Anda di halaman 1dari 43

paling caudal dan paling tua secara filogenetis.

Batang otak berada di bagian


paling kaudal otak dan terletak pada tulang tengkorak yang memanjang sampai ke
tulang punggung atau sum-sum tulang belakang. Bagian ini mengatur fungsi dasar
manusia seperti mengatur pernapasan, denyut jantung, pencernaan, insting
terhadap bahaya dan sebagainya.5
Batang otak digunakan sebagai istilah kolektif untuk medula oblongata
(mielensefalon), pons (metensefalon), dan otak tengah (mesensefalon).
a) Mesensefalon
Mesensefalon adalah struktur paling rostral dari batang otak, struktur ini
berfungsi untuk mengontrol otak besar dan otak kecil, berfungsi mengatur
penglihatan seperti lensa mata, pupil mata dan kornea. Mesensefalon ditandai
secara khas leh pedunkel sebebri (krus serebri) yang terdiri dari traktus serat
kortikoponting dan kortikospinal. Pada mesensefalon terdapat nervus
okulomotorius (III) dan nervus troklearis (IV).5
b) Pons
Istilah pons (jembatan) diciptakan oleh Varolio (1543-1575) karena ventral
dari struktur ni menghubungakan dua hemisfer serebelar dan menjembatani
ventrikel keempat. Pons berfungsi untuk mengontrol apakah kita sedang
terjaga atau tertidur.5
c) Medulla oblongata
Befungsi untuk mengatur sirkulasi darah, denyut jantung, pernapasan dan
pencernaan.Pada batang otak terapat nuklei saraf kranial, fasikula saraf dan
traktus asenden dan desenden yang sama-sama saling berdampingan. Suatu
lesi tunggal relatif kecilpun hampir selalu merusak beberapa nukleus, pusat
refleks, traktus atau jaras.5

Batang otak mengandung banyak jaras serabut, termasuk semua jaras


asendens dan desendens yang menghubungkan otak dengan perifer. Beberapa
jaras ini menyilang garis tengah ketika melewati batang otak dan beberapa di
antaranya membentuk sinaps sebelum melanjutkan perjalanan di sepanjang
jarasnya. Terdapat banyak nuklei di batang otak yaitu:
 Nuklei nervus III – nervus XII

1
 Nukleus ruber dan substansia nigra mesensefalon; nuklei pontis dan nuklei
olivarius medulla yang berperan pada sirkuit regulasi motorik.
 Nuklei lamina quadrigemina mesensefali yang merupakan stasiun jaras visual
dan auditorik.

Gambar 2.1 Anatomi Batang otak: a) Penampang anterior b) penampang posterior

Hampir seluruh batang otak diliputi jaringan difus neuron yang tersusun
padat (formasio retikularis) yang mengandung pusat regulasi otonomik yang
penting untuk berbagai fungsi tubuh vital, termasuk aktivitas jantung, sirkulasi
dan respirasi. Formasio retikularis juga mengirimkan impuls pengaktivasi ke
korteks serebri yang dibutuhkan untuk mempertahankan kesadaran. Jaras
desendens dari formasio retikularis mempengaruhi aktivitas neuron motorik
spinal. Karena batang otak mengandung berbagai macam nuklei dan jaras saraf
pada ruang yang sangat padat, bahkan lesi yang kecil pada batang otak dapat
menimbulkan berbagai tipe defisit neurologis secara simultan (seperti pada
berbagai sindroma vaskular batang-otak).5

2
2. 2 Vaskularisasi Batang Otak
Anatomi vaskuler otak dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu bagian anterior
diperdarahi oleh sistem karotis dan bagian posterior oleh sistem vertebrobasiler.
Batang otak diperdarahi oleh sistem posterior (vertebrobasiler).

Gambar 2.2 Anatomi Vaskularisasi sistem vertebrobasiler

Arteri vertebralis timbul dari arteri subklavia dan ketika mereka melewati
foramina costotransverse dari C6 ke C2. Mereka memasuki tengkorak melalui
foramen magnum dan bergabung di persimpangan pontomedullary untuk
membentuk arteri basilar. Setiap arteri vertebralis biasanya bercabang menjadi
arteri serebelar posterior inferior (PICA). Arteri vertebralis mengeluarkan cabang
utama yaitu arteri inferior posterior serebelli (PICA) yang merupakan
percabangan paling besar dan arteri spinalis anterior yang memperdarahi medulla
spinalis. PICA akan memperdarahi bagian inferior vermis, nuclei serebelli,
permukaan bawah hemisfer cerebelli, dan dorsolateralis medulla. 4,5,6
Setelah itu, arteri vertebralis akan berjalan menembus duramater setinggi
foramen magnum. Di ruang subarachnoid arteri vertebralis akan berjalan

3
melengkung ke arah ventral dan kranial mengelilingi batang otak dan bergabung
dengan arteri vertebralis kontralateral di depan bagian kaudal pons menjadi arteri
basilaris. Arteri basilaris mengeluarkan 2 cabang utama yaitu sepasang arteri
serebri posterior dan arteri superior serebelli.6
Di bagian atas pons, arteri basilari terbagi menjadi 2 arteri serebri
posterior. Arteri serebri posterior akan memperdarahi bagian lobus oksipital,
inferior lobus temporal, thalamus, dan posterior limb dari kapsula interna.
Sedangkan pada arteri superior serebelli akan memperdarahi superior dari
cerebellum dan glandula pinealis. Percabangan lainnya yaitu arteri inferior
anterior cerebelli (AICA) yang memperdarahi bagian anterior dan inferior
cerebellum.5,6

Gambar 2.3 Anatomi suplai darah pada Mesensefalon5

Gambar 2.4 Anatomi suplai darah pada Pons5

4
Gambar 2.5 Anatomi suplai darah pada Medula Oblongata5

Arteri basilaris bercabang menjadi arteri sereblar superior yang memasok


bagian lateral pons dan otak tengah, serta permukaan superior dari otak kecil.
Medulla diperdarahi oleh PICA dan cabang kecil dari arteri vertebralis. Pons
diperdarahi oleh cabang-cabang dari arteri basilaris. PCA memperdarahi otak
tengah, thalamus dan korteks oksipital. 4,5,6

2. 2 Stroke Hemoragik Batang Otak


2. 2. 1 Definisi
Definisi stroke menurut world health organization (WHO) Monica Project
adalah gangguan fungsi serebral yang terjadi baik fokal maupun global yang
terjadi mendadak dan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam (kecuali pasien
meninggal atau dipoerasi dalam waktu kurang dari 24 jam) yang disebabkan oleh
gangguan pembuluh darah.2 Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila
lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke
dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.7 Stroke
hemoragik batang otak adalah stroke yang kelainannya melibatkan struktur batang
otak dan arteri vertebrobasiler, stroke batang otak juga sering disebut stroke
vertebrobasiler.7

2. 2. 2 Epidemiologi
Di Indonesia, penyebab kematian utama pada semua umur adalah stroke

5
(15,4%), yang disusul oleh TB (7,5%), Hipertensi (6,8%), dan cedera (6,5%).
Hasil Riskesdas 2007, prevalensi stroke di Indonesia ditemukan sebesar 8,3 per
1.000 penduduk, dan yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 6 per
1.000. Prevalensi stroke tertinggi Indonesia dijumpai di Nanggroe Aceh
Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan terendah di Papua (3,8 per 1.000
penduduk).8
Data lainnya yang diperoleh di Indonesia menunjukkan kecenderungan
peningkatan kasus baik dalam hal kematian, kejadian, ataupun kecacatan. Angka
kematian berdasarkan umur yaitu sebesar 15,9% (umur 45-55 tahun), 26,8%
(umur 55-64 tahun), dan 23,5% (umur 65 tahun). Insiden stroke sebesar
51,6/100.000 penduduk dan kecacatan; 1,6% tidak berubah, 4,3% semakin
memberat. Penderita laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan dan
usia dibawah 45 tahun sebesar 11,8%, usia 45-64 tahun sebesar 54,2%, dan usia
diatas 65 tahun sebesar 33,5%.9
Angka kematian untuk perdarahan intraserebrum hipertensif sangat tinggi,
mendekati 50%. Perdarahan yang terjadi diruang supratentorium (diatas tentorium
cerebeli) memiliki prognosis yang baik apabila volume darah sedikit. Namun,
perdarahan kedalam ruang infratentorium didaerah pons atau cerebellum memiliki
prognosis yang jauh lebih buruk karena cepatnya timbul tekanan pada struktur–
struktur vital dibatang otak.10

2. 2. 3 Etiologi
Stroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan ke dalam jaringan otak
(disebut hemoragia intraserebrum atau hematom intraserebrum) atau kedalam
ruang subaraknoid, yaitu ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan
yang menutupi otak (disebut hemoragia subaraknoid). Jenis stroke yang paling
mematikan dan merupakan sebagian kecil dari stroke total yaitu 10-15%
perdarahan intraserebrum dan sekitar 5% untuk perdarahan subaraknoid.9
Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu:11
 Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)

6
 Ruptur kantung aneurisma
 Ruptur malformasi arteri dan vena
 Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma)
 Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP,
gangguan fungsi hati, komplikasi obat trombolitik atau anti
koagulan, hipofibrinogenemia, dan hemofilia.
 Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
 Septik embolisme, myotik aneurisma
 Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
 Amiloidosis arteri
 Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri
vertebral, dan acute necrotizing haemorrhagic encephalitis.

