Anda di halaman 1dari 33

WAWANCARA

A. Penilaian Mutu Pelayanan Kebidanan Melalui Wawancara


1. Pengertian
Wawancara menurut P. Joko Subagyo (2011:39) adalah suatu
kegiatan dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung dengan
mengungkapkan pertanyaanpertanyaan pada para responden. wawancara
bermakna berhadapan langsung antara interview dengan responden, dan
kegiatannya dilakukan secara lisan.
Wawancara menurut Esterberg yang diterjemahkan oleh Sugiyono
(2009:72) adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide
melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu
topik tertentu.
Wawancara menurut Supriyati (2011:48) adalah cara yang umum
dan ampuh untuk memahami suatu keinginan atau kebutuhan.wawancara
adalah teknik pengambilan data melalui pertanyaan yang diajukan secara
lisan kepada responden.
Dari uraian diatas, disimpulkan bahwa wawancara adalah cara
pengumpulan data-data tentang klien melalui suatu proses yang bertahap
dengan melibatkan beberapa komponen. Dimana setelah data-data tentang
klien terkumpul, lalu dilakukan penentuan masalah kesehatan klien
sehingga memudahkan untuk memberikan asuhan kesehatan yang
dibutuhkan berdasarkan masalah tersebut.
Adapun komponen-komponen yang terlibat dalam wawancara adalah
sebagai berikut:
a. Komunikator
b. Masalah
c. Saluran
d. Penerima
e. Tempat

2. Tujuan Wawancara
Tujuan dari wawancara yaitu:
a. Mampu memahami perilaku orang lain
Bila menemukan klien marah, sikap yang diambil yaitu dengan
menenangkannya, kemudian menanyakan sebab-sebab kemarahannya,
mengapa ia bisa marah.
b. Menggali perilaku bila setuju dan tidak setuju
Dalam melakukan wawancara kita dapat menangkap atau mengartikan
tingkah laku atau reaksi nonverbal klien terhadap anjuran kita.
c. Memahami perlunya memberi pujian
Dalam menggali potensi klien untuk memecahkan masalahnya, perlu
adanya pujian dan memberi bantuan memecahkan masalah klien dimana
kurang bisa memecahkan masalahnya sendiri.
d. Menciptakan hubungan personal yang baik
Dengan menciptakan hubungan personal yang baik tentunya kita bisa
mendekatkan diri dengan klien agar suasana menjadi lebih akrab.
e. Memperoleh informasi tentang situasi atau sikap tertentu
Untuk memperoleh informasi yang berhubungan dengan situasi/sikap
tertentu dapat digali dengan mengajukan pertanyaan terbuka, karena
pertanyaan terbuka memerlukan jawaban panjang ataupun berupa uraian.
f. Untuk menentukan suatu kesanggupan
Kita harus mengetahui keadaan/situasi yang dihadapi oleh klien dalam
menentukan kesanggupannya.
g. Mendorong untuk bertindak
Mendorong atau mengerahkan supaya klien bertindak atau melakukan
suatu kegiatan.

h. Memberi nasihat
Dalam wawancara juga ada yang bersifat memberi nasihat kepada
klien/keluarga/masyarakat.

3. Proses Wawancara
Dalam proses wawancara (interview) ada 3 faktor atau komponen.
Adapun -komponen tersebut adalah:
a. Komunikator/klien: orang yang memiliki masalah (sumber dari
masalah). Dengan kata lain adalah orang yang menyampaikan
masalah.
b. Masalah: sesuatu yang dirasakan oleh klien dimana ia tidak dapat
memcahkannya sendiri. Semua yang ia rasakan tercemin dalam
perilakunya antara lain diam, cemberut, marah-marah, dll. Lambang-
lambang tersebut kita artikan dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan yang bersifat mencocokan dengan tingkah laku klien yang
dirasakan dan reaksi yang kita lihat.
c. Saluran (channel): yang dimaksud dengan saluran disini adalah
saran/alat yang dilalui oleh suara. Adapun alat itu adalah:
1) Mata (penglihatan)
Dalam menghadapi klien, mata kita harus tajam dan cepat
menangkap atau mengartikan reaksi nonverbal/tingkah laku klien
yang wajar maupun tidak wajar.
2) Telinga
Kondisi telinga harus baik atau segar agar cepat menangkap dan
mendengar apa yang diucapkan klien, meskipun cerita klien tidak
menarik, dengarkanlah supaya klien merasa puas.

4. Menjadi Pendengar yang Baik


Agar kita dapat menjadi pendengar yang baik bagi klien, perlu
diketahui cara-cara menjadi pendengar yang baik yang terjadi dari:

a. Pengertian mendengarkan
Mendengarkan adalah memusatkan perhatian, penglihatan dan
pendengaran sehingga dapat menangkap dan mengingat apa yang kita
dengar serta kita lihat (menurut Drs. Surtin Citrobroto). Untuk
mendengarkan dengan baik dibutuhkan usaha dan kemauan yang pada
akhirnya menghasilkan pemusatan jiwa.
Setiap orang melaksanakannya ketika memperhatikan percakapan
seseorang. Salah satu perhatian yang terbesar yang dapat ditunjukkan yaitu
dengan memberikan perhatian dengan cara mendengarkan (menurut
Katharina Lowsan SRN).
b. Tujuan mendengarkan
Maksud atau tujuan menjadi pendengar yang baik adalah:
1) Menyenangkan hati klien
2) Mengetahui dan mengerti pembicaraan orang lain
3) Memberikan rasa puas pada klien
4) Memberikan rasa aman pada pembicara
5) Menunjukkan rasa saling percaya
6) Menghargai pembicaraan
c. Teknik menjadi pendengar yang baik
Agar kita dapat menjadi pendengar yang baik, kita perlu
mengetahui cara-cara meningkatkan kemampuan mendengarkan dengan
aktif atau baik. Adapun cara-cara menjadi pendengar yang baik adalah:
1) Kesiapan mendengarkan
2) Partisipasi dalam proses mendengarkan
3) Menekankan pemahaman bukan mengkritik
4) Mengendalikan emosi
5) Menangkap ide pokok pembicaraan
6) Tunjukkan sikap terbuka
7) Kontak mata yang baik
8) Posisi sejajar dengan klien
9) Gunakan sentuhan
10) Peliharalah rasa humor
11) Gunakan pertanyaan terbuka
12) Gunakan teknik terarah
d. Prinsip-prinsip menjadi pendengar yang baik
Pada dasarnya menjadi pendengar yang baik membutuhkan suatu
keterampilan tertentu. Prinsip umum menjadi pendengar yang baik adalah
menunjukkan rasa empati, cepat tanggap, mampu menginterpretasikan
informasi, dan dapat mengambil suatu tindakan yang tepat. Selain itu
pendengar yang baik harus memiliki pendengaran yang tajam.

