Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI
PENDAHULUAN

PEMBUATAN TANAMAN TRANSGENIK

Untuk membuat suatu tanaman transgenik, pertama-tama dilakukan identifikasi atau


pencarian gen yang akan menghasilkan sifat tertentu (sifat yang diinginkan).]Gen yang
diinginkan dapat diambil dari tanaman lain, hewan, cendawan, atau bakteri. Setelah gen yang
diinginkan didapat maka dilakukan perbanyakan gen yang disebut dengan
istilah kloning gen. Pada tahapan kloning gen, DNA asing akan dimasukkan ke dalam vektor
kloning(agen pembawa DNA), contohnya plasmid (DNA yang digunakan untuk transfer
gen). Kemudian, vektor kloning akan dimasukkan ke dalam bakteri sehingga DNA dapat
diperbanyak seiring dengan perkembangbiakan bakteri tersebut. Apabila gen yang diinginkan
telah diperbanyak dalam jumlah yang cukup maka akan dilakukan transfer gen asing tersebut
ke dalam sel tumbuhan yang berasal dari bagian tertentu, salah satunya adalah bagian daun.
Transfer gen ini dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu metode senjata gen,
metode transformasi DNA yang diperantarai bakteri Agrobacterium tumefaciens,
dan elektroporasi (metode transfer DNA dengan bantuan listrik).

 Metode senjata gen atau penembakan mikro-proyektil. Metode ini sering


digunakan pada spesies jagung dan padi. Untuk melakukannya, digunakan senjata
yang dapat menembakkan mikro-proyektil berkecepatan tinggi ke dalam sel
tanaman. Mikro-proyektil tersebut akan mengantarkan DNA untuk masuk ke dalam sel
tanaman. Penggunaan senjata gen memberikan hasil yang bersih dan aman, meskipun
ada kemungkinan terjadi kerusakan sel selama penembakan berlangsung.

 Metode transformasi yang diperantarai oleh Agrobacterium


tumefaciens. Bakteri Agrobacterium tumefaciens dapat menginfeksi tanaman secara
alami karena memiliki plasmid Ti, suatu vektor (pembawa DNA) untuk menyisipkan
gen asing. Di dalam plasmid Ti terdapat gen yang menyandikan sifat virulensi untuk
menyebabkan penyakit tanaman tertentu. Gen asing yang ingin dimasukkan ke dalam
tanaman dapat disisipkan di dalam plasmid Ti. Selanjutnya, A. tumefaciens secara
langsung dapat memindahkan gen pada plasmid tersebut ke dalam genom (DNA)
tanaman. Setelah DNA asing menyatu dengan DNA tanaman maka sifat-sifat yang
diinginkan dapat diekspresikan tumbuhan.

 Metode elektroporasi. Pada metode elektroporasi ini, sel tanaman yang akan
menerima gen asing harus mengalami pelepasan dinding sel hingga
menjadi protoplas (sel yang kehilangandinding sel). Selanjutnya sel diberi kejutan
listrik dengan voltase tinggi untuk membuka pori-pori membran sel tanaman
sehingga DNA asing dapat masuk ke dalam sel dan bersatu (terintegrasi) dengan
DNA kromosom tanaman. Kemudian, dilakukan proses pengembalian dinding sel
tanaman.

Setelah proses transfer DNA selesai, dilakukan seleksi sel daun untuk mendapatkan sel
yang berhasil disisipi gen asing. Hasil seleksi ditumbuhkan menjadi kalus (sekumpulan sel
yang belum terdiferensiasi) hingga nantinya terbentuk akar dan tunas. Apabila telah terbentuk
tanaman muda (plantlet), maka dapat dilakukan pemindahan ke tanah dan sifat baru tanaman
dapat diamati.
Contoh-contoh
Beberapa contoh tanaman transgenik yang dikembangkan di dunia dibawah ini:

JENIS TANAMAN

1.Tanaman Kentang, Jagung, Kapas. sifat yang di modifikasi ialah: Tahan (Resisten)
terhadap Hama

Gbr. Tanaman Transgenik Kentang

Gbr. Tanaman Transgenik Jagung

Gbr. Tanaman Transgenik Kapas


2. Tanaman Melon. Sifat yang telah di modifikasi ialah: Buah Tidak Cepat Busuk

Gbr.Tanaman Transgenik Melon


3. Tanaman Tomat. Sifat yang di modifikasi ialah: proses pelunakan tomat lebih lambat
sehinga tomat dapat disimpan lebih lama dan tidak cepat busuk.

