DEMAM BERDARAH
OLEH :
dr. Rachmad Susilo
PEMBIMBING :
dr. Maghdalena Sp.PD
LAPORAN KASUS
1
Nama : Nn. AD
Umur : 23 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : swasta
Alamat : Seginim
Tanggal masuk : 28/04/2017
I. SUBJEKTIF
a. Anamnesis : Autoanamnesis
b. Keluhan Utama : Demam
c. Anamnesis Terpimpin :
Demam dialami sejak ±3 hari sebelum masuk RS, demam tidak disertai menggigil,
dirasakanterus menerus, demam menghilang dengan obat penurun panas
(paracetamol) pasien juga mengeluh nyeri-nyeri pada tulang sebelum demam.
Nyeri kepala (+) dirasakan pusing dirasakan hilang timbul seperti tertekan benda
berat.
Tidak ada mimisan dan tidak ada perdarahan gusi.
Batuk (-), Riwayat batuk (+) sejak 1 hari SMRS lendir (+),RS dan sesak (-), riwayat
sesak (+) sejak 1 hari sebelum masuk RS, nyeri dada (-)
Mual (-), muntah (+) .frekuensi 1 kali/hari sejak 3 hari sebelum masuk RS, nyeri ulu
hati (+).
Lemah badan, terdapat penurunan nafsu makan, tidak ada penurunan berat badan.
Buang air besar kesan biasa, berwarna kekuningan, konsistensi lunak.Buang air kecil
kesan lancar, kesan normal, warna kuning jernih.
Riwayat kontak dengan orang yang bergejala sama disangkal.
Riwayat penderita DBD disekitar rumah disangkal.
Riwayat bepergian ke daerah endemic malaria tidak ada.
II. Status Present
a. Status Generalisasi : Sakit sedang, Gizi baik, Compos Mentis
b. Tinggi badan : 160 cm
c. Berat Badan : 52 kg
2
IMT =BB/TB
= 52/1,60 2
= 20,3 kg/m2 (gizi baik)
Status Vitalis :
TD :110/70 mmHg
N : 72 x/menit
P : 20 x/menit
S : 38,4⁰C, axilla
III. Pemeriksaan Fisis
a. Kepala :
Ekspresi : biasa
Simetris muka : simetris kiri = kanan
Deformitas : (-)
Rambut : warna hitam, lurus, sukar dicabut
b. Mata :
Eksoptalmus/Enoptalmus : (-)
Gerakan : ke segala arah (normal)
Kelopak Mata : edema (-), hiperemis (-), ptosis (-)
Konjungtiva : anemis (-)
Sklera : ikterus (-)
2
Kornea : jernih
Pupil : bulat isokor, uk ϴ2,5 ODS
c. Telinga :
Pendengaran : dalam batas normal
Tophi : (-)
Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-)
d. Hidung :
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
e. Mulut:
Bibir : pucat (-), kering (+)
Lidah : kotor (-)
Tonsil : T1 – T1, hiperemis (-)
Faring : hiperemis (-)
Gigi geligi : caries dentis (-)
Gusi : hiperemis (-)
f. Leher :
Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok : tidak ada pembesaran
DVS : R-2 cmH2O
Pembuluh darah : tidak ada kelainan
Kaku kuduk : (-)
Tumor : (-)
g. Dada :
Inspeksi :
Bentuk : simetris kiri = kanan, normochest
Pembuluh darah : bendungan vena sentral (-)
Sela iga : dalam batas normal
h. Paru :
Palpasi :
Fremitus raba : kesan normal
Nyeri tekan : (-)
Massa tumor : (-)
Perkusi :
Paru kiri : sonor
Paru kanan : sonor.