5. Teknik Wawancara
Agar dapat mengadakan wawancara dengan baik, kita perlu
mengetahui cara atau teknik wawancara yang baik. Adapun teknik-teknik
tersebut antara lain:
a. Inisiatif
Diberikan inisiatif kepada klien dengan cara:
1) Memberikan kesempatan bicara kepada klien untuk mengutarakan
masalahnya.
2) Mengemukakan pendapatnya.
3) Menggali potensi dalam mengatasi masalahnya.
Dalam hal ini kita dengan sabar mengarahakan klien untuk bicara.
Jangan memotong pembicaraan klien, kecuali untuk membantu
menemukan kata-kata atau mendorong klien meneruskan pembicaraannya.
Berilah klien kesempatan yang cukup untuk mengutarakan pokok masalah
yang dihadapinya.
b. Pendekatan tidak langsung
Kita hendaknya mengajukan pertanyaan tidak langsung pada
masalahnya. Umpamakanlah sebagai lingkaran dan kemudian pikirkanlah
setelah kita melihat lingkaran tersebut. Dari tepi mana kita bisa masuk
agar kita sampai ditengah-tengah lingkaran.
c. Pertanyaan terbuka
Teknik yang baik supaya hasil wawancara sempurna adalah dengan
mengajukan pertanyaan terbuka. Dengan pertanyaan terbuka klien diberi
kesempatan seluas-luasnya untuk mengutarakan masalah yang
dihadapinya. Pertanyaan terbuka sebagai cara pendekatan yang baik dan
penting setiap wawancara karena pertanyaan terbuka memerlukan jawaban
yang panjang dan banyak dapat menggali pendapat klien.
d. Penggunaan aktivitas verbal
Dengan penuh perhatian mendengarkan pembicaraan klien serta
dengan diselingi beberapa pertanyaan pendek ataupun gerakan non verbal.
e. Wawancara spontan
Dengan suasana kekeluargaan kita mengarahkan klien dengan cara
santai atau rileks dengan duduk berdekatan, menggunakan bahasa yang
sederhana sehungga klien tidak merasa malu atau canggung
menghilangkan kesenjangan.
f. Penanganan ekspresi yang timbul dalam wawancara
Kita harus peka terhadap reaksi klien, baik verbal maupun non
verbal sewaktu klien bicara.
6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Wawancara
Pada saat melakukan wawancara, terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi yaitu:
a. Faktor penunjang
1) Dilihat dari klien
Kecakapan dan kemauan klien dalam menceritakan masalahnya. Sikap
klien yaitu sikap klien yang mau menceritakan masalahnya dengan
sungguh-sungguh dan bersedia dibantu.
2) Dilihat dari pewawancara
Berhasil tidaknya ditentukan oleh si pewawancara, maka yang
dibutuhkan adalah:
a) Kecakapan pewawancara
Kecakapan pewawancara dalam mengajukan pertanyaan terbuka
yang dapat menggali seluruh masalah. Harus cakap mendengarkan
dan mengambil inti pembicaraan dan cepat tanggap terhadap reaksi
klien baik verbal maupun nonverbal.
b) Sikap pewawancara
Harus bersikap ramah, jangan sampai klien curiga, diharapkan
pewawancara dapat mendekati klien sehingga timbul rasa saling
percaya. Sikap pewawancara yang simpatik, muka manis, tidak
sombong, rendah hati tetapi tegas.
c) Pengetahuan
Pewawancara yang berpengetahuan luas dengan mudah dapat
mencerna isi pembicaraan serta cepat tanggap terhadap
pembicaraan klien.
d) Sosial
Kelincahan atau kepandaian perawat dalam memahami kebiasaan
atau adat istiadat klien/keluarga/masyarakat yang diwawancarai,
menyesuaikan diri dengan keadaan disekelilingnya, mengenal
kebiasaan dan daerah klien.
b. Faktor penghambat
Faktor-faktor yang menghambat jalannya wawancara adalah:
1) Pewawancara kurang cakap dalam mendengarkan dan mengajukan
pertanyaan terbuka serta menyimpulkan inti pembicaraan, sehingga
tidak dapat menangkap pembicaraan.
2) Sikap pewawancara yang acuh tak acuh, tidak dapat menyesuaikan
diri dengan keadaan disekelilingnya, sikap yang kurang ramah
terhadap klien/keluarga/masyarakat.
3) Pengetahuan klien kurang. Bila demikian, hendaknya pewawancara
dapat menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti
oleh klien.
OBSERVASI

