SKRIPSI
OLEH:
RAHAYU ANGGREINI
O 111 10 109
RAHAYU ANGGREINI
O11110109
Skripsi
Fakultas Kedokteran
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan.
Penulisan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar
Sarjana Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin,
Makassar. Penulis memilih judul “Analisis Batas Cemaran Bakteri Escherichia
coli (E. coli) O157:H7 Pada Daging Sapi di Kota Makassar” untuk dijadikan
sebagai pedoman dalam higienitas konsumsi daging oleh masyarakat khususnya
yang dipasarkan di Makassar. Dalam penyusunan skripsi ini banyak pihak yang
telah memberikan dukungan serta saran yang sangat membantu penulis. Untuk itu,
penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr.drh. Lucia Muslimin, M.Sc selaku Ketua Program Studi Kedokteran
Hewan dan sebagai Pembimbing Akademik sekaligus sebagai Pembimbing I
dalam penelitian dan penyusunan skripsi.
2. Drh. Andi Magfirah Satya Apada selaku Pembimbing II dalam penelitian dan
penyusunan skripsi.
3. Drh. Farida Nur Yuliati, M.Si dan Drh. Djaffar BSc sebagai pembahas
seminar proposal dan seminar hasil penelitian ini.
4. Seluruh Panitia Seminar Proposal, Panitia Seminar Hasil, dan Panitia Ujian
Akhir Program Studi Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.
5. Bapak dan Ibu staf pengajar Program Studi Kedokteran Hewan Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin atas dukungan moral dan memberikan
informasi kepada penulis.
6. Kedua orang tua Rahmadi Ras dan Misna Herawaty serta keluarga yang
selalu memberikan dukungan doa kepada penulis.
7. Teman seperjuangan Meyby Eka Putri Lempang, Rozana Pratiwi Salamena,
Fatmasari, Dzul Haerah, Sri Rahayu, Ita Masita Arifin, Pratiwi Riso Dengen,
dan Andi Aswan Salam yang selalu bersedia membantu di Lab. Mikrobiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Serta Teman-teman Geng “The
Laletologi dan Geng “The Camangers”.
8. Rekan-rekan mahasiswa kedokteran hewan angkatan 2010 yang telah
memberikan semangat dan motivasi yang sangat besar selama pendidikan di
Kedokteran Hewan Universitas Hasanuddin.
9. Pak Marcus Lembong sebagai salah satu staf ahli di Lab. Mikrobiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Dalam penyusunan skripsi ini mungkin masih terdapat berbagai
kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca untuk perbaikan kedepannya. Demikian proposal ini disusun,
semoga bermanfaat dan dapat berguna bagi masyarakat serta dalam bidang
ilmu kedokteran hewan.
Penulis
PERNYATAAN KEASLIAN
Rahayu Anggreini
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penelitian 2
1.4 Manfaat Penelitian 3
1.5 Keaslian Penelitian 3
1.6 Hipotesis Penelitian 3
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Daging 4
2.1.1 Mikrobiologi Daging 4
2.2 Escherichia Coli (E. coli) 5
2.2.1 Klasifikasi 6
2.2.2 Morfologi 6
2.2.3 Sitologi . 7
2.2.4 Kontaminasi 8
2.2.5 Patogenitas 8
2.3 Enterohaemorrhagic Escherichia coli O157:H7
(EHEC O157:H7) 8
2.3.1 Kejadian Enterohaemorrhagic Escherichia coli 9
O157:H7 (EHEC O157:H7)
2.3.2 Pencegahan dan Pengendalian Escherichia coli
O157:H7 10
2.4 Identikasi Escherichia coli (E. coli) O157:H7 10
2.4.1 Uji Biokimia 10
2.4.2 Media Selektif E. coli O157:H7 12
2.4.3 ATCC:35150 E. coli O157:H7 12
2.5 Analisa Total Plate Count (TPC)/Hitungan Cawan Total 13
3 METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 14
3.2 Pengambilan Sampel 14
3.3 Materi Penelitian 15
3.3.1 Alat dan Bahan 15
3.3.2 Langkah Kerja 15
3.4 Analisa Data 19
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisa Total Plate Count/Hitungan Cawan Total (TPC) 19
4.2 Identifikasi Escherichia coli (E. coli) 22
4.3 Identifikasi Escherichia coli (E. coli) O157:H7 27
5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran 32
DAFTAR PUSTAKA 33
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Pengujian Biokimia Escherichia coli 11
Tabel 2. Koloni positif pada SMAC ATCC 13
Tabel 3. Persyaratan Mutu Batas Maksimum Cemaran Mikroba 14
pada Daging Sapi Menurut SNI 7388:2009
Tabel 4. Uraian Jadwal Kegiatan Penelitian 15
Tabel 5. Hasil uji perhitungan Total Plate Count 21
Tabel 6. Hasil Pengujian Cemaran Baktei E. coli 24
Tabel 7. Hasil identifikasi E. coli O157:H7 30
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Morfologi E. coli 6
Gambar 2. Koloni E. coli O157:H7 pada media TC-SMAC, 12
Rainbow®Agar O157 and R&F® E. coli O157:H7
Gambar 3. Kontrol koloni positif pada ATCC 35150 13
Gambar 4. Media NA control 23
Gambar 5. NA yang ditumbuhi bakteri 23
Gambar 6. Media EMB kontrol 26
Gambar 7. E. coli positif (hijau metalik) 26
Gambar 8. Koloni E. coli 26
Gambar 9. Streak E. coli 26
Gambar 10. Bakteri gram negatif dengan pembesaran 100x 27
Gambar 11. Uji biokimia (urutan dari kiri ke kanan berurutan):
TSIA, SIM, MR, VP, Citrat, Urease, Glukosa, Sorbitol, Laktosa,
Sukrosa, Maltosa, dan Manitol.
Gambar 12. Isolat colorless E. coli O157:H7 pada media SMAC 31
Gambar 13. Biakan E. coli O157:H7 standard ATCC 35150 31
Gambar 14. E. coli O157:H7 standard ATCC 35150 pada media SMAC 32
Gambar 15. Positif E. coli O157:H7 32
Gambar 16. Negatif E. coli O157:H7 32
DAFTAR LAMPIRAN
1. PENDAHULUAN
atau tanpa demam diare yang cair, serta pendarahan, muntah dan mual. Kasus
haemolytic uremic syndrome dapat mengakibatkan gagal ginjal bahkan kematian.
Infeksi E. coli O157:H7 pada manusia yang bersifat verotoksigenik telah
menyebabkan 16.000 kasus penyakit melalui makanan (food borne diseases) dan
900 orang meninggal per tahun di Amerika Serikat. Kejadian besar wabah
Hemorrhagic Colitis (HC) dan Hemolytic Uremic Syndrome (HUS) dilaporkan
dari Washington, Idaho, California dan Nevada antara 15 Nopember 1992 dan 28
Februari 1993. Serotipe Escherichia coli dari Washington merupakan Escherichia
coli O157:H7 yang telah diisolasi dari 447 kasus, dan diketahui menyebabkan
3 orang anak meninggal. Escherichia coli O157:H7 diketahui telah menginfeksi
14 orang di Idaho, dan menyebakan 1 orang meninggal. (Sartika RAD, et al,
2005). Kontaminasi Escherichia coli O157:H7 pernah dilaporkan menjadi
outbreak keracunan makanan dari sayuran pada anak–anak di Jepang tahun 1999
dengan gejala sakit perut, diare, demam, muntah atau mual (Michino, et al. 1999).
