Anda di halaman 1dari 7

Kerukunan Umat Beragama dengan Pemerintah

Akia Kevin Muliansyah Athallah - 1706059750

Merayakan hari besar keagamaan yang ditetapkan oleh pemerintah


Tiap pemeluk agama mempunyai kewajiban, hak dan kedudukan yang sama dalam negara
dan pemerintahan.
Adanya perlindungan hukum dalam pelaksanaan kegiatan peribadatan dan
kegiatan keagamaan lainnya yang berhubungan dengan eksistensi agama masingmasing.
Mematuhi peraturan pemerintah tentang kerukunan dalam beragama
Tunduk dan patuh terhadap peraturan keagamaan yang telah ditetapkan oleh pemerintah
Pemerintah ikut berperan dan bertanggung jawab demi terwujudnya kerukunan hidup umat
beragama
Umat beragama bekerjasama dengan pemerintah dalam menjaga persatuan dan kesatuan
bangsa Indonesia
Ikut mendukung peraturan pemerintah dalam hal keagamaan
Memberi kritik dan saran atas pengeluaran peraturan atau produk pemerintah yang tidak
cocok dengan ajaran ajaran agama
Memberi ijin dalam membuat tempat beribadah asalkan tidak menggangu
Pemerintah tidak membeda-bedakan hak-hak dan kewajiban agama minoritas maupun
mayoritas
Saling menghormati keputusan pemerintah dalam hal keagaamaan.
A. Pendahuluan
Agama bisa diartikan sebagai kepercayaan pada hal-hal yang spiritual. Agama dijadikan
sandaran penganutnya ketika terjadi hal-hal yang berada diluar jangkauan dan kemampuannya
karena memiliki sifat supranatural sehingga agama diharapkan dapat mengatasi masalah
nonempiris tersebut.
Dalam sebuah Negara agama sangat diperlukan guna membentuk setiap sendi kehidupan
bernegara yang memihak pada kesejahteraan warga negaranya. Tetapi hal tersebut harus tetap
sesuai dengan batasan toleransi agama. Karena jika tidak dikhawatirkan akan ada
kesalahpahaman kebijakan agama dan Negara yang saling tumpang tindih.
Fenomena yang disebut sebagai fundamentalisme agama tersebut memang tidak dapat
dilepaskan dari situasi sosial, politik, dan ekonomi masyarakat kita. Kegagalan pemerintah
mengatasi kemiskinan dan masalah-masalah ekonomi selalu membuat masyarakat tergoda
untuk melakukan kekerasan dalam menyalurkan aspirasinya. Di samping itu, ketidaktegasan
aparat juga turut memberi andil bagi kelangsungan hidup organisasi yang identik dengan
kekerasan dalam mengemukakan pendapatnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa selama tidak
ada perubahan dari kondisi sosial, politik, dan ekonomi masyarakat dan selama.
Banyak pihak memanfaatkan konsep agama dan Negara dengan cara yang salah untuk
menjatuhkan kesucian agama. Mereka menjadikan hal-hal yang berkaitan dengan agama
sebagai hal yang penuh sifat ekstrem. Misalnya tentang jihad padahal sebenarnya Jihad
merupakan ibadah yang sangat mulia dan mempunyai potensi untuk menumbuhkan nilai
kecintaan kepada Allah. Jihad menjadi iman dan sekaligus tolak ukur keimanan seseorang.
Jihad adalah untuk mencurahkan segala usaha dan kemampuan dalam rangka mencapai
kecintaan Allah SWT dan menentang apa yang dibencinya.
 Jihad yang paling besar mengatakan kebenaran di depan penguasa yang lazim.
 Cintailah perjuangan, karena perjuangan mendekatkan kita kepada tercapainya cita-
cita.
 Hidup berati perjuangan, hidup nikmat tanpa badai taufan adalah laksana laut yang
mati.
 Tidak ada kebahagian yang lebih besar melainkan berjuang untuk kepentingan orang
banyak

