Anda di halaman 1dari 9

ETIKA BISNIS DA PROFESI: BISNIS, LINGKUNGAN HIDUP, DAN ETIKA

Krisis lingkungan hidup


Masalah sekitar lingkungan hidup kita sadari bagaimana industri mengakibatkan timbulnya
kota–kota yang suram dan kotor. Tempat penghunian yang ada disekitar pabrik–pabrik
diasosiasikan dengan suasana asap, jelaga, dan bau tak sedap
Keadaan suram dan gelap didaerah industri pada waktu dulu sering dipertentangkan dengan
keadaan romantis dikawasan pertanian dan perternakan. Jika didaerah pertanian bau pupuk
alam kadang–kadang bisa menyengat hidung juga tetapi faktor kurang bagus itu hanya
bersifat sementara dan hilang dalam suatu suasana menyeluruh yang positif. Sekarang
polusi yang disebabkan oleh industri mencapai tahap global dan tak terbatas pada beberapa
industri saja.
Cara berproduksi besar-besaran dalam industri modern dulu mengandaikan begitu saja dua
hal yang sekarang diakui sebagai kekeliruan besar. Pertama bisnis modern mengandaikan
bahwa komponen – komponen lingkungan seperti air dan udara merupakan barang umum
sehingga boleh dipakai seenaknya saja. Kedua diandaikan pula bahwa sumber alam seperti
air dan udara itu tidak terbatas.
Sebaiknya kita memandang enam problem masalah lingkungan hidup
- Akumulasi bahan beracun
- Efek rumah kaca
- Perusakan lapisan ozon
- Hujan asam
- Deforestasi dan penggurunan
- Keanekaan Hayati
Lingkungan hidup dan Ekonomi
1. Lingkungan hidup sebagai “the commons“
Sebelumnya kita lihat bahwa bisnis modern mengandaikan begitu saja status lingkungan
hidup sebagai ranah umum. Dianggapnya disini tidak ada pemilik dan tidak ada
kepentingan pribadi. Pengandaian ini adalah keliru. Kekeliruan itu dapat kita mengerti
dengan lebih baik jika kita membandingkan lingkungan hidup dengan the commons. The
commons adalah ladang umum yang dulu dapat ditemukan dalam banyak daerah pedesaan
di Eropa dan dimanfaatkan secara bersama – sama oleh semua penduduknya. Sering kali
the commons adalah padang rumput yang dipakai oleh semua penduduk kampong tempat
pengangonan ternaknya.
Dizaman modern dengan bertambahnya penduduk sistem ini tidak dipertahankan lagi dan
ladang umum itu diprivatisasi dengan menjualnya kepada penduduk perorangan. Masalah
lingkungan hidup dan masalah kependudukan dapat dibandingan dengan proses
menghilangnya the commont. Jalan keluarnya adalah terletak pada bidang moralnya yakni
dengan membatasi kebebasan. Solusi ini memang bersifat moral karena pembatasan harus
dilaksanakan dengan adil. Pembatasan kebebasan itu merupakan suatu tragedi karena
kepentingan pribadi harus dikorbankan kepada kepentingan umum. Tetapi tragedi ini tidak
bisa dihindari. Membiarkan kebebasan semua orang justru akan mengakibatkan
kehancuran bagi semua.
2. Lingkungan hidup tidak lagi eksternalitas
Dengan demikian serentak juga harus ditinggalkan pengandaian kedua tentang lingkungan
hidup dalam bisnis modern yakni bahwa sumber-sumber daya alam itu tak terbatas. Mau
tak mau kita perlu akui lingkungan hidup dan komponen – komponen yang ada didalamnya
tetap terbatas, walaupun barangkali tersedia dalam kuantitas besar. Sumber daya alam pun
ditandai dengan kelangkaan. Jika para peminat berjumlah besar maka air, udara, dan
