Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks


(pendengaran dan keseimbanga Anatominya juga sangat rumit . Indera pendengaran
berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.
Sangat penting untuk perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan
kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada
kemampuan mendengar.(Roger watson,2002,102) Otitis media adalah peradangan
akut atau seluruh pericilium telinga tengah. Saat bakteri melalui saluran eustachius,
bakteri bisa menyebabkan infeksi saluran tersebut. Sehingga terjadilah pembengkakan
di sekitar saluran, mengakibatkan tersumbatnya saluran. (Mansjoer, 2001, 76).
Deteksi awal dan diagnosis akurat gangguan otologik sangat penting. Diantara
mereka yang dapat membantu diagnosis dan atau menangani kelainan otologik adalah
ahli otolaringologi, pediatrisian, internis, perawat, ahli audiologi, ahli patologi wicara
dan pendidik. Pada tahun 2010 WHO mendapatkan data sekitar 1045 perbulan orang
yang memeriksakan diri pada THT untuk memeriksakan peradangan pada telinga
tengahnya, sedangkan diindonesia didapat dari data THT diseluruh Indonesia tercatat
65 orang perbulan dalam pemeriksaan dengan keluhan peradangan pada telinga
tengah, sedangkan dikalbar data yang didapat tidaklah terlalu spesifik, hanya ada
beberapa pasien saja yang tercatat disetiap bulannya. Dari uraian di atas maka penulis
mencoba mengangkat masalah tentang Otitis Media Akut. Agar nantinya mahasiswa
keperawatan bisa melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah telinga
yaitu otitis media.

1
B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengungkapkan pola pikir ilmiah dalam memberikan
asuhan keperawatan pada penderita otitis media akut secara komprehensif dan
memperoleh pengalaman secara nyata tentang penyakit otitis media akut.

b. Tujuan Khusus
Setelah membaca makalah ini, mahasiswa diharapkan mampu memahami:
1. Pengertian otitis media akut
2. Klasifikasi otitis media akut
3. Etiologi otitis media akut
4. Anatomi fisiologi otitis media akut
5. Patofisiologi otitis media akut
6. Manifestasi Klinis otitis media akut
7. Komplikasi otitis media akut
8. Penatalaksanaan otitis media akut

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Pengertian
Otitis media akut adalah keadaan terdapatnya cairan di dalam telinga tengah
dengan tanda dan gejala infeksi telinga (penonjolan gendang telinga yang biasanya
disertai dengan nyeri, atau perforasi gendang telinga, sering dengan drainase purulen).
(Cecily Lynn Betz & Linda A. Sowden, 2009)
Otitis media akut adalah infeksi akut telinga tengah. Penyebab utama otitis
media akut adalah masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah yang
normalnya steril. Paling sering terjadi bila terjadi bila terjadi disfungsi tuba eustachii
seperti obstruksi yang diakibatkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, inflamasi
jaringan di sekitarnya (mis. sinusitis, hipertrofi adenoid), atau reaksi alergi (mis.
rinitis alergika). (Brunner & Suddarth, 2001)

2. Anatomi Fisiologi
Telinga tengah berbentuk kubus dengan:
 Batas luar : membran timpani
 Batas depan : tuba Eustachius
 Batas bawah : vena jugularis
 Batas belakang: aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
 Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
 Batas dalam : kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap
lonjong, tingkap bundar dan promontorium.

Peradangan pada telinga tengah dapat dilihat dari membran timpani. Membran
timpani merupakan sebuah kerucut yang tidak teratur, puncaknya dibentuk oleh
umbo. Membran timpani orang dewasa berdiameter sekitar 9 mm dan membentuk
sudut lancip yang berhubungan dengan dinding inferior liang telinga luar. Anulus
fibrosus dari membran timpani mengaitkannya pada sulkus timpanikus. Selain itu,
membran timpani melekat erat pada maleus yaitu pada prosesus lateral dan umbo.
Membran timpani dipisahkan menjadi bagian atas pars flaksid (membran Shrapnell)

3
dan bagian bawah pars tensa (membran propria). Membran timpani merupakan
struktur trilaminar. Permukaan lateralnya dibentuk oleh epitel skuamosa, sedangkan
lapisan medial merupakan kelanjutan dari epitel mukosa dari telinga tengah. Di antara
lapisan ini terdapat lapisan jaringan ikat, yang dikenal sebagai pars propria. Pars
propria di umbo ini berguna untuk melindungi ujung distal manubrium. Bayangan
penonjolan bagian bawah maleus pada memban timpani disebut sebagai umbo. Dari
umbo bermula suatu reflek cahaya ke arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran
timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani kanan. Membran timpani dibagi
menjadi 4 kuadran, dengan menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan
garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan,
atas-belakang, bawah-depan serta bawah-belakang, untuk menyatakan letak perforasi
membran timpani. Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yaitu
maleus, inkus dan stapes. Sumbatan pada tuba Eustachius merupakan faktor utama
penyebab terjadinya OMA. Tuba eustachius meluas sekitar 35 mm dari sisi anterior
rongga timpani ke sisi posterior nasofaring dan berfungsi untuk ventilasi,
membersihkan dan melindungi telinga tengah. Lapisan mukosa tuba dipenuhi oleh sel
mukosiliar, penting untuk fungsi pembersihannya. Bagian dua pertiga antromedial
dari tuba Eustachius berisi fibrokartilaginosa, sedangkan sisanya adalah tulang.
Dalam keadaan istirahat, tuba tertutup. Pembukaan tuba dilakukan oleh otot tensor
veli palatini, dipersarafi oleh saraf trigeminal. Pada anak, tuba lebih pendek, lebih
lebar dan lebih horizontal dari tuba orang dewasa. Panjang tuba orang dewasa 37,5
mm dan pada anak di bawah 9 bulan adalah 17,5 mm.