1. B. Pembahasan
1. 1. Agama dalam Negara
Menunjuk pada adanya agama-agama dalam satu negara. Artinya, pada satu negara ada banyak
agama, namun mereka diberi hak dan kebebasan yang sama untuk melayani pemeluknya,
melakukan ibadah, mengembangkan agamanya, dan juga membangun sarana ibadahnya. Di
dalamnya termasuk negara. Agama adalah hak paling dasar dari manusia yang harus dihormati
dan dilindungi oleh siapapun bahkan oleh negara.
Masyarakat juga perlu memiliki sosok yang ditiru kepribadiannya. Seseorang yang pantas
ditiru tersebut tentu saja seseorang yang memiliki nilai pribadi yang relegius. Mereka akan
bersifat jujur, adil, dan mampu membimbing masyarakat kearah hidup yang lebih
baik. Mementingkan, mengutamakan, memperhatikan salah satu agama sambil
mengesampingkan yang lain. Akan tetapi, negara memberi kesempatan yang sama kepada
agama-agama untuk pelayanan dan kesaksian kepada umatnya serta masyarakat dan bangsa
secara luas.
Negara dan Agama saling membantu, menolong, dan kerja sama untuk menyejahterakan
masyarakat. Negara menjadi fasilitator dalam kebebasan beragama dan toleransi antar umat
beragama. Bahkan ada kesempatan bagi tokoh-tokoh agama untuk menegur pemimpin negara
jika mereka melakukan penyimpangan, ketidakjujuran, ketidakadilan, korupsi, kolusi,
nepotisme, dan hal-hal lain yang menyakiti rakyat.
Agama memberi makna pada kehidupan individu dan kelompok juga memberikan
kelanggengan hidup sesudah kematian. Agama dapat menjadi sarana manusia untuk
mengangkat diri kehidupan duniawi yang penuh penderitaan, menuju kemandirian spiritual.
Agama memperkuat norma-norma pokok, sanksi moral perbuatan perorangan, dan menjadi
dasar persamaan tujuan nilai-nilai landasan keseimbangan masyarakat.
2. Fungsi Agama Terhadap Negara
Agama di Indonesia mempunyai arti, posisi dan peranan atau fungsi yang sangat penting dalam
pembangunan nasional, yaitu:
1. Sebagai factor motivatif (dorongan akhlak)
2. Sebagai factor kreatif dan innovative (dorongan semangat kerja )
3. Sebagai factor integrative (keserasian aktivitas)
4. Sebagai sublimatif (menjamin ketulusan)
5. Sebagai sumber inspirasi budaya bangsa Indonesia

