TESIS
PROGRAM MAGISTER TEKNIK PENGAIRAN
MINAT MANAJEMEN SUMBER DAYA AIR
EVA RESMANI
1460604040110008
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
MALANG
2017
i
ii
LEMBAR PENGESAHAN
UJIAN TESIS
ANALISA KAPASITAS TAMPUNG SALURAN DRAINASE
AKIBAT PENGARUH LIMPASAN PERMUKAAN KECAMATAN
KOTA SUMENEP
EVA RESMANI
NIM. 146060404011008
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Ussy Andawayanti, MS Dr. Eng. Evi Nur Cahya, ST., MT.
NIP. 19610131 198609 2 001 NIP. 201102 771203 2 001
Malang, Juni 2017
Universitas Brawijaya
Fakultas Teknik Jurusan Pengairan
Ketua Program Magister Teknik Pengairan
JUDUL :
ANALISA KAPASITAS TAMPUNG SALURAN DRAINASE AKIBAT
PENGARUH LIMPASAN PERMUKAAN KECAMATAN KOTA SUMENEP
KOMISI PEMBIMBING
Ketua : Dr. Ir. Ussy Andawayanti, MS
Anggota : Dr. Eng. Evi Nur Cahya, ST., MT
iii
iv
Eva Resmani
NIM. 146060404011008
Karya ilmiah ini kupersembahkan kepada :
v
vi
PENGANTAR
Puji syukur panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberi rahmat dan petunjuk
sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Analisa Kapasitas Tampung
Saluran Drainase Akibat Pengaruh Limpasan Permukaan Kecamatan Kota Sumenep”.
Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Magister
Teknik (MT) di Teknik Pengairan Universitas Brawijaya.
Penulis menyadari bahwa tesis ini dapat terselesesaikan berkat partisipasi dan bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, tak lupa penulis menyampaikan rasa hormat dan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Ery Suhartanto, ST.,MT., selaku Ketua Program Studi Magister Teknik
Pengairan.
2. Dr. Ir. Ussy Andawayanti, MS dan Dr. Eng. Evi Nur Cahya, ST., MT, selaku dosen
pembimbing yang telah berkenan memberikan bimbingan serta arahan dalam
penyelesaian tesis ini.
3. Prof. Dr. Ir. Lily Montarcih Limantara, M.Sc. dan Dr. Eng. Riyanto Haribowo, ST,
MT, selaku dosen penguji yang telah berkenan memberikan masukan dan arahan
dalam penyelesaian tesis ini.
4. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini.
Akhirnya penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kata sempurna. Untuk itu penulis berharap akan masukan saran dan kritik demi
penyempurnaan penulisan serupa dimasa mendatang. Besar harapan penulis, semoga tesis
ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca sekaligus dapat menjadi bahan acuan
untuk penelitian selanjutnya.
DAFTAR ISI
Halaman
PENGANTAR ....................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .............................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................................xv
ABSTRAK ..................................................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................................1
ix
x
xi
xii
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
Tabel 2. 1. Pola Tanam ................................................................................................. 25
Saat ini waduk Karalloe masih dalam proses pelaksanaan pembangunan yang
direncanakan selesai pada tahun 2020. Untuk mendukung operasi waduk maka perlu
dilakukan kajian ketersediaan tampungan dan kebutuhan air waduk dengan melakukan
studi pola operasi untuk mengoptimalkan pemenuhan air pada semua kepentingan agar
dapat terlayani dengan baik. Dalam hal ini pola operasi waduk Karalloe dioptimalkan
dengan menggunakan program linear.
Maksud dari studi ini adalah untuk mengetahui pola operasi pada berbagai kondisi
musim melalui pemanfaatan sumber daya air sungai Kelara-Karalloe untuk pemenuhan
kebutuhan irigasi seluas 4526,5 Ha, dan peningkatan intensitas tanaman, pemanfaatan air
baku dan pemenuhan kebutuhan tenaga listrik, sehingga didapatkan keuntungan yang
maksimal.
Pada analisa studi ketersediaan air yang digunakan adalah kondisi debit andalan
yaitu andalan 97,3% tahun kering, 75% tahun rendah, 51% tahun normal dan andalan 26%
tahun cukup dan menggunakan pola tata tanam eksisting (padi – padi,palawija), beberapa
alternatif (padi – padi – palawija). Dari analisa tersebut diperoleh berapa besar keuntungan
maksimum berdasarkan luas lahan yang ditanami dengan pemanfaatan air yang tersedia.
Keuntungan maksimum yang diperoleh dari pemanfaatan air setelah optimasi yaitu
pada musim kering sebesar Rp. 78.167.922.078, pada musim rendah sebesar Rp.
142.843.007.378 , pada musim normal Rp. 139.016.104.272 dan pada musim cukup
sebesar Rp.245.647.197.195.
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
kebutuhan air waduk agar pemenuhan air pada semua kepentingan dapat terlayani
dengan baik. Oleh karena itu maka perlu dilakukan optimasi pemanfaatan air
waduk Karalloe.
Maka dari permasalahan di atas dapat dilakukan studi penelitian dengan
judul “Studi Pola Operasi Waduk Karalloe Menggunakan Program Linier”
dengan tujuan memperoleh solusi optimal dari penggunaan air untuk irigasi, air
baku dan pembangkit listrik. Optimasi yang dilakukan adalah untuk
memaksimalkan keuntungan hasil usaha pertanian di Daerah Irigasi Kelara dan
keuntungan dari penjualan air baku serta dari pembangkit listrik.
Perhitungan Optimasi pada studi ini menggunakan Program linier karena
variable – variable yang digunakan dalam sistem bersifat linear sehingga sangat
tepat apabila menggunakan program tersebut, selain itu memiliki fungsi
matematika yang sederhana, tetapi hasilnya cukup akurat. Penyelesaian
perhitungan program linear menggunakan sistem komputerisasi dengan bantuan
software yaitu fasilitas solver dalam mikrosoft excel sehingga hasil perhitungan
dapat dilakukan secara cepat dan tepat
1.5 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui berapa kebutuhan air di waduk Karalloe
2. Mengetahui berapa debit inflow pada Waduk Karalloe
3. Mengetahui berapa keuntungan yang dapat diperoleh dari pemanfaatan air
di waduk Karalloe
4. Mendapatkan hasil pola operasi waduk Karalloe
1.6 Manfaat
Manfaat dari hasil penelitian ini yaitu sebagai bahan acuan dalam
pengambilan kebijakan penetapan sistem pengoperasian waduk pada waduk
Karalloe dan waduk lainnya yang mempunyai permasalahan yang sama agar dapat
memberikan pelayanan optimal dengan ketersediaan air yang ada.
4
2.1 Bendungan
Bendungan adalah semua jenis konstruksi penahan buatan, baik berupa
urugan atau jenis lainnya yang menampung air baik secara alamiah maupun
buatan, termasuk pondasi, tebing tumpuan, serta bangunan pelengkap dan
peralatannya. Sebagian besar bendungan di Indonesia dimanfaatkan untuk
mendukung irigasi, penyediaan air baku, pengendalian banjir, serta pembangkit
tenaga listrik.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun
2010 Tentang Bendungan, defenisi bendungan adalah bangunan melintang yang
berupa beton, urugan tanah, urugan batu maupun pasangan batu yang dibangun
untuk menahan dan menampung air, dapat juga dibangun untuk menahan dan
menampung limbah tambang (tailing), atau menampung lumpur sehingga
terbentuk waduk. Waduk adalah wadah buatan yang terbentuk sebagai akibat
dibangunnya bendungan.