3. Klasifikasi
Menurut Zainul A. Djafaar, dkk otitis media akut dibagi menjadi 5 stadium yaitu :
1) Stadium Oklusi
Stadium ini ditandai dengan gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan
negatif telinga tengah. Membran timpani kadang tampak normal atau berwarna
suram.
2) Stadium Hiperemis
Pada stadium ini tampak pembuluh darah yang melebar di sebagian atau seluruh
membran timpani, membran timpani tampak hiperemis disertai edem.

4
3) Stadium Supurasi
Stadium ini ditandai edem yang hebat telinga tengah disertai hancurnya sel epitel
superfisial serta terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani sehingga
membran timpani tampak menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.
4) Stadium Perforasi
Pada stadium ini terjadi ruptur membran timpani sehingga nanah keluar dari
telinga tengah ke liang telinga.
5) Stadium Resolusi
Pada stadium ini membran timpani berangsur normal, perforasi membran timpani
kembali menutup dan sekret purulen tidak ada lagi. Bila daya tahan tubuh baik
atau virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa
pengobatan.

Menurut Ballenger otitis media akut, terbagi menjadi 3 jenis yaitu :


1) Otitis media viral akut
Jenis ini menyertai rhinofaringitis akut, dan mungkin lebih baik digambarkan
sebagai perluasan kelainan mukosa jalan nafas ke telinga tengah. Dapat
disebabkan oleh berbagai virus yaitu, influenza A dan B, rhinovirus, mumps,
enterovirus, parainfluenza, dan adenovirus.
2) Otitis media bacterial akut
Merupakan keadaan yang umum dijumpai terutama pada anak. Dapat menyertai
penyakit eksantem, terutama seperti campak dan scarlet fever, tetapi paling sering
berhubungan dengan infeksi pada hidung dan tenggorokkan.
3) Otitis media nekrotik akut
Bentuk otitis media ini bercirikan perjalanan penyakit yang fulminan disertai
dengan destruksi luas jaringan-jaringan di telinga tengah, membran timpani dan
tulang-tulang pendengaran.

4. Etiologi
Otitis media akut bisa disebabkan oleh bakteri dan virus. Bakteri yang paling
umum ditemukan adalah Streptococcus pneumoniae, Hemophylus influenzae, dan
Moraxella catarrhalis. Cara masuk bakteri pada kebanyakan pasien kemungkinan
melalui tuba eustachii akibat kontaminasi sekresi dalam nasofaring. Bakteri juga
dapat masuk ke telinga tengah bila ada perforasi membran timpani. Eksudat purulen

5
biasanya ada dalam telinga tengah dan mengakibatkan kehilangan pendengaran
konduktif. (Brunner & Suddarth, 2001).

5. Patofisiologi

Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran nafas seperti radang
tenggorokkan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.
Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi disaluran
tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan
datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan
membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya
terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar
saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel ditelinga tenagh
terkumpul di belakang gendang telinga.

Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena
gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengar organ
pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergrak bebas. Kehilangan pendengaran
yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih
banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran
pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat,
cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena
tekanannya. (Padila, 2012)

6. Manifestasi Klinis
a. Membran timpani merah, sering menonjol tanpa terlihat tonjolan tulang, tidak
bergerak pada otoskopi pneumatik ( pemberian tekanan positif atau negatif
pada telinga tengah dengan insuflator balon yang disambungkan ke otoskop ).
b. Keluhan nyeri telinga ( otalgia ), atau rewel dan menarik-menarik telinga pada
anak yang belum dapat bicara.
c. Demam, antara 37,7 C sampai 40 C ( pada kira-kira separuh dari jumlah anak
yang terkena )
d. Anoreksia ( sering )
e. Limfadenopati servikal anterior

6
f. Tuli konduktif sementara yang berakhir minimal 2 sampai 4 minggu setelah
infeksi akut. (Cecily Lynn Betz & Linda A. Sowden, 2009)

7. Komplikasi
a. Ruptur membran timpani dengan otorea
b. Tuli konduktif jangka pendek
(Cecily Lynn Betz & Linda A. Sowden, 2009)

8. Penatalaksanaan
Keefektifan terapi steroid, dekongestan dan antihistamin ternyata tidak
membantu dalam mengatasi otitis media. penggunaannya tidak dianjurkan.
tonsislektomi dan /atau adenoidektomi tidak direkomendasikan untuk pengobatan
otitis media dengan efusi yang tidak memiliki patologi tonsil/adenoid spesifik.
Antibiotik lini pertma yang sering diresepkan adalah amoksilin/ampisilin,
yang diberikan dalam jangka 10 hari untuk anak ang berusia kurang dari 2 tahun.
periode yang lebih pendek dapat dipertimbangkan untuk anak yang lebih tua dan yang
berpenyakit ringan. program pengobatan lini kedua (digunakan bila diperkirakan
organimesnya resisten terhadap amoksilin) adalah amoksilin dengan klavulanat
(augmentin, selafosporin generasi kedua), sefaklor, atau kotrimoksazol. pada anak
yang alergi penisilin, dapat diberikan azitromisin.
Miringotomi adalah prosedur bedah memasukkan slang penyeimbangan
tekanan ke dalam membran timpani. hal ini memungkinkan ventilasi dari telinga
tengah, mengurangi tekanan negatif, dan memungkinkan drainase cairan. slang ini
biasanya lepas sendiri setelah 6 sampai 12 bulan. kemungkinan komplikasinya adalah
atrifi membran timpani, timpanosklerosis (parut pada membran timpani), perforasi
kronis, dan kolesteatoma. (Cecily Lynn Betz & Linda A. Sowden, 2009)

9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut (Muscari 2005) ialah :
a) Timpanogram untuk mengukur kesesuaian dan kekakuan membran timpani.
b) Kultur dan uji sensitivitas hanya dapat dilakukan bila dilakukan timpanosentesis
(aspirasi jarum dari telinga tengah melalui membran timpani). Uji sensitivitas
dan kultur dapat dilakukan untuk mengidentifikasi organisme pada sekret
telinga.