2. 2. 4 Klasifikasi
Berdasarkan lokasi perdarahannya, stroke hemoragik dapat dibedakan
menjadi dua yaitu Perdarahan Intraserebral (PIS) dan Perdarahan Subaraknoid
(PSA).12,13
a. Perdarahan Intraserebral (PIS)12
Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer
berasal dari pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan
oleh trauma. Perdarahan ini banyak disebabkan oleh hipertensi, selain itu
faktor penyebab lainnya adalah aneurisma kriptogenik, diskrasia darah,
penyakit darah seperti hemofilia, leukemia, trombositopenia, pemakaian
antikoagulan angiomatosa dalam otak, tumor otak yang tumbuh cepat,
amiloidosis serebrovaskular.12
b. Perdarahan Subaraknoid (PSA)
Perdarahan Subarakhnoidal (PSA) adalah keadaan terdapatnya /
masuknya darah ke dalam ruangan subarakhnoidal. Perdarahan ini terjadi
karena pecahnya aneurisma (50%), pecahnya malformasi arteriovena atau
MAV (5%), berasal dari PIS (20%) dan 25% kausanya tidak diketahui.11
Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala. Namun,
perdarahan karena cedera kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan

7
tidak dianggap sebagai stroke.12 Perdarahan subaraknoid dianggap stroke
hanya jika terjadi secara spontan yaitu, ketika perdarahan tidak hasil dari
kekuatan-kekuatan eksternal, seperti kecelakaan atau jatuh. Sebuah
perdarahan spontan biasanya hasil dari pecahnya aneurisma mendadak di
sebuah arteri otak, yaitu pada bagian aneurisma yang menonjol di daerah
yang lemah dari dinding arteri itu.12

2. 2. 5 Faktor Risiko
Faktor risiko stroke terdiri dari :
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :
a. Usia
Risiko terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun. Setiap
penambahan usia tiga tahun akan meningkatkan risiko stroke
sebesar 11 – 20 %. Orang yang berusia > 65 tahun memiliki risiko
stroke sebesar 71 %, sedangkat usia 65 – 45 tahun memiliki risiko
25 %, dan 4 % terjadi pada orang berusia < 45 tahun.8,9
b. Jenis Kelamin
Insiden stroke 1.25 kali lebih besar pada laki – laki dibanding
perempuan. Walaupun para pria lebih rawan dari pada wanita pada
usia yang lebih muda, tetapi para wanita akan menyusul setelah
usia mereka mencapai menopause. Hasil-hasil penelitian
menyatakan bahwa hormon berperan dalam hal ini, yang
melindungi para wanita sampai mereka melewati masa-masa
melahirkan anak. Pria berusia kurang dari 65 tahun memiliki risiko
terkena stroke iskemik atau perdarahan intra sereberal lebih tinggi
sekitar 20% dari pada wanita. Namun, wanita usia berapa pun
memiliki risiko perdarahan subaraknoid sekitar 50% lebih besar.9
c. Ras / Bangsa
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke daripada orang
kulit putih.8
d. Hereditas
Riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih
anggota keluarga pernah mengalami stroke pada usia < 65 tahun,
meningkatkan risiko stroke9
2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :
a. Hipertensi

8
Hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya stroke.
Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak 4
sampai 6 kali. Makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke
makin besar karena terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh
darah sehingga memudahkan terjadinya penyumbatan/perdarahan
otak. Sebanyak 70% dari orang yang terserang stroke mempunyai
tekanan darah tinggi.3,8,11
b. Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun
tidak sekuat hipertensi. Diabetes melitus dapat mempercepat
terjadinya aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah) yang lebih
berat sehingga berpengaruh terhadap terjadinya stroke. risiko
terjadinya stroke pada penderita diabetes mellitus 3,39 kali
dibandingkan dengan yang tidak menderita diabetes mellitus.9,11
c. Penyakit Jantung
Penyakit jantung yang paling sering menyebabkan stroke adalah
fibrilasi atrium/atrial fibrillation (AF), karena memudahkan
terjadinya penggumpalan darah di jantung dan dapat lepas hingga
menyumbat pembuluh darah di otak. Di samping itu juga penyakit
jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, pasca
operasi jantung juga memperbesar risiko stroke. Fibrilasi atrium
yang tidak diobati meningkatkan risiko stroke 4 – 7 kali.11
d. Hiperkolesterolemia
Kondisi ini secara langsung dan tidak langsung meningkatkan
faktor risiko, tingginya kolesterol dapat merusak dinding pembuluh
darah dan juga menyebabkan penyakit jantung koroner. Kolesterol
yang tinggi terutama Low Density Lipoprotein (LDL) akan
membentuk plak di dalam pembuluh darah dan dapat menyumbat
pembuluh darah baik di jantung maupun di otak. Kadar kolesterol
total > 200 mg/dl meningkatkan risiko stroke 1,31 - 2,9 kali.12
e. Merokok
Kebiasaan merokok meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 4
kali. Merokok menyebabkan penyempitan dan pengerasan arteri di
seluruh tubuh (termasuk yang ada di otak dan jantung), sehingga

9
merokok mendorong terjadinya aterosklerosis, mengurangi aliran
darah, dan menyebabkan darah mudah menggumpal.3,8,11
f. Alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu
metabolisme tubuh, sehingga terjadi dislipidemia, diabetes melitus,
mempengaruhi berat badan dan tekanan darah, dapat merusak sel-
sel saraf tepi, saraf otak dan lain – lain. Konsumsi alkohol
berlebihan meningkatkan risiko terkena stroke 2-3 kali.3,11,12
g. Stres
Hampir setiap orang pernah mengalami stres. Stres psiokososial
dapat menyebabkan depresi. Jika depresi berkombinasi dengan
faktor risiko lain (misalnya, aterosklerosis berat, penyakit jantung
atau hipertensi) dapat memicu terjadinya stroke. Depresi
meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 2 kali.12

2. 2. 6 Patofisiologi
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi
kronis melemahkan arteri kecil. Pada orang normal terdapat sistem autoregulasi
arteri serebral, dimana bila tekanan darah sistemik meningkat maka pembuluh
serebral akan vasokonstriksi, sebaliknya bila tekanan darah sistemik menurun
maka pembuluh serebral akan vasodilatasi, dengan demikian aliran darah keotak
tetap konstan. Batas atas tekanan darah sistemik yang masih dapat ditanggulangi
adalah tekanan darah sistolik 150-200 mmHg dan diastolic 110-120 mmHg.
Ketika tekanan darah sistemik meningkat, pembuluh serebral akan berkonstriksi,
namun bila keadaan ini terjadi selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, akan
menyebabkan degenerasi pada lapisan otot pembuluh serebral, yang akan
menyebabkan diameter lumen pembuluh darah menjadi sulit berubah. Hal ini
berbahaya karena pembuluh serebral tidak dapat berdilatasi atau berkonstriksi
dengan leluasa untuk mengatasi fluktuasi tekanan darah.12

10
Perdarahan intraserebral ditandai oleh adaya perdarahan ke dalam
parenkim otak akibat pecahnya arteri penetrans yang merupakan cabang dari
pembuluh darah superficial dan berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang
di bagian distalnya berupa anyaman kapiler.13,14
Gambar 2.6 Lokasi arteri penetrans tersering terjadinya ICH

Pada hipertensi kronis, pembuluh darah arteriol akan mengalami


perubahan degeneratif yang menyebabkan dinding pembuluh darah arteriol
menjadi lemah sehingga akan menimbulkan mikroaneurisma dengan diameter
sekitar 1 mm disebut aneurismas Charcot-Bouchard. Pada suatu saat aneurisma
ini dapat pecah oleh tekanan darah yang meningkat sehingga terjadilah perdarahan
ke dalam parenkim otak. Darah ini mendorong struktur otak dan merembes ke
sekitarnya bahkan dapat masuk ke dalam ventrikel atau ke ruangan subaraknoid
yang akan bercampur dengan cairan serebrospinal dan merangsang
meningens.12,13,14