Kasus infeksi E. coli O157:H7 di Indonesia tidak sebanyak kasus yang
terjadi di negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan Jepang. Penelitian
tentang isolasi bakteri E. coli O157:H7 pernah dilakukan di Indonesia. Isolat
bakteri yang diteliti berasal dari sampel feses, susu, daging, produk olahan dari
hewan, dan sayuran. Kusmiyati dan Supar (1998) dapat mengisolasi E. coli
O157:H7 dari feses anak sapi yang menderita diare berdarah. Penelitian Suwito
(2009) menyebutkan telah berhasil mengisolasi bakteri E. coli O157:H7 dari
sampel susu yang berasal dari peternakan di wilayah Bogor dan Sukabumi.
Sartika et al (2005) melaporkan bahwa sampel daging yang berasal dari RPH,
pasar tradisional, susu segar, susu pasteurisasi, air dari peternakan di wilayah
Bogor telah terkontaminasi bakteri E. coli O157:H7.
Berdasarkan hal tersebut, penting mengetahui adanya bakteri E. coli
O157:H7 pada daging sapi yang di pasarkan di Kota Makassar dengan cara
pengujian mikrobiologis sehingga dapat digunakan sebagai indikator higienitas
konsumsi masyarakat dan keamanan pangan dalam kesehatan masyarakat
veteriner.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Daging
Daging adalah bagian tubuh ternak yang tersusun dari satu atau sekelompok
otot, dimana otot tersebut telah mengalami perubahan-perubahan biokimiawi dan
biofisik setelah ternak tersebut disembelih. Perubahan-perubahan pasca mortem
ternak ini mengakibatkan otot yang semasa ternak masih hidup merupakan energi
mekanis untuk pergerakan menjadi energi kimiawi sebagai pangan hewani untuk
konsumsi manusia. Seekor ternak sapi, di dalam tubuhnya terdapat lebih dari 100
pasang otot yang mempunyai berat yang berbeda antara otot, berayun dari
beberapa gram sampai lebih dari 100 Kg (Legras dan Schmitt, 1973).
Komposisi kimiawi daging bervariasi menurut spesies, bangsa, umur,
makanan, lokasi otot, jenis kelamin. Komposisi ini dipengaruhi oleh faktor
genetic dan lingkungan serta kemungkinan interaksi antara kedua faktor tersebut.
Daging mamalia terdiri dari : air (65–80%), protein (16-22%), lemak (1,5-13%),
substansi non nitrogen (0,5-1,5%), karbohidrat, mineral (Na, Ca, Fe, K, Cl, Co,
Zn, Ni, Mn, Mg), dan vitamin (A, B1/thiamin, B2/riboflavin, B6/piridoksin,
B12/kobalamin, C, D, E, dan K) (Soeparno, 1998).
Berdasarkan keadaan fisiknya, daging dapat dikelompokkan menjadi 6
kelompok yaitu :
1).Daging segar yang dilayukan/tanpa pelayuan
2).Daging dingin yaitu daging segar yang dilayukan kemudian didinginkan
3).Daging beku yaitu daging segar yang dilayukan lalu didinginkan dan kemudian
dibekukan
4).Daging masak
5).Daging asap
6).Daging olahan, baik yang masih dalam bentuk daging maupun yang sudah
dalam bentuk lain seperti : bakso, sosis, nugget, dan lain-lain.
2.1.1 Mikrobiologi Daging
Daging merupakan media yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan
mikroorganisme, termasuk organisme pembusuk, karena memiliki kadar air yang
tinggi (68-75%), kaya akan nitrogen dan mineral, mengandung sejumlah
karbohidrat yang dapat difermentasikan, serta mempunyai pH yang
menguntungkan bagi perkembangan sejumlah mikroorganisme (5,3-6,5). Adanya
mikrorganisme pada daging berakibat menurunnya volume daging, nilai gizi,
mengubah bentuk dan susunan senyawa, menimbulkan perubahan pada bau, rasa,
dan warna daging, serta menghasilkan toksin, baik berupa endotoksin atau
eksotoksin (Soeparno, 1998).
Kontaminasi yang terjadi pada makanan dan minuman dapat menyebabkan
berubahnya makanan tersebut menjadi media bagi suatu penyakit yang disebut
5
2.2.2 Morfologi
E. coli memiliki ukuran sel dengan panjang 2,0 – 6,0 μm dan lebar 1,1 – 1,5
μm serta berat sel E. coli 2 x 10-12 gram. Bakteri ini berbentuk batang, lurus,
tunggal, berpasangan atau rantai pendek, termasuk Gram (-) dapat hidup soliter
maupun berkelompok, umumnya motil, tidak membentuk spora, serta fakultatif
anaerob (Carter dan Wise 2004). Morfologi sel E. coli dapat dilihat pada (Gambar
1) berikut ini :
penisilin dan antibiotik lainnya seperti streptomisin, tetapi bakteri Gram (–) tidak
tahan pada perlakuan fisik (Bakteri ini akan mati pada suhu 60ºC selama 30
menit) (Fardiaz, 1992).
2.2.4 Kontaminasi
E. coli berasal dari kotoran hewan dan manusia serta kontaminasi pada
proses yang kotor. E. coli dapat mencemari daging pada saat pemotongan maupun
proses pengolahan daging. Salah satu faktor pencemaran E. coli adalah peralatan
pemotongan daging serta air pencucian daging (sanitasi pengolahan). Daging saat
dipotong pada saat panas mengeluarkan energi yang menjadi sumber kontaminan
yang baik bagi E. coli. Penyebab akibat adanya perubahan energi yang memicu
kinerja daripada enzim yang dibakar pada autolisis dan memberikan peluang
bakteri berkembang lebih cepat pada kondisi autolisis. E. coli dapat membentuk
koloni pada saluran pencernaan manusia maupun hewan dalam beberapa jam
setelah kelahiran. Faktor predisposisi pembentukan koloni ini adalah mikroflora
dalam tubuh masih sedikit, rendah kekebalan tubuh, faktor stres, pakan, dan
infeksi agen patogen lain. Kebanyakan E. coli memiliki virulensi yang rendah dan
bersifat oportunis (Songer dan Post 2005). Ditjenak (1982) melaporkan bahwa
E. coli keluar dari tubuh bersama tinja dalam jumlah besar serta mampu bertahan
sampai beberapa minggu.
2.2.5 Patogenitas
Menurut Brooks et al. (2005), bakteri E. coli merupakan mikroflora alami
yang terdapat pada saluran pencernaan manusia dan hewan. Beberapa galur E. coli
yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia adalah Enteropathogenic E. coli
(EPEC), Enterotoxigenic E. coli (ETEC), Enterohaemorrhagic E. coli (EHEC),
Enteroinvasive E. coli (EIEC), dan Enteroaggregative E. coli (EAEC).
a). Enteropathogenic E. coli (EPEC)
Golongan EPEC merupakan penyebab penting diare pada bayi, khususnya
di negara berkembang. EPEC melekat pada sel mukosa usus kecil. Akibat dari
infeksi EPEC adalah diare yang cair, biasanya susah diatasi namun tidak kronis.
ETEC merupakan penyebab diare pada wisatawan yang mengunjungi negara yang
standar higienitas makanan dan air minum lebih rendah dari negara asalnya.
Selain itu juga merupakan penyebab penting diare pada bayi di negara
berkembang (Brooks et al. 2005).
Haemorrhagic colitis memiliki gejala diare berdarah, kram perut, gagal ginjal,
dan menyebabkan kematian mikroflora dalam usus dan berlanjut menjadi
haemolytic uraemic syndrome yang dapat menyebabkan kerusakan sel darah
merah, dan gagal ginjal, serta diare dengan feses yang mengeluarkan darah
(pendarahan yang dapat berakibat fatal, bahkan menyebabkan kematian,
khususnya pada anak-anak). Penyakit thrombotic thrombocytopenic purpura
dapat menyebabkan thrombocytopenia, anemia, demam, kerusakan pencernaan,
dan kerusakan saraf. Penyakit - penyakit ini umumnya disebakan oleh konsumsi
daging maupun sayuran yang tidak masak. Daging maupun sayuran yang tidak
masak ini merupakan habitat dari E. coli patogen ini (Perna et al, 2001) (Su dan
Brand, 1995).