7
c) Pengujian audiometrik menghasilkan data dasar atau mendeteksi setiap
kehilangan pendengaran sekunder akibat infeksi berulang.

10. Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik


1) Otoskopi pneumatik, untuk melihat membran timpani dan uji mobilitas membran
timpani.
2) Timpanogram, untuk mengukur kelenturan dan kekakuan membran timpani.
3) Kultur dan sensitivitas, disiapkan hanya bila dilakukan timpanosentesis (aspirasi
jarum pada telinga tengah melalui membran timpani).
4) Evaluasi pendengaran, direkomendasikan untuk anak yang mengalami otitis
media bilateral dengan efusi 3 bulan atau lebih.
(Cecily Lynn Betz & Linda A. Sowden, 2009)

8
B. Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis

1. Pengkajian
a) Biodata
Nama :
Jenis Kelamin :
umur :

b) Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang :
 Biasanya pasien mengeluh nyeri pada telinga
 Biasanya pasien mengeluh ketajaman pendengarannya menurun
2) Riwayat kesehatan dahulu :
 Biasanya pasien mempunyai riwayat penyakit ISPA yang sudah lama
 Biasanya pasien memiliki riwayat batuk dan pilek yang sering
berulang
3) Riwayat kesehatan keluarga :
 Biasanya tidak ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang
sama dengan pasien.

2. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda-tanda vital
a) Tekanan darah
b) Nadi
c) Pernafasan
d) Suhu

2) Tinggi badan : Biasanya normal dan tidak terjadi perubahan.


Berat badan : Biasanya tidak terjadi penurunan berat badan.
LILA : Ukuran LILA normal

3) Kepala
a) Rambut

9
I : Keadaan kepala normal tidak ada kelainan
P : Udema dan nyeri tekan tidak ada.

b) Mata
I : Konjungtiva anemis, sclera ikterus, palbebra tidak udema

c) Hidung
I : Septum nasi normal, tidak terdapat secret, tidak terdapat pembesaran polip.
P : Nyeri tekan tidak ada.

d) Telinga :
I : adanya tinnitus, otalgia, otore, vertigo, pusing, gatal pada telinga. Dengan
otoskop tuba eustachius tampak bengkak, merah, suram.

e) Bibir : Mukosa bibir kering.

f) Gigi : Tidak ada kelainan pada gigi.

4) Leher
a) Trakea : Tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar limfe.

b) JVP : Pada leher tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid dan


kelenjar limpa, Jugularis Vena Pressure (JVP) normalnya 5-2 Cmh20.

5) Thorak
a) Paru-paru
I : Bentuk dada normal, dan pernafasan normal.
P : Tidak ada benjolan, fremitus kiri dan kanan sama.
P : Suara paru sonor.
A : Bunyi nafas vesikular atau bronkovesikuler.

b) Jantung
I : Ictus cordis terlihat/tidak terlihat.
P : Ictus cordis teraba di LMCS RIC V

10
P : Batas jantung normal.
A : Bunyi jantung normal.

6) Abdomen
I : Tidak ada pembengkakkan
P : Hepar tidak teraba
P : Bunyinya tympani
A : Bunyinya bising usus meningkat (normal : 5-35 x/menit).

7) Ektremitas
Kekuatan otot :
I : Tidak ada edema
P : Edema (-).

8) Integumen
I : Warna kulit normal
P : Turgor kulit jelek.

9) Neurologi
a) Status mental : Sadar penuh
b) Syaraf cranial : Tidak terjadi kelainan.

10) Mamae
Aerola mamae hiperpigmentasi, mamae tidak terjadi pembesaran.

11) Urogenital
Turgor kulit jelek karena usia yang sudah lanjut, pitting oedema, CRT < 3 detik.

12) Anus
Tidak ada terjadi hemoroid.

11
3. Aktivitas sehari-hari
1) Nutrisi
Makan : Biasanya klien menghabiskan porsi yang disediakan, makan
3x/sehari.
Minum : Biasanya klien minum 7-8 gelas/hari.

2) Eliminasi
Miksi : Biasanya klien tidak ada gangguan dengan miksi.
Defekasi : Biasanya klien BAB 2x/hari, warnanya khas.

3) Aktivitas perawatan diri


Biasanya tidak dapat mandiri karena kelemahan yang dialami klien dan nyeri.

4) Istirahat dan tidur


Biasanya terganggu akibat nyeri pada telinga

4. Data sosioekonomi
Dapat terjadi perubahan jika klien merupakan tulang punggung keluarga.

5. Data psikologis
Klien akan mengalami cemas, menarik diri dan ketakutan akan penyakitnya.

6. Data spiritual
Klien masih mampu melakukan ibadah seperti shalat, mengaji, dan berpuasa.

12
Diagnosa Yang Mungkin Muncul :

1. Nyeri akut b/d Agenn-agen penyebab cedera (misalnya biologis, kimia, fisik, dan
psikologis).
2. Gangguan persepsi sensori pendengaran b/d perubahan resepsi, transmisi,
dan/integrasi sensori.
3. Resiko infeksi b/d penyakit akut.
(Amin Huda Nurarif, & Hardhi Kusuma, 2013)

Intervensi Keperawatan :

NO DIAGNOSA NOC NIC


KEPERAWATAN
1 Nyeri akut b/d Agenn-  Tingkat nyeri Manajemen nyeri :
agen penyebab cedera  Kontrol rasa nyeri  Lakukan pengkajian
(misalnya biologis,  Tinkat kenyamanan nyeri secara
kimia, fisik, dan Kriteria Hasil : komprehensif termasuk
psikologis).  Mampu mengontrol lokasi, karakteristik,
nyeri (tahu penyebab durasi, frekuensi,
nyeri, mampu kualitas dan faktor
menggunakan tehnik presipitasi.
nonfarmakologi untuk  Observasi reaksi
mengurangi nyeri, nonverbal dari
mencari bantuan). ketidaknyamanan.
 Melaporkan bahwa  Gunakan teknik
nyeri berkurang komunikasi terapeutik
dengan menggunakan untuk mengetahui
menajemen nyeri. pengalaman nyeri
 Mampu mengenali pasien.
nyeri (skala, intensitas,  Kaji kultur yang
frekuensi, dan tanda mempengaruhi respon
nyeri). nyeri.
 Menyatakan rasa  Evaluasi pengalaman
nyaman setelah nyeri nyeri masa lampau.
berkurang.

13
 Evaluasi bersama
pasien dan tim
kesehatan lain tentang
ketidakefektifan
kontrol nyeri masa
lampau.
 Bantu pasien dan
keluarga untuk
mencari dan
menemukan dukungan.
 Kontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan.
 Kurangi faktor
presipitasi nyeri.
 Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi, dan inter
personal).
 Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk
menentukan intervensi.
 Ajarkan tentang teknik
non farmakologi.
 Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri.
 Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri.

14
 Tingkatkan istirahat.
 Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri
tidak berhasil.
 Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri.
Pemberian obat:
 Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat.
 Cek instruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi.
 Cek riwayat alergi.
 Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesik ketika
pemberian lebih dari
satu.
 Tentukan pilihan
analgesik tergantung
tipe dan beratnya
nyeri.
 Tentukan analgesik
pilihan, rute
pemberian, dan dosis
optimal.
 Pilih rute pemberian

15
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur.
 Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali.
 Berikan analgesik
tepat waktu terutama
saat nyeri hebat.
 Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala.
2 Resiko infeksi b/d  Status imun Infection control (kontrol
penyakit akut.  Pengetahuan: infeksi)
pengendalian infeksi  Bersihkan lingkungan
 Pengendalian resiko setelah dipakai pasien
Kriteria Hasil : lain
 Klien bebas dari tanda  Pertahankan teknik
dan gejala infeksi isolasi
 Mendeskripsikan  Batasi pengunjung bila
proses penularan perlu
penyakit, faktor yang  Instruksikan pada
mempengaruhi pengunjung untuk
penularan serta mencuci tangan saat
penatalaksanaannya berkunjung dan setelah
 Menunjukkan meninggalkan pasien
kemampuan untuk  Gunakan sabun
mencegah timbulnya antimikrobia untuk cuci
infeksi tangan
 Jumlah leukosit dalam  Cuci tangan setiap
batas normal sebelum dan sesudah
 Menunjukkan perilaku tindakan keperawatan

16
hidup sehat  Gunakan baju, sarung
tangan sebagai alat
pelindung
 Pertahankan
lingkungan aseptik
selama pemasangan
alat
 Ganti letak IV perifer
dan line central dan
dressing sesuai dengan
petunjuk umum
 Tingkatkan intake
nutrisi
 Berikan terapi
antibiotik bila perlu
(proteksi terhadap
infeksi)
 Monitor tanda dan
gejala infeksi sisemik
dan lokal
 Monitor hitung
granulosit, WBC.
3 Gangguan persepsi  Orientasi Kognitif :  Stimulasi Kognitif :
sensori pendengaran b/d Kemampuan untuk Meningkatkan
perubahan resepsi, mengidentifikasi orang, kesadaran dan
transmisi, dan/integrasi tempat, dan waktu pemahaman terhadap
sensori. secara akurat. sekitar melalui
 Komunikasi: penggunaan stimulus
Reseptif: Resepsi dan terencana.
interpretasi pesan  Peningkatan
verbal dan nonverbal. komunikasi : Defisit
 Distorsi Kendali pikir pendengaran :
Diri : Pembatasan diri Membantu

17
terhadap gangguan pembelajaran dan
persepsi, proses pikir penerimaan metode
dan isi pikir. alternatif untuk
 Perilaku Kompensasi menjalani hidup dengan
Pendengaran : penurunan fungsi
Tindakan pribadi untuk pendengaran.
mengidentifikasi,  Pemantauan
memantau, dan Neurologis:
mengompensasi Mengumpulkan dan
kehilangan menganalisis data
pendengaran.’ pasien untuk mencegah
 Status Neurologis : atau meminimalkan
Fungsi motorik komplikasi neurologis.
sensorik/kranial :  Orientasi Realita :
Kemampuan saraf Promosi kesadaran
kranial untuk pasien terhadap
mengenali impuls identitas pribadi,
sensorik dan motorik. waktu, dan lingkungan
 Fungsi sensorik:
Pendengaran :
Tingkat pengindraan
suara.
(Amin Huda Nurarif, & Hardhi Kusuma, 2013)

18
TINJAUAN KASUS

Pasien bernama Ny.K berusia 45 tahun datang ke ruang IGD Rumah Sakit Permata
Medika dengan keluhan nyeri telinga, keluar cairan putih dari telinga kanan yang disertai
dengan demam. Pasien mengatakan nyeri bertambah saat bergerak, nyeri dirasakan seperti
diremas-remas, nyeri telinga secara terus menerus, skala nyeri 7. Pasien mengatakan
mempunyai kebiasaan membersihkan telinga menggunakan peniti setiap hari, ketika sakit
pasien hanya memberikan tetes telinga. Pasien mengatakan memiliki riwayat batuk dan pilek
yang sering berulang dan dua hari terakhir tiba-tiba keluar cairan bening dari telinga kiri
dengan konsistensi kenyal dan tidak bau. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, didapatkan
nyeri telinga, dan serumen kental serta terdapat perforasi pada membrane timpani telinga
kanan, tes rinne (-), tes weber : lateralisasi kekanan, dan pada tes bisik, pasien tidak dapat
mendengarkan suara berfrekuensi rendah. TTV : 120/80mmHg, N: 110x/menit, P: 20x/menit,
S: 39ºC. Keluarga pasien mengatakan harus bebicara dengan nada tinggi pada klien, karena
klien kadang tidak nyambung bila diajak berbicara dengan suara yang rendah. Pasien juga
mengatakan cemas apabila harus melakukan operasi. Pasien tampak bingung dan gelisah.