Secara umum fungsi utama bendungan adalah menyediakan simpanan air
atau tampungan, sehingga ciri fisik yang paling penting adalah kapasitas
simpanan atau tampungan (Linsley, 1995). Bendungan dapat dimanfaatkan antara
lain sebagai berikut:
1. Irigasi.
Pada saat musim penghujan, hujan yang turun di daerah tangkapan air
sebagian besar akan mengalir ke sungai. Kelebihan air yang terjadi dapat di
tampung bendungan sebagai persediaan sehingga pada saat musim kemarau
tiba air tersebut dapat digunakan untuk berbagai keperluan antara lain irigasi
lahan pertanian.
2. Pembangkit Listrik Tenaga Air.
Dalam menjalankan fungsinya sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air
(PLTA), bendungan dikelola untuk mendapatkan kapasitas listrik yang
dibutuhkan. PLTA adalah suatu sistem pembangkit listrik yang biasanya
terintegrasi dalam bendungan dengan memanfaatkan energi mekanis aliran air
untuk memutar turbin yang kemudian akan diubah menjadi tenaga listrik oleh
generator.
5
6
3. Pengendali Banjir.
Dalam menjalankan fungsinya sebagai pengendali banjir, bendungan
berfungsi sebagai pengendali daya rusak air akibat banjir. Pada saat musim
penghujan, hujan yang turun dengan intensitas tinggi di daerah tangkapan air
sebagian besar akan mengalir ke sungai. Volume air yang besar dari sungai di
hulu ditampung bendungan sehingga di hilir bisa diminimalisasikan
terjadinya banjir.
4. Penyedia Air Baku.
Air baku adalah air bersih yang dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan air minum dan air rumah tangga. Bendungan selain sebagai
sumber pengairan persawahan juga dimanfaatkan sebagai sumber penyediaan
air baku untuk bahan baku air minum dan air rumah tangga. Air yang dipakai
harus memenuhi persyaratan sesuai kegunaannya.
5. Pariwisata.
Dengan pemandangan yang indah, bendungan juga dapat dimanfaatkan
sebagai tempat rekreasi.
6. Perikanan Darat.
Untuk mengganti mata pencaharian para penduduk desa yang desanya
ditenggelamkan untuk pembuatan bendungan yang dulu bermata pencaharian
sebagai petani, sekarang beralih ke perikanan. Dengan memanfaatkan
bendungan ini para penduduk dapat membuat rumah apung yang digunakan
untuk perikanan air tawar.
Volume hidup
Muka air normal
Saluran Pengambilan
Muka air minimal
Volume mati
(Sudjarwadi, 1989)
8
𝑆𝑡 > 0
Dimana:
St = Kebutuhan kapasitas tampung pada periode waktu t
St-1 = Kebutuhan kapasitas tampung sebelum akhir periode waktu t
9
Hujan
Inflow
Limpasan
Evaporasi
Infiltrasi
Outflow
I = debit inflow
O = debit outflow
E = evaporasi
R = resapan
t = periode waktu
dengan:
R : Curah hujan daerah rata-rata (mm)
R1, R2, ..., Rn : Curah hujan ditiap titik pos Curah hujan (mm)
A1, A2, ..., An : Luas daerah Thiessen yang mewakili titik pos curah hujan
(km2)
n : Jumlah pos curah hujan
Oleh karena itu hasil perhitungan ini lebih teliti dibandingkan dengan
perhitungan cara rata-rata hitung.
A2
A1
A3
n-2 1/2
t = KP - [ 2] (2 - 6)
1- KP
keterangan:
KP = koefisien korelasi peringkat dari Spearman
n = jumlah data
dt = Rt – Tt
Tt = peringkat dari waktu
Rt = peringkat dari variable hidrologi dalam deret berkala
t = nilai distribusi t, pada derajat kebebasan (n-2) untuk derajat
kepercayaan tertentu (umumnya 5%).
Keterangan:
F = perbandingan F
n1 = jumlah sampel kelompok sampel ke-1
n2 = jumlah sampel kelompok sampel ke-2
S1 = standar deviasi kelompok sampel ke-1
S2 = standar deviasi kelompok sampel ke-2
14
2.6.2.3.Uji Persistensi
Uji persistensi ini merupakan uji ketidak tergantungan dari setiap nilai dalam
deret berkala. Dimana harus dihitung besarnya koefisien korelasi serial dengan
metode Spearman. Dengan menggunakan persamaan sebagai beriut:
2
6 ∑m
i=1 (di)
KP = 1 - (2 - 8)
m3 - m
m-2 1/2
t = KS - [ 2 ] (2 - 9)
1- KS
keterangan:
KP = koefisien korelasi serial
m = n-1
di = perbedaan nilai antara peringkat data Xi dan ke Xi + 1
t = nilai distribusi t, pada derajat kebebasan (m-2) dan derajat
kepercayaan tertentu (umumnya 5 % ditolak, atau 95 % diterima).
Y
Tg = X𝑜 (2 - 11)
o
Dengan:
Hz = data hujan terkoreksi (mm)
Ho = data hujan pengamatan (mm)
Tg = kemiringan garis sebelum penyimpangan
Tg o = kemiringan garis setelah penyimpangan
15
Y
Lengkung Massa Ganda
(Double Mass Curve)
Hz
CH Komulatif Rerata
Ho
Tg αo
xo
Tg α x
X
CH kumulatif stasiun yang di uji
ΔH⁄ + γEa
60
Eo = (2 - 13)
Δ+ γ
17
dimana:
Ea = tekanan uap jenuh dari udara pada t oC (e x h) (mm)
H = head budget
Δ = kemiringan lengkung tekanan uap pada suhu t (oC)
𝛾 = konstanta Psychrometer = 0,49 jika t dalam oC dan e dalam
(mmHg).
dimana:
RC = radiasi gelombang pendek yang diterima bumi
(kalori/cm2/hr)
RA = angka angot (konstanta yang berbeda-beda untuk tiap-tiap
lokasi) (kalori/cm2/hr)
a,b = konstanta yang tergantung pada letak suatu tempat di atas
bumi
n
= rasio keawanan
D
n = jumlah jam yang sebenarnya dalam 1 hari matahari bersinar
D = jumlah jam yang dimungkinkan dalam 1 hari matahari
bersinar
RA
RC
RC
RB RB
dimana:
RI = jumlah bersih radiasi yang diserap di permukaan setelah
dipantulkan
pada hari terang (kal/cm2/hari)
r = faktor pantulan atau albedo besarnya r untuk:
air terbuka = 0,06
batu = 0,12 – 0,15
rumput = 0,08 – 0,09
tanaman hijau = 0,2
Sebagian dari RI dipancarkan kembali sebagai gelombang panjang
RB siang dan malam, dan proses ini terjadi paling cepat kalau
angkasanya tidak berawan dan udaranya kering. Besarnya RB
ditentukan secara empiris sebagai berikut (Soemarto, 1987:70) :
n
RB = σ x Ta4 x (0,45 – 0,77 x √ea ) x [0,2 + 0,8 x ( )] (2 - 16 )
D
dimana:
RB = radiasi matahari dari angkasa yang benar-benar
diterima di permukaan pada hari terang (kal/cm2/hari)
Ta = suhu absolut dalam oK (273 + t oC)
ea = tekanan uap sebenarnya udara (mmHg)
x Ta4 = radiasi benda hitam Stephan Baltzman
Jadi jumlah energi tersisa yang masih tertinggal di bumi adalah H,
secara empiris sebagai berikut (Soemarto, 1987:70):
H = RI – RB (2 - 17)
19
2. Transpirasi
Semua jenis tanaman memerlukan air untuk kelangsungan
hidupnya, dan masing-masing jenis tanaman berbeda-beda
kebutuhannya. Hanya sebagian kecil air yang tinggal di dalam tubuh
tumbuh-tumbuhan dan sebagian besar air setelah diserap lewat akar-akar
dan dahan-dahan akan ditranspirasikan lewat bagian tumbuh-tumbuhan
yang berdaun (Soemarto,1986 : 44).