11
Gambar 2.7. Lokasi Aneurisma Carchord Bouchard

Jika terjadi peningkatan tekanan darah kronis maka akan menyebabkan


kerusakan spesifik pembuluh darah melalui tiga mekanisme yang saling
berhubungan, yaitu pulsatile flow, endothelial denudation, dan replikasi sel
otot polos. Namun yang dapat menyebabkan perdarahan intraserebral adalah
mekanisme pulsatile flow, dimana tekanan darah yang tinggi akan menyebabkan
tekanan pada jaringan kolagen dan elastin dinding pembuluh darah. Hal ini akan
menyebabkan kerusakan berupa medionekrosis, aneurisma, dan perdarahan.11,12

Pada beberapa orang tua, sebuah protein abnormal yang disebut amiloid
terakumulasi di arteri otak. Akumulasi ini (disebut angiopati amiloid)
melemahkan arteri dan dapat menyebabkan perdarahan.12 Penyebab lain yang
dapat menyebabkan perdarahan termasuk kelainan pembuluh darah saat lahir,
luka, tumor, peradangan pembuluh darah (vaskulitis), gangguan perdarahan, dan
penggunaan antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi. Pendarahan gangguan
dan penggunaan antikoagulan meningkatkan resiko kematian dari perdarahan
intraserebral.12
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran
dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh
hingga sepuluh menit. Perdarahan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area
otak yang terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu

12
defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkan
iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya.13
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan
lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi,
meskipun pada kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian
sel menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik
(penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah
yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut. 13
Onset perdarahan intraserebri sangat mendadak, seringkali terjadi saat
beraktivitas dan disertai nyeri kepala berat, muntah dan penurunan kesadaran,
kadang-kadang juga disertai kejang. Distribusi umur biasanya pada usia
pertengahan sampai tua dan lebih sering dijumpai pada laki-laki. Hipertensi
memegang peranan penting sebagai penyebab lemahnya dinding pembuluh darah
dan pembentukan mikroaneurisma. Pada pasien nonhipertensi usia lanjut,
penyebab utama terjadinya perdarahan intraserebri adalah amiloid angiopathy.
Penyebab lainnya dapat berupa aneurisma, AVM, angiopati kavernosa, diskrasia
darah, terapi antikoagulan, kokain, amfetamin, alkohol dan tumor otak. Dari hasil
anamnesa tidak dijumpai adanya riwayat TIA.13,14
Lokasi perdarahan umumnya terletak pada daerah ganglia basalis, pons,
serebelum dan thalamus. Perdarahan pada ganglia basalis sering meluas hingga
mengenai kapsula interna dan kadang-kadang rupture ke dalam ventrikel lateral
lalu menyebar melalui system ventrikuler ke dalam rongga subarachnoid. Adanya
Perluasan intraventrikuler sering berakibat fatal. Perdarahan pada lobus hemisfer
serebri atau serebelum biasanya terbatas dalam parenkim otak.14
Pada kasus stroke batang otak, pembuluh darah yang sering mengelami
gangguan adalah sistem vesrtebrobasiler. Perdarahan total arteri basilaris
menyebabkan paralisis semua eksteremitas dan otot-otot mata serta koma.
Perdarahan pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada
serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Efek yang ditimbulkan
tergantung dari lokasi kerusakan:14
- Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf
vestibular).
- Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan

13
tetraplegia (traktus piramidal).
- Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian
wajah ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan
traktus spinotalamikus).
- Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus
salivarus), singultus (formasio retikularis).
- Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada
kehilangan persarafan simpatis).
- Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot
lidah (saraf hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]),
strabismus (saraf okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).
- Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun
kesadaran tetap dipertahankan).

2. 2. 6 Manifestasi Klinis
Stroke hemoragik yang disebabkan perdarahan intraserebral (PIS) dapat
terjadi di berbagai sturktur dalam otak, dimana 70% kasus PIS terjadi di kapsula
interna, 20% terjadi di fosa posterior (batang otak dan serebelum) dan 10% di
hemisfer (di luar kapsula interna). PIS terutama disebabkan oleh hipertensi (50-
68%).12
Stroke hemoragik biasanya menunjukkan gejala peningkatan tekanan
intrakranial dibandingkan daripada tipe lain dari stroke. Pokok manifestasi dari
stroke ini adalah hemiparese, hemiparestesia, afasia, disartria, & hemianopsia.
Hemiparese yang ringan dapat dirasakan oleh penderita sebagai gangguan gerakan
tangkas. Hemiparestesia hampir selamanya dikemukakan secara jelas.
Gambaran klinis tergantung dari lokasi dan ukuran hematoma.
Karakteristiknya berupa sakit kepala, muntah-muntah dan kadang-kadang kejang
pada saat permulaan. Kesadaran dapat terganggu pada keadaan awal dan menjadi
jelas dalam waktu 24-48 jam pertama bila volume darah lebih dari 50 cc. Karena
jaringan otak terdorong, maka timbul gejala defisit neurologik yang cepat menjadi
berat dalam beberapa jam.
a. Pada Insufisiensi karotis biasanya didapatkan keluhan berupa :
 Tidak bisa menggerakkan separuh atau sebagian dari anggota tubuhnya

14
 Rasa kesemutan di sebagian tubuh
 Gangguan bicara (afasia) bila lesi pada daerah hemisfer dominan
 Kebutaan (amaurosis fugaks)
 Kesulitan bicara (disartria)
b. Pada insufisiensi vertebrobasiler dapat ditemukan keluhan berupa:
 Penglihatan ganda (diplopia)
 Mata sulit untuk membuka (ptosis) akibat parese otot otot ekstraokular
 Pusing seperti berputar (vertigo)
 Kesulitan untuk berbicara atau pelo (disartria)
 Kesulitan untuk menelan (disfagia)
 Kelumpuhan sebelah atau bahkan seluruh badan (hemiparese atau
tetraparese)
 Tidak merasakan anggota tubuhnya atau rasa baal (hemianestesia) baik
unilateral maupun bilateral

Penelitian lainnya menyebutkan bahwa stroke batang otak atau


vertebrobasilar, menimbulkan gejala disfungsi neurologis berupa hemi atau
quadriparesis, defisit nervus kranialis (III-XII), kesulitan dalam pernapasan,
vertigo, dan ataxia. Tanda multipel dari nervus kranialis mengindikasikan bahwa
lesi melibatkan lebih dari 1 tingkat pada batang otak.7,14 Sirkulasi posterior
memperdarahi bagian batang otak, cerebellum, dan kortex bagian oksipital yang
akan menimbulkan gejala berupa “5Ds”, terdiri dari dizziness, diplopia,
dysarthria, dysphagia, and dystaxia.13

15
Ciri dari stroke pada sirkulasi posterior adalah “crossed findings”, yaitu
pada pemeriksaan nervus kranialis akan ditemukan kelainan ipsilateral dengan lesi
dan pada pemeriksaan motorik atau sensorik ditemukan pada sisi kontralateral.15
Perdarahan pada berbagai lokasi di batang otak dapat menyebabkan
munculnya beberapa sindrom tersednri tergantung pada lokasi yang mengalami
gangguan, diantaranya:
2. 2. 6. 1 Lateral Medullary (Wallenberg) Syndrome8,15
Sindrom ini sering terjadi karena adanya gangguan pada arteri vertebralis
atau lebih sering pada percabangannya yaitu pada arteri inferior posterior serebelli
(PICA). Sindrom ini akan menimbulkan gejala mual, muntah, dan vertigo karena
keterlibatan sistem vestibular. Pada sindrom ini akan menimbulkan gambaran
klinis ipsilateral meliputi:
 Ataxia dan dysmetria, karena kerusakan pada pedunkel serebelli inferior
dan serebellum
 Horner syndrome (ptosis, miosis, hypohidrosis, anhidrosis, enopthalmus),
karena kerusakan pada serabut simpatis desenden
 Nyeri wajah dan hilang sensasi suhu
 Berkurangnya refleks kornea karena kerusakan pada traktus spinal
desenden dan nukleus nervus kranialis V
 Nystagmus
 Hypoacusis (nukleus koklear)
 Disarthria dan disfagia
 Paralisis dari faring, palatum, dan pita suara
 Berkurangnya perasa dari 1/3 posterior lidah (nukleus atau serabut saraf
IX dan X)
Gambaran klinis kontralateral termasuk hilangnya rasa sakit dan sensasi suhu
pada tubuh dan ekstremitas, mengindikasikan keterlibatan dalam traktus
spinothalamikus lateralis.