komponen – komponen yang ada didalamnya akan menjadi barang langka dan karena itu
tidak dapat dipergunakan lagi secara gratis. Akibatnya faktor lingkungan hidup pun
merupakan urusan ekonomi karena ekonomi adalah usaha untuk memanfaatkan barang dan
jasa yang langka dengan efisien sehingga dinikmati oleh semua peminat.
Hubungan Manusia dengan alam
Masalah lingkungan hidup menimbulkan suatu cabang filsafat baru yang berkembang
dengan cepat yaitu filsafat lingkungan hidup. Salah satu ciri khas sikap manusia modern
adalah usahanya untuk menguasai dan menaklukan alam. Alam dipandang sebagai
binatang buas yang perlu dijinakan oleh manusia. Tujuan itu dibantu dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Sekarang perlu disadari bahwa hubungan manusia dengan
alam tidak dapat dipisahkan apalagi bertentangan dengan alam karena ia termasuk alam itu
sendiri seperti setiap makhluk hidup lainnya. Pandangan manusia modern dengan alam
adalah antroposentris karena menempatkan manusia pada pusatnya. Pandangan baru yang
kita butuhkan bila kita ingin mengatasi masalah lingkungan hidup maka harus bersikap
ekosentris dimana menempatkan alam dalam pusatnya
Mencari dasar etika untuk tanggung jawab terhadap lingkungan
Hasil analisa kita sampai sekarang adalah bahwa hanya manusia mempunyai tanggung
jawab moral terhadap lingkungannya walaupun manusia termasuk alam dan sepenuhnya
dapat dianggap sebagai sebagian dari alam namun hanya ialah yang sanggup melampaui
status alaminya dengan memikul tanggung jawab. Isi tanggung jawab dalam konteks
ekonomi dan bisnis adalah melestarikan lingkungan hidup atau memanfaatkan sumber
daya alam sedemikian rupa hingga kualitas lingkungnnya tidak dikurangi tetapi bermutu
sama seperti sebelumnya.
Disini kita mencari dasar etika untuk tanggung jawab manusia itu sendiri seperti sering
terjadi dasar etika itu disajikan oleh beberapa pendekatan yang berbeda yaitu
- Hak dan deontologi
- Utilitarisme
- Keadilan
Dibawah ini kami menyajikan tiga cara tetapi mustahil ada cara lain lagi untuk mengaitkan
keadilan dengan masalah lingkungan hidup
- Persamaan
- Prinsip penghematan adil
- Keadilan sosial
Implentasi tanggung jawab terhadap lingkungan hidup
Jika polusi memang merugikan lingkungan salah satu tindakan yang logis adalah dengan
melarang semua kegiatan yang akan mengakibatkan polusi. Tanggung jawab kita untuk
melindungi lingkungan hidup harus dipertimbangkan terhadap faktor – faktor lain
khususnya tentang kegiatan ekonomis kita.
- Siapa yang membayar?
Jika kita menyetujui bahwa terutama bisnis yang mencemari lingkungan dan karena itu
bertanggung jawab untuk melindungi dan memulihkannya kembali maka timbul
pertanyaan siapa yang membayar?
Biasanya ada dua jawaban yang dapat diberikan untuk pertanyaan diatas yang harusnya
membayar adalah sipencemar membayar dan yang menikmati lingkungan bersih yang
harus membayar.
- Bagaimana beban dibagi?
Jika kita menyetujui bahwa semua pihak ikut serta dalam membiayai lingkungan
berkualitas tinggal satu pertanyaan lagi yang harus dijawab yaitu bagaimana beban
dibagi?Bagaimana beban itu dibagi dengan Fair. Hal itu harus dilakukan pemerintah
bersama dengan bisnis. Terutama tiga cara yang dapat dilakukan yang masing – masing
punya kelemahan dan kekuatan