Asuhan Keperawatan Pasien Otitis Media Akut

1. Pengkajian
a) Biodata
Nama : Ny. K
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Kebumen
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal Masuk RS : 22 Maret 2016
TanggalPengkajian : 23 Maret 2016
Diagnosa Medis : Otitis Media Akut

19
b) Pengelompokkan Data
1) Data Subjektif
 Pasien mngeluh nyeri pada telinga, keluar cairan putih dari telinga kanan
yang disertai dengan demam.
 Pasien mengatakan nyeri bertambah saat bergerak, nyeri dirasakan
seperti diremas-remas, nyeri telinga secara terus menerus, skala nyeri 7.
 Pasien mengatakan mempunyai kebiasaan membersihkan telinga
menggunakan peniti setiap hari, ketika sakit pasien hanya memberikan
tetes telinga.
 Pasien juga mengatakan cemas apabila harus melakukan operasi.
 Pasien mengatakan memiliki riwayat batuk dan pilek yang sering
berulang dan dua hari terakhir tiba-tiba keluar cairan bening dari telinga
kiri dengan konsistensi kenyal dan tidak bau.
 Keluarga pasien mengatakan harus bebicara dengan nada tinggi pada
klien, karena klien kadang tidak nyambung bila diajak berbicara dengan
suara yang rendah.
2) Data Objektif
 TD : 120/80 mmHG
 Nadi : 110x/menit
 Pernafasan : 20x/menit
 Suhu : 39ºC
 Adanya serumen kental serta terdapat perforasi pada membrane timpani
telinga kanan
 Tes rinne : Negatif (-)
 Tes weber : Lateralisasi kekanan
 Tes bisik : Pasien tidak dapat mendengarkan suara berfrekuensi
rendah. Riwayat kesehatan

2. Riwayat kesehatan
 Riwayat Kesehatan Sekarang
 Pasien mengeluh nyeri pada telinga, keluar cairan putih dari telinga
kanan yang disertai dengan demam.

20
 Pasien mengatakan nyeri bertambah saat bergerak, nyeri dirasakan
seperti diremas-remas, nyeri telinga secara terus menerus, skala nyeri 7.
 Riwayat kesehatan dahulu :
 Pasien mengatakan memiliki riwayat batuk dan pilek yang sering
berulang dan dua hari terakhir tiba-tiba keluar cairan bening dari
telinga kiri dengan konsistensi kenyal dan tidak bau.
 Riwayat kesehatan keluarga :
 Pasien mengatakan keluarganya tidak ada yang mengalami sakit
seperti yang dia rasakan.

3. Pemeriksaan Umum
a) Keadaan Umum : Lemah
b) Kesadaran : Composmentis
c) TD : 120/80mmHg
d) Nadi : 110x/menit
e) RR : 20x/menit
f) S : 39ºC
g) BB : 52 kg
h) TB : 150 cm

4. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala : tidak ada benjolan
2. Muka : simetris
3. Mata : konjungtiva ananemis, sclera anikterik, pupil mengecil saat
ada cahaya dan melebar saat tidak ada cahaya
4. Hidung : bersih tidak ada kotoran
5. Mulut : mukosa bibir lembab, tidak ada karies gigi
6. Telinga : ada cairan berwarna putih kental, ada nyeri tekan, bentuk
simetris, terdapat perforasi pada membrane timpani telinga kanan, tes rinne (-),
tes weber : lateralisasi kekanan, dan pada tes bisik, pasien tidak dapat
mendengarkan suara berfrekuensi rendah.
7. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada benjolan.

21
8. Dada (Paru)
I : (simetris)
P : (tidak ada nyeri tekan)
P : (normal)
A : (vesikuler),
9. Jantung :
I : Ictus cordis terlihat
P : Ictus cordis teraba di LMCS RIC V
P : Batas jantung normal.
P : Bunyi jantung normal.
10. Abdomen
I : (simetris)
P : (tidak ada nyeri tekan)
P : timpani
A : (bising usus 12x/menit)
11. Ekstermitas : tidak ada kelemahan di ekstermitas
12. Kulit : tampak sawo matang
13. Genetalia : tidak terpasang kateter

5. Pengkajian Pola Pemenuhan Dasar


 Pola Oksigenasi
Sebelum sakit pasien mengatakan tidak mengalami sesak napas.
Selama sakit pasien mengatakan tidak mengalami sesak napas.
 Pola Nutrisi
Sebelum sakit pasien mengatakan makan 3 x/ hari dan minum 8 gelas/ hari.
Saat sakit pasien mengatakan makan 3 x/ hari dan minum 8 gelas/hari.
 Pola Eliminasi
Sebelum sakit pasien mengatakan BAK 3x/ hari, BAB 1x/ hari pagi.
Selama sakit pasin mengatakan BAK 4x/ hari, BAB 1x/ hari pagi.
 Pola Aktivitas
Sebelum sakit pasien mengatakan aktivitasnya dilakukan sendiri.
Selama sakit pasien mengatakan aktivitasnya dibantu oleh keluarga (seperti:
seka, dibantu jalan ke KM untuk BAK, BAB).