2.3.1 Kejadian Enterohaemorrhagic Escherichia coli O157 : H7 (EHEC
O157:H7)
Daging sapi/burger dan susu yang tidak dipasteurisasi dilaporkan
menyebabkan kejadian diare berdarah atau Hemolytic Uremic Syndrome (HUS)
pada masyarakat yang mengkonsumsi di Amerika tahun 1995. E. coli O157:H7
dinyatakan telah mengontaminasi makanan tersebut. Penularan pada manusia
dapat disebabkan oleh makanan yang terinfeksi E. coli O157:H7 baik secara
langsung maupun tidak langsung, terutama bersumber dari hewan sapi melalui
teknologi industri yang mengolah makanan serta sumber lain yang telah tercemar
oleh bakteri ini, misalnya di RPH (Rumah Pemotongan Hewan), pada saat proses
pengolahan, distribusi dan penyimpanan daging karkas, pada saat persiapan di
dapur dan saat penyajian makanan. Kejadian besar wabah Hemorrhagic Colitis
(HC) dan Hemolytic Uremic Syndrome (HUS) yang disebabkan oleh E. coli,
dilaporkan dari Washington, Idaho, California dan Nevada antara 15 November
1992 dan 28 Februari 1993. Serotipe Escherichia coli dari Washington sendiri
adalah O157 : H7 yang berhasil diisolasi dari 447 kasus, dan diketahui 3 anak
meninggal (Sartika RAD, et al, 2005). Kontaminasi Escherichia coli O157:H7
pernah dilaporkan menjadi outbreak keracunan makanan dari sayuran pada
anak - anak di Jepang tahun 1999 dengan gejala sakit perut, diare, demam, muntah
atau mual (Michino, et al. 1999). E. coli O157:H7 diketahui telah menginfeksi
seorang anak laki-laki usia 6 tahun yang lahir di Taiwan tetapi tinggal di USA
pada tahun 2001. Gejala yang dialami meliputi diare berdarah, gagal ginjal akut,
diduga mengalami HUS. Kejadian ini adalah kasus pada manusia yang pertama
dilaporkan di Taiwan (Fang-Tzy Wu, et al. 2005).
Kasus serupa belum ditemukan menjadi wabah di Indonesia. Kejadian
cemaran E. coli O157:H7 belum ada di Indonesia. Namun pernah ditemukan
dalam daging mentah yang belum menginfeksi manusia. “Ada beberapa kasus
emerging patogen, misalnya pada daging cincang tahun 2000 di temukan E. coli
O157:H7, tahun 2008 Chronobacter ditemukan oleh BPOM. Sebelum tahun 2008
mikroba ini belum di daftarkan oleh WHO sebagai indikator keamanan pangan
pada produk berbasis powder” (Lilis 2014: Seminar On Microbiological Food
Safety Issues). Tingkat kejadian di Indonesia belum pernah dilaporkan, tetapi
telah banyak dilakukan penelitian tentang E. coli O157:H7. Suardana et al (2007)
meneliti tingkat cemaran pada coliform, E. coli, dan E. coli O157:H7 pada daging
sapi di Kabupaten Badung Provinsi Bali. Bakteri pertama ditumbuhkan pada
media EMBA, selanjutnya dipupuk pada media SMAC dan diakhiri dengan uji
10
aglutinasi lateks untuk memastikan keberadaan bakteri E. coli O157 dan uji
antiserum H7 untuk memastikan isolat yang diisolasi merupakan isolat E. coli
O157:H7. Hasil isolasi dan identifikasi terhadap 89 sampel daging sapi diperoleh
hasil rata-rata tingkat cemaran coliform dan E. coli sebesar 93,01+ 2,64x103
cfu/g.
2.3.2 Pencegahan dan Pengendalian Escherichia coli O157:H7
Secara umum kejadian infeksi Escherichia coli O157:H7 akibat
mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi bakteri ini. Berbagai makanan
pangan asal ternak sapi seperti daging, susu, serta produk olahannya seperti
barbeque, hamburger, sosis, keju dapat tercemar Escherichia coli O157:H7
(Padhye and Doyle, 1991). Pencegahan dengan mengurangi penyebaran infeksi
Escherichia coli O157:H7 dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan mulai dari
peternakan, penyembelihan, pengolahan sampai dengan ke konsumen. Kesehatan
ternak selalu dimonitoring dengan efektif serta dilakukan tata laksana peternakan
yang baik (Murdiati dan Sendow, 2006). Penanganan makanan yang aman, dapat
dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
1). Menjaga kebersihan, seperti mencuci tangan sebelum mengolah makanan,
mencuci tangan setelah dari toilet, cuci dan sanitasi tempat untuk mengolah
makan.
2). Memisahkan antara makanan mentah dan matang, seperti memisahkan daging
sapi, daging unggas dan seafood dari makanan lain, menggunakan peralatan yang
terpisah dan penyimpanan makanan dalam wadah yang terpisah.
3). Memasak dengan benar, seperti memasak daging sampai matang dengan suhu
mencapai 70ºC dan memanaskan kembali makanan dengan benar.
4). Menjaga makanan pada suhu yang aman, seperti tidak membiarkan makanan
matang pada suhu ruang lebih dari 2 jam, penyimpanan makanan yang cepat rusak
pada suhu 5ºC, mempertahankan makanan pada suhu 60ºC sebelum penyajian dan
tidak menyimpan makanan terlalu lama di lemari pendingin serta membiarkan
makanan beku mencair pada suhu ruang.
5). Menggunakan air dan bahan baku yang aman (WHO, 2006).
2.4 Identifikasi Escherichia coli O157:H7
2.4.1 Uji Biokimia
Identifikasi E. coli dapat dilakukan dengan penggunaan media Eosin
Methylen Blue (EMB). Eosin Methylen Blue (EMB) mengandung laktosa dan
berfungsi untuk membedakan bakteri yang memfermentasikan laktosa.
Karakteristik koloni yaitu hijau metalik dan berinti berwarna gelap. Identifikasi
penunjang selanjutnya yaitu pewarnaan gram dan tes biokimia. Tes biokimia
antara lain IMVIC (Indole, Methyl Red, Voges-Proskauer and Simmons Citrate)
dan tes gula-gula (maltose, lactose, glucose, sorbitol, sucrose and mannitol)
(Quinn et al, 1994; Timoney, 1988). Pengujian biokimia dari Escherichia coli
dapat dilihat pada Tabel 1.
11
Hasil positif pada uji biokimia ditanam pada media selektif Sorbitol Mac
Conkey Agar (SMAC). Media Sorbitol MacConkey (SMAC) mengandung laktosa
yang dapat digantikan oleh sorbitol. Strain E. coli non-patogen dapat
memfermentasi sorbitol untuk menghasilkan asam, sedangkan E. coli patogen
tidak dapat memfermentasi sorbitol, sehingga bakteri ini menggunakan pepton
untuk tumbuh (Novicky TJ et al. 2000). Koloni pada media SMAC yang dicirikan
dengan ciri koloni jernih, tidak berwarna (colourless) atau bersifat sorbitol negatif
diidentifikasi sebagai E. coli O157:H7 seperti halnya kontrol positif ATCC 43894
(Anonim, 1998).
2.4.2 Media Selektif E. coli O157: H7
Menurut FDA (2011) identifiasi Escherichia coli (E. coli) O157:H7 tidak
seperti khas E. coli lainnya. Escherichia coli (E. coli) O157:H7 juga dapat di
identifikasi melalui media selektif yaitu Rainbow® Agar O157 dan R&F® E. coli
O157:H7.
