Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
1. Semboyan dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia adalah Bhumibhakti
Adhiguna yang berarti tanah didayagunakan untuk memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
2. Setelah terjadi perubahan struktur menjadi Kementerian Agraria dan Tata Ruang / BPN, dan juga
untuk kelengkapan administratif maka diterbitkan Keputusan Menteri Agraria Nomor 59/KEP-
5.11/III/2017 tanggal 02 Maret 2017 tentang Lambang/Logo Kementerian Agraria dan Tata Ruang /
Badan Pertanahan Nasional.
3. Kementerian Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia adalah kementerian yang mempunyai tugas
menyelenggarakan urusan di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang dalam pemerintahan untuk
membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.
4. Kementerian Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia dijabat oleh seorang menteri yang juga
menjabat sebagai Kepala Badan Pertanahan Nasional.
5. Sejak 27 Juli 2016 Kementerian Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia dipimpin oleh Sofyan
Djalil.
6. Kementerian Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia dibentuk pertama kali pada 12 Agustus
1955
7. Sebelum menjadi sebuah Kementerian, urusan agraria diselenggarakan oleh Departemen Dalam
Negeri.
8. Dasar hukum dibentuknya Kementerian Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia adalah
Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2015.
10. Titik tolak reformasi hukum pertanahan nasional terjadi pada 24 September 1960. Pada hari itu,
rancangan UUPA disetujui dan disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960.
11. Dengan berlakunya UUPA yang menjadi produk hukum nasional yang bersumber dari hukum adat,
maka undang-undang sebelumnya yang dibuat oleh Belanda dinyatakan dicabut dan tidak berlaku.
Undang-Undang yang dicabut tersebut adalah Agrarische Wet. Agrarische Wet (S. 1870-55) adalah
sebuah undang-undang yang dibuat di Belanda yang kemudian diberlakukan di Indonesia sebagai
ayat-ayat tambahan dari Pasal 62 Regerings Reglement Hindia Belanda tahun 1854.
12. Pada masa kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid pada tahun 1999, Kementerian Negara
Agraria dibubarkan melalui Keputusan Presiden Nomor 154 Tahun 1999 tentang Perubahan
Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988. Kepala Badan Pertanahan Nasional dirangkap oleh
Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia. Pelaksanaan pengelolaan pertanahan sehari-harinya
dilaksanakan Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional.
13. Kedudukan BPN kemudian diperkuat pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan
menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional dan
menempatkan BPN RI di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
15. Susunan organisasi Kementerian Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia adalah sebagai berikut:
Staf Ahli Bidang Landreform dan Hak Masyarakat atas Tanah
Staf Ahli Bidang Masyarakat Adat dan Kemasyarakatan
Staf Ahli Bidang Ekonomi Pertanahan
16. Agrarische Eigendom adalah Hak yang bertujuan untuk memberikan kepada orang-orang Indonesia
asli (Pribumi/Bumiputera) suatu hak yang kuat atas sebidang tanah.
17. Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor
8 Tahun 2015, susunan organisasi tersebut kemudian ditambah oleh tiga Pusat sebagai unsur
pendukung yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri/Kepala melalui Sekretaris
Jenderal. Ketiga Pusat tersebut adalah:
Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Pusat Penelitian dan Pengembangan; dan
Pusat Data dan Informasi Pertanahan, Tata Ruang, dan Lahan Pertanian Pangan
21. Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 Pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa Ruang adalah Wadah yang
meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat
manusia dan makhluk hidup lainnya melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.
22. Peraturan Pemerintah RI No. 36 Tahun 1998 adalah tentang penertiban dan pendayagunaan tanah
terlantar.
23. Meningkatnya pertumbuhan sektor industri pada umumnya menjadi faktor penting dari penyebab
bergesernya atau alih fungsi lahan di pedesaan.
24. Dalam sejarah penyusunan Undang-Undang Pokok Agraria, pernah dibentuk Panitia Agraria Yogya
yang diketuai oleh Sarimin Reksodihardjo. Panitia ini dibentuk dengan Penetapan Presiden No. 16
Tahun 1948 tanggal 21 Mei 1948 berkedudukan di Yogyakarta.
