STATUS PASIEN
A. IDENTITAS
Nama : Tn.M
Umur : 51 tahun
Alamat : Bojongsari RT 01 RW 03
Pekerjaan : Buruh
B. ANAMNESA
Keluhan Utama : Kelemahan pada tangan dan kaki kiri
Tanggal 4 Mei 2015 OS datang ke balai pengobatan Puskesmas Langensari 1
dengan keluhan ± 6 bulan yang lalu OS mengeluh demam, batuk, dan sesak. Demam
tinggi mencapai 40oC dan demam pada saat sore hari sampai malam. OS mengeluh batuk
kering
± 1 bulan yang lalu OS mengeluh dengan keluhan yang sama yaitu demam tinggi,
batuk, pilek, dan sesak. Orang tua OS mengaku bahwa OS bernapas cepat. Nafsu makan
OS juga berkurang.
± 1 hari yang lalu OS merasa sesak pada malam hari. Sesak disertai dengan batuk sejak 2
hari yang lalu. Batuk yang dirasakan batuk kering. OS mengeluhkan nyeri saat menelan
makanan sehingga nafsu makan berkurang. Keluhan demam disangkal (-), tidak ada
keluhan BAK dan BAB (-). Tidak terdengar suara mengik saat bernapas dan
menghembuskan napas.
1
Saat ini pasien masih merasakan kelemahan pada tangan dan kaki walau dirasakan sudah
membaik dari 2 tahun yang lalu. Saat ini OS sudah bisa melakukan aktivitas. Keluhan
pusing atau sakit kepala disangkal (-). OS mengeluh pandangan sedikit kabur saat melihat
(+). Tidak ada keluhan batuk, mual, dan muntah (-). tidak ada keluhan gangguan Buang
Air Kecil dan Buang Air Besar(-).
Pada tahun 2012 OS pernah mengalami kelemahan pada tangan dan kaki kiri pada
tahun 2012 akibat kecelakaan motor.
Pada tahun 2012 OS melakukan terapi fisioterapi tapi tidak dilakukan secara rutin.
Pasien sempat mengalami kesembuhan dan bisa beraktivitas mandiri seperti
berjalan, mandi, menggunakan pakaian, tapi dengan gerakan terbatas.
Pada tahun 2011 OS sempat dirujuk ke spesialis saraf oleh puskesmas, tapi OS
tidak melakukan.
OS memiliki riwayat hipertensi sejak tahun 2011.
Riwayat penyakit jantung dan diabetes meliitus disangkal oleh OS.
Riwayat Pengobatan
Pada tahun 2012 sempat menjalani fisioterapi dan sempat sembuh. OS bisa
melakukan aktivitas mandiri seperti berjalan, mandi, makan, menggunakan
pakaian, tapi dengan gerakan terbatas.
Sejak tahun 2011 OS rutin minum obat captopril
Riwayat Kebiasaan
Dahulu OS gemar makan goreng-gorengan sebanyak 4 buah/hari
Dahulu OS gemar minum kopi sebanyak 2 cangkir/hati
Dahulu OS mempunyai kebiasaan merokok setiap harinya, biasanya
menghabiskan 6-7 batang rokok/hari.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
2
Kesadaran : Composmentis
Kesan sakit : Kesan sakit sedang
Tanda vital : Tekanan darah : 180/110 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Pernapasan : 18 x/menit
Suhu :36,7oC
Status Generalis
a. Kulit : Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis,
turgor kulit cukup, capillary refill kurang dari 2 detik dan teraba hangat.