Agama merupakan fondasi hidup setiap manusia, tanpa adanya agama manusia tidak bisa
berpikir secara naluri dan tidak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah.
Indonesia merupakan negara yang meyakini keberadaan agama sebagai hal tersebut, ada 6
keyakinan yang terdapat di Indonesia dan masing-masing keyakinan mempunyai dasar ataupun
pedoman sesuai dengan keyakinannya. Pancasila khususnya Sila ke-1 menyebutkan
“Ketuhanan Yang Maha Esa”, sudah jelas dan tidak diragukan lagi, setiap manusia pasti
mempunyai Tuhan dan percaya bahwa Tuhan itu ada.
Keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat yang berbeda kepercayaan merupakan wujud
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dalam bentuk keharmonisan, kebersamaan,
ketentraman, dan lain-lain. Perbedaan keyakinan yang terdapat di dalam masyarakat itu
merupakan multikulturalisme bangsa Indonesia. Namun, tidak jarang hal tersebut justru
mendorong berbagai keributan/kerusuhan. Substansi kerusuhan tersebut sangat sempit dan
kecil, tapi bisa juga menjadi kerusuhan berskala besar dan sulit untuk menemukan jalan
tengahnya, dan bahkan bisa membawa nama masing-masing kelompok tersebut dalam ranah
konflik yang bersifat SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan).
Agama yang bersifat kerusuhan tersebut tidak hanya terdapat pada masyarakat yang berbeda
keyakinan, bahkan tak jarang dari mereka yang mempunyai keyakinan dan tujuan yang sama
justru malah mengalami konflik internal.
Hal tersebut dikarenakan rendahnya jiwa nasionalisme bangsa, yaitu jiwa yang mengikat kita
pada satu rasa dan satu tujuan. Modal sosial terbentuk karena trust (kepercayaan) masyarakat
terhadap apa yang mereka dengar dan lihat. Pancasila berperan penting dalam segala hal, begitu
pula dalam keagamaan.
Sejarah manusia merupakan suatu interaksi dari pengulangan dan pembaharuan. Kemampuan
seseorang untuk mengenali atau memahami nilai agama yang terletak pada nilai-nilai luhurnya
serta menjadikan nilai-nilai dalam bersikap dan bertingkah laku ciri dari kematangan
beragama. Jadi, kematangan beragama terlihat dari kemampuan seseorang untuk memahami,
menghayati serta mengaplikasikan nilai-nilai luhur agama yang dianutnya dalam kehidupan
sehari-sehari. Ia menganut suatu agama karena menurut keyakinannya itu yang terbaik. Karena
itu, ia berusaha menjadi penganut yang baik. Keyakinan itu ditampilkannya dalam sikap dan
tingkah laku keagamaan yang mencerminkan ketaatan terhadap agamanya.[4]
Beragama atau kedewasaan seseorang dalam bergama biasanya ditunjukkan engan kesadaran
keyakinan yang teguh karena menganggap benar akan agam yang dianutnya dan ia
memerlukan agama dalam hidupnya. Pada dasarnya terdapat dua faktor yang menyebabkan
adanya hambatan; yaitu faktor diri sendiri, dan kapasitas diri dan pengalaman.
Kematangan beragama dapat dipandang sebagai keberagamaan yang terbuka pada semua fakta,
nilai-nilai serta memberi arah pada kerangka hidup, baik secara teoritis maupun praktek dengan
tetap berpegang teguh pada ajaran agama.[5]
Dengan adanya individu lain mereka berpikir untuk berteman. Oleh mereka karena itu mereka
bergabung membentuk kelompok dengan manusia lain. Perkembangan selanjutnnya, jumlah
kelompok ini semakin banyak. Sehingga dibutuhkan pemimpin dan aturan aturan yang
disepakati bersama.
Aturan-aturan ini juga diperlukan untuk mengikat tujuan bersama kelompok-kelompok
tersebut. Dengan banyaknya keperluan yang terus meningkat peraturan yang digunakan harus
semakin kuat dan lebih mengikat. Disini kehadiran negara adalah yang paling tepat. Negara
membuat aturan yang mempermudah aktivitas manusia. Tidak hanya membuat peraturan-
peraturan, negara juga menyediakan fasilitas-fasilitas yang menunjang perkembangan
kemajuan disemua bidang kehidupan.
Manusia tidak akan dapat hidup sendiri dengan teratur tanpa adanya negara. Tidak ada yangg
menjamin keamanan dan ketertiban mereka. Dari negara seseorang dapat hidup bermasyarakat
dengan ketertiban yang terjamin. Karena dalam Bhineka Tunggal Ika terdapat suatu ungkapan
yang mengekspresi suatu keinginan yang kuat, tiadak hanya dikalangan politiktetapi juga
diseluruhlapisan sosial untuk menncapai satu kesatuan meskipun terdapat karakter yang