A. Pengertian Observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan data untuk menilai dengan
menggunakan indera, tidak hanya dengan mata saja. Mendengarkan,
mencium, mengecap, dan meraba termasuk salah satu bentuk dari observasi.
Observasi berasal dan bahasa Latin yang berarti ”melihat” dan
“memperhatikan”. Istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan
secara akurat, mencatat fenomena yang muncul dan mempertimbangkan
hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut. Observasi menjadi bagian
dalam penelitian berbagai disiplin ilmu, baik ilmu eksak maupun ilmu-ilmu
sosial. Observasi dapat berlangsung dalam konteks laboratoriurn
(experimental) maupun konteks alamiah.
Pengamatan atau observasi adalah aktivitas yang dilakukan terhadap
suatu proses atau objek dengan maksud merasakan dan kemudian memahami
pengetahuan dari sebuah fenomena berdasarkan pengetahuan dan gagasan
yang sudah diketahui sebelumnya, untuk mendapatkan informasi-informasi
yang dibutuhkan untuk melanjutkan suatu penelitian. Dalam penelitian,
observasi dapat dilakukan dengan tes, kuesioner, rekaman gambar dan
rekaman suara.
Adapun pengertian lainnya tentang observasi, yaitu:
1. Observasi: Suatu penyelidikan yg dijalankan secara sistematis dan sengaja
diadakan dengan menggunakan alat indera terutama mata terhadap
kejadian-kejadian yang langsung (Bimo Walgito, 1997).
2. Observasi: Suatu teknik untuk mengamati secara langsung maupun tidak
langsung gejala-gejala yg sedang berlangsung baik di dalam atau di luar
sekolah (Djumhur, 1985).
3. Observasi sebagai alat pengumpul data adalah Pengamatan yg memiliki
sifat-sifat antara lain (Depdikbud:1975:50) :
a. Dilakukan sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan lebih dulu.
b. Direncanakan secara sistematis.
c. Hasilnya dicatat dan diolah sesuai dengan tujuannya.
d. Dapat diperiksa validitas, reliabilitas dan ketelitiannya.
e. Bersifat kuantitatif.
Penilaian mutu pelayanan kebidanan dengan observasi dapat dilakukan
dengan memantau (monitoring) mutu pelayanan, yaitu dengan cara melihat
data informasi objektif, dari sistem informasi yang ada tentang struktur,
proses, dan outcome pelayanan.
Tinjauan proses mengukur mutu pelayanan dengan menelaah apakah
pelayanan yang diberikan telah sesuai dengan kebutuhan dan harapan pasien,
konsumen, pelanggan atau masyarakat. Pada umumnya dengan tinjauan proses
dapat diketahui apakah pelayanan telah efisien dan efektif.

B. Tujuan Observasi
Pada dasarnya observasi bertujuan untuk mendeskripsikan setting yang
dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat
dalam aktivitas, makna kejadian dilihat dan perspektif mereka terlibat dalam
kejadian yang diamati tersebut. Deskripsi harus kuat, faktual, sekaligus teliti
tanpa harus dipenuhi berbagai hal yang tidak relevan.
Observasi perlu dilakukan karena beberapa alasan, yaitu:
1. Memungkinan untuk mengukur banyak perilaku yang tidak dapat diukur
dengan menggunakan alat ukur psikologis yang lain (alat tes). Hal ini
banyak terjadi pada anak-anak.
2. Prosedur Testing Formal seringkali tidak ditanggapi serius oleh anak-anak
sebagaimana orang dewasa, sehingga sering observasi menjadi metode
pengukur utama.
3. Observasi dirasakan lebih mudah daripada cara peugumpulan data yang
lain. Pada anak-anak observasi menghasilkan informasi yang lebih akurat
daripada orang dewasa. Sebab, orang dewasa akan memperlihatkan
perilaku yang dibuat-buat bila merasa sedang diobservasi.

C. Jenis-jenis Observasi
Jenis-jenis observasi dapat dilihat dari beberapa sudut pandangan
antara lain :
1. Berdasarkan situasi yang diobservasi
a. Observasi terhadap situasi bebas (free situasion), observasi yang
dilakukan terhadap situasi yang terjadi secara wajar, tanpa adanya
campur tangan dari pengobservasi. Misalnya observasi yang dilakukan
terhadap siswa-siswa yang sedang bermain secara bebas.
b. Observasi terhadap situasi yang dimanipulasikan (manipulated
situasion), yaitu situasi yang telah dirancang oleh pengobservasi
dengan menambahkan satu atau lebih variabel. Misalnya seorang
pengobservasi ingin mengetahui sifat kepemimpinan sekelompok
siswa.
c. Observasi terhadap situasi yang setengah terkontrol (partially
controlled), jenis observasi ini adalah merupakan kombinasi dari kedua
jenis observasi situasi bebas dan situasi yang dimanipulasikan.
2. Berdasarkan keterlibatan pengobservasi
a. Observasi partisipasi, yaitu apabila pengobservasi ikut terlibat dalam
kegiatan subjek yang sedang diobservasi. Misalnya seorang guru
bidang studi yang ingin mengetahui bagaimana antusias siswa-
siswanya terhadap pelajaran yang diberikan.
b. Observasi non partisipasi, dalam observasi ini pengobservasi tidak ikut
terlibat dalam kegiatan yang diobservasi. Misalnya seorang petugas
bimbingan ingin mengetahui bagaimana antusias siswa terhadap
bimbingan karir.
c. Observasi quasi partisipasi, dalam jenis ini sebagian waktu dalam satu
periode observasi pengobservasi ikut melibatkan diri dalam kegiatan
yang diobservasi, dan sebagian waktu lainnya ia terlepas dari kegiatan
tersebut. Misalnya kita ingin mengetahui bagaimana aktivitas siswa
dalam melaksanakan suatu tugas kelompok.