b. Kepala : Normocephali, rambut bewarna hitam distribusi merata
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
3mm/3mm
Hidung : deformitas (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), deviasi septum
(-), sekert (-)
Telinga: Normotia (+/+), nyeri tekan (-/-), nyeri tarik (-/-), secret (+/+)
Mulut : sudut bibir kiri turun, kering (-), sianosis (-), lidah
mencong ke kiri
c. Pemeriksaan Leher
- Inspeksi : tidak terdapat tanda trauma maupun massa
- Palpasi : tidak terdapat pembesaran KGB maupun kelenjar tiroid
d. Pemeriksaan Toraks
Jantung
- Inspeksi : tampak iktus kordis ±2cm dibawah papilla mamae sinistra
- Palpasi : iktus kordis teraba kuat ±2cm dibawah papilla mamae
sinistra
- Perkusi :
- Auskultasi : bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Paru
- Inspeksi : dinding toraks simetris, retraksi otot-otot pernapasan (-)
- Palpasi : simetris, vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri
- Perkusi : sonor di kedua lapang paru
- Auskultasi : suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
e. Pemeriksaan Abdomen
- Inspeksi : perut datar, massa (-), pulsasi abnormal (-)
- Auskultasi : bisisng usus (+) normal
- Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen
- Palpasi : nyeri tekan (-), pembesaran hepar dan lien tidak teraba
Status Neurologis
Kesadaran : Composmentis
a) Nervus Kranialis
3
1. N-I (olfaktorius) : tidak ada gangguan penciuman
2. N-II (optikus)
a. Visus : tidak dilakukan pemeriksaan
b. Warna : baik
c. Lapang pandang : lapang pandang terbatas
4. N-V (Trigeminus)
a. Sensorik
- N-V1 (Opthalmicus) :+
- N-V2 (Maksilaris) :+
- N-V3 (Mandibularis) :+
(pasien dapat menunjukkan tempat rangsangan raba)
b. Motorik
Pasien dapar merapatkan gigi dan membuka mulut
c. Reflex kornea : tidak dilakukan pmeriksaan
5. N-VII (Fasialis)
a. Sensorik (indra pengecap) : baik
b. Motorik
- Angkat alis : +/+, terlihat simetris kanan dan kiri
- Menutup mata : +/+
- Menggembungkan pipi : kanan (baik), kiri (baik)
- Menyeringai : kanan (baik), kiri (lemah minimal)
6. N.VIII (Vestibulocochlearis)
a. Keseimbangan
- Nistagmus : tidak dilakukan pemeriksaan
- Tes Romberg : tidak dilakukan pemeriksaan
b. Pendengaran
- Tes Rinne : tidak dilakukan pemeriksaan
- Tes Swabach : tidak dilakukan pemeriksaan
- Tes Weber : tidak dilakukan pemeriksaan
8. N-XI (Aksesorius)
a. Kekuatan M.sternokleidomastoideus : +/+
b. Kekuatan M.Trapezius : +/+
9. N-XII (Hipoglosus)
a. Tremor lidah :-
b. Atrofi lidah :-
c. Ujung lidah saat dijulurkan : deviasi ke kiri
b) Pemeriksaan Motorik
Kekuatan Otot
5555 4444
5555 4444
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- CT – Scan
F. RESUME
5
Seorang laki-laki Tn.M usia 51 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan hemiplegi
sinistra sejak tahun 2013. Pasien sebelumnya pernah mengalami hal serupa tahun 2012
dan mengalami kekambuhan. Tahun 2012 pasien mengalami hemiplegia sinistra karena
kecelakaan. Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak tahun 2011. Dari pemeriksaan fisik
status generalis tidak ditemukan kelianan yang berarti selain hipertensi. Dari pemeriksaan
status neurologis ditemukan adanya hemiparesis N.VII dan N.XII ke arah sinistra. Masih
ditemukan sedikit kelemahan pada ekstremitas sinistra.
G. WORKING DIAGNOSIS
Sequel Stroke
Hipertensi Grade II
H. DIAGNOSIS BANDING
I. PENATALAKSANAAN
Tatalaksanan Non-Medikamentosa :
Rehabillitasi Medik :
1. Fisioterapi :
- Terapi latihan :
Meremas-remas bola, baik itu bola karet berduri, bola golf, bola
pingpong, sampai bola tenis.
- Latihan keseimbangan
2. Psikologis
- Motivasi pasien untuk tetap rajin control hipertensi dan latihan rutin agar
dapat beraktivitas sehari-hari seperti biasanya
Tatalaksana Medikamentosa :
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
8
STROKE
A. DEFINISI STROKE
Menurut WHO (World Health Organization) 2005 stroke adalah suatu gangguan
fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik
fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat langsung
menimbulkan kematian dan semata-mata disebabkan gangguan peredaran otak non
traumatik.
B. EPIDEMIOLOGI
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdes) Indonesia, menunjukkan angka
penyebab kematian tertinggi pada semua umur adalah stroke (15,4%), diikuti
tuberculosis (7,5%), hipertensi (6,8) dan cedera (6,5%). (Depkes, 2007).