1. Pengaturan

2. Insentif

3. Mekanisme harga

ETIKA BISNIS DAN PROFESI: TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN

Tanggung Jawab legal dan tanggung jawab moral perusahaan


Perusahaan harus mempunyai tanggung jawab legal, karena sebagai badan hukum ia memilki
status legal. Karena merupakan badan hukum, perusahaan mempunyai banyak hak dan
kewajiban legal yang dimiliki juga oleh manusia perorangan, seperti menuntut di pengadilan,
dituntut di pengadilan, mempunyai milik, mengadakan kontrak, dll. Seperti subyek hukum
biasa (manusia perorangan), perusahaan pun harus mentaati perturan hukum dan memenuhi
hukumannya, bila terjadi pelanggaran. “Suatu korporasi adalah suatu makhluk buatan, tidak
terlihat, tidakterwujud, dan hanya berada di mata hukum. Karena semata – mata ciptaan
hukum, ia hanya memilki ciri-ciri yang oleh akta pendiriannya diberikan kepada…” (Hakim
Agung, Marshal,1819).
Pandangan Milton Friedman tentang tanggung jawab social perusahaan
Yang dimaksud disini adalah tanggung jawab moral perusahaan terhadap masyarakat.
Tanggung jawab moral perusahaan bisa diarahkan kepada banyak hal : kepada diri sendiri,
kepada para karyawan, kepada perusahaan lain, dsb. Namun yang paling disoroti adalah
tanggung jawab moral terhadap masyarakat dalam kegiatan perusahaan tsb.
Tanggung jawab perusahaan adalah meningkatkan keuntungan menjadi sebanyak mungkin.
Tanggung jawab ini diletakkan dalam tangan manajer. Pelaksanaanya tentu harus sesuai
dengan aturan-aturan main yang berlaku di masyarakat, baik dari segi hukum, maupun dari
segi kebiasaan etis.
Tanggung jawab ekonomis dan tangung jawab social
Masalah tanggung jawab social perusahaan dapat menjadi lebih jelas, jika kita membedakan
dari tanggung jawab lain. Bisnis selalu mempunya dua tanggung jawab : tanggung jawab
ekonimis dan tanggung jawab social.
Tanggung jawab social perusahaan adalah tanggung jawab terhadap masyarakat di luar
tanggung jawab ekonomis. Secara positif perusahaan bisa melakukan kegiatan yang tidak
membawa keuntungan ekonomis dan semata-mata dilangsungkan demi kesejahteraan
masyarakat atau salah satu kelompok di dalamnya. Secara negative perusahaan bisa
menahan diri untuk tidak melakukan kegiatan-kegiatan tertentu yang sbenarnya
menguntungkan dari segi bisnis, tetapi akan merugikan masyarakat atau sebgian masyarakat.
Dalam mengambil keputusan, perusahaan tentu tidak boleh menutup mata terhadap akibat-
akibat sosialnya., tetapi jika sudah diusahakan perbaikan ekononomis dan tidak berhasil
mereka tidak wajib menerima kerugian ekonomis itu demi suatu tujuan diluar bisnis.
Kinerja social perusahaan
Ada beberpa alasan mengapa bisnis menyalurkan sebagian labanya kepada karya amala
melalui yayasan independent. Alasan pertama berkaitan dengan perusahaan-perusahaan itu
berstatus public. Rapat umum pemegang saham dapat menyetujui bahwa sebagian laba
tahunan disisihkan untuk karya amal sebuah yayasan khusus. Disamping alas an financial
seperti pajak,alas an lain lagi adalah bahwa pemimpin perusahaan tidak bisa ikut campur
dalam urusan suata yayasan independent, dan dengan demikian bantuan mereka lebuh tulus,
bukan demi kepentingan perusahaan saja.
Upaya kinerja social perusahaan sebaiknya tidak dikategorikan sebagai pelaksanaa tanggung
jawab social perusahaan. Walaupun secara langsung tidak dikejar keuntungan, namun usaha-
usaha kinerja social perusahaan ini tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab ekonomis
perusahaan.
Konsepsi kinerja social perusahaan ini memang tidak asing terhadap tanggung jawab
ekonomis perusahaan, tetapi konsepsi ini sangat cocok juga denga paham stakeholders
management
ETIKA BISNIS DAN PROFESI: KEWAJIBAN KARYAWAN DAN
PERUSAHAAN