3. Berdasarkan pencatatan hasil-hasil observasi


a. Observasi berstruktur,
Aspek-aspek tingkah laku yang akan diobservasi telah dimuat
dalam suatu daftar yang telah disusun secara sistematis. Bentuk catatan
yang sistematis yaitu :
1) Daftar chek (chek list), adalah suatu daftar yang memuat catatan
tentang sejumlah tingkah laku yang akan diobservasi.
2) Skala bertingkat (rating scale), adalah gejala-gejala yang akan
diobservasi itu didalam tingkatan-tingkatan yang telah ditentukan.
Kelemahan dari observasi berstruktur ini adalah bahwa
pengobservasi sangat terikat dengan daftar yang telah tersusun
sehingga ia tidak mungkin mengembangkan observasinya dengan
aspek-aspek lain yang kebetulan terjadi selama observasi
berlangsung. Untuk mengatasi kelemahan ini, dapat ditempuh dengan
cara kombinasi, yaitu menggunakan suatu daftar yang terperinci
tentang tingkah laku yang diobservasi, yang dilengkapi dengan blanko
untuk mencatat tingkah laku tertentu yang muncul, yang belum
terekam dalam daftar.

b. Observasi tak berstruktur,


Dalam melaksanakan observasi ini pengobservasi tidak
menyediakan daftar terlebih dahulu tentang aspek-aspek yang akan
diobservasi. Dalam hal ini pengobservasi mencatat semua tingkah laku
yang dianggap penting dalam suatu periode observasi.

D. Menyusun Pedoman Observasi


Dalam menyusun pedoman observasi, terdapat langkah-langkah dalam
penyusunannya yaitu sebagai berikut:
1. Merumuskan tujuan observasi.
2. Membuat lay-out atau kisi-kisi observasi.
3. Menyusun pedoman observasi.
4. Menyusun aspek-aspek yang akan diobservasi, baik yang berkenaan
dengan proses belajar peserta didik maupun kepribadiannya.
5. Melakukan uji-coba pedoman observasi untuk melihat kelemahan-
kelemahan pedoman observasi.
6. Merevisi pedoman observasi berdasarkan hasil uji-coba.
7. Melaksanakan observasi pada saat kegiatan berlangsung.
8. Mengolah dan menafsirkan hasil observasi.

E. Kelebihan dan Kelemahan Metode Observasi


1. Kelebihan Observasi
a. Dapat mencatat hal-hal, perilaku pertumbuhan, dan sebagainya pada
waktu kejadian itu berlangsung atau sewaktu perilaku itu terjadi.
b. Dapat memperoleh data dari subjek secara langsung, baik yang dapat
berkomunikasi secara verbal ataupun tidak.
2. Kelemahan Observasi
a. Diperlukan waktu yang lama untuk memperoleh hasil dari suatu
kejadian, misalnya adat penguburan suku Toraja dalam peristiwa ritual
kematian, maka seorang peneliti harus menunggu adanya upacara adat
tersebut.
b. Pengamatan terhadap suatu fenomena yang berlangsung lama, tidak
dapat dilakukan secara langsung.
c. Adanya kegiatan-kegiatan yang tidak mungkin diamati, misalnya
kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan hal-hal yang sifatnya pribadi,
seperti kita ingin mengetahui perilaku anak saat orang tua sedang
bertengkar, kita tidak mungkin melakukan pengamatan langsung
terhadap konflik keluarga tersebut karena kurang jelas.

F. Aspek Tingkah Laku yang Dievaluasi dengan Metode Observasi


Aspek tingkah laku yang cocok dievaluasi dengan metode observasi
adalah tempramen, karakter, penyesuaian, sikap dan minat. Intelegensi, bakat
dan hasil belajar dapat pula dievaluasi dengan metode observasi, tetapi
pelaksanaannya sangat sulit dan kurang efektif.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Teknik Dokumentasi


Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang artinya bahan pustaka baik
berupa tulisan atau rekaman. Dokumentasi merupakan suatu informasi lengkap
meliputi status kesehatan pasien, kebutuhan pasien, kegiatan asuhan kebidanan
serta respons pasien terhadap asuhan yang diterimanya.
Dokumentasi kebidanan merupakan bukti catatan dalam pelaporan yang
dimiliki bidan dalam melakukan catatan asuhan yang berguna untuk kepentingan
klein, bidan dan tim kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan
dasar komunikasi yang akurat dan lengkap secara tertulis dengan tanggung jawab
bidan.

B. Macam-Macam Dokumentasi
1. Dokumen sumber resmi : Dokumen yang dibuat/dikeluarkan oleh
lembaga atau perorangan atas nama lembaga.
2. Dokumen sumber tidak: Dokumen yang dibuat/dikeluarkan oleh
resmi individu tidak atas nama lembaga.

C. Tujuan Dokumentasi
1. Sebagai sarana komunikasi
Dokumentasi yang dikomunikasikan secara akurat & lengkap dapat berguna
untuk:
a. Membantu koordinasi asuhan kebidanan yang diberikan oleh tim
kesehatan.
b. Mencegah informasi yang berulang terhadap pasien atau anggota tim
kesehatan atau mencegah tumpang tindih, bahkan sama sekali tidak
dilakukan untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan ketelitian dalam
memberikan asuhan kebidanan pada pasien.
c. Membantu tim bidan dalam menggunakan waktu sebaik-baiknya.

2. Sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat


Sebagai upaya untuk melindungi pasien terhadap kualitas pelayanan
kebidanan yang diterima dan perlindungan terhadap keamanan dalam
melaksanakan tugasnya maka bidan diharuskan mencatat segala tindakan yang
dilakukan terhadap pasien.
3. Sebagai informasi statistic
Data statistik dari dokumentasi kebidanan dapat membantu merencanakan
kebutuhan dimasa mendatang, baik SDM, sarana, prasarana dan teknis.
4. Sebagai sarana pendidikan
Dokumentasi asuhan kebidanan yang dilaksanakan secara baik dan benar
akan membantu para siswa kebidanan maupun siswa kesehatan lainnya dalam
proses belajar mengajar untuk mendapatkan pengetahuan dan
membandingkannya, baik teori maupun praktik lapangan.
5. Sebagai sumber data penelitian
Informasi yang ditulis dalam dokumentasi dapat digunakan sebagai
sumber data penetilian. Hal ini erat kaitannya dengan yang dilakukan terhadap
asuhan kebidanan yang diberikan, sehingga melalui penelitian dapat
diciptakan satu bentuk pelayanan kebidanan yang aman, efektif dan etis.
6. Sebagai jaminan kualitas pelayanan kesehatan
Melalui dokumentasi yang dilakukan dengan baik dan benar, diharapkan
asuhan kebidanan yang berkualitas dapat dicapai, karena jaminan kualitas
merupakan bagian dari program pengembangan pelayanan kesehatan. Suatu
perbaikan tidak dapat diwujudkan tanpa dokumentasi yang kontinyu, akurat
dan rutin baik yang dilakukan oleh bidan maupun tenaga kesehatan lainnya.
Audit jaminan kualitas membantu untuk menetapkan suatu akreditasi
pelayanan kebidanan dalam mencapai standar yang telah ditetapkan.
7. Sebagai sumber data perencanaan asuhan kebidanan berkelanjutan
Dengan dokumntasi akan didapatkan data yang aktual dan konsisten
mencakup seluruh kegiatan kebidanan yang dilakukan melalui tahapan
kegiatan proses kebidanan.

Tujuan lain teknik dokumentasi yaitu :

1. Menentukan kompetensi pekerjaan.


2. Meningkatkan kinerja dengan menilai dan mendorong hubungan yang baik
diantara pegawai (perawat dan bidan).
3. Menghargai pengembangan staf dan memotivasi pegawai kearah pencapaian
kualitas yang tinggi.
4. Menggiatkan konseling dan bimbingan dari manajer.
5. Memilih perawat dan bidan berkualitas untuk pengembangan dan peningkatan
gaji.
6. Mengidentifikasi ketidakpuasan pegawai.

D. Prinsip – Prinsip Pencatatan / Dokkumentasi


Prinsip pencatatan ditinjau dari dua segi, yaitu dari segi isi maupun teknik
pecatatan.
1. Isi pencatatan :
a. Mengandung nilai administratif
b. Mengandung nilai hukum
c. Mengandung nilai keuangan
d. Mengandung nilai riset
e. Mengandung nilai edukasi
2. Teknik pencatatan
a. Menulis nama pasien pada setiap halaman catatan perawatan/bidan
b. Mudah dibaca, sebaiknya menbggunakan tinta warna biru / hitam
c. Akurat, menulis catatan selalu dimulai dengan menulis tanggal, waktu dan
dapat dipercaya secara faktual
d. Ringkas, singkatan yang biasanya digunakan dan dapat diterima, dapat
dipakai.
e. Pencatatan mencakup keadaan sekarang dan waktu lampau.
f. Jika terjadi kesalahan pada saat pencatatan, coret satu kali kemudian tulis
kata “salah” diatasnya serta paraf dengan jelas. Dilanjutkan dengan
informasi yang benar “jangan dihapus” . validitas pemcatatan akan rusak
jika ada penghapusan.
g. Tulis nama jelas pada setiap hal yang telah dilakukan dan bubuhi tanda
tangan
h. Jika pencatatan bersambung pada halaman baru, tanda tangani dan tulis
kembali waktu dan tanggal pada bagian halaman tersebut.

E. Metode Pendokumentasian
SOAP adalah Catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis dan tertulis
Kepmenkes No.938/Menkes/SK/ VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan).
Identifikasi langkah manajemen kebidanan yang berorientasi pada SOAP yaitu :
S = Subjektif Data = Data Subjektif

Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui


anamnesa.

O = Objektif Data = Objektif Data


Menggambarka pendokumentasian dari hasil pemeriksaan fisik klien, hasil
laboratorium dan tes diagnostic lain yang dirumuskan dala fokus untuk
mendukung Assesment.

A = Analisa = Pengkajian ulang = Kesimpulan dari data S dan O

Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dari interpretasi data


subjektif dan data objektif dalam suatu identifikasi.

P = Penatalaksanaan

Menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan asuhan secara


menyeluruh dalam melaksanakannya secara efisien serta mengevaluasi
efektivitas asuhan yang diberikan.
PDCA

A. Penilaian Mutu Pelayanan Kebidanan Berdasarkan Konsep Plan,


Do, Check, and Action (PDCA)
Siklus PDCA adalah rangkaian kegiatan yang terdiri dari penyusunan
rencana kerja, pelaksanaan rencana kerja, pemeriksaan pelaksanaan rencana
kerja dan perbaikan rencana yang telah dilakukan sebagai uji coba, serta
pelaksanaan rencana kerja yang telah direvisi. Plan, do, check, and action
(PDCA) mencerminkan dasar program mutu yang berkelanjutan yang terdiri
dari empat tahapan, yang satu mengikuti yang lain secara berulang-ulang
menuju ke arah tujuan yang telah ditetapkan. Untuk itu diperlukan upaya
dan tenaga yang tidak sedikit untuk mencapai tujuan tersebut. Tanpa upaya
yang serius mustahil siklus PDCA tersebut akan mencapai tujuannya. Hal
ini menunjukkan bahwa untuk mencapai mutu tertentu itu harus
diupayakan, diusahakan, dan didukung oleh semua pihak yang
berkepentingan.
Proses PDCA merupakan proses kegiatan yang sifatnya terus menerus
menuju perbaikan kualitas mutu yang lebih baik.