Sampai saat ini stroke masih merupakan penyebab gangguan fungsional yang
pertama, dan sebanyak 15 – 30 % penderita stroke mengalami kecacatan yang
permanen. Mayoritas stroke adalah infark serebral. Sekitar 85% dari semua stroke
disebabkan oleh stroke iskemik atau infark. (Saenger, 2010).
C. ETIOLOGI
Terdapat empat bentuk utama penyakit vascular pada otak yaitu trombotik
( 40% ), embolik ( 30% ), lakunar ( 20% ), hemoragik ( 10%). Stroke trombotik
biasanya terjadi akibat stenosis atherosklerotik atau oklusi arteri karotis atau arteri
cerebri media. Gejala tersebut mungkin didahului oleh serangan iskemik sesaat ( TIA )
atau dapat berkembang setiap saat, karena oklusi trombotik terjadi secara berharap,
sebaliknya, stroke embolik terjadi secara mendadak karena trombosit, kolesterol,
fibrin, atau komponen darah lainnya mengambang dalam sirkulasi sampai menyumbat
pembuluh darah kecil korteks distal. (Garison, 2001).
Trombosis serebri menunjukkan oklusi trombotik arteri karotis atau cabangnya,
biasanya karena arterosklerosis yang mendasari. Kejadian ini sering timbul saat tidur
dan bisa menyebabkan stroke mendadak. Gejala neurologi bisa timbul progresif dalam
beberapa jam atau intermiten dalam beberapa jam atau hari. (Sabiston, 1994).
Emboli serebri terjadi akibat oklusi arteria karotis atau vetebralis atau cabangnya
oleh trombus atau embolisasi materi lain dari sumber proksimal, seperti bifurkasio
9
arteri karotis atau jantung. Emboli dari bifurkasio karotis biasanya akibat perdarahan
ke dalam plak atau ulserasi di atasnya di sertai trombus yang tumpang tindih atau
pelepasan materi ateromatosa dari plak sendiri. Emboli serebri sering di mulai
mendadak, tanpa tanda-tanda disertai nyeri kepala berdenyut. (Sabiston, 1994).
D. KLASIFIKASI
a. Stroke Hemoragik
Klasifikasi dari stroke hemoragik yaitu perdarahan intraserebral (PIS) dan
perdarahan subarakhnoid (PSA). Perdarahan intraserebral adalah perdarahan primer
yang berasal dari pembuluh darah dalam parenkim otak. Sedangkan perdarahan
subarakhnoid merupakan suatu keadaan terdapatnya atau masuknya darah ke dalam
ruangan subarakhnoid karena pecahnya aneurisma dan merupakan perdarahan
interserebral sekunder. (Dewanto, 2007).
b. Stroke Iskemik
Stroke iskemik dapat dibedakan lagi dalam stroke embolik dan trombolik.
Pada stroke trombotik didapati oklusi di tempat arteri cerebral yang bertrombus.
Pada stroke embolik penyumbatan disebabkan oleh suatu embolus yang bersumber
pada arteri cerebral, arteri karotis interna, arteri vertebra-basilar, arkus aorta
asendens ataupun katup serta endokardium jantung. Embolus tersebut berupa salah
satu thrombus yang terlepas dari dinding arteri yang kehilangan elastisitas dan
berulserasi, atau gumpalan trombosit yang terjadi karena fibrilasi atrium, gumpalan
kuman karena endocarditis bacterial atau gumpalan darah dan jaringan jaringan
karena infark mural. (Sidharta, 2008).
Stroke iskemik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis
a. Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
akan menghilang dalam waktu 24 jam.
b. Gejala Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit
(RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24
jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
c. Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
d. Stroke Komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
10
Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
E. FAKTOR RISIKO
a.Faktor risiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi
1) Umur
Umur merupakan faktor risiko stroke. Semakin meningkatnya umur
seseorang, maka risiko untuk terkena stroke juga semakin meningkat. Menurut
hasil penelitian pada pada Framinghan Study menunjukkan risiko strok
meningkat sebesar 20%, 32%, 85% pada kelompok umur 45-55, 55-64, 65-74
tahun. (Wahjoepramono, 2005).