Batas paru-hepar : ICS VI dekstra anterior,
Batas paru belakang kanan : CV Th. IX dekstra
Batas paru belakang kiri : CV Th. X sinistra
Auskultasi:
Bunyi pernapasan : Vesikuler
Bunyi tambahan : Rh -/-, Wh -/-
i. Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : pekak relatif
Kanan atas : ICS II linea parasternalis dexter
Kiri atas : ICS II linea midclavicularis sinistra
Kanan bawah : ICS V linea parasternalis sinistra
Kiri bawah : ICS V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I/II murni regular, bunyi
tambahan (-)
j. Perut :
Inspeksi : datar, ikut gerak napas, massa tumor (-)
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal.
3
Palpasi : Nyeri tekan (-), massa tumor (-),
Hepar dan Lien tidak teraba pembesaran
Perkusi : timpani
k. Alat Kelamin :
Tidak dilakukan pemeriksaan
l. Anus dan Rektum :
Tidak dilakukan pemeriksaan
m. Punggung :
Palpasi : Nyeri tekan (-), Massa tumor (-)
Nyeri ketok : (-)
Auskultasi : BP: vesikuler
Gerakan : dalam batas normal
n. Ekstremitas :
Edema : -/-
Rumple leede (+)
o. Laboratorium :
4
Ig M -
Salmonella
30/4/2017 Hematologi rutin WBC 3,7 4.00-10.00 10^3/uL
RBC 4.15 4.00-6.00 10^6/uL
HGB 12.8 12.0-16.0 gr/dL
HCT 37 37.0-48.0 %
PLT 144 150-400 10^3/uL
NEUT 44 52.0-75.0 10^3/uL
LYMPH 33,2 20.0-40.0 %
MONO 13,3 2.00-8.00 10^3/uL
EO 0,5 1.00-3.00 10^3/uL
BASO 0,09 0.00-0.10 10^3/uL
1/5/2017 Hematologi rutin WBC 3,9 4.00-10.00 10^3/uL
RBC 4.66 4.00-6.00 10^6/uL
HGB 14.2 12.0-16.0 gr/dL
HCT 40 37.0-48.0 %
PLT 152 150-400 10^3/uL
NEUT 32.7 52.0-75.0 10^3/uL
LYMPH 48.2 20.0-40.0 %
MONO 14.7 2.00-8.00 10^3/uL
EO 0.7 1.00-3.00 10^3/uL
BASO 3,7 0.00-0.10 10^3/uL
IV. ASSESSMENT
Diagnosa :
1. Demam berdarah dengue grade 1
V. PLANNING
Pengobatan:
Rehidrasi cairan :
Banyak minum : Y x 20 / 60 = 72
FOLLOW UP
5
TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI DOKTER
28/4/2017 S: P:
Rehidrasi cairan :
T : 120/80 mmHg
Demam (+) ,menggigil(-) 6-7 ml/kg/jam dipantau
Sakit kepala (+) 3-4 jam
N : 80 x/i
Batuk (-), sesak (-)
Mual (+), muntah (+)
P : 24 x/i (6x 52 : 60) x
Nyeri ulu hati (+)
Lemah badan (+), nyeri 20=104tpm
S : 38,2 ⁰C
otot(-)
Nafsu makan menurun IVFD RL : 104 - 72 =
BAB : kesan biasa 32 tpm ( selama 4 jam )
BAK : kesan lancar
Banyak minum :
O:
Y x 20 / 60 = 72
SS / GB / CM
Anemis (-), ikterus (-), Y= 216 cc x 4 = 864 cc
MT (-), NT (-), DVS R-2
dalam 4 jam pertama
cmH2O
BP : vesikuler,
(5 x 52 :60) x 20= 86,6
BT : Rh -/- , Wh -/-
BJ : I/II murni regular tpm= 87 tpm
BT : murmur (-)
Peristaltik (+) kesan IVFD RL : 87 – 55 = 32
normal tpm ( selama 2
Hepar dan lien tidak
berikutnya)
teraba
Ext : Edema -/-
Banyak minum :
Rumple leede (+)
Perdarahan spontan (-)
Yx 20/60 = 55
A:
Y= 165 cc/jam x 2 =
Demam berdarah dengue
330 cc
grade 1
Dua jam kemudian
dilakukan pemantauan
dan bila keadaan
menunjukkan perbaikan
maka jumlah pemberian
cairan dikurangi 3
ml/kg/jam