2. 2. 6. 2 Medial Medullary (Dejerine) Syndrome8


Sindrom ini terjadi karena adanya gangguan pada arteri vertebralis atau
pada percabangannya yaitu arteri spinalis anterior yang memperdarahi piramid,

16
lemniskus medial, dan nervus hypoglosus. Namun, sindrom ini jarang terjadi.
Gambaran klinis yang ditemukan berupa paresis ipsilateral dari lidah dengan
deviasi ke arah lesi (lesi LMN nervus kranialis XII), hemiplegi kontralateral,
hilangnya rasa getar dan propioseptif ipsilateral.

2. 2. 6. 3 Locked-in Syndrome dan Top of The Basilar Syndrome16


Apabila terdapat thrombosis basilar biasanya akan mengenai bagian
proksimal dari arteri basilar yang memperdarahi pons. Keterlibatan pons bagian
dorsal (tegmentum) menimbulkan gambaran klinis berupa unilateral atau bilateral
kelumpuhan nervus abducens (VI), gerakan bola mata horizontal terganggu, dan
nystagmus vertikal. Keterlibatan dari serabut saraf simpatis desenden
pupilodilator di pons menghasilkan kontraksi dari kedua pupil. Hemiplegi atau
quadriplegi dan koma biasanya akan timbul.
Pada pasien dengan gangguan basilar, infark mengenai bagian ventral dari
pons namun tidak mengenai tegmentum. Pasien masih dalam keadaan sadar tetapi
dalam keadaan quadriplegi, maka istilah locked-in syndrome diterapkan. Pada
pasien dengan sindrom ini dalam keadaan sadar dan dapat membuka mata atau
menggerakan mata sesuai dengan perintah.
Pada emboli yang dapat lewat dari arteri vertebralis hingga ke arteri basilar
bagian atas, dimana terdapat bifurkatio yang menjadi arteri posterior serebri
menyebabkan berkurangnya aliran darah ke formasio retikularis dan thalamus,
seeing menimbulkan penurunan kesadaran. Karateristik lainnya adalah kelemahan
nervus okulomotorik (III) unilateral atau bilateral. Apabila mengenai pedunkel
serebral di otak tengah dapat menyebabkan hemiplegi atau quadriplegi dengan
deserebrasi atau dekortikasi. Keadaan ini disebut dengan top of the basilar
syndrome.

2. 2. 7 Diagnosis
Diagnosis stroke hemoragik dapat ditegakkan berdasarkan beberapa
pemeriksaan, baik anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

17
2. 2. 7. 1. Klasifikasi stroke berdasarkan Siriraj Stroke Score (SSS)12
SSS = (2,5 x kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x sakit kepala) - (0,1 X tekanan
darah diastole) - (3 x atheroma) - 12
 Kesadaran : Sadar = 0; Mengantuk, stupor = 1; Semikoma, koma = 2
 Muntah : Tidak = 0; Ya = 1
 Sakit kepala : Tidak = 0; Ya = 1
 Tanda atheroma : Tidak ada = 0; Satu atau lebih tanda atheroma = 1
(Diabetes mellitus, angina, claudicatio
intermitten).

Interpretasi hasil score :


a. 1 : Stroke hemoragik
b. < -1 : Stroke non-hemoragik
c. -1 s/d 1 : Diagnosa tidak pasti, lihat hasil CT scan

2. 2. 7. 2 Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium12
 Hemoglobin, hematokrit, eritrosit, leukosit, hitung jenis, trombosit,
masa perdarahan, masa pembekuan, Laju Endap Darah (LED)
 Fungsi Ginjal (ureum, kreatinin)
 Fungsi hati (SGOT/SGPT)
 Urine Lengkap
 Elektrolit (Na, K, Cl) dan AGD (Analisa Gas Darah)
b. CT scan
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan
stroke infark dengan stroke perdarahan. Pada stroke karena infark, gambaran
CT scannya secara umum adalah didapatkan gambaran hipodense sedangkan
pada stroke perdarahan menunjukkan gambaran hiperdens.16
c. Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak
(sangat sensitif). 16
d. Pemeriksaan Angiografi.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem
karotis atau vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi
atau aneurisma pada pembuluh darah.12,16
e. Pemeriksan USG
Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial ,
menentukan ada tidaknya stenosis arteri karotis.12
f. Pemeriksaan Pungsi Lumbal

18
Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak adanya CT scan atau MRI. Pada
stroke PIS didaptkan gambaran LCS seperti cucian daging atau berwarna
kekuningan. Pada PSA didapatkan LCS yang gross hemorragik. Pada stroke
infark tidak didapatkan perdarahan (jernih).16

2. 2. 8 Tatalaksana8,17
Penatalaksanaan stroke hemoragik adalah sebagai berikut :
1. Penatalaksanaan Umum Stroke Akut
a. Stabilisasi jalan napas dan pernapasanPemberian oksigen dianjurkan pada
keadaan dengan saturasi oksigen < 95 %
 Perbaiki jalan nafas, termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien
yang tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang
mengalami penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar dengan
gangguan jalan napas
 Intubasi ETT atau LMA diperlukan pada pasien dengan hipoksia ( pO2
< 60 mmHg atau pCO2 > 50 mmHg), atau syok, atau pada pasien yang
berisiko untuk terjadi aspirasi
b. Stabilisasi hemodinamik
 Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan
hipotonik seperti glukosa)
 Optimalisasi tekanan darah
 Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi
c. Pemeriksaan awal fisik umum
 Tekanan darah
 Pemeriksaan jantung
 Pemeriksaan neurologi umum awal (derajat kesadaran, pemeriksaan
pupil dan okulomotor, dan keparahan hemiparesis)
d. Pengendalian TIK
 Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral
 Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan
penderita yang mengalami penurunan kesadaran karena peningkatan
TIK
 Sasaran terapi adalah TIK < 20 mmHg dan CPP > 70 mmHg
 Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan TIK :
o Tinggikan posisi kepala 20° - 30°
o Hindari penekanan vena jugular
o Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
o Hindari hipernatremia
o Jaga normovolemia

19
o Osmoterapi atas indikasi :
 Manitol 0.25 – 0.5 gr/KgBB selama > 20 menit, diulang
setiap 4 – 6 jam dengan target ≤ 310 mOsm/L.
 Furosemid dengan dosis inisial 1 mg/KgBB IV bila
perlu
o Intubasi untuk menjaga normoventilasi
o Kortikosteroid tidak direkomendasi untuk mengatasi edema
otak dan tingginya TIK pada stroke iskemik
o Drainase ventrikular dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat
stroke iskemik serebelar
o Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik serebelar
yang menimbulkan efek masa, merupakan tindakan yang dapat
menyelamatkan nyawa
e. Penanganan transformasi hemoragik
f. Pengendalian kejang
 Bila kejang, berikan diazepan bolus lambat IV 5 – 20 mg dan diikuti
oleh fenitoin loading dose 15 – 20 mg/Kg bolus dengan kecepatan
maksimum 50 mg/menit
 Bila kejang belum teratasi, rawat di ICU
 Pada stroke pendarahan intraserebral, obat antikonvulsan profilaksis
dapat diberikan selama 1 bulan, kemudian diturunkan, dan dihentikan
bila tidak ada kejang selama pengobatan
g. Pengendalian suhu tubuh
 Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diberikan obat
antipiretik dan diatas penyebabnya
 Beriksan acetaminophen 650 mg bila suhu > 38.5°C atau > 37.5°C
 Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur
dan diberikan antibiotik
 Jika didapatkan meningitis, segera diikuti dengan terapi antibiotik
h. Pemeriksaan penunjang
 EKG
 Laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal, hematologi, faal hemostasis,
kadar gula darah, analisis urin, analisa gas darah, dan elektroklit)
 Bila ada kecurigaan pendarahan subaraknoid, lakukan pungsi lumbal
untu pemeriksan CSF
 Pemeriksaan radiologi (foto rontgen dada dan CT scan).