Saat ini pada etika bisnis terdapat kewajiban dua pihak, yaitu pada karyawan dan pada
perusahaan, awalnya kita mulai dengan menyoroti kewajiban karyawan pada perusahaan
kemudian kita selanjutnya membalikan perspektifnya dengan memfokuskan kewajiban
perusahaan terhadap karyawan. Makalah ini membahas tentang kewajiban – kewjiban
karyawan dan perusahaan, ketika membahas secara umum kewajiban karyawan dan
perusahaan, mau tidak mau akan mengalami dan menghadapi banyak kesulitan, sebab
diantara karyawan terdapat banyak variasi (ada posisi dan peran yang sangat beragam)
Perusahaan juga ada banyak macamnya, ada yang besar atau yang kecil, dan banyak sekali
bidang yang digeluti oleh perusahaan. Makalah ini juga akan berusaha membicarakan
perusahaanpada umumnya, sambil melewati semua perbedaan konkret yang ada. Dalam
etika (dan etika bisnis) kita membatasi diri pada pertanyaan : bagaimana kita dapat
mengetahui apa yang baik secara moral, setelah hal itu diketahui, kita andaikan orang akan
melakukannya juga.
Dalam melakukan kegiatan operasional sehari-hari, karyawan memiliki kewajiban
terhadap perusahaan. Begitu pula sebaliknya, perusahaan juga memiliki kewajiban
terhadap karyawan. Bab ini akan menjelaskan berbagai kewajiban perusahaan terhadap
karyawan, dan sebaliknya.
Kewajiban Karyawan terhadap Perusahaan
Ada tiga kewajiban karyawan yang penting, yaitu :
1. Kewajiban ketaatan
Seorang karyawan yang memasuki sebuah perusahaan tertentu memiliki konsekuensi
untuk taat dan patuh terhadap perintah dan petunjuk yang diberikan perusahaan karena
mereka sudah terikat dengan perusahaan. Namun demikian, karyawan tidak harus
mematuhi semua perintah yang diberikan oleh atasanya apabila perintah tersebut dinilai
tidak bermoral dan tidak wajar.
Seorang karyawan di dalam perusahaan juga tidak harus menaati perintah perusahaan
tersebut apabila penugasan yang diberikan kepadanya tidak sesuai dengan kontrak yang
telah disepakati sebelumnya.
2. Kewajiban konfidensialitas
Kewajiban konfidensialitas adalah kewajiban untuk menyimpan informasi yang sifatnya
sangat rahasia. Setiap karyawan di dalam perusahaan, terutama yang memiliki akses ke
rahasia perusahaan seperti akuntan, bagian operasi, manajer, dan lain lain memiliki
konsekuensi untuk tidak membuka rahasia perusahaan kepada khalayak umum. Kewajiban
ini tidak hanya dipegang oleh karyawan tersebut selama ia masih bekerja disana, tetapi
juga setelah karyawan tersebut tidak bekerja di tempat itu lagi. Sangatlah tidak etis apabila
seorang karyawan pindah ke perusahaan baru dengan membawa rahasia perusahaannya
yang lama agar ia mendapat gaji yang lebih besar.
3. Kewajiban loyalitas
Konsekuensi lain yang dimiliki seorang karyawan apabila dia bekerja di dalam sebuah
perusahaan adalah dia harus memiliki loyalitas terhadap perusahaan. Dia harus mendukung
tujuan-tujuan dan visi-misi dari perusahaan tersebut. Karyawan yang sering berpindah-
pindah pekerjaan dengan harapan memperoleh gaji yang lebih tinggi dipandang kurang etis
karena dia hanya berorientasi pada materi belaka. Ia tidak memiliki dedikasi yang sungguh-
sungguh kepada perusahaan di tempat dia bekerja. Maka sebagian perusahaan menganggap
tindakan ini sebagai tindakan yang kurang etis bahkan lebih ekstrim lagi mereka
menganggap tindakan ini sebagai tindakan yang tidak bermoral.
Melaporkan Kesalahan Perusahaan
Apabila kita bekerja didalam sebuah perusahaan, kita memiliki akses untuk membuka