Check Tindakan (Act)


Rencana (Plan) Laksanakan (Do)
Sesuai Standarisasi
Ya

Tidak
Tindak lanjut
sesuai
Tindakan (Act)

Koreksi
Peningkatan
perbaikan

Untuk dapat menyelenggarakan siklus PDCA ada empat langkah pokok


yang harus dilakukan yakni:

1. Perencanaan (Plan)
Perencanaan (plan) adalah proses yang menghasilkan suatu uraian
detail dan langkah- langkah yang akan dilaksanakan untuk mencapai
tujuan. Sebenarnya pada konsep program menjaga mutu, kegiatan
menetapkan masalah, menetapkan penyebab masalah, serta menetapkan
cara menyelesaikan masalah termasuk dalam pekerjaan perencanaan.
Pada model ini, perencanaan hanya diartikan sebagai menyusun rencana
cara penyelesaian masalah yang ditetapkan ke dalam unsur-unsur
rencana yang lengkap serta terkait dan terpadu sehingga dapat dipakai
sebagai pedoman dalam melaksanakan cara menyelesaikan masalah.
Hasil dari proses perencanaan adalah rencana.
Unsur-unsur rencana yang harus tercantum dalam suatu rencana
kerja tergantung dari rencana kerja yang akan dilaksanakan. Unsur-
unsur yang dimaksud antara lainantara lain adalah sebagai berikut.
a. Judul Rencana
Tetapkanlah judul rencana kerja yang akan dilaksanakan. Judul
rencana yang baik harus mencerminkan kegiatan dan tujuan yang ingin
dicapai. Tulislah judul rencana kerja tersebut dengan jelas. sebaiknya
memakai kalimat aktif dan paling banyak terdiri dari 12 kata.
Contohnya: Meningkatkan persalinan dibantu Bidan.
b. Rumusan Pernyataan dan Uraian Masalah
Cantumkan rumusan pernyataan masalah yang telah ditetapkan
sebelumnya. Rumusan pernyataan masalah yang baik harus dapat
menjawab pertanyaan apa, siapa, berapa, di mana, dan bagaimana.
Contoh rumusan masalah yang baik: 30% akseptor KB IUD yang
dilayani oleh klinik KB PKMI Jakarta pada bulan Januari 2010
mengalami komplikasi infeksi panggul pasca insersi.Ada baiknya
rumusan pernyataan masalah ini dilengkapi dengan uraian masalah
yakni sajian singkat tentang latar belakang masalah, alasan pentingnya
masalah tersebut diselesaikan, serta kaitannya dengan penyebab
masalah yang terjadi berhasil diidentifikasi.
c. Rumusan Tujuan
Rumusan tujuan yang baik adalah yang jelas targetnya. Contoh
rumusan tujuan yang baik: Menurunkan angka komplikasi infeksi
panggul pasca insersi IUD di klinik KB PKMI Jakarta dari 30% pada
bulan Januari 2010 menjadi 5% pada bulan Desember 2010.
d. Uraian Kegiatan
Suatu rencana kerja yang baik harus mencantumkan uraian kegiatan
yang akan dilaksanakan. Cantumkan kegiatan tersebut secara berurutan.
Utamakan pada kegiatan yang bersifat pokok saja, yakni yang dinilai
paling menentukan tercapainya tujuan. Contoh:
1) Menyusun standar penyuluhan kesehatan ibu hamil
2) Menggunakan standar dalam penyuluhan kesehatan ibu hamil
3) Pengamatan penyuluhan kesehatan

e. Waktu
Ada baiknya uraian waktu ini dikaitkan dengan kegiatan yang akan
dilaksanakan, sehingga membentuk suatu bagan. Contoh: 3 Januari
2016.
f. Pelaksana
Jika personalia tersebut lebih dari satu orang, maka harus dilengkapi
dengan uraian tugas dan tanggung jawab masing-masing.

g. Biaya
Mencantumkan biaya yang dibutuhkan untuk dapat
menyelenggarakan rencana kerja yang dimaksud. Sesuaikan biaya
dengan rencana kerja yang akan dilaksanakan dalam kegiatan tersebut.
h. Metode dan Kriteria Penilaian
Suatu rencana kerja yang baik, harus mencantumkan metode serta
kriteria penilaian hasil yang dicapai. Contoh metode yang digunakan:
wawancara, rekam medik, pengamatan, dll. Untuk kriteria penilaian
sesuaikan dengan metode yang digunakan dalam kegiatan tersebut.
Beberapa contoh kegiatan/aktivitas yang dilakukan dalam
perencanaan adalah sebagai berikut:
1) Menetapkan target/sasaran apa yang akan dicapai tahun depan, bulan
depan, minggu depan, dan seterusnya. Misalnya tahun depan sudah
dapat memberikan pelayanan lengkap kepada ibu dan anak dengan
fasilitas lengkap.
2) Menetapkan langkah-langkah, tindakan, dan kegiatan yang akan
dilakukan dalam 10 tahun, satu tahun, satu bulan, dan, satu minggu
ke depan, dan seterusnya.
3) Menyusun kebutuhan perlengkapan, peralatan, serta obat-obatan
yang dibutuhkan dalam satu bulan mendatang.

2. Pelaksanaan (Do)
Langkah kedua pada program PDCA adalah do (pelaksanaan). Pada
siklus pelaksanaan, yang dilakukan adalah melaksanakan rencana yang
telah disusun. Jika pelaksanaan rencana tersebut membutuhkan keterlibatan
staf lain di luar anggota tim, perlu terlebih dahulu diselenggarakan orientasi
sehingga staf pelaksana tersebut dapat memahami dengan lengkap rencana
yang akan dilaksanakan.