Gbr. Tanman Transgenik Tomat

4. Tanaman Tembakau. Sifat yang di modifikasi ialah: tahan terhadap cuaca dingin

Gbr. Tanaman Transgenik Tembakau


APLIKASI YANG TELAH DIKEMBANGKAN

Beberapa tanaman transgenik telah diaplikasikan untuk menghasilkan tiga macam sifat
unggul, yaitu tahan hama, tahan herbisida, dan buah yang dihasilkan tidak mudah busuk.
Tanaman jagung dan kapas transgenik dengan sifat tahan hama telah diproduksi secara massal
dan dipasarkan di dunia. Gen asing yang banyak digunakan untuk sifat resistensi hama ini
adalah gen penyandi toksin Bt dari bakteri Bacillus thuringiensis. Sejak tahun 1996, Monsanto,
salah satu perusahaan multinasional di bidang bioteknologi, telah menjual
benih kapas transgenik dengan merek dagang "Bollgard". Selain itu,
tanaman kedelai dan kanola tahan herbisida juga telah dijual ke berbagai negara,
termasuk Indonesia, dengan merek "Roundup Ready".
Tanaman tomat transgenik dengan sifat pematangan buah diperlambat pernah
diproduksi oleh Calgene pada tahun 1994 dan dipasarkan di Amerika Serikat dengan merek
"Flavr Savr".Biasanya, tanaman tomat alami dipanen dalam keadaan masih hijau dan belum
matang kemudian disemprot dengan gas etilen untuk membuat buah matang dan berwarna
merah. Namun, rasa tomat yang dihasilkan umumnya kurang terasa. Tujuan pembuatan tomat
transgenik tersebut adalah untuk memperpanjang masa simpan dan menghindari pembusukan
buah selamatransportasi dari lahan penanaman ke tempat penjualan. Namun, penjualan Flavr
Savr ditarik dalam waktu kurang dari setahun karena alasan kesehatan dan penjualannya
mengalami kerugian. Produk tersebut tidak banyak terjual karena harganya dua kali lipat dari
tomat biasa namun rasa yang dihasilkan sama.

APLIKASI YANG SEDANG DIKEMBANGKAN

Dalam tahap penelitian, tanaman transgenik sedang diaplikasikan untuk menghasilkan


senyawa yang bermanfaat bagi kesehatan manusia, seperti vitamin
A dan vaksin. Untuk produksi vaksinyang dapat dimakan (edible vaccine), contoh tanaman
yang sedang dikembangkan adalah pisang, kentang, dan tomat. Salah satu tanaman transgenik
yang sudah diteliti sejak tahun 1980 untuk mengurangi jumlah penderita defisiensi
(kekurangan) vitamin A adalah padi emas. Aplikasi lain yang sedang dikembangkan adalah
penggunaan tanaman untuk membersihkan polusi tanah dari senyawa beracun (seperti arsen)
dan logam berat (contohnya merkuri). Gen asing dari bakteri ditransfer ke
dalam tembakau dan Arabidopsis sehingga kedua tanaman tersebut dapat
menarik merkuri dalam tanah dan mengubahnya menjadi senyawa yang mudah menguap serta
tidak berbahaya.
Tanaman Arabidopsis juga dikembangkan untuk memproduksi poli(3-
hidroksibutirat) atau PHB, suatu bahan pembentuk plastik yang mudah diurai
(biodegradable). Sebagian besar plastik yang ada dibuat dari sumber daya yang tidak dapat
diperbaharui, salah satunya adalah minyak bumi. Untuk mengurangi penggunaan sumber daya
tersebut, digunakan PHB yang dihasilkan oleh bakteri, seperti Alcaligenes eutrophus. Empat
pen pembentuk PHB dari bakteri tersebut telah ditransfer ke Arabidopsis sehingga tanaman
tersebut dapat menghasilkan PHB. Penelitian tentang PHB dari tumbuhan masih dalam tahap
pengembangan sebelum diproduksi massal.
DAMPAK TANAMAN TRANSGENIK TERHADAP LINGKUNGAN

Perkembangan teknologi tanaman transgenik mengalami peningkatan cukup pesat.