22
 Pola Istirahat
Sebelum sakit pasien mengatakan pola istirahatnya teratur (sekitar jam 21.00
sudah tidur), dan tidurnya nyenyak jika di rumah (lamanya tidur 7-8 jam).
Selama sakit pasien mengatakan sulit tidur (lamanya tidur sekitar 5-6 jam)
karena telinganya nyeri.
 Pola berpakaian
Sebelum sakit pasien mengatakan pakaiannya tertutup berjilbab.
Selama sakit pasien mengatakan pakaiannya tertutup berjilbab.
 Menjaga suhu tubuh
Sebelum sakit pasien mengatakan jika kedinginan menggunakan jaket dan
selimut. Saat cuaca panas, pasien menggunakan kaos.
Selama sakit pasien mengatakan jika kedinginan menggunakan jaket dan
selimut. Saat cuaca panas, pasien menggunakan kaos.
 Pola personal hygiene
Sebelum sakit pasien mengatakan melakukan gosok gigi, mandi sebanyak 2x
sehari secara mandiri.
Selama sakit pasien mengatakan untuk seka dibantu oleh keluarga.
 Pola menghindar dari bahaya
Sebelum sakit pasien mengatakan menggunakan alas kaki dan menggunakan
pelindung diri saat berkendara.
Selama sakit pasien mengatakan lebih proteki pada dirinya.
 Pola komunikasi
Sebelum sakit pasien mengatakan dalam berkomunikasi dengan orang lain
menggunakan bahasa Jawa dan Indonesia.
Selama sakit pasien mengatakan berkomunikasi dengan bahasa Jawa dan
Indonesia.
 Pola spiritual
Sebelum sakit pasien mengatakan melakukan sholat 5 waktu.
Selama sakit pasien mengatakan solat 5 waktu dengan cara berbaring.
 Pola rekreasi
Sebelum sakit pasien mengatakan jarang melakukan rekreasi/ liburan.
Selama sakit pasien mengatakan hanya ngobrol bersama keluarga dan nonton
tv.

23
 Pola bekerja
Sebelum sakit pasien mengatakan bekerja sebagi ibu rumah tangga.
Selama sakit pasien mengatakan tidak bekerja.

6. Pemeriksaan Penunjang
a) Tes Rine : - (negative)
b) Tes Weber : lateralisasi ke kanan
c) Spesimen cairan : berwarna putih kental

7. Terapi
a) Amoxcicillin (antibiotik)
b) Asam mefenamat (analgetik)
c) Methylprednisolon (antiradang)

8. Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik


a) Otoskopi pneumatik, untuk melihat membran timpani dan uji mobilitas membran
timpani.
b) Timpanogram, untuk mengukur kelenturan dan kekakuan membran timpani.
c) Kultur dan sensitivitas, disiapkan hanya bila dilakukan timpanosentesis (aspirasi
jarum pada telinga tengah melalui membran timpani).
d) Evaluasi pendengaran, direkomendasikan untuk anak yang mengalami otitis
media bilateral dengan efusi 3 bulan atau lebih.
(Cecily Lynn Betz & Linda A. Sowden, 2009)

24
ANALISA DATA

Nama klien : Ny. K

Ruang rawat :

No. MR :

No Data Penunjang Masalah Keperawatan Etiologi


1 DS : Nyeri akut Proses peradangan pada
 Pasien mengatakan nyeri telinga
telinga
a. nyeri bertambah saat
bergerak
b. nyeri dirasakan seperti
diremas-remas
c. nyeri pada telinga kanan
d. skala nyeri 7
e. nyeri terus menerus
 Pasien mengatakan
demam dan keluar cairan
berwarna putih kental.
DO :
 Serumen kental
 Terdapat perforasi pada
membrane timpani telinga
kanan
 Tes rinne (-)
 Tes weber : lateralisasi
kekanan, dan pada tes
bisik, pasien tidak dapat
mendengarkan suara
berfrekuensi rendah.
 TD : 120/80mmHg

25
 N : 110x/menit
 RR : 20x/menit
 S : 39ºC.
2 DS : Gangguan sensori atau Gangguan penghantaran
 Keluarga pasien persepsi auditoris bunyi pada organ
mengatakan harus pendengaran.
bebicara dengan nada
tinggi pada klien, karena
klien kadang tidak
nyambung bila diajak
berbicara dengan suara
yang rendah.
DO:
 Serumen kental
 Terdapat perforasi pada
membrane timpani
telinga kanan
 Tes rinne (-)
 Tes weber : lateralisasi
kekanan
 Pada tes bisik : pasien
tidak dapat
mendengarkan suara
berfrekuensi rendah.
3 DS : Ancietas Prosedur pembedahan;
 Pasien mengatakan cemas miringoplasty/
jika harus dilakukan mastoidektomi.
operasi telinga.
 Pasien mengatakan tidak
paham tentang operasi
telinga.
DO:
 Pasien tampak bingung

26
dan gelisah

4 DS : Resiko tinggi infeksi Adanya eksudat di dalam


 Pasien mengatakan saluran eusthasius
mempunyai kebiasaan
membersihkan telinga
menggunakan peniti setiap
hari, ketika sakit pasien
hanya memberikan tetes
telinga.
 Pasien mengatakan dua
hari terakhir tiba-tiba
keluar cairan bening dari
telinga kiri dengan
konsistensi kenyal dan
tidak bau.
DO :
 Keluar cairan berwarna
putih kental ditelinga.
Resiko tinggi infeksi

Adanya eksudat di dalam


saluran eusthasius

5 DS : Kurang pengetahuan Penyakit dan proses


pengobatan
 Pasien mengatakan belum
mengetahui penyakitnya
dan cara pengobatanya.
DO :
 Pasien tampak bertanya-
tanya tentang kesehatanya.

27
DIAGNOSA KEPERAWATAN

No Diagnosa Tgl Tanda Tanggal Tanda


Keperawatan ditegakkan tangan teratasi tangan
1 Nyeri akut b.d Proses
peradangan pada telinga
2 Gangguan sensori atau
persepsi auditoris b.d
gangguan penghantaran
bunyi pada organ
pendengaran.
3 Ancietas b.d Prosedur
pembedahan;
miringoplasty/
mastoidektomi.
4 Resiko tinggi infeksi b.d
adanya cairan eksudat di
dalam saluran eusthasius
5 Kurang pengetahuan b.d
penyakit dan proses
pengobatan

28
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Nama klien : Ny. K

Ruang rawat :

No. MR :