(3 x 52 : 60) x 20=
52tpm
6
tpm
Banyak minum
Y x 20/60 = 32
Y=96 cc/jam
Paracetamol 3 x 500 mg
( bila demam )
Ranitidine tab 150 mg,
2x1
Domperidon, 2x1
Plan :
29/4/2017 P:
Rehidrasi cairan :
T : 110/70 mmHg
Demam (+) (3 x 52 : 60) x 20=
Sakit kepala (-)
N : 86 x/i 52tpm
Batuk (-), sesak (-)
Nyeri ulu hati (+)
P : 24 x/i Mual (+), muntah (+) IVFD RL: 52 -32 =20
Lemah badan (+)
tpm
S : 38,5⁰C Nafsu makan menurun
BAB : kesan biasa
BAK : kesan lancar Banyak minum
O:
Y x 20/60 = 32
SS / GK / CM
Y=96 cc/jam
Anemis (+), ikterus
(-), Paracetamol 3 x 500 mg
MT (-), NT (-), DVS
( bila demam )
R-2 cmH2O Ranitidine tab 150 mg,
BP : vesikuler,
BT : Rh -/- , Wh -/- 2x1
BJ : I/II murni Domperidon, 2x1
regular
BT : murmur (-)
Peristaltik (+) kesan
Plan :
normal, hepar dan
lien tidak teraba Darah rutin
Ext : Edema -/-
Rumple leede(-)
Perdarahan spontan
(-)
7
A:
Demam berdarah
dengue grade 1
30/4/2017 S: P:
Rehidrasi cairan :
T : 110/70 mmHg
Demam (+) (3 x 52 : 60) x 20=
Sakit kepala (-)
N : 88 x/i 52tpm
Batuk (-), sesak (-)
Nyeri ulu hati (+)
P : 24 x/i Mual (+), muntah (+) IVFD RL: 52 -32 =20
Lemah badan (+)
tpm
S : 40,1⁰C Nafsu makan menurun
BAB : kesan biasa
BAK : kesan lancar Banyak minum
O:
Y x 20/60 = 32
SS / GK / CM
Y=96 cc/jam
Anemis (+), ikterus
(-), Paracetamol 3 x 500 mg
MT (-), NT (-), DVS
( bila demam )
R-2 cmH2O Ranitidine tab 150 mg,
BP : vesikuler,
BT : Rh -/- , Wh -/- 2x1
BJ : I/II murni Domperidon, 2x1
regular
BT : murmur (-)
Peristaltik (+) kesan
Plan :
normal, hepar dan
lien tidak teraba Darah rutin,
Ext : Edema -/-
Rumple leede (+)
Perdarahan spontan
(-)
A:
Demam berdarah
dengue grade 1
1/5/2017 S: P:
T : 110/70 mmHg
Demam (+)↓↓ Rehidrasi cairan :
Sakit kepala (-)
N : 84 x/i (3 x 52 : 60) x 20=
Mual (-), muntah (-)
Nyeri ulu hati (+) 52tpm
P : 23 x/i Lemah badan (+)
BAB : kesan biasa IVFD RL: 52 -32 =20
S : 37,6⁰C BAK : kesan lancar
tpm
O:
Banyak minum
SS / GK / CM
8
Anemis (+), ikterus (-) Y x 20/60 = 32
MT (-), NT (-), DVS R-2
cmH2O Y=96 cc/jam
BP : vesikuler,
BT : Rh -/- , Wh -/- Paracetamol 3 x 500 mg
BJ : I/II murni regular
( bila demam )
BT : murmur (-)
Ranitidine tab 150 mg,
Peristaltik (+) kesan
2x1
normal, hepar dan lien
tidak teraba Plan :
Ext : Edema -/-
Rumple leede (+) Darah rutin,
Perdarahan spontan (-)
A:
SS / GK / CM Y=96 cc/jam
Anemis (-), ikterus (-),
MT (-), NT (-), DVS R-2 Paracetamol 3 x 500 mg
cmH2O ( bila demam )
BP : vesikuler, Ranitidine tab 150 mg,
BT : Rh -/- , Wh -/-
BJ : I/II murni regular 2x1
BT : murmur (-)
Peristaltik (+) kesan
normal, hepar dan lien
Plan :
tidak teraba
Ext : Edema -/-
Rumple leede (+) Darah rutin,
Perdarahan spontan (-)
A:
10
Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi
( peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan
dengue (dengue shock syndrome ) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh
renjatan atau syok.
Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan paling penting dalam
menangani kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika
asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan cairan suplai
melalui vena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia bersama dengan divisi penyakit
tropik dan infeksi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia telah menyusun protokol
penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa berdasarkan kriteria:
- Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai atas
indikasi.
- Praktis dalam pelaksanaannya.
- Mempertimbangkan cost effectiveness.
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
II. EPIDEMIOLOGI
Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke -18, seperti yang
dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi
virus dengue menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari
(vijfdaagse koorts) kadang-kadang disebut juga sebagai demam sendi (knokkel koorts).
Disebut demikian karena demam yang terjadi menghilang dalam lima hari, disertai
dengan nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala. Pada masa itu infeksi virus dengue
11
di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit ringan yang tidak pernah menimbulkan
kematian.Tetapi sejak tahun 1952 infeksi virus dengue menimbulkan penyakit dengan
manifestasi klinis berat, yaitu DBD yang ditemukan di Manila, Filipina.Kemudian ini
menyebar ke negara lain seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia. Pada tahun
1968 penyakit DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian yang
sangat tinggi.
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vector nyamuk genus Aedes
( terutama A. aegypty dan A. albopicatus).peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan
dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perinduk bagi nyamuk betina yaitu
bejana berisi air jernih( bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampung air lainnya).
Beberapa factor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi biakan virus
dengue yaitu:
Gambar 1. Penyebaran infeksi virus dengue di dunia tahun 2006. Merah : epidemic dengue, Biru :
nyamuk Ae.aegypti
III. ETIOLOGI
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh
virus dengue yang termasuk kelompok B Arthtropod Borne Virus (Arbovirus) yang
sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis
serotipe, yaitu : DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Serotipe virus dengue (DEN-1, DEN-2,
DEN-3 dan DEN-4) secara antigenik sangat mirip satu dengan lainnya, tetapi tidak dapat
menghasilkan proteksi silang yang lengkap setelah terinfeksi oleh salah satu tipe.
Keempat serotipe virus dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Serotipe DEN-3
merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan
manifestasi klinik yang berat.
12
Gambar 2. Virus Dengue dengan TEM micrograph Klasifikasi Virus Group:Group IV ((+)ssRNA)
Family:Flaviviridae Genus:Flavivirus Species:Dengue virus
IV. PATOGENESIS
Nyamuk Aedes spp yang sudah terinfesivirus dengue, akan tetap infektif
sepanjanghidupnya dan terus menularkan kepada individu yang rentan pada saat
menggigitdan menghisap darah. Setelah masukke dalam tubuh manusia, virus dengueakan
menuju organ sasaran yaitu sel kufferhepar, endotel pembuluh darah, nodus limpaticus,
sumsum tulang serta paru-paru. Beberapa penelitian menunjukkan, sel monosit dan
makrofag mempunyai peran pada infeksi ini, dimulai dengan menempel dan masuknya
genom virus ke dalam sel dengan bantuan organel sel dan membentuk komponen
perantara dan komponen struktur virus. Setelah komponen struktur dirakit, virus
dilepaskan dari dalam sel. Infeksi ini menimbulkan reaksi immunitas protektif terhadap
serotipe virus tersebuttetapi tidak ada cross protective terhadap serotipe virus
lainnya.Secara invitro, antobodi terhadap virusdengue mempunyai 4 fungsi biologis yaitu
netralisasi virus, sitolisis komplemen, antibodydependent cell-mediated cytotoxity
(ADCC) dan ADE. Berdasarkan perannya, terdiri dari antobodi netralisasi atau
neutralizing antibody yang memiliki serotipe spesifik yang dapat mencegah infeksi virus,
dan antibody non netralising serotype yang mempunyai peran reaktif silang dan dapat
meningkatkan infeksi yang berperan dalam pathogenesis DBD dan DSS.