Pada awal tahun 1988, baru ada sekitar 23 jenis tanaman transgenik yang diproduksi. Namun
pada tahun 1989, terjadi peningkatan menjadi 30 tanaman dan tahun 1990 terdapat 40 tanaman.
Akan tetapi meskipun perkembangannya cukup pesat, terdapat berbagai kekhawatiran
masyarakat terhadap tanaman transgenik. Seperti kita ketahui bahwa, ”tidak ada teknologi
tanpa resiko”, dan memang masih banyak kelemahan yang harus diperbaiki dan dikontrol
dalam pengembangan tanaman transgenik ini.
Adapun beberapa pengaruh negatif dari produk tanaman transgenik yang dapat
mengancam lingkungan sebagai berikut:
1. Potensi erosi plasma nutfah
Penggunaan tembakau transgenik telah memupus kebanggaan Indonesia akan
tembakau Deli yang telah ditanam sejak tahun 1864. Tidak hanya plasma nutfah tanaman,
plasma nutfah hewan pun mengalami ancaman erosi serupa. Sebagai contoh,
dikembangkannya tanaman transgenik yang mempunyai gen dengan efek pestisida, misalnya
jagung Bt, ternyata dapat menyebabkan kematian larva spesies kupu-kupu raja (Danaus
plexippus) sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan gangguan keseimbangan ekosistem
akibat musnahnya plasma nutfah kupu-kupu tersebut (anonymous, 2010).
Hal ini terjadi karena gen resisten pestisida yang terdapat di dalam jagung Bt dapat
dipindahkan kepada gulma milkweed (Asclepia curassavica) yang berada pada jarak hingga 60
m darinya. Daun gulma ini merupakan pakan bagi larva kupu-kupu raja sehingga larva kupu-
kupu raja yang memakan daun gulma milkweed yang telah kemasukan gen resisten pestisida
tersebut akan mengalami kematian. Dengan demikian, telah terjadi kematian organisme
nontarget, yang cepat atau lambat dapat memberikan ancaman bagi eksistensi plasma
nutfahnya.
2. Potensi pergeseran gen
Daun tanaman tomat transgenik yang resisten terhadap serangga Lepidoptera setelah
10 tahun ternyata mempunyai akar yang dapat mematikan mikroorganisme dan organisme
tanah, misalnya cacing tanah.
Tanaman tomat transgenik ini dikatakan telah mengalami pergeseran gen karena
semula hanya mematikan Lepidoptera tetapi kemudian dapat juga mematikan organisme
lainnya. Pergeseran gen pada tanaman tomat transgenik semacam ini dapat mengakibatkan
perubahan struktur dan tekstur tanah di areal pertanamannya.
3. Potensi pergeseran ekologi
Organisme transgenik dapat pula mengalami pergeseran ekologi. Organisme yang pada
mulanya tidak tahan terhadap suhu tinggi, asam atau garam, serta tidak dapat memecah selulosa
atau lignin, setelah direkayasa berubah menjadi tahan terhadap faktor-faktor lingkungan
tersebut. Pergeseran ekologi organisme transgenik dapat menimbulkan gangguan lingkungan
yang dikenal sebagai gangguan adaptasi.
4. Potensi terbentuknya barrier species
Adanya mutasi pada mikroorganisme transgenik menyebabkan terbentuknya barrier
species yang memiliki kekhususan tersendiri. Salah satu akibat yang dapat ditimbulkan adalah
terbentuknya superpatogenitas pada mikroorganisme.
5. Potensi mudah diserang penyakit
Tanaman transgenik di alam pada umumnya mengalami kekalahan kompetisi dengan
gulma liar yang memang telah lama beradaptasi terhadap berbagai kondisi lingkungan yang
buruk. Hal ini mengakibatkan tanaman transgenik berpotensi mudah diserang penyakit dan
lebih disukai oleh serangga. Penggunaan tanaman transgenik yang resisten terhadap herbisida
akan mengakibatkan peningkatan kadar gula di dalam akar. Akibatnya, akan makin banyak
cendawan dan bakteri yang datang menyerang akar tanaman tersebut. Dengan perkataan lain,
terjadi peningkatan jumlah dan jenis mikroorganisme yang menyerang tanaman transgenik
tahan herbisida. Jadi, tanaman transgenik tahan herbisida justru memerlukan penggunaan
pestisida yang lebih banyak, yang dengan sendirinya akan menimbulkan masalah tersendiri
bagi lingkungan.
Kekhawatiran bahwa tanaman transgenik menimbulkan keracunan
Masyarakat mengkhawatirkan bahwa produk transgenik berupa tanaman tahan serangga yang
mengandung gen Bt (Bacillus thuringiensis) yang berfungsi sebagai racun terhadap serangga,
juga akan berakibat racun pada manusia. Kehawatiran ini disanggah dengan pendapat bahwa
gen Bt hanya dapat bekerja aktif dan bersifat racun jika bertemu dengan reseptor dalam usus
serangga dari golongan yang sesuai virulensinya. Sebagai contoh gen Cry I pada Bt hanya
kompatibel terhadap serangga golongan Lepidoptera, sedangkan gen Cry III kompatibel
terhadap serangga golongan Coleoptera.
Selain itu, gen-gen tersebut hanya dapat berfungsi pada usus serangga yang berpH basa.
Sedangkan pada usus manusia, tidak terdapat reseptor gen Bt dan memiliki pH usus yang
bersifat asam. Dengan demikian, tanaman yang mengandung Bt Toxin merupakan pestisida