2. Penatalaksanaan Hipertensi Pada Stroke Akut

20
a. Pada pasien stroke pendarahan intraserebral akut, apabila TDS > 200
mmHg atau MAP > 150 mmHg, tekanan darah diturunkan secara kontinyu
dengan pemantauan tekanan darah setiap 5 menit
b. Apabila TDS > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg disertai dengan gejala
dan tanda peningkatan TIK, lakukan pemantauan TIK.
Tekanan darah dapat diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi
intravena secara kontinyu atau intermiten dengan pemantauan tekanan
perfusi serebral ≥ 60 mmHg
c. Apabila TDS > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg tanpa disertai dengan
gejala dan tanda peningkatan TIK, tekanan darah diturunkan secara hati –
hati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau
intermiten dengan pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP
110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg.
d. Pada pasien stroke pendarahan intraserebral dengan TDS 150 – 220
mmHg, penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg
cukup aman
e. Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan tekanan darah
pada penderita stroke pendarahan intraserebral
f. Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan beta blocker (labetalol
dan esmolol), calcium channel blocker (nikardipin dan diltiazem)
intravena digunakan dalam upaya diatas.
Hidralazin dan nitroprusid sebaiknya tidak digunakan karena
mengakibatkan peningkatan TIK
g. Pada pendarahan subaraknoid aneurismal, tekanan darah harus dipantau
dan dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi serebral untuk
mencegah risiko terjadinya stroke iskemik sesudah PSA serta pendarahan
ulang.
Untuk mencegahan pendarahan berulang, tekanan darah diturunkan hingga
TDS 140 – 160 mmHg. Sedangkan TDS 160 – 180 mmHg sering
digunakan sebagai target TDS dalam mencegah risiko terjadinya
vasospasme.
h. Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga
lebih rendah dari target diatas pada kondisi tertentu yang mengancam
target organ lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema
paru, gagal ginjal akut, dan ensefalopati hipertensif.

21
Target penurunan tersebut adalah 15 – 25 % pada jam pertama, dan TDS
160/90 mmHg pada 6 jam pertama.

3. Penatalaksanaan Khusus Stroke akut perdarahan intraserebral


a. Penatalaksanaan pendarahan intraserebral
 Pasien dengan defisiensi berat faktor koagulasi atau
trombositopenia berat sebaiknya mendapat terapi pengganti faktor
koagulasi atau trombosit
 Apabila terjadi gangguan koagulasi dapat diberikan :
o Vitamin K 10 mg IV
o FFP 2 – 6 unit diberikan untuk mengoreksi defisiensi faktor
pembekuan darah

2. 2. 8. Komplikasi

1. Komplikasi neurologik :
a. Edema otak (herniasi otak)
Merupakan komplikasi yan penting stok akibat infark maupun karena
perdarahan. Pada kasus infark, edema terjadi secara vasogenik dan
sitoksik, pada intra dan extraseluler.
b. Hidrosefalus
Jika sejumlah besar darah, sebagai akibat ruptur pembuluh darah,
merembes ke dalam sistem ventrikel atau membanjiri ruang
subarachnoid bagaian basal, darah tersebut akan memasuki foramen
Luschka dan Magendie. Dimana pasien akan mengalami penurunan
kesadaran hingga pingsan sebagai akibat dari hidrosefalus akut.
Hidrosefalus sub akut dapat terjadi akibat blokade jalur cairan
serebrospinal oleh darah setelah 2 hingga 4 minggu. Keadaan ini
biasanya didahului oleh nyeri kepala, penurunan kesadaran dan
inkontinen.
c. Higroma
Terjadinya pengumpulan darah intrasecerbral di suatu tempat akibat
kelainan osmotik.

2. Komplikasi non-neurologik (Akibat proses di otak) :


a. Tekanan darah meninggi

22
Peninggian tekanan darah pada fase akut merupakan respon fisiologis
terhadap iskemia otak, dan tekanan darah akan turun kembali setelah
fungsi otak membaik kembali.

2. 2. 9. Prognosis19
Prognosis bergantung pada jenis stroke dan sindrom klinis stroke.
Kemungkinan hidup setelah menderita stroke bergantung pada lokasi, ukuran,
patologi lesi, ukuran, patologi lesi, serta usia pasien dan penyakit yang menyertai
sebelum stroke. Stroke hemoragik memiliki prognosis buruk. Pada 30 hari
pertama risiko meninggal 50%, sedangkan pada stroke iskemik hanya 10%.

23
BAB III

LAPORAN KASUS

3. 1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 63 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Suku Bangsa : Sasak
Alamat : Ampenan, Mataram

Diagnosis Masuk : Penurunan Kesadaran e.c. Stroke Hemoragik Batang Otak


Diagnosis Akhir : Stroke ICH Batang Otak

3. 2 ANAMNESIS
Pasien datang ke UGD RSUP NTB pada tanggal 15 Agustus 2016, dengan
:
Keluhan Utama :
Penurunan kesadaran secara tiba-tiba
Riwayat Penyakit Sekarang
- Penurunan kesadaran secara tiba tiba
- Awalnya saat pasien beraktifitas, tiba-tiba mengalami penurunan
kesadaran 2 jam setelah makan (pukul 15.00 wita).
- Pasien juga mengeluarkan busa dari mulutnya.
- Terdapat mual muntah sebelum pasien mengalami penurunan
kesadaran.
- Pasien juga mengeluh nyeri kepala di seluruh bagian kepala dan tidak
menjalar, nyeri kepala dirasakan sepanjang hari.
- Ini merupakan keluhan yang pertama kali dialami pasien.
- Pasien pernah mengeluh lemas separuh badan kanan ±1 tahun yang
lalu, namun membaik dengan sendirinya.

Riwayat Penyakit Dahulu :


- Riwayat lemah separuh badan kanan ±1 tahun yang lalu
- Riwayat hipertensi tidak terkontrol sejak 10 tahun yang lalu
- Riwayat diabetes melitus tidak ada
- Riwayat asma tidak ada
- Riwayat dyslipidemia tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama seperti
pasien.
Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, dan Kebiasaan:

24
Pasien tinggal bersama istri dan anak-anaknya. Pasien memiliki riwayat
merokok sejak remaja dan tidak pernah mengkonsumsi alkohol.

PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan umum : Cukup
 Kesadaran : Koma
 Tekanan darah : 180/100 mmHg
 Frekuensi Nadi : 102x/mnt, reguler
 Frekuensi pernafasan : 28x/mnt, tipe apneustik
 Suhu : 36,8 °C
 Kepala : Normochepali
Konjungtiva : anemis -/-
Sklera : ikterik -/-
 Leher : tidak ada kelainan, pembesaran (-)
 Thorax :
Inspeksi : bentuk normal, scar (-), jejas (-), ictus
cordis (-) simetris kiri dan kanan.
Palpasi : gerakan dinding dada simetris,
ketertinggalan gerak (-), ictus cordis (-)
Pulmo
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
 Cor
Perkusi : redup di ICS IV midklavikula dextra
sampai dengan ICS V midklavikula
sinistra
Auskultasi : S1S2 tunggal regular, m(-), g(-)
 Abdomen
Inspeksi : distensi (-), scar (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal 12 kali per menit
Perkusi : timpani pada 4 kuadran

Pemeriksaan Neurologis
1. GCS : E1V1M4
2. Fungsi Luhur
- Reaksi emosi : tidak dapat dievaluasi
- Intelegensia : tidak dapat dievaluasi
- Fungsi bicara : tidak dapat dievaluasi
- Fungsi psikomotor : tidak dapat dievaluasi
- Fungsi Psikosensorik : tidak dapat dievaluasi
3. Tanda rangsang Meningen:

25
- Kaku kuduk : (-)
- Kernig : (-)
- Brudzinski I : (-)
- Brudzinski II : (-)
- Brudzinski III : (-)
- Brudzinski IV : (-)
4. Pemeriksaan Nervus Cranialis :
Nervus kranialis Kanan Kiri
N I (Olfaktorius)
-subjektif Tde Tde
-objektif (dg bahan) Tde Tde
N II (Optikus)
-tajam penglihatan Tde Tde
-lapangan pandang Tde Tde
-melihat warna Tde Tde
-funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N III (Okulomotorius)
-bola mata Tde Tde
-ptosis Tde Tde
-gerakan bulbus Tde Tde
-strabismus Tde Tde
-nistagmus istirahat (-) Istirahat (-)
-ekso/endotalmus Tde Tde
-Bentuk pupil Anisokor, Pin point Anisokor, Midriasis
-Refleks cahaya langsung/ - -
tidak langsung

N IV (Trochlearis)
-gerakan mata ke bawah Tde Tde
-sikap bulbus Tde Tde
-diplopia Tde Tde
N V (Trigeminus)
-Motorik
membuka mulut Tde Tde
menggerakkan rahang Tde Tde
menggigit Tde Tde
mengunyah Tde Tde
-Sensorik
Divisi Oftalmika
*reflex kornea + -
*sensibilitas Tde Tde
Divisi Maksila
*reflex Masseter + +
*sensibilitas Tde Tde
Divisi Mandibula
*sensibilitas Tde Tde

26
N VI (Abdusen)
-gerakan mata ke lateral - -
-sikap bulbus Tde Tde
-diplopia Tde Tde
N VII (Fasialis)
-raut wajah Kesan Normal Kesan Normal
-sekresi air mata Tde Tde
-fisura palpebra Tde Tde
-menggerakkan dahi Tde Tde
-menutup mata Tde Tde
-mencibir/bersiul Tde Tde
-memperlihatkan gigi Tde Tde
-sensasi lidah 2/3 depan Tde Tde
-hiperakusis Tde Tde
-plika nasolabialis Normal Mendatar
-sudut mulut menurun - +
N VIII (Vestibularis)
-suara berbisik Tde Tde
-rinne test Tde Tde
-weber test Tde Tde
-swabach test Tde Tde
*memanjang
*memendek
Doll’s eye phenomenon -
Refleks Vestibuloocular -
N IX (Glossofaringeus)
-sensasi lidah 1/3 blkg Tde Tde
-refleks muntah (Gag Rx) Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N X (Vagus)
-Arkus faring Tde
-uvula Tde
-menelan Tde
-artikulasi Tde
-suara Tde
-nadi Takikardia
Refleks muntah Tidak dilakukan
N XI (Asesorius)
-menoleh ke kanan Tde
-menoleh ke kiri Tde
-mengangkat bahu kanan Tde
-mengangkat bahu kiri Tde
N XII (Hipoglosus)
-kedudukan lidah dalam Deviasi kearah kanan
-kedudukan lidah dijulurkan Tde
-tremor -
-fasikulasi -

27
-atropi -

5. Pemeriksaan Fungsi Motorik


Motorik Superior Inferior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Pergerakan Aktif Aktif Aktif Aktif
Kekuatan Lateralisasi Dextra
Tonus otot Lateralisasi Dextra
Bentuk otot Normal Normal Normal Normal

6. Sensorik
- Eksteroseptif Nyeri : Tde
Suhu : Tde
Raba halus : Tde
- Propioseptif Rasa sikap : Tde
Nyeri dalam : Tde
- Fungsi kortikal Diskriminasi : Tde
Stereognosis : Tde

7. Sistim Refleks
a. Releks fisiologis
 Biceps : +1/+2
 Triceps : +1/+2
 Patella : +1/+2
 Achilles : +1/+2
b. Releks Patologis
 Hoffman : (+)/(-)
 Trommer : (+)/(-)
 Babinsky : (+)/(-)
 Chadock : (+)/(-)
 Gordon : (+)/(-)
 Schaefer : (+)/(-)
 Oppenheim : (+)/(-)
 Gonda : (+)/(-)
8. Cerebellum
- Gangguan Koordinasi
 Tes jari hidung: Tde
 Tes pronasi-supinasi : Tde
 Tes tumit : Tde
 Tes pegang jari : Tde
- Gangguan keseimbangan
 Tes Romberg : Tde
9. Kolumna Vertebralis

28
- Inspeksi : Bentuk normal, jejas (-), scar (-)
- Pergerakan : Kaku kuduk (-)
- Palpasi : Krepitasi (-)
- Perkusi : Normal

10. Fungsi otonom


 miksi : Tde
 defekasi : Tde
 sekresi keringat : Tde

Diagnosis
Diagnosa klinis :
 Laki-laki 63 tahun
 Penurunan kesadaran akut
 Muntah, Nyeri kepala
 Lateralisasi dekstra
 Pernapasan Apneustik
 Parese n. III sinistra
 Parese n.V sinistra
 Parese n. VII sinistra tipe LMN
 Parese n. XII sinistra tipe LMN
Diagnosa topis : Mesensefalon, Pons dan Medula Oblongata
Diagnosa etiologi : Stroke ICH
DD : Stroke Infark
Diagnosa sekunder : Hipertensi grade II

Prognosis:
Quo ad vitam : dubia et malam
Quo ad sanam : dubia et malam
Quo ad functionam : dubia et malam

Planning
1. Diagnosis
o Darah Lengkap
o Fungsi Ginjal
o Elektrolit
o CT scan kepala
o Rontgen Thoraks

2. Terapi
a. Non Medikamentosa

Head up 30o

Pemasangan Catheter

Pemasangan Mayo

Pemberian nutrisi melalui selang NGT

29
b. Medikamentosa

O2 10 liter per menit

IVFD RL 30 tpm

Mannitol 300 cc

Injeksi Nicardipin 5mg/jam

Injeksi Ceftriaxone 2x1 mg

Injeksi Asam tranexamat 3x500 mg

Injeksi Citicholin 3x500 mg

Pemasangan Foley Catheter

3. Monitoring
o GCS
o Tanda-tanda vital (Respirasi, Nadi, Suhu)
o Tekanan Darah tiap 15 menit
o Urin output
o Tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial

4. Edukasi
- Menjelaskan kondisi medis pasien dan penyakit yang diderita oleh pasien
- Menjelaskan tentang rencana dan tujuan pemberian terapi kepada pasien
- Menjelaskan mengenai kemungkinan prognosis pasien sesuai teori dan
prognosis ICH
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
15/08/ 15/08/
Parameter Nilai Normal Parameter Nilai Normal
2016 2016
HGB 15,5 13,0 – 18,0 [g/dL] GDS 99 80-120 [mgl/dl]

RBC 5,41 4,5 – 5,5 [10^6/uL] Kreatinin 0,6 0,9-1,3 [mgl/dl]

HCT 48,8 40,0-50,0 [%] Ureum 31,1 10-50 [mgl/dl]

WBC 13,2 4,0 – 11,0 [10^3/ µL] SGOT 29 <35 [mgl/dl]

EO% 1 0-1 [%] SGPT 26 <41 [mgl/dl]

NUT% 55 50-70 [%] Na 140 135-146 [mmo/l]

LMPH% 23,6 25-33 [%] Ka 3,7 3,4-5,4 [mmo/l]

MONO% 7 3-8 [%] Cl 106 95-108 [mmo/l]


Trigliserida 194 <200 [mgl/dl]
PLT 267 150-400 [10^3/ µL]

30
Kolesterol 198 <200 [mgl/dl]
Total
Kolesterol 36 >40 [mgl/dl]
HDL
Kolesterol 129 <115 [mgl/dl]
LDL Direk

2. CT Scan Kepala

31
Hasil:
- Kesan lesi hiperdens pada batang otak

3. Rontgen Thoraks

Hasil: tidak tampak adanya kelainan

4. Follow Up Pasien
FOLLOW UP PASIEN
Hari/Tanggal S O A P
Selasa, Kesadaran GCS: Stroke ICH O2 10 liter per menit
16-08-2016 menurun E1V1M1 Batang IVFD RL 30 tpm
Jam 07.00 TD: 90/60 Otak Mannitol 300 cc
N: 100x/m Inj. Ceftriaxone 2x1 mg
ireguler Inj. Asam tranexamat
T: 36,9 3x500 mg
RR: 28, Inj. Citicholin 3x500 mg
ataksik Inj. Paracetamol 3x1 g

Selasa
16-08-2016 Pasien meninggal
Jam 20.00

32
BAB IV
PEMBAHASAN

Telah dilakukan pemeriksaan pada seorang laki-laki berusia 63 tahun


dengan heteroanamnesa didapatkan penurunan kesadaran secara tiba-tiba,
sebelumnya pasien mengalami muntah (+), kejang (-), tidak bisa bicara (+), nyeri
kepala (+), dan kelemahan badan sebelah kanan secara tiba-tiba dan mulut
berbusa. Penderita terdapat riwayat hipertensi tidak terkontrol.
Pada hasil pemeriksaan fisik didapatkan hipertensi grade II yaitu 160/100
mmHg, penderita berada pada tingkat kesadaran (GCS 1-1-4), kelemahan
ekstremitas kanan, sensorik sulit dievaluasi. Reflek fisiologis meningkat pada
ekstremitas sebelah kanan.
Berdasarkan onsetnya yang mendadak, dan pada penderita didapatkan
defisit neurologik yang mendadak tanpa adanya trauma kepala sebelumnya
kecurigaan pertama kali adalah bahwa pasien ini mengalami gangguan peredaran
darah otak (GPDO)/stroke.
Stroke adalah kerusakan sebagian dari otak yang timbul mendadak atau
(1)
cepat akibat terganggu akibat terganggunya peredaaraan darah otak . Penyakit
ini timbul akibat lesi vaskular di susunan saraf merupakan penyebab kematian
nomor tiga dalam urutan daftar penyebab kematian di Amerika serikat. Sebagai
masalah kesehatan.17
Dari segi klinis, GPDO (Gangguan Peredaran Darah Otak) dibagi atas18
a. Serangan Iskemia Sepintas (Transient Ischaemic Attack/TIA)
b. Stroke Iskemik (Stroke Non Hemoragik)
c. Stroke Hemoragik
d. GPDO lainnya
Dalam menegakkan diagnosis stroke, dapat dilakukan beberapa cara,
termasuk membandingkan gejala klinis pasien yang didapatkan dari anamnesis
dan pemeriksaan fisik, perhitungan Siriraj score dan pemeriksaan penunjang.