informasi-informasi di dalam perusahaan yang tidak diketahui oleh masyarakat luas.
Apabila karyawan mengetahui bahwa hal-hal yang dilakukan perusahaan tersebut tidak
etis, bolehkah dia melaporkannya terhadap pihak-pihak di luar perusahaan? Karena hal itu
akan sangat bertentangan dengan tiga kewajiban karyawan yang telah dijelaskan di sub bab
sebelumnya. Namun hal itu sah-sah saja dilakukan selama karyawan tersebut mengikuti
persyaratan seperti berikut :
 Kesalahan perusahaan haruslah kesalahan yang besar
 Pelaporan harus didukung oleh bukti-bukti dan fakta yang kuat, jelas, dan benar.
 Pelaporan dilakukan semata-mata untuk mencegah terjadinya kerugian yang akan diderita
oleh pihak ketiga, bukan karena motif lain.
 Utamakan penyelesaian secara internal terlebih dahulu.
 Harus ada kemungkinan real bahwa pelaporan kesalahan akan mencatat sukses.
Kewajiban Perusahaan terhadap Karyawan
Selain membebani karyawan dengan berbagai kewajiban terhadap perusahan, suatu
perusahaan juga berkewajiban untuk memberikan hak-hak yang sepadan dengan karyawan.
Perusahaan hendaknya tidak melakukan praktik-praktik diskriminasi dan eksploitasi
terhadap para karyawannya. Perusahaan juga harus memperhatikan kesehatan para
karyawannya, serta perusahaan hendaknya tidak berlaku semena-mena terhadap para
karyawannya.
Ada beberapa alas an mengapa diskriminasi dianggap tidak pantas di dalam perusahaan.
Alas an-alasan tersebut antara lain adalah :
1. Diskriminasi bisa merugikan perusahaan itu tersendiri, karena perusahaan tidak berfokus
pada kapasitas dan kapabilitas calon pelamar, melainkan pada faktor-faktor lain diluar itu.
Perusahaan telah kehilangan kemampuan bersaingnya karena perusahaan tersebut tidak
diisi oleh orang-orang yang kompeten di bidangnya.
2. Diskriminasi juga melecehkan harkat dan martabat dari orang yang didiskriminasi.
3. Diskriminasi juga tidak sesuai dengan teori keadilan. Terutama keadilan distributif.
Lawan kata dari diskriminasi adalah favoritisme. Favoritisme berarti mengistimewakan
seseorang dalam menyeleksi karyawan, menyediakan bonus, dan sebagainya. Meskipun
berbeda jauh dengan diskriminasi, favoritisme tetap dipandang tidak adil karena
memperlakukan orang lain secara tidak merata. Namun di dalam hal-hal tertentu,
favoritisme masih dapat ditolerir seperti dalam pengelolaan took kecil dan tempat-tempat
peribadatan. Favoritisme tidak dapat ditolerir lagi di dalam pemerintahan dan perusahaan-
perusahaan besar yang membutuhkan ketrampilan dan kemampuan yang lebih terhadap
para pegawainya. Prinsip ini juga bertentangan dengan prinsip birokrasi yang dikemukakan
oleh Max Weber.
Perusahaan hendaknya juga mendistribusikan gaji secara adil terhadap seluruh
karyawannya. Hendaknya perusahaan tidak hanya menggunakan evaluasi kinerja saja
untuk menentukan gaji para karyawannya, tapi akan lebih etis lagi apabila perusahaan juga
ikut memperhitungkan berapa kepala yang bergantung pada sang karyawan tersebut.
Terakhir, perusahaan hendaknya juga tidak bertindak semena-mena dalam mengeluarkan
karyawan. Menurut Garrett dan Klonoski ada tiga alasan yang lebih konkret untuk
memberhentikan karyawan. Yaitu :
1. Perusahaan hanya boleh memberhentikan karyawan karena alasan yang tepat.

2. Perusahaan harus berpegang teguh pada prosedur yang telah ditetapkan


sebelumnya.

3. Perusahaan harus membatasi akibat negative bagi karyawan sampai seminimal


mungkin

Anda mungkin juga menyukai