alami yang aman bagi serangga, hewan dan manusia. Percobaan memberi makan tikus dengan
kentang transgenik Bt var. Kurstaki Cry 1. Hasil yang diperoleh ternyata memperlihatkan
gejala villus ephitelial cell hypertrophy, multinucleation, disrupted microvili, degenerasi
mitokondrial, peningkatan jumlah lisosom, autofagic vacuoles, serta pengaktifan crypt paneth
cell.
Timbul pula kekhawatiran masyarakat terhadap kemungkinan alergi
Sekitar 1-2% orang dewasa dan 4-6% anak-anak mengalami alergi terhadap makanan.
Penyebab alergi (allergen) tersebut diantaranya brazil nut, crustacean, gandum, ikan, kacang-
kacangan, dan padi (anonymous, 2010). Konsumsi produk makanan dari kedelai yang
diintroduksi dengan gen penghasil protein metionin dari tanaman brazil nut, diduga
menimbulkan alergi terhadap manusia. Hal ini diketahui lewat pengujian skin prick test yang
menunjukkan bahwa kedelai transgenik tersebut memberikan hasil positif sebagai allergen.
Alergi tersebut belum tentu disebabkan karena konsumsi tanaman transgenik. Hal ini
dikarenakan semua allergen merupakan protein sedangkan semua protein belum tentu allergen.
Allergen memiliki sifat stabil dan membutuhkan waktu yang lama untuk terurai dalam sistem
pencernaan, sedangkan protein bersifat tidak stabil dan mudah terurai oleh panas pada suhu
>65 C sehingga jika dipanaskan tidak berfungsi lagi.
Dalam hal ini, lagi-lagi pendapat tersebut masih berupa asumsi. Akan tetapi, memang
saat ini belum ada cara yang dapat diandalkan untuk menguji makanan RG yang bersifat
allergen, sehingga kasus ini masih berupa prediksi yang belum jelas
kesimpulannya. Kekhawatiran terhadap kemungkinan menyebabkan bakteri pada tubuh
manusia dan tahan antibiotik. Kekhawatiran lain muncul pada tanaman yang diintroduksi
antibiotik Kanamicyn R (Kan R) ke tanaman, diduga menyebabkan bakteri dalam tubuh
menjadi resisten terhadap antibiotik.
Sampai saat ini belum ada laporan ilmiah di Indonesia yang membuktikan mengenai
bahaya produk transgenik, selain reaksi alergis (produk ini telah ditarik dari pasaran).
Sehingga,sampai saat ini, tanaman transgenik masih layak untuk dikonsumsi. Akan tetapi,
memang diakui bahwa publikasi mengenai resiko makanan produk RG terhadap hewan dan
manusia, masih sangat sedikit.
Padahal mungkin sebenarnya dampak negatif konsumsi tanaman transgenik sudah
banyak terjadi di masyarakat hanya saja tidak banyak data yang membuktikannya. Di negara
maju seperti Amerika, urusan mengenai produk RG ditangani oleh FDA (Badan Makanan dan
Obat-Obatan Amerika). Pihak FDA ini membuat pedoman keamanan pangan melalui telaah
ulang produk transgenik, dengan didasarkan uji reaksi sifat alergen-non alergen, analisis
nutrisi, sifat potensial toksisitas-non toksisitas, sifat fenotip dan reaksi molekuler. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa tanaman transgenik yang diproduksi saat ini masih dalam
tahap uji coba, sehingga untuk mengkonsumsinya, dibutuhkan sikap kritis dan ketelitian
masyarakat dalam mencari informasi dan penggunaannya.
Indonesia perlu mewaspadai masuknya produksi tanaman yang sudah dimodifikasi
secara genetik (transgenik), karena sekarang di Amerika 27 % produksi kedelai dan 24 %
produksi jagungnya berasal dari hasil rekaysa genetika . demikian juga dengan hasil tanaman
lain seperti tomat dan kanola. Kewaspadaan itu perlu mengingat indonesia mengimpor kedelai
dan jagung dari Amerika dengan jumlah yang cukup besar, umumnya ada tiga gen yang
diintroduksi ke tanaman, yaitu ketahanan herbisida, ketahanan tehadap penyakit, memperbaiki
mutu panen. namu dampaknya tehadap lingkungan dan ketergantungan ekonomi perlu dikaji
lebih lanjut.
Terhadap lingkungan tanaman transgenik dengan modifikasi tahan terhadap virus dapat
memunculkan strain virus dulu yang lebih ganas dan dapat memunculkan gulma super yang
tahan herbisida. Tipe kubis-kubisan yang diberi gen ketahanan terhadap herbisida serbuk
sarinya membuahi tanaman yang merupakan gulma, dikhawatirkan biji yang dihasilkan
berkembang menjadi gulma yang tahan terhadap herbisida. Burung yang makan dari tanaman
transgenik akan menurun kemampuan reproduksinya. Tanaman jagung yang telah
ditambahkan gen tahan serangga bakteri baccilus serangga disekitar kebun akan menurun daya
hidupnya, gen pada bakteri bacillus berfungsi merusak pencernaan pada serangga, sehingga
berfungsi sebagai insectisida.
Insectisida yang terkandung pada jagung dapat mengendap ditubuh manusia, dan dapat
menimbulkan berbagai penyakit. Secara garis besar, yang dikhawatirkan dari tanaman
transgenik adalah:
1. Terjadinya silang luar
2. Adanya efek kompensasi
3. Munculnya hama target yang tahan terhadap insektisida
4. Munculnya efek samping terhadap hama non target (Muladno, 2002)