NO DIAGNOSA NOC NIC


KEPERAWATAN
1 Nyeri akut b.d Proses  Mampu mengontrol  Beri posisi nyaman ;
peradangan pada telinga nyeri dengan posisi nyaman
 Nyeri turun sampai dapat mengurangi
skala ringan 1-3 nyeri.
 Pasien tenang, tidak  Kompres panas di
mengalami gangguan telinga bagian luar ;
tidur untuk mengurangi
 Tanda vital dalam nyeri.
rentang normal  Kompres dingin ; untuk
mengurangi tekanan
telinga (edema)
 Ajarkan teknik nafas
dalam untuk
mengurangi nyeri.
 Anjurkan pasien untuk
tidak batuk.
 Anjurkan pasien untuk
tidak menyedot flu.
 Anjurkan pasien untuk
tidak melakukan
kebiasaan buruk seperti
memebersihkan telinga
dengan peniti.
 Anjurkan pasien untuk
tidak menekan-nekan

29
bagian telinga.
 Kolaborasi pemberian
analgetik, dan
antibiotik, antiradang
2 Gangguan sensori atau  Pasien mendengar  Kurangi kegaduhan
persepsi auditoris b.d suara dengan benar. pada lingkungan klien
gangguan penghantaran  Pasien mampu  Pandang klien ketika
bunyi pada organ berkomunikasi dengan sedang berbicara
pendengaran. baik dan benar  Bicara jelas dan tegas
pada klien tanpa perlu
berteriak
 Berikan pencahayaan
yang memadai bila
klien bergantung pada
gerak bibir
 Gunakan tanda –
tanda nonverbal (mis.
Ekspresi wajah,
menunjuk, atau
gerakan tubuh) dan
bentuk komunikasi
lainnya.
 Instruksikan kepada
keluarga atau orang
terdekat klien tentang
bagaimana teknik
komunikasi yang
efektif sehingga
mereka dapat saling
berinteraksi dengan
klien.
 Bila klien
menginginkan dapat

30
digunakan alat bantu
pendengaran.
3 Ancietas b.d Prosedur  Menyingkirkan tanda  Jelaskan semua
pembedahan; kecemasan prosedur dan apa yang
miringoplasty/  Menggunakan strategi dirasakan selama
mastoidektomi. koping efektif prosedur
 Mampu menggunakan  Temani pasien untuk
teknik relaksasi memberikan
keamanan dan
mengurangi takut
 Observasi tingkat
kecemasan klien dan
anjurkan klien untuk
mengungkapkan
kecemasan serta
keprihatinannya
mengenai
pembedahan.
 Informasi mengenai
pembedahan dan
lingkungan ruang
operasi penting untuk
diketahui klien
sebelum pembedahan
 Diskusikan harapan
pasca operatif dapat
membantu
mengurangi ansietas
mengenai hal-hal
yang tidak diketahui
klien.
4 Resiko tinggi infeksi b.d  Radang telinga hilang  Monitor factor resiko
adanya cairan eksudat di  Tidak ada udema dari lingkungan

31
dalam saluran eusthasius  Mengetaahui ttg  Observasi tanda-tanda
resiko infeksi perluasan infeksi,
mastoiditis, vertigo;
untuk mengantisipasi
perluasan lebih lanjut.
 Jaga kebersihan pada
daerah liang telinga;
untuk mengurangi
pertumbuhan
mikroorganisme
 Hindari mengeluarkan
ingus dengan
paksa/terlalu keras
(sisi); untuk
menghindari transfer
organisme dari tuba
eustacius ke telinga
tengah.
 Lakukan irigasi telinga
 Berikan obat tetes
telinga
 Batasi pengunjung bila
perlu
 Cuci tangan sebelum
dan sesudah tindakan
keperawatan
 Kolaborasi pemberian
antibiotik
5 Kurang pengetahuan b.d  Pasien mengerti  Ajarkan klien
penyakit dan proses sakitnya membersihkan telinga
pengobatan  Pasien paham cara yang benar dan bersih
pengobatanya serta menggunakan
antibiotik secara

32
kontinyu sesuai aturan.
 Beritahu komplikasi
yang mungkin timbul
dan bagaimana cara
melaporkannya.
 Tekankan hal-hal yang
penting yang perlu
ditindak lanjuti /
evaluasi pendengaran.
 Ajarkan pasien untuk
tidak menekan telinga.
 Ajarkan pasien untuk
tidak membersihkan
dengan alat2 yang
kotor

33
IMPLEMENTASI & EVALUASI KEPERAWATAN

Nama klien : Ny. K

Ruang rawat :

No. MR :

NO Hari/ Diagnose Implementasi Evaluasi


tanggal Keperawatan
1 Jum’at/ 25 Nyeri akut b.d  Memberikan posisi S : Pasien mengatakan nyeri
Maret 2016 Proses peradangan nyaman ; dengan dan tekanan ditelinga sedikit
pada telinga posisi nyaman dapat berkurang
mengurangi nyeri. O : Pasien tampak menahan
 Mengompres panas tekanan sakit
di telinga bagian telinga(meringis)
luar ; untuk A : Masalah belum teratasi
mengurangi nyeri. P : Lanjutkan intervensi
 Mengompres dingin  Kompres panas di
; untuk mengurangi telinga bagian luar ;
tekanan telinga untuk mengurangi
(edema) nyeri.
 Mengajarkan teknik  Kompres dingin ;
nafas dalam untuk untuk mengurangi
mengurangi nyeri. tekanan telinga
 Menganjurkan (edema)
pasien untuk tidak  Ajarkan teknik nafas
batuk. dalam untuk
 Menganjurkan mengurangi nyeri
pasien untuk tidak  Anjurkan pasien
menyedot flu. untuk tidak batuk
 Menganjurkan
pasien untuk tidak
melakukan