heterogen didalamnya
Negara merupakan persekutuan hidup bersama sebagai penjelmaan sifat kodrati manusia
sebagai makhluk individu serta sebagai makhluk sosial. Manusia adalah pendiri negara itu
sendiri sehingga terdapat hubungan horizontal untuk mencapai tujuan bersama.
Negara juga berperan dalam mengatasi penderitaan penduduk akibat kemiskinan dan
ketidakadilan. Masalah-masalah masyarakat ini disebabkan oleh tidak terpenuhinya
kebutuhan-kebutuhan dasar dan persoalan pengembangan diri serta peluang turut serta dalam
proses kemasyarakatan dan kenegaraan.
Hubungan negara dan agama diIndonesia lebih menganut pada asas keseimbangan yang
dinamis, jalan tengah antara sekularisme dan teoraksi. Keseimbangan dinamis ialah tidakada
pemisahan agama dan politik, namun masing-masing dapat saling mengisi dengan segala
peranannya. Agama tetap memiliki daya kritis terhadap negara dan negara punya kewajiban-
kewajiban ter hadap agama. Dengan kata lain pola hubungan agama dan negara di Indonesia
disebut dengan pola simbiotis-mutualisme.
Ada dua macam perjuangan : perjuangan untuk tatap hidup didunia dan perjuangan untuk
meraih kehidupan kekal diakhirat. Toleransi dan Perdamaian adalah harapan yang harus
diperjuangkan semua pihak. Bila tulisan ini harus diakhiri penulis sedikit mengutip perkataan
sang pujangga Inggris, Samuel Johnson (1709-1784 M): “Di mana tidak ada harapan, disitu
tidak ada usaha keras”.
Namun kita tidak boleh menyerah pada realita empiris dan terus memelihara harapan akan
terwujudnya perdamaian yang penuh toleransi. mana ada harapan, disitu harus ada usaha
keras. Dalam konsep ini, Institusi Agama dan Negara yang berada dalam satu lokasi atau
konteks kehidupan namun keduanya tidak saling mencampuri. Agama diciptakan untuk
menghantar manusia mencapai hidup dan kehidupan masa depan eskhatologis, hidup
setelah kehidupan sekarang, yang tidak lagi di batasi dimensi. Sedangkan negara
diciptakan agar ada kesejahteraan, keteraturan dalam hidup bermasyarakat, sosialisasi,
mengembangkan serta membangun sarana-sarana penunjang hidup dan kehidupan
sesuai dengan kemampuan.
Peranan agama dalam memperkuat toleransi jelas semakin penting di masa sekarang ini dan ke
depan. Era globalisasi sekarang selain medatangkan banyak masalah bagi umat beragama,
menghadirkan banyak tantangan termasuk masih berlanjutnya ketegangan , konflik dan
kekerasan di antara umat manusia, juga sebagai tantangan kita untuk membangun dunia yang
lebih toleransi terutama toleransi antar umat beragama. Tugas utama pemuka agama dan umat
beragama adalah terus mensosialisasikan dan sekaligus mengaktualisasikan ajaran-ajaran
agama tentang toleransi dan perdamaian tersebut ke dalam kehidupan sehari-hari.
Artinya begini, gampang sekali kita terhasut dan saling menuding apabila urusan agama terlalu
dicampuri negara. Akan begitu juga sebaliknya, janganlah agama mau sok turut campur terlalu
jauh dalam urusan berbangsa dan bernegara. Sederhananya, saya ingin mengutip ujar-ujar
klasik yang mengatakan ‘Berilah kepada negara apa yang menjadi milik negara dan berilah
kepada agama apa yang pantas menjadi milik agama.’ Memilih dan dipilih sebagai pemimpin
bangsa harus didasari pada pemahaman bahwa kita memilih karena kita adalah warga negara.
Bahwa kita memilih not by religion but as citizen! Kita memilih bukan karena dan atas dasar
agama, melainkan karena kita adalah warga Negara yang tertib hukum.
Dilihat dari pendapat lain yaitu dari Syaidzali dalam islam terdapat bebeerapa aliran yang
menunjukan model hubungan negara dan agama, sebagai berikut :
1. Aliran yang menyatakan atau menganggap bahwa islam adalah agama paripurna
yang mampu mencakup segalanya, sehingga tidak dapat terpisahkan dari negara,
urusan negara bisa dihubungkan dengan agama dan diselesaikan oleh agama.
2. Aliran yang menganggap bahwa Islam dan negara dianggap tidak saling berhubungan
karena islam bukan agama yang memiliki misi menciptakan terbentuknya negara.
3. Aliran yang terakhir adalah aliran yang menyatakan jika Islam tidak mencakup
segalanya tetapi tidak berarti sama sekali tidak ada hubungannya dengan negara. Islam
mencakup seperangkat prisip-prinsip dan tata nilai etika tentang kehidupan
bemasyarakat dan bernegara