PENGARUH PADA KESEHATAN MANUSIA

Sikap kontra terhadap produk tanaman transgenik umumnya berasal dari organisasi
non-pemerintah/LSM, seperti Greenpeace danFriends of the Earth Internasional. Dari segi
kesehatan, tanaman ini dianggap dapat menjadi alergen (senyawa yang menimbulkan alergi)
baru bagi manusia. Untuk menanggapi hal tersebut, para peneliti menyatakan bahwa sebelum
suatu tanaman transgenik diproduksi secara massal, akan melakukan berbagai pengujian
potensi alergi dan toksisitas untuk menjamin agar produk tanaman tersebut aman untuk
dikonsumsi. Apabila berpotensi menyebabkan alergi, maka tanaman transgenik tersebut tidak
akan dikembangkan lebih lanjut. Kekhawatiran lain yang timbul di masyarakat adalah
kemungkinan gen asing pada tanaman transgenik dapat berpindah ke tubuh manusia apabila
dikonsumsi. Pendapat tersebut dinilai berlebihan oleh para ilmuwan karena makanan yang
berasal dari tanaman transgenik akan terurai menjadi unsur-unsur yang dapat diserap tubuh
sehingga tidak akan ada gen aktif. Untuk memberikan kebebasan kepada masyarakat dalam
memilih produk transgenik atau produk alami, berbagai negara, khususnya negara-negara
Eropa, telah melakukan pemberian label terhadap produk transgenik. Pelabelan tersebut juga
bertujuan untuk memberikan informasi kepada konsumen sebelum mengonsumsi hasil
tanaman transgenik.
PENGARUH PADA LINGKUNGAN (EKOLOGIS)

Peta penerimaan produk transgenik di dunia.