Proses transpirasi berlangsung terus hampir sepanjang hari di bawah
pengaruh sinar matahari, namun pada malam hari pori-pori daun
menutup. Pori-pori tersebut terletak di bagian bawah daun, yang disebut
stomata. Apabila pori-pori ini menutup menyebabkan terhentinya proses
transpirasi secara drastis. Faktor lain yang penting adalah jumlah air
yang tersedia cukup banyak. Jika jumlah air yang tersedia melebihi dari
yang dibutuhkan oleh tanaman, maka jumlah air yang ditranspirasikan
akan lebih besar dibandingkan apabila ketersediaan air di bawah
keperluan.
3. Evapotranspirasi
Dalam kondisi lapangan tidaklah mungkin untuk membedakan antara
evaporasi dan transpirasi, apalagi jika tanahnya tertutup oleh tumbuh-
tumbuhan. Proses evaporasi dan transpirasi saling berkaitan sehingga
dinamakan evapotranspirasi. Jumlah kadar air yang hilang dari tanah oleh
evapotranspirasi tergantung pada (Soemarto,1987:44):
Adanya persediaan air yang cukup (hujan dan lain-lain).
Faktor-faktor iklim seperti suhu, kelembaban, dan lain-lain.
Tipe dan cara kultivasi tumbuh-tumbuhan tersebut.
Besarnya evapotranspirasi potensial dapat dihitung dengan menggunakan
Metode Penman yang sudah dimodifikasi guna perhitungan di daerah
Indonesia adalah sebagai berikut (Suhardjono, 1994:54) :
ETo = c x Eto* (2 - 18)
dimana:
20
Ds = P – Et (2 - 20)
dengan:
Ds = air hujan yang mancapai permukaan tanah (mm/hr)
P = curah hujan (mm/hr)
Et = evapotranspirasi terbatas (mm/hr)
Bila harga Ds positif (P > Et) maka air akan masuk ke dalam tanah bila
kapasitas kelembaban tanah belum terpenuhi, dan sebaliknya akan melimpas bila
kondisi tanah jenuh. Bila harga Ds negatif (Ds < Et) sebagian air tanah akan
keluar dan terjadi kekurangan (defisit).
Perubahan kandungan air tanah (soil storage) tergantung dari harga Ds. Bila
harga Ds negatif maka kapasitas kelembaban tanah akan berkurang dan bila Ds
positif akan menambah kekurangan kapasitas kelembaban tanah bulan
sebelumnya.
Kapasitas kelembaban tanah (Soil Moisture Capacity) awal diperlukan pada
saat dimulainya simulasi dan besarnya tergantung dari kondisi porositas lapisan
tanah atas dari daerah pengaliran. Besarnya diambil 50 sampai dengan 250 mm,
22
yaitu kapasitas kandungan air dalam tanah per m3. Jika porositas tanah lapisan
atas tersebut makin besar, maka kapasitas kelembaban tanah akan makin besar
pula. Jika pemakaian model dimulai bulan januari, yaitu pertengahan musim
hujan, maka tanah dapat dianggap berada pada kapasitas lapangan (field capacity).
Sedangkan jika model dimulai dalam musim kemarau, akan terdapat kekurangan,
dan kelembaban tanah awal yang mestinya di bawah kapasitas lapangan.
dengan:
Vn = volume air tanah bulan ke n
Vn-1 = volume air tanah bulan ke n-1
k = qt/qo = faktor resesi aliran air tanah (catchment area
recession factor)
qt = aliran air tanah pada waktu t (bulan ke t)
qo = aliran air tanah pada awal bulan (bulan ke 0)
23
in = infiltrasi bulan ke n
DVn-1= perubahan volume aliran air tanah
Faktor resesi air tanah (k) adalah 0 – 1. Harga k yang tinggi akan
memberikan resesi yang lambat seperti pada kondisi geologi lapisan
bawah yang sangat lulus air (permeable).
c. Limpasan (Runoff)
Aliran dasar = infiltrasi dikurangi perubahan volume aliran
dalam tanah
Limpasan langsung = kelebihan air (water surplus) – infiltrasi
Limpasan = aliran dasar + limpasan langsung
Debit andalan = aliran sungai dinyatakan dalam m3/bulan
adanya kekurangan air yang dinyatakan dalam Netto Kebutuhan Air Lapangan
(Net Field Requiremnet atau NFR).
Kebutuhan air sawah dinyatakan dalam mm/hari atau liter/detik/hari dan
ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1. Penyiapan lahan.
2. Penggunaan konsumtif.
3. Perkolasi dan rembesan.
4. Curah hujan efektif.
5. Pergantian lapisan air.
Dari ke lima faktor diatas maka perkiraan kebutuhan air untuk irigasi
adalah sebagai berikut: (Standar Perencanaan Irigasi lampiran 2, 1986)
NFR = Etc + P − Re + WLR (2 - 23)
Dimana:
NFR = kebutuhan air di sawah
Etc = evapotranspirasi potensial
Kc = koefisien tanaman yang tergantung dari jenis tanaman dan tahap
pertumbuhannya.
Eto = evaporasi potensial (mm/hr)
P = perkolasi peresapan (mm/hr)
Re = curah hujan efektif (mm/hr)
WLR = penggenangan (mm/hr)
Untuk memenuhi kebutuhan air bagi tanaman, penentuan pola tanam
merupakan hal yang perlu dipertimbangkan. Untuk contoh pola tanam dapat
dilihat padaTabel 2.1.
25
dimana :
IRp = Kebutuhan air irigasi persawahan, mm/ hari
M = Kebutuhan air untuk mengkompensasi kehilangan air akibat evaporasi
serta perkolasi yang ada di sawah.
M = Eo + P (2 - 26)
Eo = Evaporasi air terbuka diambil 1,1x ETo saat penyiapan lahan (mm/
hari)
P = Perkolasi
k = M.T/S (2 - 27)
2.8.3 Perkolasi
Laju perkolasi tergantung pada sifat-sifat tanah. Tanah lempung berat dengan
karakteristik pengelolaan yang baik, laju perkolasi dapat mencapai 1-3 mm/ hari.
Tanah-tanah yang ringan, laju perkolasi lebih tinggi. Hasil-hasil penyelidikan
tanah pertanian serta penyelidikan kelulusan, besarnya laju perkolasi dan tingkat
kesamaan tanah, pengolahan tanah ditetapkan dan dianjurkan pemakaiannya,
untuk menentukan laju perkolasi. Tinggi muka air tanah harus dihitung.
Rembesan akan terjadi akibat meresap air melalui tanggul-tanggul yang berada
sawah.
2.8.4 Pergantian Lapisan Air
Pergantian lapisan air erat hubungannya dengan kesuburan tanah.
Beberapa saat setelah penanaman, air yang digenangkan di permukaan sawah
akan kotor dan mengandung zat-zat yang tidak lagi diperlukan tanaman. Air
genangan ini perlu dibuang agar tidak merusak tanaman di lahan. Air genangan
yang dibuang perlu diganti dengan air baru yang bersih.
Adapun ketentuan-ketentuan dalam penggantian lapisan air adalah sebagai
berikut (Limantara,2008):
1. penggantian lapisan air diperlukan saat terjadi pemupukan maupun
penyiangan, yaitu 1-2 bulan dari penanaman pertama.
2. penggantian lapisan air = 50 mm (diperlukan penggantian lapisan air,
diasumsikan = 50 mm).
3. Jangka waktu penggantian lapisan air = 1,5 bulan (selama 1,5 bulan air
digunakan untuk WLR sebesar 50 mm).