3. Fenomena hubungan Agama dan Negara


Fundamentalisme seperti yang telah dikemukakan oleh Karen Armstrong, merupakan salah
satu fenomena yang sangat mengejutkan pada abad ke-20. Lantas kenapa terlihat lumrah dan
biasa saja? Karena mereka mampu menempatkan diri dan cara pandang secara tepat, bahwa
negara adalah negara, politik adalah politik, agama adalah agama. Mereka juga paham betul
bahwa politik dan agama adalah dua sisi yang berbeda laksana kepala dan ekor pada uang
logam. Tidak boleh terlalu rapat tapi jangan juga terlalu jauh. Keduanya mempunyai fungsi
dan tabiatnya masing-masing. Laiknya minyak dan air yang tak boleh dicampuradukkan, tapi
dua-duanya tetap dibutuhkan.
Begitu mengerikan ekspresi dari fundamentalisme saat ini, peristiwa paling menghebohkan
dunia yang terjadi pada Semtember 2001 silam yaitu penghancuran gedung World Trade
Center (WTC) di New York, Amerika Serikat, kejadian tersebut dihubungkan dengan
fundamentalisme. Sementara di Indonesia terjadi peristiwa bom bunuh diri di berbagai tempat.
tempat seperti Bom Bali I, Bom Bali II, Bom Kedutaan Besar Australia di Jakarta, dan lain
sebagainya.
Motif dari berbagai peristiwa terorisme[7] tadi mewujudkan betapa toleransi harus menjadi
pola komunikasi antar warga. Terlepas dari perbedaan agama, suku, etnis, budaya dan Negara
juga status sosial. Dengan sikap toleran inilah diharapkan terciptanya kerukunan antar warga
yang relasinya akan menciptakan dunia yang damai. Perdamaian dengan tidak pertumpah
darahan. Perdamaian dengan tidak adanya kelompok yang merasa di marjinalkan. Untuk itu
penulis rasa perlunya memahami toleransi sebagai sebuah jalan menuju perdamaian yang
diharapkan tadi. Meski perlu disadari benturan-benturan peradaban memang tak dapat
disangkal secara empiris. Peristiwa itu tidak jauh dari fundamentalisme agama yaitu
menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan dengan dilandasi fanatisme agama yang
berlebihan.
Perang Salib (1069-1291) merupakan perang antar umat Kristen Eropa dengan umat Islam
yang memperebutkan Yerussalem/Palestina[8]. Perang Salib berlangsung hinggga tujuh kali
(Perang Salib VII tahun 1270-1291) status Yerusalem/Palestina tidak berubah, yaitu tetap
dikuasai umat Islam. Bahkan kedudukan Barat/Kristen di Syira dan Palestina hilang.
Keuntungan dari peperangan itu, Barat menjadi mengenal dan memanfaatkan kebudayaan
umat Islam yang sudah lebih tinggi daripada yang mereka miliki saati itu. Selain itu, hubungan
dagang Asia-Eropa menjadi lebuh hidup dan berkembang.
Sebenarnya kita harus benar-benar peka terhadap hubungan agama dan Negara ini bahkan
banyak kalangan tidak setuju terhadap partai-partai berbasis agama. Kenapa? Karena justru
saat ini agama dijadikan alat politik (dan sangat sering diperalat politisi) untuk mencapai
tujuan, bahkan bilapun itu harus dengan menghalalkan segala cara. Makanya jangan heran
kalau kemurnian dan kesucian agama ini justru semakin menghilang dan tercemar. Agama
seharusnya menawarkan apa yang tidak bisa diberikan dunia, bukan justru ikut-ikutan dan
bahkan diperalat. Secara dasariah agama itu baik adanya, para pelakunya yang justru harus
koreksi diri.
Untuk meminimalkan konflik antar umat beragama dapat dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Tidak memperdebatkan segi perbedaan dalam agama
2. Melakukan kegiatan sosial yang melibatkan agama berbeda
3. Membuat orientasi pendidikan pada pengembangan aspek pemahaman agama yang
bersifat universal
4. Meningkatkan pembinaan individu yang mengarah pada terbentuknya pribadi yang
berbudi pekerti
5. Menghindari jauh-jauh sifat egoisme dalam beragama yang mengklaim mereka paling
benar

Anda mungkin juga menyukai