Koloni pada media SMAC tidak berwarna atau netral/abu-abu dengan pusat
berasap dan 1 - 2 mm merupakan E. coli O157:H7 sedangkan E. coli non-patogen
berwarna merah muda. Pada media Rainbow® Agar O157 atau R & F® E. coli
O157:H7, koloni E. coli O157:H7 berwarna hitam (koloni biru-hitam) (FDA,
2011). E. coli O157:H7 tidak dapat memfermentasi sorbitol. Media MacConkey
Agar mengandung sorbitol yang bukan laktosa sebagai media diferensial untuk
mendeteksi E. coli O157:H7. Penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan E. coli
O157:H7 pada MacConkey Agar dengan Sorbitol yang tebal dapat terjadi pada
kultur dengan ciri tanpa warna (colourless) atau sorbitol-nonfermenting. (March
dan Ratnam. 1986) (Centers for Disease Control. 1991). Colourless atau merah
muda pada koloni merah diproduksi untuk mengetahui kemampuan isolat untuk
memfermentasi karbohidrat sorbitol. SMAC-CT dimodifikasi MacConkey Agar II
menggunakan sorbitol sebagai pengganti laktosa dan di tambah dengan cefixime
(0,05 mg / L) dan kalium tellurite (2,5 mg / L). Cefixime menghambat Proteus
spp dan tellurite menghambat non-O157 E. coli dan organisme lain, sehingga
meningkatkan selektivitas SMAC-CT untuk E. coli O157:H7 (Bopp et al. 1999).
2.4.3 ATCC 35150 E. coli O157: H7
Strain ATCC 35150 E. coli O157:H7 merupakan strain yang menghasilkan
Stx1 dan Stx2 dan diperoleh dari American Type Culture Collection (ATCC).
Strain ini merupakan penghasil O157:H7 yang dapat diisolasi pada media selektif
E. coli O157:H7 (SMAC agar).
Pertumbuhan koloni postif pada SMAC ATCC dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Koloni positif pada SMAC ATCC
Bakteri ATCC CFU Warna koloni Ket
E. coli 25922 10³ - 104 Merah muda +
kemerahan
E. coli O157:H7 35150 103 – 104 Tidak berwarna -
3. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Pengambilan sampel dilakukan di pasar - pasar tradisional yang dianggap
mewakili Kota Makassar yaitu Pasar Mandai, Pasar Daya, Pasar Terong, Pasar
Pabaeng-baeng, Pasar Sentral, dan Pasar Panakukang. Pengambilan sampel
dilakukan secara bertahap dari masing-masing pasar. Sampel yang diambil yaitu
daging sapi sekitar 100 gram, air proses pengadaan daging sapi (air yang
digunakan oleh penjual untuk mencuci tangan, mencuci peralatan pemotongan
daging, dll) sebanyak 10 ml, ulas alas pemotong daging dengan kapas (sampel
swab). Sampel kemudian di uji di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Maret - April 2015. Uraian jadwal kegiatan penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.
3.3.2.2 Pewarnaan Gram dan Uji Biokimia Escherichia coli (E. coli)
A. Perwanaan Gram
Koloni yang diduga E. coli diinokulasikan ke kaca objek. Pewarnaan Gram
menggunakan empat reagensia yaitu crystal violet, lugol atau gram’s iodine,
alhokol 96%, dan safranin atau larutan fuchsin. Koloni di kaca objek diteteskan
crystal violet sebanyak 3 - 4 tetes, didiamkan selama 1 – 2 menit dan dibilas
aquades. Diteteskan iodine 2 – 3 tetes, lalu didiamkan selama 1 menit dan dibilas
dengan alkohol. Diteteskan safranin 2 – 3 tetes selama 10 - 30 detik dan dibilas
aquades. Pemeriksaan dan pengamatan koloni Escherichia coli (E. coli) di
mikroskop dengan pembesaran 100x. Morfologi bakteri selanjutnya difoto
menggunakan kamera digital.
B. Uji Biokimia
Indole
Koloni yang diduga Escherichia coli (E. coli) dari media EMBA
diinokulasikan menggunakan ose dan diinkubasikan pada temperatur 37 ºC
selama 24 jam. Penambahan 0,2 ml sampai dengan 0,3 ml reagen Kovac. Hasil
reaksi positif ditandai dengan adanya bentuk cincin merah pada lapisan atas
media, sedangkan hasil reaksi negatif ditandai dengan terbentuknya cincin kuning.
Uji Citrate
Koloni pada media citrate d inkubasikan pada temperatur 35 ºC selama 96
jam. Hasil uji positif ditandai dengan terbentuknya kekeruhan pada media.
Hal ini sesuai dengan pendapat Hedrick (1994) daging dan olahannya dapat
dengan mudah menjadi rusak atau busuk, oleh karena itu penanganan yang baik
harus dilakukan selama proses produksi berlangsung.
Sampel swab dan sampel air belum memilki nilai Batas Maksimum
Cemaran Mikroba menurut SNI 01/6366/2000, tetapi dapat diketahui bahwa
kedua hal ini merupakan faktor yang dapat menambah cemaran bakteri pada
daging. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada sampel swab pengalas pemotongan
daging/talenan didapatkan banyak cemaran bakteri. Hal ini menunjukkan bahwa
peralatan pemotongan daging yang seharusnya bersih telah tercemar bakteri.
Adanya proses penyediaan daging di pasar tradisional yang kurang
memperhatikan aspek sanitasi dan higiene sangat beresiko terjadi kontaminasi.
Pengalas pemotong daging tercemar akibat kurang kesadaran penjual untuk
menjaga higienitas peralatan daging. Peralatan yang digunakan dalam penjualan
tidak dibersihkan sehabis pakai. Pengalas pemotongan/talenan terlihat adanya
sisa-sisa potongan daging yang menempel, kemungkinan telah tercemar tetapi
masih digunakan oleh penjual untuk memotong daging lainnya. Kondisi demikian
memperburuk sanitasi penjualan daging yang ada di pasar tradisional.
Sampel air yang diambil merupakan air yang digunakan oleh penjual
untuk mencuci tangan, mencuci peralatan daging, serta untuk dipercikan ke
daging dengan tujuan agar daging terlihat segar. Berdasarkan hasil penelitian
didapatkan bahwa sampel air juga tercemar bakteri. Kontaminasi bakteri dalam air
proses pengadaan daging diduga karena air diambil dari sumber yang tidak jelas.
Sumber air yang tidak jelas asalnya digunakan penjual walaupun belum tentu
bebas dari pencemaran. Beberapa penjual berulang kali mencuci tangan tanpa
memperhatikan kebersihan air. Penjual juga memercikan daging tersebut dengan
air yang dimaksudkan agar daging terlihat masih segar. Hal ini yang
menyebabkan bakteri berkembang biak bila terdapat tempat yang memungkinkan
untuk melakukan perkembangbiakan dalam air. Air bukan merupakan medium
yang ideal untuk pertumbuhan bakteri, tetapi apabila didapatkan koloni bakteri
yang banyak dan bahkan terdapat bakteri patogen sangat membahayakan. Berikut
ini hasil pengujian Total Plate Count/TPC pada media NA control (Gambar 4)
dan yang ditumbuhi bakteri dapat dilihat pada (Gambar 5).
Gambar 4. NA Kontrol
22
D2S 0
D3S 0
D4S 4,0 x 101 > BMCM
6. D1Pk 0
D2Pk 2,0 x 101 > BMCM
D3Pk 1,0 x 101 > BMCM
D4Pk 6,0 x 101 > BMCM
Hal ini menunjukkan bahwa sekitar 37,5% persen daging tercemar bakteri
E. coli. Hasil penelitian ini lebih kecil dibandingkan dengan dengan penelitian
Ngabito (2013) terhadap daging sapi yang dijual di 6 pasar tradisional Kota
Gorontalo yang terdiri dari 13 sampel dan 9 sampel (69%) telah melebihi batas
maksimum cemaran mikroba yang ditetapkan oleh badan standar nasional
Indonesia (SNI) 7388 tahun 2009 (Batas maksimum E. coli 1 x 101 koloni/gram).
Dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahimma (2012) terhadap
sampel daging sapi yang diambil disepanjang rantai distribusi di Kota Padang
bahkan menunujukkan 100% dari 12 sampel daging terkontaminasi bakteri
E. coli dan melebihi BMCM. Tingkat kontaminasi bakteri E. coli pada sampel
daging sapi dari pasar tradisional adalah sebesar 2,7 x 104 CFU/gr. Hal ini
menunjukkan tingkat pencemaran E. coli pada daging di kota Makassar masih
terbilang aman dibandingkan penelitian tentang cemaran E. coli pada daerah yang
berbeda. Adanya kontaminasi pada daging sapi ini harus tetap diwaspadai.
Kontaminasi kemungkinan dapat berasal dari peternakan dan rumah potong
hewan yang tidak higienis (Mukartini et al. 1995), serta sumber air dan
lingkungan tempat pengolahan daging tersebut sebelum sampai kepada
konsumen. Menurut Jiunkpe (2006) kontak langsung terjadi ketika permukaan
daging bersentuhan dengan tangan yang tidak menggunakan sarung tangan
sehingga resiko daging terkontaminasi lebih besar. Sampel positif koloni E. coli
pada media EMBA menunjukkan koloni yang bundar, cembung, dan halus dengan
tepi yang nyata. Koloni E. coli berbentuk lebih halus dan berwarna kehijau -
hijauan yang mengkilap tidak seperti koloni bakteri lainnya. Memilki diameter 2-
3 mm, dengan titik hitam di bagian tengah koloni dengan lebar 0,4-0,7µm (Smith-
Keary, 1988 ; Jawetz et al, 1995).
Sampel swab dan air ditemukan adanya sampel yang dicurigai E. coli,
meskipun sampel swab dan air belum memiliki nilai Batas Maksimum Cemaran
Mikroba E. coli menurut SNI 7388:2009, namun dari 24 sampel swab dan 24
sampel air didapatkan 15 sampel swab dan 11 sampel air tercemar E. coli. Hasil
penelitian menunjukkan persentase pertumbuhan E. coli pada swab yaitu 62%
dan sampel air yaitu 46%. Pencemaran bakteri E. coli terjadi karena proses
penyiapan daging tidak memperhatikan aspek higienitas dan sanitasi yang baik di
pasar - pasar tradisional. Pencemaran E. coli didapatkan pada berbagai tempat
termasuk dari peralatan pemotongan daging dan air yang digunakan. Bakteri
E. coli relatif dapat dianalisis keberadaannya di dalam air yang bukan merupakan
medium yang ideal untuk pertumbuhan bakteri.
Keberadaan E. coli dalam air atau pada peralatan daging dianggap
memiliki korelasi tinggi dengan ditemukannya E. coli patogen. Bakteri E. coli
dapat hidup dalam jumlah normal di dalam air, tanah, maupun lingkungan.
24
Pencemaran E. coli dapat muncul dalam kondisi lingkungan yang lembab dan
terbuka. Kondisi pasar yang ramai dan dipadati masyarakat mengakibatkan
pertukaran udara menjadi tidak sehat di sekitar pasar. Faktor lingkungan dapat
berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri, karena setiap bakteri mempunyai
kisaran suhu dan suhu optimum tertentu untuk pertumbuhannya. E. coli
merupakan bakteri yang dapat tumbuh baik pada suhu antara 46oC- 80oC, dengan
suhu optimum dibawah temperatur 37oC. E. coli dalam kondisi istirahat dan tidak
langsung mati pada suhu minimum atau diatas suhu maksimum (Dwidjoseputro,
1978; Gani, 2003). Soeparno (1998) menyatakan bahwa selain faktor nutrisi,
pertumbuhan mikroorganisme dalam daging juga dipengaruhi oleh faktor
lingkungan khususnya temperatur. Berikut ini hasil identifikasi E. coli pada media
EMB kontrol (Gambar 6) dan koloni E.coli positif yang berwarna hijau metalik
dapat dilihat pada (Gambar 7). Hasil identifikasi sampel media EMB berdasarkan
nilai Batas Maksimum Cemaran Mikroba dapat dilihat pada lampiran.
Gambar 11. Uji biokimia (urutan dari kiri ke kanan) : TSIA, SIM, MR,
VP, Citrat, Urease, Glukosa, Sorbitol, Laktosa, Sukrosa, Maltosa, dan Manitol.
Pengujian biokimia dengan media Triple Sugar Iron Agar (TSIA)
didapatkan 9 positif mengalami perubahan pada sampel daging, 15 sampel swab
dan 11 sampel air. Sampel positif ditandai dengan perubahan warna perubahan
warna menjadi kuning (suasana asam). Daerah miring (slant) sampai dasar (butt)
menjadi kuning. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri E. coli dapat memfermentasi
glukosa. Daerah medium pada sampel positif tidak memperlihatkan adanya
endapan hitam (negatif H2S). Hal tersebut terjadi karena E. coli tidak mampu
mendesulfurasi asam amino dan methion yang menghasilkan H2S (Anonim,
2008).
Sampel positif berdasarkan penelitian pada 9 sampel daging, 15 sampel
swab dan 11 sampel air pada Media Sulfur Indol Motility (SIM) diperoleh hasil
positif pada indol dan motilitas sedangkan pada sulfur negatif karena tidak terjadi
perubahan warna menjadi hitam. Indol positif karena perekasi berubah menjadi
merah (adanya cincin merah) di permukaan medium. Hal tersebut terjadi karena
E. coli dapat menghasilkan tryptophase dapat menghidrolisis tryptophan, yang
dapat diketahui dengan menambahkan larutan kovaks seperti Ehrlich yang
mengandung para-dimetil-aminobenzaldehida. Motilitas positif juga ditunjukkan
karena ditemukan adanya gelembung disekitar daerah inokulasi, yang berarti
bahwa E. coli memiliki flagella dan dapat hidup pada kondisi anaerob.
Pengujian media Methyl Red (MR) didapatkan terjadi perubahan warna
merah ketika ditambahkan indikator methyl red pada 9 sampel daging, 15 sampel
swab, dan 11 sampel air. Methyl red digunakan untuk menentukan adanya
fermentasi asam campuran. Bakteri E. coli dapat memfermentasi glukosa dan
menghasilkan produk yang bersifat asam sehingga akan terjadi perubahan warna
merah ketika ditambahkan indikator methyl red (Anonim, 2008).
Media Voges Proskauer (VP) diperoleh hasil negatif pada sampel daging,
air, dan swab dengan ciri dengan koloni metalik. sampel daging berjumlah 9
ditetesi larutan α-naphtholsebanyak 3 kali dan larutan KOH dan tidak
menunujkkan reaksi perubahan warna. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri E.
coli tidak dapat melakukan penguraian media dan hasil akhir fermentasi bakteri
ini bukan asetil metil karbinol (asetolin) (Anonim, 2008). E. coli juga tidak
memiliki enzim sitrat permiase yang membawa sitrat kedalam sel.