27
Dimana:
P = Tenaga yang dihasilkan (Kw)
Q = Debit air dalam (m3/dt)
H = Tinggi jatuh air dalam (m)
eff = Efisiensi Generator (0,8 s/d 0,95)
Pada Gambar 2. 6 menunjukan secara skematis bagaimana potensi tenaga
air, yaitu sejumlah air yang terletak pada ketinggian tertentu diubah menjadi
tenaga mekanik oleh turbin air.
dengan:
Pn = jumlah penduduk dalam tahun ke-n (jiwa)
Po = jumlah penduduk pada tahun dasar (jiwa)
r = angka pertumbuhan penduduk tiap tahun (%)
n = jumlah tahun proyeksi (tahun)
Pn = Po + (1 + r)n (2 - 30)
Dimana :
Dimana :
r= (2 - 32)
n. n X 2
i 1 i
n
i 1
Xi
2
. n. n Y 2
i 1 i
n
i 1Yi
2
dimana :
r = koefisien korelasi
X = tahun proyeksi
Y = jumlah penduduk hasil proyeksi
Qd = Mn * S (2 - 33)
dengan:
Qd = kebutuhan domestik
Mn = jumlah penduduk
S = standar kebutuhan air/orang/hari
Tingkat kebutuhan air untuk keperluan domestik antara satu kota dengan
kota yang lain akan sangat berbeda. Semakin besar suatu kota maka tingkat
kebutuhan air juga akan semakin besar, demikian pula semakin modern suatu
masyarakat maka akan konsumsi airnya juga akan semakin besar.
2.10.6 Kebutuhan Non Domestik
Kebutuhan non domestik merupakan kebutuhan air bersih selain untuk
keperluan rumah tangga dan sambungan kran umum, seperti penyediaan air untuk
sarana sosial, tempat ibadah, sekolah, rumah sakit, asrama dan juga untuk
keperluan komersil, seperti industri, hotel, perdagangan, pelabuhan, serta untuk
pelayanan jasa umum. Untuk kota kecil dan sedang, konsumsi air untuk keperluan
non domestik tidak seberapa besar seperti pada kota besar. Berdasarkan Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No: 18/PRT/M/2007, besarnya kebutuhan non
domestik adalah sebesar 15% dari kebutuhan domestik. Rumus kebutuhan non
domestik:
Qnd = 15% * Qd (2 - 34)
dengan:
Qnd = kebutuhan non domestik
Qd = kebutuhan domestik
m
P = x100% (2 - 35)
n+1
Dimana :
m = nomor urut data
31
n = Jumlah data
Pengelompokan kelompok pola debit inflow tahunan misalnya pada
kondisi debit air musim kering, debit air rendah normal, debit air normal dan debit
air cukup dengan batasan :
- Debit air musim kering : debit yang dilampaui oleh debit-debit sebanyak
355 hari dalam setahun. Keandalan (355/365) x 100% = 97,3 %.
- Debit air rendah : debit yang dilampaui oleh debit-debit sebanyak 275 hari
dalam setahun. Keandalan (275/365) x 100% = 75,3 %.
- Debit air normal : debit yang dilampaui oleh debit-debit sebanyak 185 hari
dalam setahun. Keandalan (185/365) x 100% = 50,7 %.
- Debit air cukup (affluent) : debit yang dilampaui oleh debit-debit sebanyak
95 hari dalam setahun. Keandalan (95/365) x 100% = 26 %.
Fungís Kendala :
a11x1 + a12X2 + … + a1n ≤ b1 (2 - 37)
X1 ≥ 0 ; X2 ≥ 0; …. ; Xn ≥ 0 (2 - 40)
Kendala:
n
a
n 1
mn n x ≤ bm (2 - 42)
dan
xn ≥ 0 (2 - 43)
m = jumlah kendala
n = jumlah variabel keputusan
fungsi tujuan dalam program linier ini mencerminkan atau menggambarkan
tujuan yang akan dicapai dalam pemecahan suatu masalah program linier.
menu Microsoft Excel tidak terdapat fasilitas solver, maka dapat di instal di Add-
Ins yang ada di Microsoft Excel. Dalam perhitungan dengan solver harus
memenuhi tiga hal yaitu:
1. Target yang ingin dicapai
2. Kendala yang harus dipenuhi
3. Sel yang diubah-ubah isinya untuk ditentukan nilainya agar target dan
kendala dipenuhi.
Langkah pertama yang diberikan yaitu menentukan nilai terkaan pada sel
yang diubah tersebut. Solver akan melakukan proses coba dan salah berdasarkan
nilai terkaan yang diberikan hingga akhirnya diperoleh solusi yang memenuhi
tujuan dan kendala.
8. Pilih ok.
9. Nilai X1, X2, …, Xn diberi nilai terkaan coba-coba.
10. Tulis rumus tujuan dan kendala.
11. Beri perintah tools, solver, kotak dialog tampil.
12. Isikan range target.
13. Pilih kotak teks by changing cells, masuk range yang akan diubah.
14. Masukkan nilai kendala, dengan memilih add, kotak dialog akan tampil dan
akhiri dengan ok.
15. Pilih solver (tekan enter).
16. Setelah melakukan perhitungan sejenak, Microsoft Excel akan menampilkan
kotak dialog Solver result yang memberi tahu bahwa solusi telah ditemukan.
17. Pilih ok, selesai (nilai pada X1, X2 dan nilai tujuan akan berubah yang
merupakan nilai sosial).
BAB III
METODE PENELITIAN
37
38
Data teknis dari bendungan Karalloe dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut ini:
Tabel 3. 2 Rincian Data Teknis Bendungan Karalloe
Lebar Puncak/mercu 10 m
Lebar Saluran 30 m
Panjang terowongan 70 m
Rencana pengolahan data dalam penelitian ini ditampilkan dalam Tabel 3.3 di
bawah ini.
MULAI
Pengumpulan Data
Analisa Kebutuhan
Analisa Hidrologi Irigasi dan Air Baku
Analisa Tampungan
Waduk
Debit Inflow
Debit Kebutuhan
Tidak
Periksa fungsi tujuan OPTIMAL
dan kendala
Ya
Selesai
Mulai
Keseimbangan
Air
DS = P - ET
Selesai
Dimana :
Z = Nilai tujuan yang akan dicapai (maksimum keuntungan)
U1 = Keuntungan bersih produksi pertanian(Rp/ Ha)
U2 = Keuntungan bersih produksi pertanian (Rp/ Ha)
U3= Keuntungan bersih produksi pertanian (Rp/ Ha)
X1 = Luas tanam musim 1 (ha)
X2 = Luas tanam musim 2 (ha)
X3= Luas tanam musim 3 (ha)
Fungsi Batasan
Untuk memperoleh hasil yang maksimal, maka batasan batasan yang sesuai
dengan kondisi dilapangan adalah :
1. Luas Daerah Irigasi Waduk Karalloe adalah 4526,5 Ha, dimana sebagian
besar ditanami padi, kemudian padi-palawija dan palawija-palawija.
2. Ketersediaan air yang akan digunakan untuk mengoptimasi luas lahan adalah
dengan volume andalan yang tersedia di bendung.