Terdapat dua teori atau hipotesis immunopatogenesis DBD dan DSS yang masih
kontroversial yaitu infeksi sekunder (secondary heterologus infection) dan
antibodydependent enhancement (ADE).7 Dalam teori atau hipotesis infeksi sekunder
disebutkan, bila seseorang mendapatkan infeksi sekunder oleh satu serotipe virus dengue,
akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi serotipe virus dengue tersebut untuk jangka
waktu yang lama. Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder oleh serotipe
virus dengue lainnya, maka akan terjadi infeksi yang berat. Ini terjadi karena antibody
13
heterologus yang terbentuk pada infeksi primer, akan membentuk kompleks dengan
infeksi virus dengue serotipe baru yang berbeda yang tidak dapat dinetralisasi bahkan
cenderung membentuk kompleks yang infeksius dan bersifat oponisasi internalisasi,
selanjutnya akan teraktifasi dan memproduksi IL-1, IL-6, tumor necrosis factor-alpha
(TNF-A) dan platelet activating factor (PAF); akibatnya akan terjadi peningkatan
(enhancement) infeksi virus dengue.7 TNF alpha akan menyebabkan kebocoran dinding
pembuluh darah, merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan
kerusakan endothel pembuluh darah yang mekanismenya sampai saat ini belum diketahui
dengan jelas. Pendapat lain menjelaskan, kompleks imun yang terbentuk akan
merangsang komplemen yang farmakologisnya cepat dan pendek dan bersifat vasoaktif
dan prokoagulan sehingga menimbulkan kebocoran plasma (syock hipolemik) dan
perdarahan. Anak di bawah usia 2 tahun yang lahir dari ibu yang terinfeksi virus dengue
dan terjadi infeksi dari ibu ke anak, dalam tubuh anak tersebut terjadi non neutralizing
antibodies akaibat adanya infeksi yang persisten. Akibatnya, bila terjadi infeksi virus
dengue pada anak tersebut, maka akan langsung terjadi proses enhancing yang akan
memacu makrofag mudah terinfeksi dan teraktifasi danmengeluarkan IL-1, IL-6 dan TNF
alphajuga PAF.
Pada teori ADE disebutkan, jika terdapatantibodi spesifik terhadap jenis
virustertentu, maka dapat mencegah penyakityang diakibatkan oleh virus tersebut,
tetapisebaliknya apabila antibodinya tidak dapatmenetralisasi virus, justru akan
menimbulkanpenyakit yang berat. Kinetik immunoglobulin spesifik virus dengue di
dalamserum penderita DD, DBD dan DSS,didominasi oleh IgM, IgG1 dan IgG3.Selain
kedua teori tersebut, masih adateori-teori lain tentang pathogenesis DBD,di antaranya
adalah teori virulensi virusyang mendasarkan pada perbedaan serotype virus dengue yaitu
DEN 1, DEN 2, DEN 3dan DEN 4 yang kesemuanya dapatditemukan pada kasus-kasus
fatal tetapiberbeda antara daerah satu dengan lainnya.Selanjutnya ada teori antigen-
antibodi yangberdasarkan pada penderita atau kejadianDBD terjadi penurunan aktivitas
system komplemen yang ditandai penurunan kadarC3, C4 dan C5. Disamping itu, pada
48-72% penderita DBD, terbentuk kompleksimun antara IgG dengan virus dengue
yangdapat menempel pada trombosit, sel B dansel organ tubuh lainnya dan
akanmempengaruhi aktivitas komponen system imun yang lain. Selain itu ada teori
moderatoryang menyatakan bahwa makrofag yangterinfeksi virus dengue akan
melepasberbagai mediator seperti interferon, IL-1,IL-6, IL-12, TNF dan lain-lain, yang
bersamaendotoksin bertanggungjawab pada terjadinyasyok septik, demam dan
peningkatanpermeabilitas kapiler.