Penolakan terhadap budidaya tanaman transgenik muncul karena dianggap berpotensi
mengganggu keseimbangan ekosistem. Salah satunya adalah
terbentuknya hama atau gulma super (yang lebih kuat atau resisten) di lingkungan.
Kekhawatiran ini terlihat jelas pada perdebatan mengenai jagung Bt yang memiliki racun Bt
untuk membunuh hamalepidoptera berupa ngengat dan kupu-kupu tertentu. Ada
kemungkinan hama yang ingin dibunuh dapat beradaptasi dengan tanaman tersebut dan
menjadi hama yang lebih tahan atau resisten terhadap racun Bt. Selain itu, kupu-kupu
Monarch, yang bukan merupakan hama jagung, ikut terkena dampak berupa peningkatan
kematian akibat memakan daun tumbuhan perdu (Asclepias) yang terkena serbuk sari dari
jagung Bt. Penelitian mengenai kupu-kupu Monarch tersebut dapat disanggah oleh studi
lainnya yang menyatakan bahwa kupu-kupu tersebut mati karena habitatnya dirusak dan hal
ini tidak berhubungan sama sekali dengan jagung Bt. Di sisi lain, penggunaan tanaman
transgenik seperti jagung Bt telah menurunkan penggunaan pestisida secara signifikan
sehingga mengurangi pencemaran kimia ke lingkungan. Selain itu, petani juga merasakan
dampak ekonomis dengan penghematan biaya pembelian pestisida.
Kontroversi lain yang berkaitan dengan isu ekologi adalah timbulnya perpindahan gen
secara tidak terkendali dari tanaman transgenik ke tanaman lain
di alam melalui penyerbukan (polinasi). Serbuk sari dari tanaman transgenik dapat
terbawa angin dan hewan hingga menyerbuki tanaman lain. Akibatnya, dapat terbentuk
tumbuhan baru dengan sifat yang tidak diharapkan dan berpotensi merugikan
lingkungan. Sebagai tindakan pencegahan, beberapa tanaman yang disisipi gen untuk
mempercepat pertumbuhan dan reproduksi tanaman, seperti: alfalfa (Medicago
sativa), kanola, bunga matahari, dan padi, disarankan untuk dibudidayakan pada daerah
tertutup (terisolasi) atau dibatasi dengan daerah penghalang. Hal itu dilakukan untuk menekan
perpindahan serbuk sari ke tanaman lain, terlebih gulma. Apabila gulma memiliki gen tersebut
maka pertumbuhannya akan semakin tidak terkendali dan dengan cepat dapat merusak berbagai
daerah pertanian di sekitarnya. Hingga sekarang belum terdapat petunjuk bahwa transfer
horizontal ini telah menyebabkan munculnya "gulma super", meskipun telah diketahui terjadi
transfer horizontal.

PENGARUH ETIKA DAN AGAMA

Dari segi etika, pihak yang kontra dengan tanaman transgenik menganggap bahwa
rekayasa atau manipulasi genetik tanaman merupakan tindakan yang tidak menghormati
penciptaan Tuhan. Perubahan sifat tanaman dengan penambahan gen asing juga dianggap
sebagai tindakan "bermain sebagai Tuhan" karena mengubah makhluk yang telah diciptakan-
Nya. Pemikiran teologis Katolik memandang bahwa manipulasi atau rekayasa genetik
merupakan suatu kemungkinan yang disediakan oleh Tuhan karena tanaman diberikan kepada
manusia untuk dipelihara dan dimanfaatkan. Dalam sudut pandang agamatersebut, modifikasi
genetika tanaman tidak berlawanan dengan ajaran Gereja Katolik, namun kelestarian alam juga
harus diperhatikan karena merupakan tanggung jawab manusia. Dalam menanggapi isu tentang
tanaman transgenik, Dewan Yuriprudensi Islam dan Badan Sertifikasi Makanan Islam di
Amerika (IFANCA) menyatakan bahwa makanan dari tanaman transgenik yang ada telah
dikembangkan bersifat halal dan dapat dikonsumsi oleh umatIslam. Untuk tanaman yang
disisipi gen dari binatang haram, produk tanaman transgenik tersebut akan disebut Masbuh,
yang berarti masih diragukan (belum diketahui) status halal atau haramnya. Sertifikasi
makanan yang telah dikeluarkan oleh IFANCA juga diakui dan diterima oleh Majelis Ulama
Indonesia (MUI), Majelis Ulama Islam Singapura (MUIS), Liga Muslim Dunia, Arab Saudi,
dan pemerintah Malaysia.
Pihak yang mendukung tanaman transgenik menganggap bahwa transfer gen dari suatu
makhluk hidup ke makhluk lainnya merupakan hal yang alamiah dan biasa terjadi di alam sejak
pertama kali berlangsungnya kehidupan. Mereka juga berargumen bahwa persilangan berbagai
jenis padi yang dilakukan untuk mendapatkan padi dengan sifat unggul telah dilakukan para
petani sejak dahulu. Perkawinan berbagai varietas padi tanpa disadari telah mencampur gen-
gen yang ada di tanaman tersebut. Para ilmuwan hanya mempercepat proses transfer gen
tersebut secara sengaja dan sistematis.

