Anda di halaman 1dari 1

Al-Qur’an sebagai Kitab Hidayah1

Dalam sejarahnya, Al-Qur’an telah menjadi poros ini dan titik awal dari bermulanya
peradaban Islam. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Nashr Abu Zayd bahwa peradaban
Islam adalah peradaban teks. Maka penafsiran Al-Qur’an dilakukan, dikarenakan posisinya
yang sentral, tidak hanya sebagai kitab petunjuk, namun juga sebagai sumber hukum pertama
sebelum Sunnah Nabi. Dalam perkembangannya, masing-masing mufassir menjelaskan al-
Qur’an sebatas dengan pengetahuan yang dimilikinya. Namun, keasyikan mereka dalam
menafsirkan al-Qur’an telah membentuk kesenjangan antara teks al-Qur’an sebagai petunjuk
dan pedoman hidup manusia dengan problema-problema kemanusiaan dan masyarakat. Jarak
yang tegas antara al-Qur’an dan realitas masyarakat ini nantinya diartikan sebagai kegagapan
atau keterkejutan mereka menghadapi dunia baru yang lebih modern.2 Sementara para
penafsir bergulat dengan aspek balaghah al-Qur’an, banyak masalah sosial dan fenomena
masyarakat yang tidak terselesaikan. Yang lebih parah lagi, adalah ketika al-Qur’an
digunakan sebagai argumen atau dalil penguat untuk pendapat pribadi atau mazhab.
Dalam bahasa Ali Syari’ati, kaum terpelajar ini sibuk dalam perdebatan tiada henti di atas
menara gading, tanpa tahu permasalahan sosial masyarakat yang berada di luar menara
tersebut. Sementara al-Qur’an terus dijadikan objek kajian, jarang sekali al-Qur’an dijadikan
sebagai ayat-ayat yang menjawab pertanyaan-pertanyaan sosial masyarakat. Hingga akhirnya
al-Qur’an jarang dibiarkan berbicara.
Ketika al-Qur’an memperkenalkan dirinya, ia acapkali menyebut dirinya sebagai Kitab
Petunjuk atau al-Huda (QS 72:13 dan 9:33). Artinya, al-Quran menyatakan bahwa dirinya
berisi petunjuk atau pedoman bagi kehidupan manusia. Termasuk petunjuk akan masalah
sosial-masyarakat. Seharusnya jarak antara al-Qur’an dengan fenomena masyarakat lebih
dekat. Al-Qur’an bukanlah sebuah kitab langit yang sulit dicapai oleh orang banyak. Ia
adalah kitab suci yang hidup bersama masyarakat sehari-hari. Setelah mufassir menemukan
fenomena atau masalah sosial yang ada pada masyarakat, mufassir mempersilahkan al-
Qur’an berbicara, bahkan menyelesaikan masalah tersebut. Dengan ini, al-Qur’an benar-
benar menjadi sebuah kitab yang memberikan petunjuk dan pedoman dalam kehidupan
masyarakat.

1
Makalah ini disusun untuk menjawab pertanyaan “Bagaimana sarjana Muslim di zaman modern
merumuskan al-Qu’an sebagai Kitab Hidayah? Kenapa berpendapat demikian?” yang diajukan oleh Pak
Kusmana
2
M. Hilaly Basya, “Mendialogkan Teks Agama dengan Makna Zaman: Menuju Transformasi Sosial,” Al-Huda
Volume III, Nomor 11 (2005): h.9.

Anda mungkin juga menyukai