Pada infeksi virus dengue, viremia terjadisangat cepat, hanya dalam beberapahari
dapat terjadi infeksi di beberapa tempattapi derajat kerusakan jaringan (tissue
14
destruction)yang ditimbulkan tidak cukupuntuk menyebabkan kematian karena
infeksivirus; kematian yang terjadi lebih disebabkan oleh gangguan metabolik.
V. GAMBARAN KLINIS
Masa inkubasi 4-6 hari (rentang 3-14 hari). Setelahnya akan timbul gejala
prodromal yang tidak khas seperti nyeri kepala, nyeri tulang belakang, dan perasaan lelah.
Tanda khas dari demam dengue ialah peningkatan suhu mendadak (suhu pada umumnya
antara 39-400C, bersifat bifasik,) Manifestasi infeksi virus dengue dapat bersifat
asimtomatik, atau dapat berupa demam yang tidak khas. Pada umumnya pasien fase
demam selama 2-7 hari yang diikuti fase kritis 2-3 hari. kadang disertai menggigil, nyeri
kepala, muka kemerahan. Dalam 24 jam terasa nyeri retroorbita terutama pada pergerakan
mata atau bila bola mata ditekan, fotofobia, dan nyeri otot serta sendi. Pada awal fase
demam terdapat ruam yang tampak di muka, leher, dada. Akhir fase demam (hari ke-3
atau ke-4) ruam berbentuk makulopapular atau skarlatina. Perdarahan kulit terbanyak
adalah uji turniket positif dengan atau tanpa petekie. Pada waktu fase pasien sudah tidak
demam, akan tetapi mempunyai resiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat
pengobatan yang adekuat.
Tiga tahap presentasi klinis diklasifikasikan sebagai demam, beracun dan
pemulihan. Tahap beracun, yang berlangsung 24-48 jam, adalah masa paling kritis,
dengan kebocoran plasma cepat yang mengarah ke gangguan peredaran darah.Terdapat 4
tahapan derajat keparahan DBD, yaitu derajat I dengan tanda terdapat demam disertai
gejala tidak khas dan uji torniket + (positif); derajat II yaitu derajat I ditambah ada
perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain, derajat III yang -sitotoksik yang akan
melisis makrofag yang sudah memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan
melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi,
antibody hemaglutinasi, antibodi fiksasi komplemen. Proses tersebut akan menyebabkan
terlepasnya mediator-mediator yang merangsang terjadinya gejala sistemik seperti
demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala lainnya.
VI. KLASIFIKASI
1. Demam dengue
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan 2 atau lebih
manifestasi klinis sebagai berikut:
- Nyeri kepala
- Nyeri retro orbital
- Myalgia/arthralgia
- Ruam kulit
- Manifestasi perdarahan (peteki atau uji bending positif)
- Leukopeni
- Dan pemeriksaan serologi dengue positif, atau ditemukan pasien DD/DBD yang
sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.