PENGARUH TERHADAP EKONOMI GLOBAL

Riset dan pengembangan tanaman transgenik membutuhkan biaya yang besar dan
umumnya dilakukan oleh perusahaan perusahaan swasta maupun pemerintah di negara
maju.Untuk mengembalikan biaya investasi perusahaan dan melindungi produk hasil
investasinya, tanaman transgenik yang telah diproduksi akan dipatenkan. Di dalam salah satu
laporan kerja Komisi Eropa, disebutkan bahwa pemberlakuan paten pada produk transgenik
dapat mengakibatkan petani kehilangan kemampuan memproduksi benih secara mandiri dan
harus membeli pada produsen dari negara maju. Ketergantungan para petani terhadap
produsen juga semakin meningkat dengan ditemukannya teknologi "gen bunuh diri".Sebagian
tanaman transgenik disisipi "gen bunuh diri" yang menyebabkan tanaman hanya bisa ditanam
satu kali dan biji keturunan selanjutnya bersifat mandul (tidak dapat berkembang biak). Hal ini
akan menyebabkan terjadinya arus modal dari negara berkembang ke negara maju untuk
pembelian bibit transgenik setiap kali akan melakukan penanaman Para petani di negara-
negara dunia ketiga khawatir bila harga benih akan menjadi mahal karena pemberlakuan paten
dan mekanisme "gen bunuh diri" yang dilakukan oleh produsen benih. Jika petani tersebut
tidak mampu membeli benih transgenik maka kesenjangan ekonomi antara negara penghasil
tanaman transgenik dan negara berkembang sebagai konsumen akan semakin melebar. Salah
satu usaha mencegah terjadinya kesenjangan tersebut pernah dilakukan oleh Yayasan
Rockefeller. Yayasan yang berpusat di Amerika Serikat tersebut telah menjual benih transgenik
dengan harga yang lebih murah kepada negara-negara miskin.
Di beberapa negara bagian Brasil, pelarangan tanaman transgenik telah mengakibatkan
terjadinya penyelundupan benih transgenik oleh para petani di negara tersebut. Mereka takut
akan menderita kerugian ekonomi apabila tidak mampu bersaing di pasar global dengan negara
pengekspor serealia lainnya.
TANAMAN TRANSGENIK DI INDONESIA

Pertanian di Indonesia belum menghasilkan tanaman transgenik sendiri.


Pada tahun 1999, Indonesia pernah melakukan uji coba penanaman kapas transgenik
di Sulawesi Selatan. Uji coba itu dilakukan oleh PTMonagro Kimia dengan memanfaatkan
benih kapas transgenik Bt dari Monsanto. Hal itu mendatangkan banyak protes dari
berbagai LSMsehingga pada bulan September 2000, areal kebun kapas transgenik seluas 10.000
ha gagal dibuka. Pada tahun yang sama, kampanye penerimaan kapas transgenik diluncurkan
dengan melibatkan petani kapas dan ahli dalam dan luar negeri. Kasus tersebut berlangsung
dengan pelik hingga pada Desember 2003, pemerintah Indonesia menghentikan komersialisasi
kapas transgenik. Suatu studi kelayakan finansial terhadap kapas transgenik sempat dilakukan
pada tahun 2001 di tiga kabupaten di Sulawesi Selatan, yaitu Bulukumba, Bantaeng, dan Gowa
Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa budidaya kapas transgenik lebih menguntungkan
secara finansial dibandingkan kapas nontransgenik.
Pada tahun 2007, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Badan Litbang)
telah menargetkan Indonesia untuk memiliki padi dan jagungtransgenik di tahun 2010
sehingga tidak perlu lagi melakukan impor beras dan jagung. Menurut Dr. Ir. Sutrisno,
Kepala Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-
Biogen), Indonesia telah melakukan penelitian di bidang rekayasa genetika tanaman yang
seimbang bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Namun, dalam hal
komersialisasi produk transgenik tersebut, Indonesia dinilai agak tertinggal. Melalui BB-
Biogen, berbagai riset tanaman transgenik yang meliputi padi, kedelai, pepaya, kentang, ubi
jalar, dan tomat, masih terus dilakukan oleh Indonesia. Pada tahun 2010, sebanyak 50% dari
kedelai impor yang digunakan di Indonesia merupakan produk transgenik yang di antaranya
didatangkan dari Amerika Serikat. Hal ini menyebabkan sebagian besar produk olahan kedelai,
seperi tahu,tempe, dan susu kedelai telah terbuat dari tanaman transgenik.
Untuk mengatur keamanan pangan dan hayati produk rekayasa genetika seperti
tanaman transgenik, Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan dan Perkebunan, Menteri
Kesehatan, dan Menteri Negara Pangan dan Hortikultura telah mengeluarkan keputusan
bersama pada tahun 1999. Keputusan tentang "Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan
Produk Pertanian Hasil Rekayasa Genetika Tanaman" No.998.I/Kpts/OT.210/9/99;
790.a/Kptrs-IX/1999; 1145A/MENKES/SKB/IX/199; 015A/Nmeneg PHOR/09/1999 tersebut
mengatur dan mengawasi keamanan hayati danpangan. Di dalamnya juga diatur pemanfaatan
produk tanaman transgenik agar tidak merugikan, mengganggu, dan membahayakan kesehatan
manusia, keanekaragaman hayati, dan lingkungan.
DETEKSI TANAMAN TRANSGENIK