Pengujian uji gula-gula yang terdiri dari media glukosa, laktosa, sukrosa,
maltosa, dan manitol diperoleh 9 sampel daging, 15 sampel swab, dan 11 sampel
27
air mengalami perubahan warna dari merah menjadi kuning. Media glukosa
didapatkan positif yang ditandai dengan adanya perubahan warna pada media
tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa E. coli dapat mengurai glukosa dan
memiliki enzim beta galaktisidase. Pada media glukosa juga terbentuk gelembung
pada tabung durham yang diletakan terbalik didalam tabung media dan
menunjukkan hasil fermentasi berbentuk gas (Oktarina, 2010). Hasil uji laktosa
juga didapatkan hasil positif. Hal ini terjadi karena media laktosa mengandung
gula, air pepton dan fenol red, sehingga E. coli dapat mengurai media laktosa
karena memiilki enzim beta-galaktosidase. Pengujian dengan media sukrosa juga
mengalami perubahan warna dari merah menjadi kuning karena E. coli memiliki
enzim sukrase yang dapat memecah sukrosa. Hasil uji dengan media maltosa juga
mengalami perubahan warna Perubahan warna yang terjadi menandakan bahwa
bakteri ini membentuk asam dari fermentasi glukosa. Selain itu, bakteri E. coli
juga memiliki enzim beta-galaktosidase yang dapat memecahkan laktosa menjadi
glukosa dan galaktosa. Serta memiliki enzim sukrase yang dapat memecah
sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa ( Pelczar dan Chan, 1988). Reagen sorbitol
digunakan untuk melihat bakteri E. coli O157:H7. Adanya bakteri E. coli
O157:H7 ditandai dengan hasil negatif pada sorbitol. Sorbitol tidak mengalami
perubahan warna karena E. coli O157 : H7 tidak dapat memfermentasikan
sorbitol. Berdasarkan penelitian hanya 1 sampel swab dan 1 sampel air yang tidak
mengalami perubahan warna dan menunjukkan reaksi negatif sorbitol. Sedangkan
9 sampel daging sapi, 14 sampel daging swab, dan 10 sampel air mengalami
perubahan warna dari merah menjadi kuning. Hal ini mengindikasikan sampel
tersebut mampu memfermentasi sorbitol dan tidak tergolong sebagai E. coli
patogen.
4.3 Identifikasi Escherichia coli (E. coli) O157:H7
Berdasarkan hasil pengujian dari 72 sampel didapatkan 2 sampel yang
positif terkontaminasi E. coli O157:H7 (2,8%). Kedua sampel positif tersebut
berasal dari sampel air proses pengadaan daging dan sampel swab, sedangkan
sampel daging tidak didapatkan positif E. coli O157:H. Hasil penelitian ini
berbeda dengan penelitian Sartika (2005) yang menguji sampel daging sapi yang
berasal dari RPH Cibinong dan RPH Kota Bogor menunjukkan hasil positif
100 % (12 sampel dari 12 sampel) terinfeksi E. coli O157:H7, baik yang berasal
dari RPH maupun yang sudah didistribusikan di pasar Citereup, pasar Cibinong,
pasar Kebon Kembang dan pasar Bogor. Hal ini menunjukkan jika dalam
penelitian ini ada beberapa hal yang menjadi faktor tidak ditemukannya E. coli
O157:H7 pada daging sapi. Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam
pengujian yaitu pengambilan sampel anaerob yaitu pengambilan daging bagian
dalam dan diusahakan tidak terpapar oksigen. Sampel daging yang berasal dari
pasar pada saat diuji dipotong sampai bagian dalam bukan daging yang
dipermukaan. Proses pengerjaan sampel juga dilakukan secara aseptis dan sebisa
mungkin dalam kondisi steril, sehingga lebih meminimalisir kontaminasi dari
lingkungan pada sampel daging (Soeryanto, 2005). Selama proses kultur bakteri
juga dilakukan di dekat bunsen dan proses pengerjaan mikro yang lebih cepat
sehingga diusahakan tidak ada kontaminan yang ikut tumbuh dalam kultur
bakteri. Kontaminan bisa berasal dari diri, alat dan lingkungan, oleh karena itu
alat yang digunakan, diri dan lingkungan harus aseptis. Apabila sudah
28
Gambar 15. Positif E. coli O157:H7 Gambar 16. Negatif E. coli O157:H7
Hasil kultur pada (Gambar 15) menunjukkan bahwa isolat ini tidak
memperlihatkan adanya warna seperti yang ditunjukkan isolat kontrol. Hasil ini
menunjukkan bahwa isolat tersebut tidak memfermentasikan sorbitol sehingga
menghasilkan warna koloni yang tidak berwarna. Koloni E. coli O157:H7 yang
benar - benar positif akan memperlihatkan tidak terdapat warna/colourless. Hasil
positif media SMAC akan terlihat koloni tidak berwarna. Koloni warna merah
dengan zona jernih atau colourless disekitarnya menunjukkan bahwa positif
E. coli O157:H7 (FDA 2011). Di sisi lain, sebagian besar E. coli
memfermentasikan sorbitol sehingga memberikan warna koloni merah muda
seperti pada (Gambar 16) yang memperlihatkan koloni merah muda dengan tidak
terlihat adanya zona seperti pada isolat positif. Reagen sorbitol juga menunjukkan
adanya kemampuan fermentasi sehingga terjadi perubahan warna dari merah
menjadi kuning. Bakteri E.coli tersebut bukan merupakan E. coli O157:H7 karena
memiliki kemampuan fermentasi sorbitol, sedangkan E.coli O157:H7 tidak
memiliki kemampuan tersebut.
32
5. 1 Kesimpulan
1. Hasil penelitian menunjukkan dari 72 sampel (24 sampel daging sapi, 24
sampel swab alas pemotong daging sapi, dan 24 sampel air proses pengadaan
daging sapi) didapatkan 9 sampel daging positif E. coli dan melebihi Batas
Maksimum Cemaran Mikroba (BMCM) 1x101 cfu/gram (37%). Sampel swab
didapatkan 15 sampel positif E. coli (62%), dan sampel air didapatkan 11
positif E. coli (46%).
2. Dari 72 sampel (24 sampel daging sapi, 24 sampel swab alas pemotong daging
sapi, dan 24 sampel air proses pengadaan daging sapi) yang dilanjutkan dengan
identifikasi E. coli O157:H7 diperoleh 1 sampel swab positif E. coli
O157:H7 dan 1 sampel air positif E. coli O157:H7 (2,8%).
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus. 1998. The oxoid manual. 8th Ed. Complied by E.Y.Bridson (former
Technical director of oxoid).
Anonim,2008. [Internet] [diunduh tanggal 18 Mei 2015]
http://hafizluengdaneun.multiply.com/journal/item/1/Laporan_Koasistensi_
Mikrobiologi_
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2008. SNI 2897:2008. Metode Pengujian
Cemaran Mikroba dalam Daging, Telur, dan Susu, serta Hasil Olahannya.
Barlow, R.S., K.S. Gobius, and P.M. Desmarchelier. 2006. Shiga toxin-producing
E. coli in ground beef. Int. J. Food Microbiol. 111:1-5.
Berg, Howard C. 2004. E. coli in Motion, Biological, and Medical Physics
Biomedical Engineering. New York:Springer Verlag AIP Press.
Bopp, Brenner, Wells and Stockbine. 1999. In Murray, Baron, Pfaller, Tenover
and Yolken (ed.),
Manual of clinical microbiology, 7th ed. American Society for Microbiology,
Washington, D.C.
Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Mikrobiologi kedokteran.Alih Bahasa.
Mudihardi E, Kuntaman,Wasito EB et al. Jakarta: Salemba Medika, 2005:
317-27
Brooks, Geo F, Butel., Janel S., dan Morse, Stephen A. 2007. Mikrobiologi
Kedokteran, Jawetz, Melnick & Adelberg. Terjemahan Staf Pengajar
Mikrobiologi FK UNAIR dari Medical Microbiology. Jakarta:EGC.
Carter, G., D.J. Wise (2004). Esentials of Veterinary Bacteriology and Mycology.
Iowa Atate Press. 137-139.