34
kebiasaan buruk
seperti
memebersihkan
telinga dengan
peniti.
 Menganjurkan
pasien untuk tidak
menekan-nekan
bagian telinga.
 Berkolaborasi dalam
pemberian analgetik,
dan antibiotik,
antiradang
2 Gangguan sensori  Mengurangi S : Pasien mengatakan
atau persepsi kegaduhan pada belum mengerti dengan
auditoris b.d lingkungan klien jelas pembicaraan
gangguan  Memandang klien O : Pasien tampak tenang
penghantaran bunyi ketika sedang karena tidak ada kegaduhan
pada organ berbicara A : Masalah teratasi
pendengaran.  Berbicara jelas dan sebagian
tegas pada klien P : Lanjutkan Intervensi
tanpa perlu  Mengurangi
berteriak kegaduhan pada
 Memberikan lingkungan klien.
pencahayaan yang  Memandang klien
memadai bila klien ketika sedang
bergantung pada berbicara
gerak bibir  Berbicara jelas dan
 Menggunakan tegas pada klien
tanda – tanda tanpa perlu
nonverbal (mis. berteriak.
Ekspresi wajah,  Memberikan
menunjuk, atau pencahayaan yang

35
gerakan tubuh) dan memadai bila klien
bentuk komunikasi bergantung pada
lainnya. gerak bibir
 Menginstruksikan
kepada keluarga
atau orang terdekat
klien tentang
bagaimana teknik
komunikasi yang
efektif sehingga
mereka dapat
saling berinteraksi
dengan klien.
 Memberikan
pencahayaan yang
memadai bila klien
bergantung pada
gerak bibir
 Memberikan alat
bantu, dan bila
klien
menginginkan
dapat
menggunakan alat
bantu pendengaran
tersebut.
3 Ancietas b.d  Menjelaskan S : Pasien mengatakan
Prosedur semua prosedur masih bingung dan cemas
pembedahan; dan apa yang O : Pasien tampak sedikit
miringoplasty/ dirasakan selama tenang saaat ditemani
mastoidektomi. prosedur A : Masalah belum teratasi
 Menemani pasien P : Lanjutkan intervensi
untuk memberikan  Temani pasien untuk

36
keamanan dan memberikan
mengurangi takut keamanan dan
 Mengobservasi mengurangi takut.
tingkat kecemasan  Observasi tingkat
klien dan anjurkan kecemasan klien dan
klien untuk anjurkan klien untuk
mengungkapkan mengungkapkan
kecemasan serta kecemasan serta
keprihatinannya keprihatinannya
mengenai mengenai
pembedahan. pembedahan.
 Memberikan  Berikan informasi
informasi mengenai
mengenai pembedahan dan
pembedahan dan lingkungan ruang
lingkungan ruang operasi penting
operasi penting untuk diketahui klien
untuk diketahui sebelum
klien sebelum pembedahan
pembedahan
 Mendiskusikan
harapan pasca
operatif dapat
membantu
mengurangi
ansietas mengenai
hal-hal yang tidak
diketahui klien.
4 Resiko tinggi infeksi  Memonitor factor S : Pasien mengatakan
b.d adanya cairan resiko dari sedikit nyaman sesudah
eksudat di dalam lingkungan telinga diirigasi
saluran eusthasius  Mengbservasi tanda- O : Pasien memegang-
tanda perluasan megang telinga ketika

37
infeksi, mastoiditis, tangan kotor
vertigo; untuk A : Masalah teratasi
mengantisipasi sebagian
perluasan lebih P : Lanjutkan intervensi
lanjut.  Melakukan irigasi
 Menjaga kebersihan telinga
pada daerah liang  Berikan obat tetes
telinga; untuk telinga
mengurangi  Batasi pengunjung
pertumbuhan bila perlu.
mikroorganisme  Mencuci tangan
 Menghindari sebelum dan sesudah
mengeluarkan ingus tindakan
dengan paksa/terlalu keperawatan
keras (sisi); untuk  Berkolaborasi
menghindari transfer pemberian antibiotik
organisme dari tuba
eustacius ke telinga
tengah.
 Melakukan irigasi
telinga
 Memberikan obat
tetes telinga
 Membatasi
pengunjung bila
perlu
 Mencuci tangan
sebelum dan
sesudah tindakan
keperawatan
 Berkolaborasi
pemberian antibiotik

38
5 Kurang pengetahuan  Mengajarkan klien S : Pasien mengatakan
b.d penyakit dan membersihkan masih bingung komplikasi
proses pengobatan telinga yang benar yang mungkin timbul
dan bersih serta O : Pasien kadang menekan
menggunakan saat telinga sakit
antibiotik secara A : Masalah Belum teratasi
kontinyu sesuai P : Lanjutkan Intervensi
aturan.  Ajarkan klien
 Memberitahu membersihkan
komplikasi yang telinga yang benar
mungkin timbul dan dan bersih serta
bagaimana cara menggunakan
melaporkannya. antibiotik secara
 Menekankan hal-hal kontinyu sesuai
yang penting yang aturan
perlu ditindak lanjuti  Beritahu komplikasi
/ evaluasi yang mungkin
pendengaran. timbul dan
 Mengajarkan pasien bagaimana cara
untuk tidak menekan melaporkannya.
telinga.  Tekankan hal-hal
 Mengajarkan pasien yang penting yang
untuk tidak perlu ditindak lanjuti
membersihkan / evaluasi
dengan alat2 yang pendengaran.
kotor.  Ajarkan pasien
untuk tidak menekan
telinga

39
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Otitis media akut adalah infeksi akut telinga tengah. Penyebab utama otitis
media akut adalah masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah yang
normalnya steril. Paling sering terjadi bila terjadi bila terjadi disfungsi tuba eustachii
seperti obstruksi yang diakibatkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, inflamasi
jaringan di sekitarnya (mis. sinusitis, hipertrofi adenoid), atau reaksi alergi (mis.
rinitis alergika). (Brunner & Suddarth, 2001)

B. Saran
Penulis menyarankan kepada pembaca untuk selalu menjaga kesehatan setelah
mengetahui, memahami dan mengenali tanda dan gejala penyakit otitis media akut
agar nantinya penyakit ini tidak terjadi pada diri sendiri, dan kita sebagai perawat
harus mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien otitis media akut dengan
benar.

40

Anda mungkin juga menyukai