INt = RLt + LEt + SPt + St – St-1
S0 (awal) = S12
Di mana :
INt = skenario debit inflow waduk bulan ke-t
RLt = total pelepasan waduk
LEt = kehilangan air waduk akibat evaporasi bulan ke-t
SPt = limpasan bulan ke-t
St = tampungan waduk akhir bulan akhir bulan ke -t
St-1 = tampungan waduk awal bulan ke-t
t = 1,2,3,…,12
3. Batasan tampungan awal dan akhir (memperhitungkan kapasitas tampungan
minimal air yang ada guna air baku)
Tn-1 = 0 (pada elevasi +221.39)
Tn ≤ 39,28 juta (pada elevasi +247,86)
48
5. Kebutuhan air irigasi berbeda setiap bulan sedangkan luas lahan tetap,
sehingga pendekatan persamaan pola skala kebutuhan dirumuskan:
n=4
PASt
n=4 (∑ PA Tt ) − PATt = 0
∑t=1 PASt
t=1
di mana
∑PASt = total air yang dibutuhkan irigasi selama satu musim tanam
yaitu 4 bulan (m3)
PASt = kebutuhan air irigasi bulan ke-t (m3)
∑PATt = total pelepasan irigasi melalui outlet selama satu musim tanam
(m3)
T = satu musim tanam yaitu 4 bulan
Sung
ai Ka
rallo
Sung
n
nga
endu e
ai Ka
B allo
a
r
Ka
lar
Ke
rallo
ai
ng
e
Su
CA= 92 km2
ng
ndu n
Beungalaloe
nd ar
Be K oe Ben
rall dun
a
Ka
lar
g Kel
ara
Ke
ai
ng
Su
CA= 92 km2
duk
Saluran in
ng
ndu
Be alloe
r
Ka Ben
elara
dun
gK
ela
ra
Sungai K
duk
AWLR
Saluran in
Likupande
CA= 287.75 km2
ALIRAN SUNGAI KARALLOE
DAN S.KELARA
elara
AWLR
Likupande
CA= 287.75 km2
ALIRAN SUNGAI KARALLOE
DAN S.KELARA
51
I KR I KL
PLTA
Bendung Kelara
Waduk Karalloe
D.I. Kelara
Sungai Kelara
PDAM
R KL R KL
Dengan pengujian dua sisi untuk derajat kepercayaan 5 % ditolak pada derajat
kebebasan dk = n - 2 = 8 maka tabel I-1 (Soewarno:1995:77), diperoleh t0.975 = +
2,306 dan -t0.975 = - 2,306. Dari Tabel 4.1 nilai t hitung diantara -2,306 < thitung <
2,306, maka menunjukan ketiadaan trend (independen).
53
54
2.6.2.5.Uji Stasioner
Dari data deret berkala setiap stasiun dibagi menjadi 2 (dua) kelompok, dan diuji
menggunakan uji F. Untuk perhitungan secara keseluruhan tiap stasiun dapat
dilihat pada lampiran, sedangkan Tabel 4.2 merupakan rekapitulasi perhitungan
uji stasioner beberapa stasiun hujan.
Nilai t
No Nama Stasiun Keterangan
Hitungan Tabel
1 Sta. Kelara 0.065 Stabil/Homogen
2 Sta. Malakaji 1.489 6.39 Stabil/Homogen
3 Sta. Malino 0.706 Stabil/Homogen
Sumber : Hasil perhitungan
Pada derajat kebebasan dk1 = n1 – 1 dan dk2 = n2 – 1 dan derajat kepercayaan 5%,
maka dari tabel I-4 (Soewarno:1995:82a), diperoleh nilai F tabel = 6,39. Maka
dari Tabel 4.2 nilai F perhitungan ternyata lebih kecil dari nilai F tabel, sehingga
varian data pada kedua kelompok berbeda, atau dengan kata lain peluang 95%
nilai variannya stabil.
2.6.2.6.Uji Persistensi
Uji ini bertujuan untuk melihat ketidaktergantungan dari setiap nilai dalam deret
berkala. Dalam pengujian ini perlu dihitung besarnya koefisien korelasi serial.
Tabel 4.3 merupakan rekapitulasi perhitungan uji persistensi beberapa stasiun
hujan, untuk hitungan secara keseluruhan dapat dilihat pada lampiran.
Nilai t
No Nama Stasiun Keterangan
Hitungan Tabel
1 Sta. Kelara -0.836 acak
2 Sta. Malakaji -0.442 1.895 acak
3 Sta. Malino 0.044 acak
Sumber : Hasil perhitungan
Berdasarkan uji satu sisi, pada derajat kepercayaan 5% ditolak dengan
derajat kebebasan m-2 = 9 – 2 = 7, maka ttabel = 1,895. Dari tabel 4.3 nilai thitung
lebih kecil dari ttabel maka dapat diterima dengan kata lain bahwa 95% data
indepeden atau tidak menunjukan adanya persistensi.
55
Dari hasil uji konsistensi seperti yang disajikan pada grafik lengkung masa
ganda Gambar 4.1 sampai Gambar 4.3, diperoleh nilai koefisien determinasi (R2)
sebesar 99 % dari seluruh stasiun hujan sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak
ditemukan terjadinya penyimpangan data sehingga tidak dilakukan koreksi data
curah hujan atau data dianggap konsisten dan dapat digunakan dalam perhitungan
selanjutnya.
Bulan
No Parameter Satuan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
I Data
1 Suhu, T (o C) 24.97 24.7 26.6 26.7 26.8 27.1 25.9 25.7 26.2 25.6 27.2 25.5
2 Kelembaban Relatif, RH (%) 89.6 90.8 88.6 85.5 85.1 83.9 84.0 80.8 77.3 79.9 83.7 86.8
3 Lama Penyinaran, n/N (%) 38.1 43.8 48.2 55.1 60.1 63.1 70.2 76.7 72.8 66.2 53.5 43.1
4 Kecepatan angin, u (km/hr) 42.6 40.4 37.0 26.3 33.0 28.9 27.9 34.4 44.9 46.2 40.6 47.0
(m/dt) 0.494 0.5 0.4 0.3 0.4 0.3 0.3 0.4 0.5 0.5 0.5 0.5
II Perhitungan
1 Tekanan uap jenuh, ea (mbar) 31.6 31.1 34.9 35.2 35.4 36.0 33.5 33.1 34.1 32.8 36.3 32.6
2 Tekanan uap nyata, ed (mbar) 28.3 28.2 30.9 30.1 30.2 30.2 28.2 26.8 26.4 26.2 30.4 28.3
3 Perbedaan tekanan uap, ea - ed (mbar) 3.3 2.9 4.0 5.1 5.3 5.8 5.4 6.4 7.8 6.6 5.9 4.3
4 Fungsi angin, f(u) (km/hr) 0.4 0.4 0.4 0.3 0.4 0.3 0.3 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4
5 Faktor pembobot (1 - W) 0.3 0.3 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.3
6 Radiasi ekstra terrestial, Ra 15.7 15.9 15.6 14.8 13.5 12.9 13.2 14.1 15.0 15.7 15.7 15.6
7 Radiasi gelombang pendek, Rs (mm/hr) 7.16 7.8 8.0 8.1 7.8 7.6 8.3 9.4 9.7 9.5 8.5 7.5
8 Radiasi netto gelombang pendek, Rns (mm/hr) 5.4 5.8 6.0 6.1 5.8 5.7 6.2 7.0 7.2 7.1 6.4 5.7
9 Radiasi netto gelombang panjang, Rnl (mm/hr) 0.71 0.8 0.8 0.9 1.0 1.0 1.2 1.3 1.3 1.2 0.9 0.8
10 Radiasi netto, Rn (mm/hr) 4.7 5.0 5.2 5.2 4.9 4.7 5.0 5.7 5.9 5.9 5.5 4.9
11 Faktor pembobot untuk Rn, W 0.74 0.7 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.7
12 Faktor koreksi, c 1.1 1.1 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.1 1.1 1.2 1.2
13 Potensial Evapotranspirasi, ETo (mm/hr) 4.17 4.40 4.30 4.34 3.95 3.88 4.26 4.85 5.76 5.60 5.44 4.69
Sumber : Hasil Perhitungan
66
= 14,21 mm/15 hr
10. DVn = Vn – Vn-1
= 14,21 – 20
= -5,79 mm/15 hr
11. BF = I – DVn
= 5,61 – (-5,79)
= 11,40 mm/bln
12. DR = WS – I
= 14,04 – 5,62
= 8,42 mm/15 hr
13. R = BF + DR
= 11,04 + 8,42
= 19,83 mm/bln
uas D S x x 1000
14. Debit aliran sungai =
6 00 x jumlah hari
103,17 x 19, 3 x 1000
=
6 00 x 15
= 1,5785 m3/dt
Perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 4.12, dan hubungan antara
debit dan curah hujan digambarkan pada Gambar 4.5 dan Gambar 4.6.