Centers for Disease Control. 1991. Morbid. Mortal. Weekly Rep. 40:265.
Chabra, Fratamico PM, Schultz FJ, Cooke,. Factors influenching attachment of
Escherichia coli O157:H7 to beef tissues and removal usingselected
sanitizing rinses. J Protect. 1999;59:453-9.
[Ditjenak] Direktorat Jenderal Peternakan. 1982. Pedoman Pengendalian Penyakit
Hewan Menular Jilid 4. Jakarta: Dirjen Peternakan.
Doyle, M.P., and L.R. Beuchat, 2007. Food Microbiology: Fundamental and
Frontiers 3rd edition. ASM Press: Washington D.C. 493-495.
Drastini, Y, Budiharta S, dan Asmara W. 2002. Isolation of VT1 and/or VT2
Gene Bearing Escherichia coli From Cattle, Swine and Sheep and Goat.
J.Sain Vet XX(2) : 28 – 35.
34
Peter, C.H., F.T. Councell, C. Keys, and S.R. Monday. 2011. Virulence
characterization of Shiga-toxigenic Escherichia coli isolates from wholesale
produce. Appl. Environ. Microbiol. 77(1):343-345.
Quinn PJ, Markey BK, Carter ME, Donelly WJ, Leonard FC. 2002. Veterinary
Microbiology and Microbial Disease. Iowa: Blackwell Publishing.
Ratnam S, March SB, Ahmed R, Bezanson GF, Kasatiya S. 1988.
Characterization of Escherichia coli serotype 0157:H7. J Clinic Microbiol
26(10): 2006-12.
Salyers AA, Whitt DD. 1994. Bacterial Pathogenesis a Molecular Approach.
USA: ASM Press.
Saparianti, E. 2014. Comparative Study Production of Exopolysaccharide (EPS)
by Lactic Acid Bacteria (L. casei and L. plantarum) in Different Media
(Dates and Mulberry juice). Indonesian Society of Agroindustrial
Technology
Sartika RAD, Indrawati YM, Sudiarti T. Analisis Mikrobiologi Escherichia coli
O157:H7 Pada Hasil Olahan Hewan Sapi dalam Proses Produksinya.
Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia; 2005.
Scott PR, Hall GA, Jones PW, Morgan JH. 2004. Calf Diarrhoea. 10th Ed.
Andrew AH, Biowey RW, Boyd H, Eddy RG, editor. USA: Blackwell
Publishing.
Siagian Albiner. 2002. Keracunan Pangan oleh Mikroba. Universitas Sumatera
Utara.
Smith-Keary P. F., 1988, Genetic Elements in Escherichia coli, macmillan
Molecular biology series, London, p. 1-9, 49-54.
Soeparno. 1998. Ilmu Dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Soeryanto, D. 2003, Biodegradasi Aerobik Senyawa Hidrokarbon Aromatik
Monosiklis oleh Bakteri, Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara
Songer JG, Post KW. 2005. Veterinary Microbiologi. Bacterial and Fungal Agent
of Animal Disease. USA: Elsevier Saunders.
Standar Nasional Indonesia. 2000. Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas
Maksimum Residu Dalam Bahan Makanan Asal Hewan. Badan
Standardisasi Nasional. Jakarta.
Suardana IW, B Sumiarto B dan DW Lukman. 2007. Isolasi dan Identifikasi
Escherichia coli O157:H7 pada Daging Sapi di Kabupaten Badung Provinsi
Bali. J Vet. 2007;8:1:16-23.
37
Suardana, I.W. dan I.B.N Swacita. 2009. Higiene Makanan. Penerbit Udayana
University Press, Denpasar.
Suardana, I wayan, Wayan Tunas Artama, Widya Asmara, dan Budi Setiadi
Dryono. 2011. Studi Epidemiologi Agen Zoonosis Escherichia coli
O157:H7 melalui Analisis Random Amplification of Polymorphic DNA
(RAPD).
Su C, Brandt LJ. 1995. Escherichia coli O157: H7 infection in humans. Annals
Internal Med 123(9):698-707.
Supar, Kusmiyati, Poerwadikarta MB. 1998. Aplikasi Toksin Enterotoksigenik
Escherichia coli (ETEC) K99, F41 Polivalen pada Induk Sapi Perah Bunting
dalam Upaya Pengendalian Kolibasilosis dan Kematian Pedet Neonatal.
JITV 3:27-33.
Tizard IR. 2004. Veterinary Immunology an Introduction. 7th Ed. USA: Saunders.
Usmiati, Sri. 2010. Pengawetan Daging Segar dan Olahan. Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Kampus Penelitian Pertanian. Jl.
Tentara Pelajar 12 Cimanggu, Bogor
Vetbact. 2012. Escherichia coli. [Internet] [diunduh 15 Desember 2014]
http://www.vetbact. org/vetbact/?artid=68
World Health Organization. Implementing the new recommendation on the
clinical management of diarrhea : guidelines for policy makers and
programme managesr. Geneva : WHO Press 2006
38
LAMPIRAN
2). Sampel air proses pengadaan daging sapi ( air pencucian tangan, daging, dan
peralatan pemotong daging) berdasarkan Hitungan Cawan Total/Total Plate Count
(TPC)
4). Hasil Pengujian Jumlah Cemaran Baktei E. coli pada Sampel Proses
Pengadaan Daging
cembun
- 8 hitam ≠
metalik
6. D2D > BMCM - 14 - Acid Indol + - - + - + + Koloni E. coli
metalik ≠ H2S Motil + Merah
bundar Muda
kecil ± 2
mm
- 2 putih
- 6 merah
muda
7. D3D - 24 koloni -≠ lanjut
Putih koloni
- 12 hitam berwarna
≠ metalik hitam tidak
metalik
seperti
E. coli
8. D4D - 20 kol. - ≠ lanjut,
Putih koloni
- 26 kol. berwarna
Merah hitam tidak
muda metalik
- 1 kol. seperti
Hitam ≠ E. coli
metalik
9. D1T > BMCM - 2 hitam - Acid Indol + - - + - + + Koloni E. coli
metalik ≠ H2S Motil + Merah
ukuran 2 Muda
mm
- 1 putih
10. D2T - 2 putih -≠ lanjut
- 4 koloni karena ≠
merah ada koloni
muda metalik
mukoid
11. D3T - 2 putih -≠ lanjut
- 1 merah karena ≠
muda ada koloni
mukoid metalik
12. D4T - 33 hitam - ≠ lanjut,
≠ metalik koloni
- 31 kol berwarna
putih hitam tidak
bundar metalik
seperti
E. coli
13. D1Pb - 1 hitam ≠ - ≠ lanjut,
44
metalik koloni
bundar berwarna
hitam tidak
metalik
seperti
E. coli
14. D2Pb - 4 hitam ≠ - ≠ lanjut,
metalik koloni
- 2 putih berwarna
bundar, hitam tidak
bergerigi metalik
3 mm seperti
E. coli
15. D3Pb - 9 hitam - ≠ lanjut,
bundar koloni
kecil 1-2 berwarna
mm hitam tidak
- 4 merah metalik
muda seperti
- 2 putih E. coli
16. D4Pb - 8 koloni - ≠ lanjut,
hitam koloni
- 9 koloni berwarna
putih hitam
tidak
metalik
seperti
E. coli
17. D1S - 1 hitam ≠ - ≠ lanjut,
metalik koloni
bundar berwarna
- 2 putih hitam
- 1 merah tidak
muda, metalik
±3mm seperti
E. coli
18. D2S - 2 hitam - ≠ lanjut,
cembung koloni
≠ metalik berwarna
± 2 - 3 hitam tidak
mm metalik
seperti
E. coli
19. D3S - 20 hitam - ≠ lanjut,
≠ metalik koloni
± 2-4 berwarna
mm hitam tidak
- 1 putih 4 metalik
45
mm seperti
E. coli
20. D4S > BMCM - 3 hitam - Acid Indol + - - + - + + Koloni E. coli
metalik, ≠ H2S Motil + Merah
bundar Muda
kecil, ±
2-3 mm
21. D1Pk - 3 putih - ≠ lanjut,
bundar 4 koloni
mm berwarna
- 1 hitam hitam tidak
≠metalik metalik
seperti
E. coli
22. D2Pk > BMCM - 2 metalik - Acid Indol + - - + - + + Koloni E. coli
ukuran 2 ≠ H2S Motil + Merah
mm Muda
- 10 putih
- 1 merah
muda
mukoid ±
5 mm
23. D3Pk > BMCM - 2 putih - Acid Indol + - - + - + + Koloni E. coli
- 1metalik ≠ H2S Motil + Merah
bundar, Muda
cembung
,ukuran
2,5 mm
24. D4Pk > BMCM - 6 koloni - Acid Indol + - - + - + + Koloni E. coli
metalik, ≠ H2S Motil + Merah
cembung Muda
,bundar
kecil
ukuran 2
mm
- 14 koloni
merah
muda
- 2 koloni
putih
mukoid
ukuran 4
mm
46
seperti
E. coli
6. S2D - 2 koloni - ≠
putih lanjut,
-15 koloni koloni
merah berwarna
muda hitam
-40 koloni tidak
hitan tdk metalik
metalik seperti
E. coli
7. S3D > BMCM - 2 koloni - Acid Indol + - - + - + + Koloni E. coli
metalik ≠ H2S Motil + Merah
-36 koloni Muda
hitam
8. S4D -40 koloni - ≠
merah lanjut,
muda koloni
-16 koloni berwarna
hitam hitam
tidak
metalik
seperti
E. coli
9. S1T -12 koloni - ≠ lanjut
hitam karena
-6 koloni ≠ ada
putih koloni
metalik
hanya
koloni
warna
hitam
saja.