Tabel 4.1 Perbedaan Manifestasi Klinis GPDO Perdarahan dan Infark

33
Gejala Perdarahan Infark
Permulaan Sangat akut Sub akut
Waktu serangan Aktif Bangun pagi
Peringatan sebelumnya - ++
Nyeri kepala ++ ++
Muntah ++ -
Kejang-kejang ++ -
Kesadaran menurun ++ +/-
Bradikardi +++ +
Perdarahan di retina ++ -
Papil edema + -
Kaku kuduk, Kernig, ++
Brudzinsky
Ptosis ++ -
Lokasi Subkortikal kortikal/subkortikal

Berdasarkan pembagian manifestasi klinis pasien GPDO pada tabel diatas,


dapat disimpulkan bahwa pasien kemungkinan mengalami serangan stroke
perdarahan dimana terdapat penurunan kesadaran yang tiba-tiba, keluhan nyeri
kepala, dan muntah. Namun saat ini, untuk menegakkan diagnosis tipe stroke
hemoragik, dapat dilakukan perhitungan menggunakan Siriraj score.

Tabel 4.2 Perhitungan Skor Siriraj


Indikator Interpretasi Nilai Indeks Skor
Kesadaran Koma 2 x 2,5 5
Nyeri kepala + 1 x2 2
Muntah + 1 x2 2
Diastol 100 100 x 0,1 10
Ateroma - 0 x -3 0
Konstanta x -12 -12
Skor Siriraj 8
Berdasarkan tabel diatas didapatkan hasil skor siriraj 8 (>1) yang berarti
pasien mengalami stroke perdarahan (hemoragik). Selain itu diperkuat oleh hasil
pemeriksaan penunjang berupat CT scan dengan tampakan lesi hiperdens pada
batang otak. Sehingga pasien dapat dipastikan mengalami stroke hemoragik.

34
Stroke hemoragik menurut WHO, dibagi atas Perdarahan intaserebral (PIS)
dan Perdarahan Subarakhnoidal (PSA). Diagnosis banding PIS dan PSA,
sebagai berikut :
Gejala klinis PIS PSA
Gejala defisit fokal Berat Ringan
SIS sebelumnya Amat jarang -
Onset Menit/jam 1-2 menit
Nyeri kepala Hebat Sangat hebat
Muntah pada awalnya Sering Sering
Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak
Kesadaran Biasa hilang Bisa hilang sebentar
Hemiparese Sering sejak awal Permulaan tidak ada
Gangguan bicara Bisa ada Jarang
Likuor Sering Selalu
Perdarahan subhialoid Sering Berdarah
Parese N.III Tak ada Mungkin (+)

Berdasarkan klasifikasi di atas, penderita dalam kasus ini digolongkan sebagi


strok hemoragik tipe PIS (Perdarahan Intraserebral).
Berdasarkan usia, pasien berumur 63 tahun, memiliki riwayat hipertensi.
Menurut literatur disebutkan bahwa faktor risiko GPDO adalah hipertensi arterial,
diabetes mellitus, penyakit jantung, TIA (Transient Ischemic Attack) dan
completed stroke, merokok, usia tua, hiperkoleserol, hiperurisemia, alkoholisme,
infeksi genetik, pil kontrasepsi estrogen tinggi, anemia berat, obesitas, dan
hiperagregasi platelet, hiperlipidemia dan kurang gerak.18 Dari sini diketahui
bahwa penderita termasuk golongan beresiko tinggi untuk mengalami GPDO.
Semakin banyak faktor risiko dipunyai seseorang semakin besar kemungkinannya
mendapat serangan stroke dikemudian hari.18,19
Pada kasus ini, berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta
pemeriksaan penunjang diketahui bahwa telah terjadi suatu gangguan fungsional
otak yaitu perdarahan pada batang otak yang terjadi secara akut, lebih dari 24 jam,
dan berasal dari gangguan peredaran darah.
Perdarahan batang otak adalah salah satu kedaruratan neurologis yang
disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah. Perdarahan ini banyak terjadi pada
pasien antara usia 40-70 tahun. Insidensinya lebih banyak terjadi pada laki-laki

35
dibandingkan dengan perempuan. Perdarahan batang otak biasanya memiliki
prognosis yang buruk dimana rentan waktu bertahan hidupnya antara 2 -9 bulan.12
Perdarahan batang otak juga ditunjang dengan adanya faktor resiko
dimana pasien dengan riwayat hipertensi tidak terkontrol dan tekanan darah sistol
> 150 mmHg saat masuk rumah sakit merupakan faktor resiko yang paling banyak
ditemukan seperti pada pasien ini dimana tekanan darah saat masuk adalah
180/100 mmHg.
Pada pasien ini awalnya didapatkan penurunan kesadaran pada saat datang
sampai mengalami perburukan dan meninggal di hari ke 2 perawatan. Sebelum
pasien sadar didapatkan adanya lateralisasi kanan (kontralateral) dan paresis n.III
kiri (ipsilateral) yang disebut hemiparesis alternans dimana defisit nervus kranialis
yang terjadi bersifat kontralateral dengan hemiparesis yang terjadi.
Pada pasien ini juga mengalami gangguan pernafasan pada awal
kedatangan ditandai dengan keluarnya busa dari mulut pasien yang merupakan
salah satu gejala klinis yang dapat ditemukan pada perdarahan batang otak. Pada
kasus perdarahan batang otak umumnya memiliki prognosis yang buruk. Pada
hari ke-2 pasien mengalami perburukan dan meninggal hal ini disebabkan karena
luasnya perdarahan yang terjadi di batang otak, sementara pada batang otak juga
terdapat pusat pengatur pernapasan dan berbagai organ penting lainnya.
Pada pemeriksaan nervus kranialis, didapatkan klinis pupil yang isokor,
hal ini dapat disebabkan oleh adanya gangguan nervus III. Selain itu terdapat
refleks kornea yang negatif pada mata kiri, selain itu terdapar refleks masseter
positif,hal ini mengindikasikan terdapat kelainan pada nervus V. Pemeriksaan
nervus VII ditemukan adanya nasolabial fold dan tidak ada sudut mulut yang
menurun, hal ini mengindikasikan adanya lesi nervus fasialis perifer. Pada saat
mulut pasien dibuka, terlihat adanya deviasi lidah ke sebelah kanan, namun tidak
ditemukan fasikulasi dan atropi pada lidah pasien, hal ini menunjukkan adanya
gangguan pada nervus hipoglosus. Lesi nervus fasialis dan hipoglossus
menunjukkan adanya kelainan pada medula oblongata.
Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa
pasien mengalami gangguan pada mesensefalon (lokasi nukleus nervus

36
okulomotorius) dan pons (lokasi nervus V), dan lesi nervus VII dan XII perifer
yang mengindikasikan adanya kelainan pada medula oblongata.

Gambar 4.1. Sindrom hemiparesis alternans

Pada pemeriksaan refleks batang otak, terdapat refleks pupil negatif pada
kedua sisi mata, hal ini menunjukkan adanya gangguan nervus III. Namun
kerusakan ini seharusnya tidak terjadi pada mata sebelah kanan, pada pemeriksaan
tidak terlihat adanya refleks pupil mungkin disebabkan karena diameter pupinya
yangs Sangat kecil sehingga miosis tidak terlihat. Refleks kornea negatif pada sisi
kiri. Refleks vestibulookular dan refleks okulosefalik juga negatif. Namun
pemeriskaan refleks muntah pada pasien ini tidak dapat dilakukan karena
terhalang oleh mayo yang sudah dipasang untuk stabilisasi jalan napas (airway).