3. Pemeriksaan (Check)
Langkah ketiga yang dilakukan adalah secara berkala memeriksa
(check) berbagai kemajuan dan hasil yang dicapai dari pelaksanaan rencana
yang telah ditetapkan. Untuk dapat memeriksa pelaksanaan dari rencana
kerja dan cara penyelesaian masalah, ada dua alat bantu yang sering
dipergunakan yaitu lembaran pemeriksaan (check list) dan peta kontrol
(kontrol diagram), yaitu:
a. Lembaran Pemeriksaan (Checklist)
Lembaran pemeriksaan adalah suatu formulir yang dipergunakan
untuk mencatat secara periodik setiap penyimpangan yang terjadi. Untuk
dapat mempergunakan lembaran pemeriksaan, diperlukan langkah-
langkah berikut.

1) Tetapkan jenis penyimpangan yang akan diamati. Umumnya berupa


penyimpangan proses.
2) Tetapkan jangka waktu pengamatan (setiap hari, minggu, bulan, dan
sebagainya).
3) Lakukan perhitungan penyimpangan sesuai dengan jangka waktu
pengamatan yang telah ditetapkan.
b. Peta Kontrol (Kontrol Diagram)

Peta kontrol ialah status grafik yang menggambarkan besarnya


penyimpangan dalam satu kurun waktu tertentu. Jika penyimpangan
tersebut melampaui batas maksimum dan/atau minimum yang telah
ditetapkan, berarti pelaksanaan cara penyelesaian masalah tidak
memperoleh kemajuan. Untuk itu manfaatkanlah data yang berhasil
direkam dalam lembaran pengamatan ke dalam peta kontrol yang
telah dipersiapkan. Untuk membuat peta kontrol gunakan langkah-
langkah sebagai berikut:
1) Tetapkan garis batas penyimpangan maksimum dan minimum yang
dibenarkan.
2) Buat grafik yang memanfaatkan hasil perhitungan yang diperoleh dari
lembaran pengamatan.
3) Nilai grafik yang dihasilkan.

Beberapa contoh kegiatan pemeriksaan antara lain sebagai berikut.

1) Mengumpulkan data realisasi suatu kegiatan dan menyusunnya


menjadi laporan.
2) Mengevaluasi pelaksanaan suatu kegiatan dan mengecek apakah ada
yang kurang, ada yang tidak sesuai dengan rencana, jadwal, dana,
dan seterusnya.

4. Perbaikan
Langkah keempat yang dilakukan pada program PDCA adalah
melaksanakan perbaikan (action) rencana kerja. Lakukanlah
penyempurnaan rencana kerja sesuai dengan hasil pemeriksaan yang telah
dilakukan. Selanjutnya, rencana kerja yang telah diperbaiki tersebut
dilaksanakan kembali. Jangan lupa untuk memantau kemajuan serta hasil
yang dicapai. Untuk kemudian tergantung dari kemajuan serta hasil
tersebut, laksanakan tindakan yang sesuai.
BAB II

A. PROSES QUALITY ASSURANCE DALAM PELAYANAN KESEHATAN


Proses Quality Assurance dalam pelayanan kesehatan yang dikemukakan
oleh Lori di Prete Brown seperti dikutip oleh Wijono terdiri dari 10 langkah proses
quality assurance sebagai berikut :
Langkah 1 Perencanaan quality assurance (Planning for quality
assurance)
Langkah 2 Membuat pedoman dan menyusun standar-standar
(Developing quidelines and setting standars)
Langkah 3 Mengkomunikasikan standar dan spesifikasi
(Communicating standars and specifications)
Langkah 4 Monitoring mutu (Quality monitoring)
Langkah 5 Identifikasi masalah-masalah dan seleksi peluang-peluang
untuk peningkatan (Identifyinf problems and selecting
opportunities for improvement)
Langkah 6 Mengidentifikasi secara operasional permasalahan
(Defining the problem operasionally)
Langkah 7 Memilih suatu tim (Choosing team)
Langkah 8 Menganalisi dan mempelajari masalah untuk identifikasi
akan masalah penyebabnya (Analyzing and studying the
problem to identify its roots causes)
Langkah 9 Membuat solusi-solusi dan kegiatan-kegiatan untuk
peningkatan (Developing solution and actions for
improvement)
Langkah 10 Melaksanakan dan mengevaluasi upaya peningkatan mutu
(Implementating and evaluations quality improvement
effort)

Quality assurance pada praktiknya akan berupa siklus, yakni suatu proses
sedemikian rupa jalannya sehingga akan berulang. Dalam pelaksanaan quality
assurance haruslah dibentuk tim terlebih dahulu dan bukan perseorangan. Bila
komponen-komponen langkah siklus quality assurance dikelompokkan, maka aka
nada tiga kelompok kegiatan, yaitu :
1. Mendesain mutu : merencanakan, menyusun standar, dan mengkomunikasikan
standar
2. Monitoring mutu
3. Memecahkan masalah mutu : menetapkan masalah, identifikasi masalah, analisis
masalah dan melaksanakan solusi. (Cut Sriyanti, SST. 2016)