10. S2T -20 koloni - ≠
hitam lanjut
-6 koloni karena
merah ≠ ada
muda koloni
metalik
11. S3T > BMCM -3 koloni - Acid Indol + - - + - + + Koloni E. coli
bundar ≠ H2S Motil + Merah
metalik Muda
- 3 putih
- 34 merah
muda
kecil 1-2
mm
48
- 10 hitam Muda
- 5 putih
mukoid 4
mm
2. A2M > BMCM - 1 koloni - Acid Indol + - - + - + + Koloni E. coli
metalik ≠ H2S Motil + Merah
-20 koloni Muda
putih 3
mm
3. A3M > BMCM - 3 koloni - Acid Indol + - - + - + + Koloni E. coli
metalik ≠ H2S Motil + Merah
besar ± Muda
3mm
dengan
tepi
cembung
4. A4M > BMCM - 1 koloni - Acid Indol + - - + - + + Koloni E. coli
metalik ≠ H2S Motil + Merah
- 50 koloni Muda
putih kecil
1-2 mm
- 6 koloni
hitam
5. A1D > BMCM - 7 koloni - Acid Indol + - - + - + + Koloni E. coli
metalik ≠ H2S Motil + Merah
- 41koloni Muda
putih
- 24koloni
merah
muda
6. A2D > BMCM -14 koloni - Acid Indol + - - + - + - Coloress E. coli
metalik ≠ H2S Motil + Dengan O157:H7
bundar, pusat
cembung, berasap
diameter pinggir-
±2-3 mm an gerigi,
- 40 kol. 2-4 mm
merah
muda
-20 koloni
putih
7. A3D > BMCM - 3 koloni - Acid Indol + - - + - + + Koloni E. coli
metalik, ≠ H2S Motil + Merah
bundar, Muda
-36 koloni
hitam
- 4 koloni
merah
muda
8. A4D -12 koloni - ≠
51
hitam lanjut,
-36 koloni koloni
merah berwarna
muda hitam
mukoid 2- tidak
3 mm metalik
seperti
E. coli
9. A1T - 6 koloni - ≠ lanjut
hitam karena ≠
-16 koloni ada
putih koloni
metalik
hanya
koloni
warna
hitam
10. A2T - 21 hitam - ≠ lanjut
-3koloni karena ≠
merah ada
muda koloni
mukoid metalik
besar hanya
dengan koloni
tepi ber- warna
Gerigi hitam
11. A3T > BMCM - 3 koloni - Acid Indol + - - + - + + Koloni E. coli
metalik ≠ H2S Motil + Merah
- 12 koloni Muda
hitam
- 5 koloni
merah
muda
12. A4T -30 koloni - ≠ lanjut
putih karena ≠
1-2 mm ada
koloni
metalik
13. A1Pb - 2 koloni - ≠ lanjut
hitam 2-3 karena ≠
mm ada
- 2 koloni koloni
merah metalik
muda
14. A2Pb > BMCM - 1 koloni - Acid Indol + - - + - + + Koloni E. coli
metalik ≠ H2S Motil + Merah
-10 koloni Muda
hitam
52
-16 koloni
merah
muda
15. A3Pb - 6 koloni - ≠ lanjut
putih karena
- 5 koloni ≠ ada
merah koloni
muda metalik
16. A4Pb > BMCM - 2 koloni - Acid Indol + - - + - + + Koloni E. coli
metalik ≠ H2S Motil + Merah
kecil Muda
ukuran 1-2
mm
- 3 koloni
merah
muda
-12 koloni
putih
17. A1S > BMCM - 1 koloni - Acid Indol + - - + - + + Koloni E. coli
metalik ≠ H2S Motil + Merah
-10 koloni Muda
putih
- 2 koloni
merah
muda
18. A2S > BMCM - 1 koloni - Acid Indol + - - + - + + Koloni E. coli
metalik ≠ H2S Motil + Merah
- 1 hitam Muda
mukoid
- 1 koloni
merah
muda
19. A3S - 2 koloni - ≠ lanjut
merah karena
muda, ≠ ada
- 2 koloni koloni
hitam metalik
mukoid
- 4 koloni
putih
besar 4
mm
20. A4S - 5 koloni -≠ lanjut,
hitam koloni
- 6 koloni berwarna
putih hitam
mukoid tidak
- 2 koloni metalik
53
merah seperti
muda E. coli
21. A1Pk - 6 koloni - ≠ lanjut
putih karena
- 3 koloni ≠ ada
merah koloni
muda metalik
mukoid
22. A2Pk - 12 -≠ lanjut
koloni karena ≠
putih 2-3 ada
mm koloni
- 6 koloni metalik
merah
muda
mukoid
23. A3Pk - 2 koloni -≠ lanjut
merah karena ≠
muda ada
besar koloni
ber- metalik
dempet-
an
- 4 koloni
putih
24. A4Pk - 2 koloni -≠ lanjut,
putih koloni
besar 3- berwarna
4 mm hitam
- 10 tidak
koloni metalik
hitam seperti
E. coli
54
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal ; 15 Oktober 1992 di
Rantepao dari ayahanda Rahmadi Ras dan ibunda Misna
Herawaty. Penulis merupakan anak ketiga dari empat
bersaudara. Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di
Madrasah Ibtidayyah Rantepao dan lulus pada tahun 2004,
kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri
02 Rantepao dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2010
penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 01
Rantepao. Penulis diterima di Program Studi Kedokteran
Hewan, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
pada tahun 2010.
Selama perkuliahan penulis aktif dalam Badan Perwakilan Mahasiswa-
Himpunan Mahasiswa Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin (BPM-HIMAKAHA FKUH) sebagai Pengawas Keuangan, sebagai
anggota Ikatan Mahasiswa kedokteran Hewan Indonesia (IMAKAHI) dan sebagai
anggota Organisation Wildlife (OWL) PSKH FKUH.