Tabel 4.1. Pemeriksaan Refleks Sefalik

37
No Refleks Hasil Interpretasi
1 Refleks pupil - Lesi setinggi mesensefalon
2 Refleks Kornea - Lesi setinggi pons
3 Refleks Vestibulookular - Lesi setinggi pons
4 Refleks Okulosefalik - Lesi setinggi pons
5 Refleks Muntah Tde Tidak dapat ditentukan

Oleh karena itu, berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan neurologis, perdarahana yang dialami oleh pasien ini terletak pada
batang otak yaitu mesensefalon, pons dan medula oblongata. Hal ini diperkuat
dengan pemeriksaan penunjang berupa CT scan dengan ditemukannya lesi
hiperdens pada batang otak.
Terapi yang diberikan pada pasien ini diberikan terapi medikamentosa dan
non-medikamentosa. Terapi medikamentosa diberikan mengacu pada guideline
stroke 2011.17 Untuk manajemen airway, pada pasien diberikan terapi oksigen
karena pola pernapasan pasien tipe apneustik, selain itu dilakukan pemasangan
mayo untuk menahan lidah agar tidak menutupi jalan nafas. Pada manajemen
serebral, pasien diberikan manitol untuk menurunkan tekanan intrakranial dan
diberikan citicholin sebagai agen neuroprotektor. Selain itu, karena tekanan darah
sistol pasien 180mmHg dengan adanya tanda peningkatan TIK maka diberikan
terapi antihipertensi menggunakan obat nicardipin injeksi 5 mg/jam dan evaluasi
tekanan darah setiap 15 menit.
Rencana diagnostik yang dilalkukan pada pasien ini yakni pemeriksaan
darah lengkap elektrolit, fungsi ginjal, rontgen thoraks dan CT scan. Pemeriksaan
darah lengkap bertujuan untuk melihat hemoglobin, sehingga dapat ditentukan
apakah terdapat perdarahan yang masif. Selain itu dapat dilihat PLT dan faktor
pembekuan untuk menyingkirkan kasus pedarahan akibat gangguan faktor
pembekuan darah. Pemeriksaan fungsi ginjal dan elektrolit bertujuan untuk
melihat keseimbangan / balans elektrolit dalam tubuh sehingga dapat tidak
terdapat kontraindikasi pemberian manitol.
Pemeriksaan rontgen thoraks bertujuan untuk melihat adanya kelainan
pada sistem cardiovaskular dan respirasi yang mungkin dapat menjadi salah satu
faktor resiko terjadinya gangguan pada pasien, Sementara pemeriksaan CT scan

38
dilakukan untuk memastikan adanya gangguan pembuluh darah otak, perdarahan
maupun iskemik.
Terapi non medikamentosa pada pasien yakni: pemasangan mayo untuk
mencegah lidah menutupi jalan napas, kepala ditinggikan 30o, dan pemasangan
kateter untuk mengevaluasi urin output secara berkala selain itu dilakukan
pemasangan selang NGT untuk memberikan nutrisi karena pasien dalam kondisi
koma.
Dalam menentukan prognosis pasien stroke hemoragik dapat dilakukan
dengan menggunkan ICH Score
Komponen Score
GCS 6 1
Volume ICH >30ml 1
Perdarahn intraventrikel No 0
Infratentorial Ya 1
Usia <80 tahun 0
Total Skor ICH 3

Berdasarkan tabel ICH Score diatas, didapatkan hasil skor 3 pada pasien, hal ini
menunjukkan bahwa menurut Skor ICH, kemungkinan kematian dalam 30 hari
kedepan mencapai 72%. Hal ini dapat dijadikan salah satu acuan dalam
memberikan edukasi kepada keluarga pasien tentang kondisi dan prognosis
pasien.

REFLEKSI KASUS
Alasan saya memilih kasus ini adalah karena kasus ini cukup menarik bila
dilihat dari perjalanan klinisnya, walaupun kasus stroke banyak ditemui namun
kejadian stroke yange mengenai struktur batang otak cukup jarang ditemui
sehingga banyak hal yang dapat dipelajari dari kasus ini, termasuk cara
membedakannya dengan penyakit stroke yang mengenai struktur lain. Perjalanan
penyakit yang terlihat pada pasien cukup jelas dan sesuai dengan teori, namun hal

39
yang cenderung sulit ditentukan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik adalah
lokasi tepat (topis) penyakit serta pembuluh darah yang mengalami gangguan
pada kasus ini. Beberapa hal tersebut membuat saya tertarik mengambil kasus ini
untuk dipelajari lebih lanjut. Hal yang saya pelajari dalam kasus ini antara lain
cara pemeriksaan refleks sefalik pada pasien koma untuk menentukan lokasi
kelainan serta hubungan antara lesi anatomis pada struktur batang otak beserta
jarasnya dengan manifestasi klinis yang timbul pada pasien sehingga dapat
ditentukan clinical reasoning untuk menjelaskan mnculnya gejala pada pasien
yang berkaitan dengan perjalanan penyakitnya.

BAB V
PENUTUP

5. 1 KESIMPULAN
Stroke pada sirkulasi posterior menimbulkan berbagai gejala. Episode
yang timbul secara mendadak dan berangsur-angsur dibandingkan dengan stroke
pada sirkulasi anterior. Pada pasien diperoleh gejala kontralateral dengan paresis

40
nervus kranialis ipsilateral dengan paresis motorik dan sensorik kontralateral,
termasuk 5 gejala Ds seperti, dizziness, diplopia, dysarthria, dysphagia, dystaxia.
Secara umum, pasien dalam keadaan baik, namun bila terjadi gangguan bilateral
pada gangguan arteri vertebralis, memiliki prognosis yang lebih buruk termasuk
sebesar 90% kematian pasien dalam keadaan locked-in syndrome dan koma.
Tujuan utama penatalaksaan pada kasus stroke ini adalah dengan mencegah stroke
berulang di kemudian hari salah satunya dengan mengontrol faktor-faktor risiko
yang dapat dimodifikasi atau primary prevention. Secara umum, penatalaksanaan
stroke dibagi berupa manajemen pada fase akut dibagi 3 yaitu, dengan
mengembalikan sirkulasi dan menghentikan proses patologis, terapi fisik dan
rehabilitasi, dan pencegahan untuk stroke selanjutnya dan progresifitas dari
penyakit vaskular.

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.


Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia: Jakarta, 2007.
2. Sacco RL, Kasner SE, Broderick JP. An Update Definition of Stroke for the
21st Century. AHA/ASA. 2013;44:2065-84. Diunduh dari:
http://stroke.ahajournals.org/content/44/7/2064.full.pdf. Diakses tanggal 23
Agustus 2016.
3. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. Diunduh
dari: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview. Diakses
tanggal 19 Agustus 2016
4. Rohkamm, Reinhard. Color Atlas of Neurology. Edisi 2. BAB 3. Neurological
Syndrome. George Thieme Verlag: German, 2003.
5. Duus P, Baehr M, Frotscher M. Duus’ Topical Diagnosis in Neurology:
Anatomy, Physiology, Signs, Symptoms. Ed 4 th. EGC, Jakarta. 2005; p198 –
212.
6. Faiz O, Moffat D. At glance anatomi. Jakarta: Erlangga. 2003; h.125-9
7. MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke. Diunduh dari:
http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html. Diakses tanggal 20
agustus 2015.
8. Kaye V. Vertebrobasilar Stroke Overview. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/323409-overview. Diakses tanggal 20
Agustus 2016
9. Felgin, V, 2006. Stroke. PT Bhuana Ilmu Populer. Jakarta.
10. Price, SA, Wilson, LM, 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
11. Brass LM. Stroke. Major Cardiovascular disorder; [215-33]. Diunduh dari
http://doc.med.yale.edu/heartbk/18.pdf Diakses tanggal 20 agustus 2016
12. Harsono, 2003. Kapita Selekta Neurologi. Gadjah Mada University Press,
Edisi Kedua, Yogyakarta.
13. Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New
York. Thieme Stuttgart. 2000.
14. Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC:
Jakarta, 2007.
15. Lewandoswski C, Santhakumar S. Posterior Circulation Stroke. FERNE.4-9.
Diunduh dari: https://www.uic.edu/com/ferne/pdf/posterior0501.pdf. Diakses
tanggal 21 agustus 2016
16. Greenberg DA, Aminoff MJ, Simon RP. Stroke. Clinical Neurology. 8 ed.
United States of America: McGraw Hill; 2012. p. 380, 90-3.
17. PERDOSSI. Guideline Stroke 2011. p. 14, 76, 93-108.
18. Mardjono, Marah dan Priguna Sidartha, Mekanisme Gangguan Vaskular
Susunan Saraf dalam Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat, 1997;
268-301
19. Aliah A, Kuswara F.F, Limoa R.A, Wuysang G. Gambaran Umum tentang
GPDO. Dalam : Harsono ed. Kapita Selekta Neurologi. Yogjakarta: UGM
Press, 2000; 81-100
20. Chandra, B. Stroke. Dalam : Neurologi Klinik. Surabaya : FK UNAIR, 1994;
28-32

Anda mungkin juga menyukai