2) Jenis Kelamin
Kejadian stroke diamati lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan
pada wanita. Akan tetapi, karena usia harapan hidup wanita lebih tinggi daripada
laki-laki, maka tidak jarang pada studi-studi tentang stroke didapatkan pasien
wanita lebih banyak. Menurut SKRT 1995, prevalensi penyakit stroke pada laki-
laki sebesar 0,25 dan pada perempuan sebesar 0,1%. (Depkes RI, 2007).
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat pada keluarga yang pernah mengalami serangan stroke atau
penyakit yang berhubungan dengan kejadian stroke dapat menjadi faktor risiko
untuk terserang stroke juga. Hal ini disebabkan oleh faktor, diantaranya faktor
genetik, pengaruh budaya, dan gaya hidup dalam keluarga, interaksi antara
genetik dan pengaruh lingkungan. (Wahjoepramono, 2005).
4) Ras
Orang kulit hitam, Hispanik Amerika, Cina dan Jepang memiliki insiden
stroke yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang kulit putih. Di Indonesia
sendiri, suku Batak dan Padang minang lebih rentan terserang stroke
dibandingkan suku jawa. Hal ini disebabkan oleh pola dan jenis makanan yang
lebih banyak mengandung kolesterol. (Wahjoepramono, 2005).
3) Penyakit jantung
Penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung,
paska oprasi jantung juga memperbesar risiko stroke, yang paling sering
menyebabkan stroke adalah fibrilasi atrium, karena memudahkan terjadinya
pengumpulan darah di jantung dan dapat lepas hingga menyumbat pembuluh
darah otak. (Madiono, 2003).
4) Diabetes Mellitus (DM)
Kadar glukosa dalam darah tinggi dapat mengakibatkan kerusakan endotel
pembuluh darah yang berlangsung secara progresif. Menurut penelitian Siregar F
(2002) di RSUD Haji Adam Malik Medan dengan desain case control, penderita
diabetes melitus mempunyai risiko terkena stroke 3,39 kali dibandingkan dengan
yang tidak menderita diabetes mellitus. (Madiono, 2003).
5) TIA
Merupakan serangan-serangan gejala neurologik yang mendadak dan
singkat akibat iskemik otak fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan dan
tingkat penyembuhan bervariasi tapi biasanya 24 jam. Satu dari seratus orang
dewasa di perkirakan akan mengalami paling sedikit satu kali TIA seumur hidup
mereka, jika diobati dengan benar, sekitar 1/10 dari para pasien ini akan
12
mengalami stroke dalam 3,5 bulan setelah serangan pertama, dan sekitar 1/3 akan
terkena stroke dalam lima tahun setelah serangan pertama. (Prica SA, 2006).
6) Hiperkolesterol
Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak
bebas. Kolesterol dan trigliserida adalah jenis lipid yang relatif mempunyai
makna klinis penting sehubungan dengan aterogenesis. Lipid tidak larut dalam
plasma sehingga lipid terikat dengan protein sebagai mekanisme transpor dalam
serum, ikatan ini menghasilkan empat kelas utama lipuprotein yaitu kilomikron,
lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL), lipoprotein densitas rendah (LDL),
dan lipoprotein densitas tinggi (HDL). Dari keempat lipoprotein LDL yang paling
tinggi kadar kolesterolnya, VLDL paling tinggi kadar trigliseridanya, kadar
protein tertinggi terdapat pada HDL. Hiperlipidemia menyatakan peningkatan
kolesterol dan atau trigliserida serum di atas batas normal, kondisi ini secara
langsung atau tidak langsung meningkatkan risiko stroke, merusak dinding
pembuluh darah dan juga menyebabkan penyakit jantung koroner.
a) LDL ( Low Density Lipoprotein )
Merupakan lipoprotein yang mengangkut paling banyak kolesterol di
dalam darah. Kadar LDL yang tinggi menyebabkan pengendapan kolesterol di
dalam arteri. Hal ini akan memacu munculnya proses atherosklerosis
(pengerasan dinding pembuluh darah arteri). Proses Artherosklerosis akan
menimbulkan komplikasi pada organ target (jantung, otak dan ginjal). Proses
tersebut pada otak akan meningkatkan risiko terkena stroke. Artherisklerosis
akan merusak dinding arteri sehingga terjadi penyempitan dan pengerasan
yang menyebabkan berkurangnya fungsi pada jaringan yang di suplai oleh
arteri tersebut. Pada proses ini akan terjadi penurunan aliran darah lebih
lanjut.
b) HDL ( High Density Lipoprotein )
Merupakan lipoprotein yang mengangkut kolesterol yang lebih sedikit.