25. Di dalam usulannya, Panitia Agraria Yogya mengusulkan tentang asas-asas yang akan merupakan
dasar-dasar Hukum Agraria yang baru, yaitu sebagai berikut.
a. Meniadakan asa Domein dan Pengakuan hak ulayat
b. Mengadakan peraturan yang memungkinkan adanya hak perseorangan yang kuat, yaitu hak
milik yang dapat dibebani hak tanggungan
c. Mengadakan penyelidikan lebih dahulu di negara-negara tetangga sebelum menentukan apakah
orang-orang asing dapat pula mempunyai hak milik atas tanah
d. Mengadakan penetapan luas minimum tanah agar petani kecil dapat hidup layak dan untuk
Jawa diusulkan 2 hektar
e. Mengadakan penetapan luas maksimum pemilik tanah dengan tidak memandang macam
tanahnya dan untuk Jawa diusulkan 10 hektar, fedangkan di luar Jawa masih diperlukan
penyelidikan lebih lanjut
g. Menganjurkan penerima skema hak-hak atas tanah yang diusulkan Panitia Agraria Yogya
h. Mengadakan pendaftaran tanah hak milik dan tanah-tanah menumpang yang penting
26. Tujuan diundangkannya UUPA sebagai tujuan Hukum Agraria Nasional dimuat dalam Penjelasan
UUPA sebagai berikut:
a. Meletakkan dasar-dasar penyusunan Hukum Agraria Nasional yang akan menjadi alat untuk
membawakan kemakmuran, kebahagiaan, dan keadilan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat
tani dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur
b. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum
pertanahan
c. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi
rakyat seluruhnya
27. Tahapan-Tahapan dalam Penyusunan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) adalah sebagai berikut:
a. Panitia Agraria Yogya
b. Panitia Agraria Jakarta
c. Panitia Soewahjo
d. Rancangan Soenarjo
e. Rancangan Sadjarwo
28. Berdasarkan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, kita kembali kepada UUD 1945. Berhubung
Rancangan Soenarjo yang telah diajukan kepada DPR beberapa waktu yang lalu disusun berdasarkan
UUDS 1950, maka dengan surat Presiden tanggal 23 Maret 1960 rancangan tersebut ditarik kembali
dan disesuaikan dengan UUD 1945.
29. Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) bahwa hubungan bangsa Indonesia dan bumi
, air serta ruang angkasa termaksud dalam ayat (2) adalah hubungan yang bersifat abadi.
30. Sesuai Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 6, dinyatakan bahwa semua hak atas tanah mempunyai
fungsi sosial.
31. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Dasar Agraria (UUPA) Pasal 7
menyatakan "Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka kepemilikan dan penguasaan tanah
yang melampaui batas tidak diperkenankan."
32. Sesuai UUPA Pasal 5, disebutkan bahwa Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang
angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara,
yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-
peraturan yang tercantum dalam Undang-Undang ini dan dengan peraturan perundang-undangan
lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.
33. Sesuai Pasal 15 dalam UUPA disebutkan bahwa Memelihara tanah, termasuk menambah
kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum atau
instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu, dengan memperhatikan pihak yang
ekonomis lemah.
37. Sesuai UUPA Bagian III Pasal 20 Ayat (1) disebutkan bahwa Hak Milik adalah Hak terkuat dan
terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6.
38. UUPA Pasal 22 ayat (1) menyebutkan "Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan
Peraturan Pemerintah."
39. UUPA Pasal 25 menyebutkan "Hak Milik dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak
tanggungan."
41. UUPA Bagian IV tentang Hak Guna Usaha Pasal 28 ayat (1): Hak Guna Usaha adalah hak untuk
mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dalam jangka waktu sebagaimana
tersebut dalam pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.
42. Hak Guna Usaha diberikan untuk waktu paling lama 25 tahun (UUPA Pasal 29)
43. UUPA Pasal 28 ayat (2) menyebutkan bahwa Hak Guna Usaha diberikan atas tanah yang luasnya
paling sedikit 5 hektar, dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25 hektar atau lebih harus memakai
investasi modal yang layak dan tehnik perusahaan yang baik, sesuai dengan perkembangan zaman.
44. UUPA Bagian V tentang Hak Guna Bangunan Pasal 35 ayat (1) menyebutkan "Hak guna bangunan
adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya
sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.
45. UUPA Pasal 41 ayat (1) menyebutkan "Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau
memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang
memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat
yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan
perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan
dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.
46. Hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang diamksud dalam pasal 16 ayat 1 huruf h, ialah hak
gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang dan hak sewa tanah pertanian diatur untuk membatasi
sifat-sifatnya yang bertentangan dengan Undang-undang ini dan hak-hak tersebut diusahakan
hapusnya di dalam waktu yang singkat. Pernyataan ini tertuang di dalam UU Nomor 5 Tahun 1960
Bab IV tentang Ketentuan-Ketentuan Peralihan.
47. Tata ruang atau dalam bahasa Inggrisnya spatial plan adalah wujud struktur ruang dan pola ruang
disusun secara nasional, regional dan lokal. Secara nasional disebut Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional, yang dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, dan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) tersebut perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK).
49. Sesuai yang termuat di dalam PP No 26 tahun 2008, yang dimaksud dengan Penataan Ruang adalah
Suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan
ruang.
50. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disebut PKN adalah kawasan perkotaan yang berfungsi
untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi.