-jam
setelah TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa plasma puasa <100 mg/dl
 Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT
 Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan
HbA1c yang menunjukkan angka 5,7-6,4%.

Tabel 4.3. Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis daibetes dan
prediabetes.

Tabel 4.4 Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994) :

30
4.1.4 Komplikasi Kronik Diabetes Melitus

4.1.4.1 Kaki Diabetes

4.1.4.1.1 Definisi3

Kaki diabetes merupakan komplikasi kronik DM yang diakibatkan kelainan


neuropati sensorik, motorik, maupun otonomilk serta kelainan pada pembuluh darah.
Alasan terjadinya peningkatan insiden ini adalah interaksi beberapa faktor patogen:
neuropati, biomekanika kaki abnormal, penyakit arteri perifer, penyembuhan luka yang
buruk dan infeksi.

4.1.4.1.2 Patofisiologi3

Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM


yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Neuropati,
baik sensorik maupun motoric dan autonomic akan mengakibatkan berbagai perubahan
pada kulit dan otot, yang kemudian menyebabkan terjadninya perubahan distribusi
tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus.
Adanya kerentanan terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi
infeksi yang luas. Factor aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah
rumitnya pengelolaan kaki diabetes.

31
DIABETES MELLITUS
Penyakit pembuluh Neuropati otonom Neuropati perifer
darah tepi
Aliran Indera Gerak
 Keringat darah raba
Sumbatan Aliran
oksigen, nutrisi,
Resorpsi
antibiotik Kehilangan
tulang Atropi
Kult kering, rasa sakit
pecah Kerusakan
sendi Kehilangan
Luka sulit
sembuh Trauma bantalan
Kerusakan lemak
kaki
Tumpuan berat
yang baru
Sindrom jari biru INFEKSI ULKUS
Gangren
Gangren mayor
AMPUTASI

Gambar 4.2. Patofisiologi Terjadinya ulkus pada kaki diabetes

4.1.4.1.3 Klasifikasi Kaki Diabetes3

Suatu klasifikasi mutakhir dianjurkan oleh International Working Group on


Diabetic Foot.

Tabel 4.5. Klasifikasi pada ulkus Diabetik


Impaired 1=-
Perfusion 2 = Penyakit arteri perifer
3 = critical limb ischemia
Size/Extent in mm 1 = Superfisial, tidak mengenai dermis
Tissue 2 = Ulkus dalam melewati lapisan dermis, meliputi struktur
Loss/Depth subkutan, fascia, otot, atau tendon
3 =Meliputi tulang atau sendi
Infection 1 = Tidak ada keluhan atau gejala infeksi
2 = Infeksi pada kulit dan jaringan subkutan saja
3 = Eritema>2 cm atau infeksi meliputi struktur subkutan.
Tidak ada gejala sistemik.
4 = Infeksi dengan gejala sistemik: demam, leukosistosis,
shift to the left, ketidakstabilan metabolik, hipotensi,
azotemia
Impaired 1=-
Sensation 2=+

32
Tabel 4.6. Klasifikasi Wagner1

Derajat Lesi

Derajat 0 Tidak ada lesi terbuka, kulit utuh dan mungkin disertai

Derajat I kelainan bentuk kakiUlkus superficial dan terbatas di kulit

Derajat II Ulkus dalam mengenai tendo sampai kulit dan tulang

Derajat III Abses yang dalam dengan atau tanpa ostemoielitis

Dearjat IV Gangren jari kaki atau kaki bagian distal dengan atau tanpa
selulitis
Derajat V
Gangren seluruh kaki dan sebagian tungkai bawah

Suatu Klasifikasi lain yang juga sangat praktis dan sangat erat dengan pengelolaan
adalah klasifikasi yang berdasar pada perjalanan alamiah kaki diabetes :

 Stage 1 : Normal Foot


 Stage 2 : High Risk Foot
 Stage 3 : Ulcerated Foot
 Stage 4 : Infected Foot
 Stage 5 : Necrotic Foot
 Stage 6 : Unsalvable Foot

33
4.1.5 Tatalaksana DM Tipe 2 dan Pengelolaan Kaki Diabetes

Gambar 4.3. Pengelolaan DM Tipe 23

Penatalaksanaan kaki diabetik dengan ulkus harus dilakukan sesegera mungkin.


Komponen penting dalam manajemen kaki diabetik dengan ulkus adalah :
 Kendali metabolik (metabolic control): pengendalian keadaan metabolik sebaik
mungkin seperti pengendalian kadar glukosa darah, lipid, albumin, hemoglobin
dan sebagainya.
 Kendali vaskular (vascular control): perbaikan asupan vaskular (dengan operasi
atau angioplasti), biasanya dibutuhkan pada keadaan ulkus iskemik.
 Kendali infeksi (infection control): jika terlihat tanda-tanda klinis infeksi harus
diberikan pengobatan infeksi secara agresif (adanya kolonisasi pertumbuhan
organisme pada hasil usap namun tidak terdapat tanda klinis, bukan merupakan
infeksi).
 Kendali luka (wound control): pembuangan jaringan terinfeksi dan nekrosis
secara teratur. Perawatan lokal pada luka, termasuk kontrol infeksi, dengan
konsep TIME:

34
o Tissue debridement (membersihkan luka dari jaringan mati)
o Inflammation and Infection Control (kontrol inflamasi dan infeksi)
o Moisture Balance (menjaga kelembaban)
o Epithelial edge advancement (mendekatkan tepi epitel)
 Kendali tekanan (pressure control): mengurangi tekanan pada kaki, karena
tekanan yang berulang dapat menyebabkan ulkus, sehingga harus dihindari.
Mengurangi tekanan merupakan hal sangat penting dilakukan pada ulkus
neuropatik. Pembuangan kalus dan memakai sepatu dengan ukuran yang sesuai
diperlukan untuk mengurangi tekanan.
 Penyuluhan (education control): penyuluhan yang baik. Seluruh pasien dengan
diabetes perlu diberikan edukasi mengenai perawatan kaki secara mandiri.3
4.1.6 Komplikasi Diabetes Melitus
4.1.6.1 Komplikasi Akut
1. Krisis Hiperglikemia
Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah komplikasi akut diabetes yang
ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi (300-
600mg/dl),disertai tanda dan gejala asidosis dan plasma keton (+) kuat.
Osmolaritas plasma meningkat (300-320 mOs/ml) dan terjadi
peningkatan anion gap. Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH) adalah
suatu keadaan dimana terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi
(600-1200mg/dl), tanpa tanda dan gejala asidosis, osmolaritas plasma sangat
meningkat (330-380mOs/ml),plasma keton (+/-), anion gap normal atausedikit
meningkat.

Catatan: Kedua keadaan (KAD dan SHH tersebut mempunyai angka morbiditas
dan mortalitas yang tinggi,sehingga memerlukan perawatan dirumah sakit
guna mendapatkan penatalaksanaan yang memadai.4,5

2. Hipoglikemia

35
Hipoglikemia ditandai dengan menurunya kadar glukosa
darah<70mg/dl. Hipoglikemia adalah penurunan konsentrasiglukosa serum
dengan atau tanpa adanya gejala-gejala sistem otonom,seperti adanya
whipple’s triad:
 Terdapat gejala-gejala hipoglikemia
 Kadar glukosa darah yang rendah
 Gejala berkurang dengan pengobatan.
Penurunan kesadaran yang terjadi pada diabetes harus selalu
dipikirkan kemungkinan disebabkan oleh hipoglikemia. Hipoglikemia
paling sering disebabkan oleh penggunaan sulfonilurea dan insulin.
Hipoglikemia akibat sulfonilurea dapat berlangsung lain
sehingga harus diawasi sampai seluruh obat diekskresi dan waktu kerja
obat telah habis. Pengawasan glukosa darah pasien dilakukan selama 24-72
jam, terutama pada pasien dengan gagal ginjal kronik atau yang
mendapatkan terapi dengan OHO kerja panjang.
Hipoglikemia pada usia lanjut merupakan suatu hari yang harus
dihindari, mengingat dampaknya yang fatal atau terjadinya kemunduran
mental bermakna pada pasien. Perbaikan kesadaran pada DM usia lanjut
sering lebih lambat dan memerlukan pengawasan yang lebih lama.
Pasien dengan resiko hipoglikemi harus diperiksa mengenai
kemungkinan hipoglikemia simtomatik ataupun asimtomatik pada setiap
kesempatan.6

3.I.4.2. Komplikasi Kronik


1. Makroangiopati
 Pembuluh darah jantung: penyakit jantung koroner
 Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer yang sering terjadi
pada penyandang DM. Gejala tipikal yang biasa muncul
pertama kali adalah nyeri pada saat beraktivitas dan berkurang saat
istirahat (claudicatio intermittent), namun sering juga tanpa

36
disertai gejala. Ulkus iskemik pada kaki merupakan kelainan yang
dapat ditemukan pada penderita.
 Pembuluh darah otak: stroke iskemik atau stroke hemoragik
2. Mikroangiopati
 Retinopati diabetik
 Kendali glukosa dan tekanan darah yang baikakan mengurangi
risiko atau memperlambat progresi retinopati. Terapi aspirin
tidak mencegah timbulnya retinopati
 Nefropati diabetik
o Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik mengurangi risiko
atau memperlambat progresinefropati.
o Untuk penderita penyakit ginjal diabetik, menurunkan asupan
protein sampai di bawah 0.8gram /kgBB /hari tidak direkomendasikan
karena tidak memperbaiki risiko kardiovaskuler dan
menurunkan GFR. ginjal (A).
 Neuropati
o Pada neuropatiperifer, hilangnya sensasi distal merupakan
faktor pentingyang berisiko tinggi untuk ulkus kaki yang
meningkatkan resiko amputasi
o Gejala yang sering dirasakan berupa kaki terasa terbakar dan
bergetar sendiri, dan terasa lebih sakit di malam hari.1

37
BAB V

KESIMPULAN

Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi terseringa dari penyakit


diabetes melitus. Ulkus diabetikum merupakan luka terbuka pada permukaan kulit
karena adanya komplikasi yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering
tidak dirasakan, dapat dapat berkembang menjadi infeksi yang disebabkan bakteri
anaerob maupun aerob. Diperlukan pemeriksaan sistematis mulai dari anamnesis yan
gmecakup luka tak kunjung sembuh dan riwayat penyakit diabetes. Diperlukan juga
pemriksaan fisik terhadap luka dan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan
glukosa darah. Penatalaksanaan pada kasus ulkus diabetikum haruas bersifat
komprehensif mulai dari perawatan luka hingga pmeberian obat-obat pengontrol
glukosa darah agar luka cepat sembuh dan mencegah komplikasi lain dari diabetes
melitus.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Purnamasari Dyah. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam:


Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid III Edisi V. Jakarta: FKUI, 2009: h. 1880-3.
2. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia. Jakarta: PERKENI;2015.
3. Waspadji S. Kaki Diabetes. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al
(eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: FKUI, 2009:
h. 1961-3.
4. Pradana Suwondo. Ketoasidosis Diabetik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, et al (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta:
FKUI, 2009: h. 1906-3.
5. Pradana Soewando. Koma Hiperosmolar hiperglikemik non ketotik. Dalam:
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid III Edisi V. Jakarta: FKUI, 2009: h. 1912-3.
6. Djoko Wahono Soemadji. Hipoglikemia iarogenik. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, et al (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi
V. Jakarta: FKUI, 2009: h. 1900-3.

39

Anda mungkin juga menyukai