68
Tabel 4. 12. Perhitungan debit 15 harian tahun 2005 dengan simulasi F. J. Mock
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
No URAIAN Hitungan Satuan
I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II
II DATA HUJAN
1 Curah Hujan (P) Data mm/15hr 70.6 69 64 64 59 54 68 30 38 9 2 13 18 1 4 0 16 1 3 22 70 107 93 60
2 Hari Hujan (h) Data hari 12 11 11 9 11 11 10 6 6 4 3 2 6 1 3 1 1 1 1 4 8 12 14 12
III EVAPOTRANSPIRASI TERBATAS (Et)
3 Evapotranspirasi Potensial (ETo) Hitungan mm/15hr 64.26 68.54 67.67 58.65 66.48 70.91 68.06 68.06 61.72 65.84 61.13 61.13 66.89 71.35 75.64 80.69 89.15 89.15 86.51 92.28 84.37 84.37 72.30 77.12
4 Permukaan Lahan Terbuka (m) Hitungan % 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40
5 (m/20) * (18 - h) Hitungan - 0.12 0.14 0.14 0.18 0.15 0.15 0.16 0.25 0.24 0.28 0.30 0.32 0.24 0.35 0.30 0.35 0.34 0.34 0.34 0.28 0.21 0.13 0.09 0.13
6 E = (ETo) * (m/20) * (18 - h) (3) * (5) mm/15hr 7.71 9.60 9.47 10.56 9.97 10.64 10.89 17.01 14.81 18.43 18.34 19.56 16.05 24.97 22.69 28.24 30.31 30.31 29.41 25.84 17.72 10.97 6.51 10.03
7 Et = (ETo) - (E) (3) - (6) mm/15hr 56.55 58.95 58.20 48.09 56.51 60.28 57.17 51.04 46.91 47.40 42.79 41.57 50.83 46.38 52.95 52.45 58.84 58.84 57.10 66.44 66.65 73.40 65.79 67.09
IV KESEIMBANGAN AIR
8 Ds = P - Et (1) - (7) mm/15hr 14.04 10.10 5.37 15.68 2.92 -6.23 10.52 -21.00 -8.67 -37.95 -41.26 -28.93 -33.22 -45.57 -48.72 -52.10 -43.03 -58.07 -54.46 -44.13 3.27 33.28 27.43 -6.94
9 Kandungan Air Tanah mm/15hr 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 -6.23 0.00 -21.00 -8.67 -37.95 -41.26 -28.93 -33.22 -45.57 -48.72 -52.10 -43.03 -58.07 -54.46 -44.13 0.00 0.00 0.00 -6.94
10 Kapasitas Kelembaban Tanah (SMC) SMC mm/15hr 114.12 113.81 112.71 112.75 111.89 110.81 113.54 106.01 107.65 101.89 100.31 102.53 103.52 100.16 100.85 100.07 103.16 100.15 45.70 1.57 107.79 107.79 107.79 100.85
11 Kelebihan Air (WS) (8)- (9) mm/15hr 14.04 10.10 5.37 15.68 2.92 0.00 10.52 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 3.27 33.28 27.43 0.00
V ALIRAN DAN PENYIMPANAN AIR TANAH
12 Infiltrasi (I) (11) * (i) mm/15hr 5.62 4.04 2.15 6.27 1.17 0.00 4.21 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.31 13.31 10.97 0.00
13 0.5 (1 + k) In Hitungan - 4.21 3.03 1.61 4.70 0.88 0.00 3.16 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.98 9.98 8.23 0.00
14 k * V (n - 1) Hitungan - 10 7.11 7.11 5.07 4.36 2.62 1.31 2.23 1.12 0.56 0.28 0.14 0.07 0.03 0.02 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.49 5.24 6.73
15 Volume Penyimpanan (Vn) (13) + (14) mm/15hr 14.21 10.14 8.72 9.77 5.24 2.62 4.46 2.23 1.12 0.56 0.28 0.14 0.07 0.03 0.02 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.98 10.48 13.47 6.73
16 Perubahan Volume Air (DVn) Vn - V(n-1) mm/15hr -5.79 -4.08 -1.42 1.05 -4.54 -2.62 1.85 -2.23 -1.12 -0.56 -0.28 -0.14 -0.07 -0.03 -0.02 -0.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.98 9.49 2.99 -6.73
17 Aliran Dasar (BF) (12) - (16) mm/15hr 11.40 8.12 3.57 5.22 5.71 2.62 2.36 2.23 1.12 0.56 0.28 0.14 0.07 0.03 0.02 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.33 3.82 7.98 6.73
18 Aliran Langsung (DR) (11) - (12) mm/15hr 8.42 6.06 3.22 9.41 1.75 0.00 6.31 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1.96 19.97 16.46 0.00
19 Aliran (R) (17) + (18) mm/15hr 19.83 14.18 6.79 14.62 7.46 2.62 8.67 2.23 1.12 0.56 0.28 0.14 0.07 0.03 0.02 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00 2.29 23.79 24.44 6.73
VI DEBIT ALIRAN SUNGAI
21 Debit Aliran Sungai A * (19) m3/det 1.578 1.058 0.541 1.343 0.594 0.195 0.690 0.178 0.089 0.042 0.022 0.011 0.006 0.003 0.001 0.001 0.000 0.000 0.000 0.000 0.182 1.894 1.945 0.502
Gambar 4. 5. Grafik hubungan data debit dengan data curah hujan tahun 2005
Gambar 4. 6. Grafik hubungan data debit dengan data curah hujan tahun 2005
70
Perhitungan debit dengan metode F.J. Mock tahun selanjutnya terlampir, dan
untuk rekapitulasi hasil perhitungan debit dapat dilihat pada Tabel 4.13 dan Tabel
4.14.
Debit (m3/detik)
Periode
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Jan. I 1.58 2.21 1.72 1.97 4.24 7.76 12.68 2.25 7.96 4.85
Jan. II 1.06 4.39 0.48 0.55 5.19 3.78 6.38 1.44 1.81 7.33
Feb. I 0.54 1.90 2.27 2.05 4.64 1.55 8.39 1.42 2.88 2.09
Feb. II 1.34 0.86 1.38 1.04 5.18 1.02 6.26 1.30 4.46 3.13
Mar. I 0.59 0.37 0.42 0.36 2.19 0.40 4.11 0.39 3.34 0.88
Mar. II 0.20 0.46 0.20 0.17 0.81 1.23 5.95 0.86 0.96 0.77
Apr. I 0.69 0.16 0.10 1.35 0.43 0.34 2.70 0.25 0.51 0.30
Apr. II 0.18 0.08 0.05 0.31 0.22 0.17 7.68 0.13 0.26 2.00
Mei. I 0.09 5.01 0.03 0.16 0.11 1.67 7.61 0.06 0.13 0.47
Mei. II 0.04 1.52 0.01 0.07 0.05 0.36 5.79 0.03 0.06 0.22
Jun. I 0.02 1.51 0.01 3.29 0.03 2.10 2.56 0.02 0.03 0.12
Jun. II 0.01 1.46 0.00 0.72 0.01 2.82 1.64 0.01 0.02 3.05
Jul. I 0.01 0.46 0.00 0.36 0.01 0.75 0.67 0.00 0.01 0.67
Jul. II 0.00 0.21 0.00 0.17 0.00 0.35 0.31 0.00 0.00 0.31
Agt. I 0.00 0.11 0.00 0.09 0.00 0.19 0.17 0.00 0.00 0.17
Agt. II 0.00 0.05 0.00 0.04 0.00 0.09 0.08 0.00 0.00 0.08
Sep. I 0.00 0.03 0.00 0.02 0.00 0.05 0.04 0.00 0.00 0.04
Sep.II 0.00 0.01 0.00 0.01 0.00 0.02 0.02 0.00 0.00 0.02
Okt. I 0.00 0.01 0.00 0.01 0.00 0.01 0.01 0.00 0.00 0.01
Okt. II 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00
Nop. I 0.18 0.00 0.00 4.62 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Nop. II 1.89 0.03 0.00 1.29 0.00 2.06 0.00 0.00 0.00 0.00
Des. I 1.95 0.01 0.00 2.42 0.00 5.24 1.56 0.00 7.52 0.00
Des. II 0.50 1.95 2.34 0.76 0.00 3.93 0.66 0.00 8.05 0.00
Rerata 0.45 0.95 0.38 0.91 0.96 1.50 3.14 0.34 1.58 1.11
Sumber : Hasil Perhitungan
71
30 0
50
25 100
250
15 300
350
10 400
450
5 500
550
0 600
Tahun
Gambar 4. 7. Hubungan Debit Metode F.J. Mock dengan Data Curah Hujan
DAS Kelara Tahun 2005 – 2014
40 0
35 50
100
Curah Hujan (mm/hari)
30
150
Debit (m3/dt)
25 200
20 250
15 300
350
10
400
5 450
0 500
Tahun
Proses ini dilakukan untuk melihat trend antara debit hasil analisa F. J
Mock dengan data curah hujan, jika sudah memiliki trend yang sama, dengan
demikian debit hasil analisa FJ Mock dapat digunakan pada analisa selanjutnya.