HDL sering disebut sebagai kolesterol baik karena dapat membuang kelebihan
kolesterol di pembuluh arteri kembali ke liver untuk diproses dan dibuang.
Jadi HDL mencegah kolesterol mengendap di pembuluh arteri dan melindungi
dari artherosklerosis.
c) VLDL ( Very Low Density Lipoprotein )
13
Lipoprotein yang membawa sebagian besar trigliserida dalam darah. Di
dalam proses sebagian VLDL berubah menjadi LDL.
d) Trigliserida
Trigliserida adalah jenis lemak dalam darah yang dapat mempengaruhi
kadar kolesterol dalam darah. Trigliserida ini diangkut terutama sebagai
kilomikron dari usus menuju hepar, kemudian mengalami metabolism disini
dan dalam jumlah besar sebagai VLDL diangkut dari hepar menuju ke seluruh
jaringan tubuh. Oleh karena itu trigliserida yang tinggi cenderung disertai
dengan VDLD dan LDL yang tinggi pula, sementara HDL justru rendah.
Tabel 2.2 Klasifikasi LDL dan HDL Kolesterol, Total Kolesterol dan Trigliserida
Kolesterol LDL ( mg/dl )
< 100 Optimal
100 – 129 Mendekati optimal
130 – 159 Batas tinggi
160 – 189 Tinggi
≥ 190 Sangat timggi
Kolesterol Total ( mg/dl )
< 200 Yang diperlukan
200 – 239 Batas tinggi
> 240 Tinggi
Kolesterol HDL ( mg/dl )
< 40 Rendah
≥ 60 Tinggi
Trigliserida ( mg/dl )
< 150 Normal
150 – 199 Batas normal tertinggi
200 – 499 Tinggi
≥ 500 Sangat tinggi
7) Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes
melitus. Prevalensinya meningkat dengan bertambahnya umur. Obesitas
merupakan predisposisi penyakit jantung koroner dan stroke. Mengukur adanya
obesitas dengan cara mengukur body mass index (BMI) yaitu berat badan dalam
kilogram dibagi tinggi badan dalam meter dikuadratkan. Normal BMI antara
18,50-24,99 kg/m2, overweight BMI antara 25-29,99 kg/m2 selebihnya adalah
obesitas. (Andaka, 2008).
14
8) Merokok
Rokok merupakan salah satu faktor yang signifikan untuk meningkatkan
risiko terjadinya stroke. Orang yang memiliki kebiasaan merokok cenderung lebih
berisiko untuk penyakit jantung dan stroke dibandingkan orang yang tidak
merokok. Hal ini disebabkan oleh zat-zat kimia beracun dalam rokok, seperti
nikotin dan karbon monoksida yang dapat merusak lapisan endotel pembuluh
darah arteri, meningkatkan tekanan darah, dan menyebabkan kerusakan pada
sistem kardiovaskuler melalui berbagai macam mekanisme tubuh. Rokok juga
berhubungan dengan meningkatkan kadar fibrinogen, agregasi trombosit,
menurunnya HDL dan meningkatnya hematokrit yang dapat mempecepat proses
aterosklerosis yang menjadi faktor risiko untuk terkena stroke. Nikotin dalam
rokok menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah yang dapat mengakibatkan
naiknya hal buruk bagi lemak darah dan menurunkan kadar HDL dalam darah,
semua efek nikotin dari rokok dapat mempercepat proses aterosklerosis dan
penyumbatan pada pembuluh darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah kerana terjadi thrombus atau perdarahan aterom
Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan menyebabkan
hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga. Bila anoksia ini berlanjut
sampai 5 menit maka sel tersebut dan sel penyangganya yaitu sel glia akan mengalami
15
kerusakan irreversible sampai nekrosis beberapa jam kemudian yang diikuti perubahan
permeabilitas vaskuler disekitarnya dan masuknya cairan serta sel-sel radang.
Di sekitar daerah iskemi timbul edem glia, akibat berlebihannya H + dari asodosis
laktak. K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia serta retensi air yang timbul dalam
empat hari pertama sesudah stroke. Edem ini menyebabkan daerah sekitar nekrosis
mengalami gangguan perfusi dan timbul iskemi ringan tetapi jaringan otak masih hidup.
Daerah ini adalah iskemi penumbra. Bila terjadi stroke, maka di suatu daerah tertentu dari
otak akan terjadi kerusakan (baik karena infark maupun perdarahan). Neuron-neuron di
daerah tersebut tentu akan mati, dan neuron yang rusak ini mengeluarkan glutamate, yang
selanjutnya akan membanjiri sel-sel disekitarnya. Glutamate ini akan menempel pada
membrane sel neuron disekitar daerah primer yang terserang. Gultamat akan merusak
membrane sel neuron dan membuka kanal kalsium. Kemudian terjadilah influks kalsium
yang mengakibatkan kematian sel. Sebelumnya, sel yang mati ini akan mengeluarkan
glutamate, yang selanjutnya akan membanjiri lagi neuron-neuron disekitarnya. Terjadilah
lingkaran setan. Neuron-neuron yang rusak juga juga akan melepas radikal bebas, yaitu
charged oxygen molecules (seperti nitric acida atau NO), yang akan merombak molekul
lemak didalam membrane sel, sehingga membrane sel akan bocor dan terjadilah influks
kalsium. Stroke iskemik menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak yang
menyebabkan kematian sel.
Gangguan persepsi antara lain disfungsi persepsi visual, gangguan hubungan visuo-
spasial, dan kehilangan sensori.
Hemiparesis Sering dari awal Permulaan tidak ada Sering dari awal
17
H. DIAGNOSIS
a) Anamnesis
b) Pemeriksaan fisik
c) Pemeriksaan penunjang
Laboratorium.
o Waktu protrombin.
18
o Kadar fibrinogen.
o Viskositas plasma.
Pemeriksaan neurokardiologi
Pemeriksaan radiologi
o CT-scan otak
19
Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran
ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita
stroke dan adakah kelainan lain pada jantung.
I. PENATALAKSANAAN
Terapi pada stroke iskemik dibedakan menjadi fase akut dan pasca fase akut :
Sasaran pengobatan pada fase ini adalah menyelamatkan neuron yang menderita
jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tidaak
mengganggu/mengancam fungsi otak. Tindakan dan obat yang diberikan haruslah
menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak justru berkurang. Karena itu
dipelihara fungsi optimal :
Gula darah : kadar gula yang tinggi pada fase akut tidak boleh
diturunkan secara drastis, terutama bila pasien memiliki diabetes
mellitus kronis
Balans cairan : bila pasien dalam keadaan gawat atau koma balans cairan,
elektrolit, dan asam basa darah harus dipantau
1. Terapi Trombolitik
2. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak artinya
bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark lakuner atau
infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan penggunaan
heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri karotis dan infark
serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai
terjadinya perdarahan intraserebral karena pemberian heparin tersebut.
Aspirin
Obat ini menghambat siklooksigenase, dengan cara
menurunkan sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang
mendorong adhesi seperti thromboxane A2. Aspirin merupakan obat
pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai bermacam-
21
macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300 mg/hari. Obat
ini sering dikombinasikan dengan dipiridamol. Aspirin harus diminum
terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan. Konsentrasi puncak
tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak
rendah.Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif.
Ikatan protein plasma: 50-80%. Waktu paro (half time) plasma: 4 jam.
Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid dan glycine).
Ekskresi lewat urine, tergantung pH.
4. Anti-oedema otak
5. Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron yang
iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki fungsi sel
yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi.
22
Setelah fase akut berlalu, sasarn pengobatan dititiberatkan pada tindakan
rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.
Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun,
maka yang paing penting pada masa ini adalah upaya membatasi sejauh
mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, terapi wicara,
dan psikoterapi.
Terapi preventif
Pengobatan hipertensi
Berolahraga teratur
J. KOMPLIKASI
Emboli Paru
Jatuh
Infeksi Sitemik
Gangguan Neuropsikiatri
Komplikasi Neurologis
23
Edema serebral
Peningkatan TIK
Transformasi hemorhagik
Kejang
K. PROGNOSIS
4. 10% membutuhkan perawatan oleh perawat pribadi dirumah atau fasilitas jangkan
panjang lainnya
24
25