2. Demam berdarah dengue
Berdasarkan kriteria WHO:
15
- Demam atau riwayat akut selama 2-7 hari, biasanya bifasik
- Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut (peteki, ekimosis,
purpura, uji bending positif, perdarahan mukosa, hematemesis/melena)
- Trombositopenia (<100.000/ul)
- Tanda kebocoran plasma:
Peningkatan hematocrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur
dan jenis kelamin
Penurunan hematocrit >20% setelah mendapat terapi cairan dibandingkan
dengan nilai hematocrit sebelumnya
Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, ascites, atau hipoproteinemia
Dari keterangan di atas terlihat bahwaperbedaan antara DD dan DBD adalah ditemukannya
kebocoran plasma pada DBD.
3. Sindrom syok dengue
Seluruh kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi
yang cepat dan lemah, tekanan darah turun (<=20 mmHg), hipotensi dibandingkan
standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah.
DD/ Derajat Gejala Laboratorium Tes
DBD
serologi
DD Demam atau disertai Leukopenia, +
2 atau lebih tanda: trombositopenia, tidak
sakit kepala, nyeri ditemukan bukti
retro-orbita, myalgia, kebocoran plasma.
artralgia
DBD I gejala di Trombositopenia(<10000 +
atasditambah uji 0/ul), bukti adanya
bendung positif kebocoran plasma
DBD II Gejala di atas Trombositopenia +
tambah perdarahan (<100000/ul), bukti
spontan adanya kebocoran
plasma
DBD III Gejala di atas Trombositopenia +
ditambah kegagalna (<100000/ul), bukti
sirkulasi adanya kebocoran
plasma
DBD IV Syok berat disertai Trombositopenia +
dengan TD dan nadi (<100000/ul), bukti
yang tidak terukur adanya kebocoran
plasma
16
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menampis pasien tersangka demam
berdarah dengue adalah melalui pemeriksaan hemoglobin, hematocrit, trombosit, dan
hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relative. Diagnosis pasti didapatkan
dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) atau deteksi antigen virus RNA dengue
dengan teknik RT-PCR (Reverse Transcriptase polymerase chain reaction), namun karena
teknik yang rumit.
IX. PENATALAKSANAAN
Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan paling penting
dalam menangani kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan
oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan cairan
suplai melalui vena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersama dengan
divisi penyakit tropik dan infeksi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia telah
menyusun protokol penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa berdasarkan kriteria:
- Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai atas
indikasi.
- Praktis dalam pelaksanaannya.
- Mempertimbangkan cost effectiveness.
Protokol ini terbagi atas 5 kategori, yaitu:
17
1. Penanganan tersangka (Probable DBD dewasa tanpa syok)
Seseorang yang tersangka menderita DBD dilakukan pemeriksaan hematokrit,
hemoglobin, dan trombosit bila:
- Hb, Ht, dan trombosit normal, atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien dapat
dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke poliklinik dalam waktu 24
jam berikutnya, atau bila keadaan pasien memburuk segera kembali ke UGD.
- Hb, Ht normal tetapi trombosit < 100.000 dianjurkan untuk dorawat.
- Hb, Ht meningkat, trombosit normal atau turun dianjurkan untuk dirawat.
2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat
Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahab spontan dan masif dan tanpa syok
maka di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid per hari yang diperlukan sesuai
rumus:
1500+(20 x (BB dalam kg-20))
Contoh: BB =55 kg. 1500 + (20 x 35) = 2200 mlsetelah dilakukan pemberian cairan
dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, trombosit / 24 jam:
- Bila Hb, Ht meningkat 10%-20% dan trombosit < 100.000, jumlah pemberian cairan
tetap seperti di atas namun pemantauan Hb, Ht, dan trombosit / 12 jam.
- Bila Hb, Ht meningkat > 20% dan trombosit < 100.000, maka protokol pemberian
cairan disesuaikan dengan DBD disertai peningkatan Ht>20%.
3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan HT >20%
Meningkatnya Ht > 20% menunjukkan tubuh mengalami defisit cairan sebanyak 5 %.