Dari hasil rekapitulasi debit sungai kemudian diurutkan debit rerata per
tahunnya dari yang terbesar ke yang terkecil sepanjang tahun. Dari hasil debit
inflow rerata tahunan yang telah diurutkan dari terbesar sampai yang terkecil,
akan dihitung presentasi waktu terlampaui atau probabilitasnya dengan rumus
weibull sebagai berikut :
m
P =n + 1 x100% (4. 1)
Dimana :
P = Presentasi waktu disamai atau terlampaui (%)
m = Nomor urut data
n = Jumlah
3
Data debit (m ) Rangking Data Probabilitas
No Keterangan
Tahun Q Tahun Q (%)
3
Data debit (m ) Rangking Data Probabilitas
No Keterangan
Tahun Q Tahun Q (%)
Keterangan :
P = (m/(n+1)) x 100%
m = no. urut data
n = jumlah data
75
100
- Kebutuhan air rata-rata = Kebutuhan air total + Jumlah kehilangan air x
Kebutuhan air puncak
Untuk selanjutnya perhitungan dapat dilihat dilampian dan hasil pehitungan
bias dilihat di tabel di bawah ini.
IR = M ek/(ek-1)
dengan :
IR = kebutuhan air irigasi di tingkat persawahan (mm/hr)
M = kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan
perkolasi di sawah yang sudah dijenuhkan, M = Eo + P (mm/hr)
Eo = evaporasi air terbuka yang diambil 1,1 Eto selama penyiapan lahan
(mm/hr)
P = perkolasi
K = MT/S
T = jangka waktu penyiapan lahan (hr)
S = kebutuhan air untuk penjenuhan
Tabel 4. 20. Kebutuhan Air untuk Penyiapan Lahan Tanaman Padi
Bulan
No Parameter Satuan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
1 ETo (mm/hr) 4.28 4.51 4.43 4.54 4.11 4.08 4.46 5.04 5.94 5.77 5.62 4.82
2 Eo = ETo x 1.10 (mm/hr) 4.71 4.96 4.88 4.99 4.53 4.48 4.91 5.55 6.54 6.34 6.19 5.30
3 P (mm/hr) 1.80 1.80 1.80 1.80 1.80 1.80 1.80 1.80 1.80 1.80 1.80 1.80
4 M = Eo + P (mm/hr) 6.51 6.76 6.68 6.79 6.33 6.28 6.71 7.35 8.34 8.14 7.99 7.10
5 T hari 31 29 31 30 31 30 31 31 30 31 30 31
6 S mm 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300
7 k = (M x T) / S - 0.67 0.65 0.69 0.68 0.65 0.63 0.69 0.76 0.83 0.84 0.80 0.73
k k
(mm/hr) 13.30 14.09 13.40 13.78 13.18 13.47 13.41 13.81 14.74 14.31 14.52 13.66
8 LP = M e / (e - 1)
(lt/dt/ha) 1.54 1.63 1.55 1.59 1.53 1.56 1.55 1.60 1.71 1.66 1.68 1.58
(4). Perkolasi
Dengan mempertimbangkan jenis tanam dominan yaitu entisol (sandy clay
loam), bersarnya perkolasi ditentukan sebesar 2 mm.hari. Penelitian yang
dilakukan oleh Nippon Koei co. ltd pada tahun 1999 yang dilakukan pada 5
titik disekitar saluran sekunder dengan rata2 perkolasi untuk jenis tanah
Entisol/Utisol dengan besarnya perkolasi 1.8 mm/hari mencakup 83 % total
area irigasi.
LP
Padi 1.000 ha LP
Padi 4.526,5 ha
LP Jagung 1.000 ha
Hasil perhitungan kebutuhan air irigasi berdasarkan PTT RTTG pada studi
ini dapat dilihat pada tabel berikut
81
Dimana:
H eff rerata = tinggi jatuh efektif rerata
HWL = elevasi muka air maksimum
TWL = elevasi muka air buri
HL = kehilangan tinggi total
LWL = elevasi muka air minimum
Pembangkit tenaga air dioperasikan pada kondisi muka air efektif untuk
turbin pada kondisi 120 % sampai 70% . Elevasi muka air maksimum adalah El.
248.50 mpl, dimana elevasi muka air buri (tail water level) pada elevasi 172.50 m
dan elevasi muka air minimum adalah 221,00 m, sehingga tinggi jatuh efektif
rerata dapat dihitung dengan pendekatan berikut:
ELrerata MAW = EL HWL – 1/3 (HWL – LWL)
= 248, 5 – 1/3/ (248,5 – 221)
= 239,33 m
H rerata = EL rerata MAW – EL TWL
= 239,33 – 172,5
= 66,833 m
Jadi,
Heff = H rerata – 3% H rerata
= 0,97 x Hrerata
= 64,828 m
Debit yang digunakan untuk membangkitkan daya listrik ini diambil dari air
yang akan dimanfaatkan untuk daerah irigasi sehingga hasil bangkitan PLTA
tergantung dari pemakaian air untuk irigasi
Kapasitas pembangkit dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
P = 9.8 Q H. a
dimana :
P = Output Daya (kW)
Q= Debit (m3/sec)
H= Tinggi efektif (m)
a = Efesiensi
83
Tabel 4. 22. Analisa Biaya Produksi dan Manfaat Irigasi per Hektar
Z= Cn Xn
n 1
Dengan :
Z = fungsi tujuan (keuntungan maksimum) (juta Rp)
Cn = keuntungan / manfaat bersih
Xn= variabel sasaran
Persamaan fungsi sasaran dapat ditulis sebagai berikut
Z = 14,105 X1 + 14,105 X2 + 5,6 X3
Dimana:
X1 = Luas tanam pada musim 1
X2 = Luas tanam pada musim 2
X3 = Luas tanam pada musim 3
Karalloe dengan debit andalan kering, rendah, normal dan cukup dapat dilihat
pada Gambar 4.10.
Dari Gambar 4.10 dapat diketahui bahwa ketersediaan air pada awal tahun
masih mencukupi tetapi pada bulan Juli hingga bulan November kekurangan ait
yang cukup banyak, sehingga upaya optimasi ketersediaan air memang sangat
diperlukan untuk mengoptimalkan ketersediaan air yang ada.