Strip untuk mendeteksi jagung transgenik. Mesin untuk reaksi berantai polimerase (PCR).

Untuk mendeteksi dan membedakan tanaman transgenik dengan tanaman alamiah


lainnya, telah dikembangkan beberapa teknik dan perangkat uji. Salah satu uji kualitatif yang
cepat dan sederhana adalah strip aliran-lateral (semacam tongkat ukur). Benih tanaman yang
akan diuji dihancurkan terlebih dahulu kemudian strip tersebut dicelupkan ke
dalamnya. Apabila dalam waktu 5-10 menit muncul dua garis pada strip maka sampel tersebut
positif merupakan tanaman transgenik, sedangkan bila hanya satu pita yang didapat maka hasil
yang diperoleh adalah negatif. Teknik ini berdasarkan pada deteksi
keberadaan proteinatau antibodi spesifik dari tanaman transgenik
Uji lain yang dapat digunakan untuk mendeteksi tanaman transgenik adalah reaksi
berantai polimerase (PCR) dan ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay). Uji PCR
merupakan salah satu metode diagnostik molekular yang mendeteksi DNA atau genpada
tanaman transgenik secara langsung. Sementara itu, ELISA dan strip aliran-lateral merupakan
metode imunodiagnostik (metode diagnostik menggunakan prinsip reaksi antigen-antibodi)
yang mendeteksi protein hasil ekspresi gen pada tanaman transgenik.
KESIMPULAN

1. Tanaman transgenik adalah tanaman transgenik dibuat dengan cara mengambil gen-gen
tertentu yang baik pada makhluk hidup lain untuk disisipkan pada tanaman.

2. Tujuan dari pengembangan tanaman transgenik ini diantaranya adalah :


a) menghambat pelunakan buah (pada tomat)
b) tahan terhadap serangan insektisida, herbisida, virus
c) meningkatkan nilai gizi tanaman
d) meningkatkan kemampuan tanaman untuk hidup pada lahan yang ektrem seperti
lahan kering, lahan keasaman tinggi dan lahan dengan kadar garam yang tinggi.

3. Dampak tanaman transgenik terhadap lingkungan, dapat memunculkan strain virus yang lebih
ganas, gulma super yang tahan herbisida.

4. Kekhawatiran terhadap tanaman transgenik yang dapat menimbulkan keracunan, alergi, dan
bakteri pada tubuh manusia akan tahan terhadap antibiotik.

5. Perlu dilakukan pengujian secara lanjut terhadap produk tanaman transgenik yang beredar
dipasaran agar tidak berdampak negatif bagi manusia dan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Tanaman_transgenik
http://id.shvoong.com/exact-sciences/biology/1626834-amankah-mengkonsumsi-tanaman-
transgenik/
http://makalahbiologiku.blogspot.com/2010/04/tanaman-transgenik.html
Muladno, MSA. 2002. Seputar Teknologi Rekayasa Genetika. Bogor. Pustaka
Wirausaha Muda.

Anda mungkin juga menyukai