Tahap awal adalah pemberian infus cairan kristaloid 6-7 ml/kgBB/jam selama 3-4
jam. Bila terdapat tanda-tanda perbaikan seperti hematokrit turun, frekuensi nadi
turun, tekanan darah stabil, produksi urin meningkatn maka jumlah cairan infus
dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam. 2 jam kemudian dilakukan pemantauan kembali,
bila keadaan menunjukkan perbaikan, jumlah cairan dikurangi kembali menjadi 3
ml/kgBB/jam. Namun , jika tidak didapatkan tanda-tanda perbaikan maka pemberian
ditingkatkan menjadi 10 ml.kgBB/jam. Bila tidak menunjukkan perbaikan mka
ditingkatkan lagi menjadi 15 ml/kgBB/jam. Jika pasien kondisinya memburuk, maka
protokol yang dipakai adalah sesuai dengan protokol tatalaksna sindrom syok dengue
pada dewasa.
4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa
Perdarahn spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah perdarahan
hidung/epistaksis, perdarahan saluran cerna, perdarahan saluran kencing, perdarahan
otak, atau perdarahan tersembunyi dengan jumlah perdarahan 4-5 ml/kgBB/jam pada
keadaan seperti ini pemberian jumlah cairan sama dengan penderita DBD tanpa
perdarahan. Pemeriksaan Hb,Ht, dan trombosit sebaiknya dilakukan setiap 4-6 jam.
Pemberian heparin diberikan bila terdapat tanda-tanda Koagulasi Intravaskular
Diseminata (KID). Transfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi.
5. Tatalaksana sindron syok dengue pada dewasa
Pada kasus SSD, cairan kristaloid adalah pilihan utama. Selain resusitasi cairan,
penderita juga diberikan oksigen 2-4 liter/menit. Pada fase awal cairan kristaloid di
guyur sebanyak 10-20 ml/kgbb dan dievaluasi setelah 15-30 menit. Bila renjatan telah
18
teratasi cairan dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 1-2 jam keadaan
membaik cairan dikurangi kembali menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam 1-2 jam
keadaan tetap membaik cairan dikurangi menjadi 3 ml/kgBB/jam. Biladalam 1-2 hari
tanda-tanda renjatan tidak ada, tanda vital membaik, diuresis cukup maka pemberian
cairan infus dihentikan (karena jika reabsorpsi cairan plasma yang mengalami
ekstravasasi telah terjadi ditandai turunnya hematokrit, cairan infus tetap diberikan ,
maka akan terjadi hipervolemi, edema paru, gagal jantung dapat terjadi.
Bila setelah fase awal renjatan belum teratasi, maka pemberian cairan
kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20-30 ml/kgBB, kemudian evaluasi 20-30 menit.
Bila keadaan belum membaik, nilai hematokrit, bila hematokrit meningkat , berarti
perembesan plasma masih terus berlangsung, maka pemberian cairan koloid
merupakan pilihan. Tetapi bila nilai hematokrit menurun berarti telah terjadi
perdarahan maka penderita diberika transfusi darah segar 10 ml/kgBB dan dapat
diulang sesuai kebutuhan.
Sebelum cairan koloid diberikan maka sebaiknya kita harus mengetahui sifat-
sifat cairan tersebut. Pemberian cairan koloid itu sendiri mula-mula diberikan dengan
tetesan cepat 10-20 ml/kgBB dan dievaluasi 10-30 menit kemudian. Bila keadaan
belumteratasi maka untuk memantau kecukupan cairan dilakukan pemasangan kateter
vena sentral, dan pemberian koloid dapat ditambah hingga 30 ml/kgBB dengan
sasaran tekana vena sentral 15-18 cmH2O. Bila keadaan tetap belum teratasi harus
diperhatikan dan dilakukan koreksi terhadap gangguan asam basa, elektrolit,
hipoglikemia, anemia, KID, infeksi sekunder. Bila tekanan vena sentral penderita telah
sesuai dengan target tetapi renjatan tetap belum teratasi dapat diberikan oabt
inotropik/vasopresor.
19