Proses analisa optimasi dalam studi ini menggunakan program linier dengan
bantuan fasilitas solver dalam Microsoft Exel. Dengan memasukkan nilai – nilai
parameter fungsi sasaran dan fungsi kendala akan diperoleh hasil atau keluaran
dari komponen – komponen variabel serta harga dari fungsi sasaran. Dari hasil
optimasi yang dilakukan dengan debit andalan 97,3%, 75,3%, 51,7%, 26% dengan
menggunakan solver didapatkan hasil yaitu luas lahan optimum yang akan
ditanami dan keuntungan maksimum. Untuk selanjutnya hasil optimasi dapat
dilihat pada Tabel 4.22 sampai dengan Tabel 4.25 dan gambar 4.11 sampai
dengan gambar 4.14.
Sebagai pembanding dihitung keuntungan hasil produksi pertanian
berdasarkan PTT dan luas tanam dari dinas terkait dalam tabel berikut ini.
Hasil optimasi
Keputusan Keuntungan (juta Rp)
MT 1 4526.5 Ha 63,846.283
MT 2 4526.5 Ha 63,846.283
MT 3 2355 Ha 13,188.000
3
Air baku 17.35 juta m 15,615.171
PLTA 103.23 Juta KWh 89,151.463
Total 245,647.198
90
Gambar 4. 11. Grafik neraca air ketersediaan dan kebutuhan air debit 26 %
Pada hasil optimasi luas lahan optimum untuk musim tanam 1 seluas 4526,5
Ha, pada musim tanam II seluas 4526,5 Ha dan pada musim tanam III luas lahan
sebesar 2355 Ha. Keuntungan maksimum yang dapat diperoleh dengan
penambahan nilai manfaat kebutuhan air baku dan PLTA adalah
Rp..245.647.197.195
Hasil Optimasi
(juta rupiah)
MT 1 4562.5 Ha 64354.0625
MT 2 1665.38 Ha 23490.12411
MT 3 399.38 Ha 2236.532837
Air Baku 17.35 juta m3 15615.17058
PLTA 38.58 Juta KWh 33320.21424
Total 139,016.10
91
Gambar 4. 12. Grafik neraca air ketersediaan dan kebutuhan air andalan 50,7 %
Pada debit andalan 50,7 % luas lahan yang dapat dialiri pada musim tanam I
sebesar 4526,5 Ha, pada musim tanam II seluas 1665,38 Ha dan pada musim
tanam III sebesar 399,38 Ha. Besar keuntungan penggunaan air yang dapat
dihasilkan yaitu sebesar Rp. 139.016.104.272
Hasil optimasi
Keuntungan (juta Rp)
MT 1 3903.43 Ha 55,057.925
MT 2 2618.45 Ha 36,933.197
MT 3 9.01 Ha 50.431
Air baku 17.35 juta m3 15,615.171
PLTA 40.74 Juta KWh 35,186.284
Total 142,843.007
92
Gambar 4. 13. Grafik neraca air ketersediaan dan kebutuhan air andalan 75,3 %
Hasil Optimasi
(juta rupiah)
MT 1 2569.49 Ha 36242.71056
MT 2 855.21 Ha 12062.80207
MT 3 0.03 Ha 0.150553378
3
Air Baku 17.35 juta m 15615.17058
PLTA 16.50 Juta KWh 14247.08832
Total 78,167.92
93
Gambar 4. 14. Grafik neraca air ketersediaan dan kebutuhan debit andalan 97,3%
Keuntungan maksimal yang bias dicapai pada musim debit andalan 97,3 %
adalah sebesar Rp. 78.167.922.078. Mampu mengaliri sawah pada musim tanam I
sebesar 2569,49 Ha, pada musim tanam II adalah 855,21 Ha dan pada musim
tanam III maksimal 0,03 Ha dan dapat dianggap tidak ditanami pada musim
tanam III.
Gambar 4. 15. Status tampungan waduk pada debit air cukup andalalan 26%
Gambar 4. 18. Status tampungan waduk debit air kering andalan 97,3 %
96
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya dan
berlandaskan pada rumusan masalah, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Kebutuhan air layanan Waduk Karalloe untuk memenuhi kebutuhan air
baku wilayah Desa Karalloe adalah 0,55 m3/det. Kebutuhan Irigasi untuk
wilayah irigasi Daerah Irigasi Kelara tiap tahunnya dengan Pola Tata
Tanam eksisting sebesar 20,11 lt/det/ha, Pola Tata Tanam alternatif pada
alternatif I sebesar 13,58 lt/det/ha, alternatif II sebesar 13,89 lt/det/ha,
alternatif III sebesar 14,11 lt/det/ha, alternatif IV sebesar 14,31 lt/det/ha
2. Besaran Inflow Debit andalan Waduk Karalloe pada kondisi andalan Q
26% sebesar 48,46 m3/det, Q 50,7% sebesar 31,51 m3/det, Q 75,3%
sebesar 29,17 m3/det dan pada kondisi Q 97%adalah 20,10 m3/det.
3. Keuntungan maksimal yang didapatkan dari ketersediaan air yang ada
pada pola tanam setelah optimasi sebagai berikut:
- Debit dengan kondisi Q 26% (musim cukup), keuntungan maksimal
didapat pada pola tanam alternatif I dengan pola tanam Padi-Padi-
Palawijadengan penambahan nilai manfaat kebutuhan air baku dan
PLTA adalah Rp.245.647.188.195, luas tanam optimum pada musim
tanam I seluas 4526,5 Ha (padi), musim tanam II seluas 4526,5 (padi),
musim tanam III seluas 2355 (palawija).
- Debit dengan kondisi Q 50,7% (musim normal), keuntungan maksimal
didapat pada pola tanam alternatif I dengan pola tanam Padi-Padi-
Palawijadengan penambahan nilai manfaat kebutuhan air baku dan
PLTA adalah Rp. 139.016.104.272, luas tanam optimum pada
musim tanam I seluas 4526,5 Ha (padi), musim tanam II seluas
1665,38 (padi), musim tanam III seluas 399,38 (palawija).
- Debit dengan kondisi Q 75 % (musim rendah), keuntungan maksimal
didapat pada pola tanam alternatif I dengan pola tanam Padi-Padi-
Palawijadengan penambahan nilai manfaat kebutuhan air baku dan
PLTA adalah Rp. 142.843.007.378, luas tanam optimum pada
97
98
5.1. Saran
1. Melalui hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan masukan
kepada Stake Holder dalam hal ini Balai wilayah Sungai Pompengan
Jeneberang Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PU dan
Perumahan Rakyat pada penyusunan Pedoman Operasi Waduk Karalloe.
2. Mengingat keterbatasan Waktu dan biaya dalam Studi ini diharapkan pada
penelitian lain dapat melakukan penelitian lanjutan yaitu mengenai
kecocokan jenis Pola Tata Tanam dan tanaman terhadap jenis tanah pada
wilayah irigasi waduk Karalloe.
99
DAFTAR PUSTAKA
Limantara LM. & Soetopo, W. 2009. Manajemen Air Lanjut. Malang: CV. Citra
Malang.
Limantara LM. & Soetopo, W. 2011. Manajemen Sumber Daya air, Bandung:
Lubuk Agung Bandung
Pemerintah Republik Indonesia. (2017) Permen ESDM No. 12 tahun 2017 tentang
pemanfaatan sumber energi terbarukan untuk penyedia tenaga listrik.
Jakarta
Soetopo Widandi, 2010. Operasi Waduk Tunggal. Penerbit CV. Asrori Malang.
Soewarno, 1995. Hidrologi Aplikasi Metode Statistik Untuk Analisa Data. Nova,
Bandung.
Zuhal. (1992). Dasar Teknik Tenaga Listrik dan Elektronika Daya, Edisi 3.
Jakarta: Gramedia.