B. MENDESAIN MUTU/QUALITY ASSURANCE


Adapun penjelasan lebih lanjut dari mendesain mutu/quality assurance,
adalah sebagai berikut :
1. Langkah 1 : Merencanakan Quality Assurance (Planning For Quality Assurance)
Pertama kali menyiapkan organisasi pelaksana quality assurance. Kemudian
memulai perencanaan dengan meninjau cakupan pelayanan yang dimaksud pelayanan
kesehatan, apa dan sejauh mana yang dituju atau goalsnya. Hal ini penting karena
tidak mungkin memperbaiki atau meningkatkan mutu dari sekian banyak bidang
sekaligus atau bersamaan. Tentu harus dipilih prioritas paling penting yang
didahulukan. Umumnya yang paling penting adalah bidang yang bermasalah, dari
sanalah perhatian khusus ditujukan untuk memulai program quality assurance.
Bila telah ditetapkan harus dimulai, maka tim harus berorientasi kuat pada
pendekatan peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Tim harus meneliti fokus pada
outcome yang diinginkan. Perencanaan yang strategis akan memulai dengan
mendefinisikan misi organisasi. Langkah berikutnya memperkirakan peluang yang
positif kendala lingkungan eksternal dan internal. Rencana strategis harus
menghasilkan visi yang jelas dari organisasi, apa yang dikerjakan untuk mencapai
misi sesuai dengan lingkungan organisai, serta dapat menetapkan prioritas quality
assurance berdasarkan misi dan visi program. (Cut Sriyanti, SST. 2016)
2. Langkah 2 : Membuat Pedoman dan Menyusun Standar-standar (Developing
Guidelines and Setting Standars)
Organisasi harus menjabarkan tujuan program-programnya dan sasarannya ke
dalam prosedur operasional. Hal ini dimaksudkan agar pelayanan kesehatan yang
bermutu tinggi itu dapat diberikan atau dikerjakan secara konsisten. Standar adalah
mutu yang diharapkan. Sebagai contoh petunjuk praktis untuk klinik yang disebut
juga protocol klinis, prosedur administrasi, spesifikasi produk dan standar-standar
penampilan secara keseluruhan, baik penampilan tempat kerja secara fisik, misalnya
rumah sakit, puskesmas, rumah bersalin dan sebagainya. Standar yang didefinisikan
bisa berupa :
a. Tingkat minimum penampilan atau hasil yang diterima, misalnya apakah
pasien puas atau ada keluhan. Ini disebut hasil atau outcome
b. Tingkat bagus dari penampilan atau hasil (outcome)
c. Range atau jarak atau sejauh mana rentang dari hasil yang dapat diterima.
(Cut Sriyanti, SST. 2016)

3. Langkah 3 : Mengkomunikasikan Pedoman-pedoman dan Standar-standar


(Communicate Standars)
Bila pedoman yang praktis sudah siap, maka prosedur standar operasi
kegiatan pelayanan kesehatannya perlu untuk dipromosikan penggunanya. Hal ini
untuk meyakinkan petugas-petugas kesehatan, supervisor, pimpinan dan orang-orang
yang mendukung untuk memahami apa yang diharapkan dari mereka masing-masing,
khususnya pelatihannya hanya sedikit, supervise lemah, apalagi standar-standarnya
baru dibuat atau baru ada perubahan. Bila hendak menilai mutu, agar tidak terjadi
kekeliruan di dalam menilai mutu, maka harapan-harapan dari standar-standarnya
harus dikomunikasikan terlebih dahulu.(Cut Sriyanti, SST. 2016)

4. Langkah 4 : Monitoring Mutu (Quality Monitoring)


Monitoring adalah pengumpulan dan tinjauan (review) data yang membantu
menilai apakah norma-norma program diikuti mutu atau apakah outcome (hasil dari
pelayanan seperti halnya keluhan pasien) ditingkatkan. Quality assurance melibatkan
suatu orientasi proses baru yang memiliki implikasi mendalam untuk monitoring
termasuk pengumpulan dan pengolahan datanya. Desain atau redesain sistem monitor
memerlukan penjabaran pernyataan-pernyataan tentang mutu yang diharapkan ke
dalam indikator-indikator yang bisa diukur, di seluruh tingkat organisasi.(Cut
Sriyanti, SST. 2016)

5. Langkah 5 : Mengidentifikasi Masalah-masalah dan Menyeleksi Peluang


Peningkatan
Untuk meningkatkan mutu pelayanan, maka yang pertama kali harus
dilakukan adalah mengidentifikasi permasalah mutu pelayanan kesehatan dan
mencari peluang untuk peningkatan. Kemudian menguji dengan cara monitoring
rutin. Berbicara dengan seseorang, melakukan survei khusus dengan tujuan untuk
mengidentifikasi masalah yang ada atau yang mendesak. Setelah itu memilih
permasalahn yang paling penting.
Permasalahan yang paling penting tersebut diantaranya, permintaan perhatian
khusus bagi petugas kesehatan, proses penampilan, keluhan pasien dan analisis sistem.
Pelaksana identifikasi masalah diawali oleh para pimpinan, setelah itu oleh anggota staf atau
tim yang dibuat. Metode pengumpulan data dapat dibuat seperti tabel di bawah ini :
Sumber Informasi Metode
Data dari monitor dan studi khusus : Review (tinjauan) catatan klinik, statistik
menggunakan data yang tersedia pelayanan, laporan, menggunakan check
list, observasi, kuesioner
Staf yang berkaitan : menanyakan Brainstorming, interview, diagram
keterlibatan dalam pelaksanaan/proses aliran (flow chart) proses
pelayanan mutu, peran dan
kontribusinya
Menekankan atau data dari observasi Observasi informal atau formal melalui
lain : pergi ke fasilitas kerja dan check list,
melihatnya
Umpan balik dari pasien atau klien, Menggunakan percakapan informal,
pelanggan yang menerima jasa mencatat keluhan-keluhan,
pelayanan menggunakan diskusi kelompok

6. Langkah 6 : Menetapkan Masalah Oerasional


Tujuan dari penetapan masalah operasional adalah untuk memperjelas
masalah yang dimaksud. Masalah harus dapat diukur sehingga dapat dilakukan
pemecahan masalah secara pasti. Bila terjadi perbedaan statement permasalahan, bisa
menyebabkan terjadinya konflik dan hilangnya fokus dan motivasi. Harus dihindari
adanya ungkatan “menyalahkan” atau ungkapan “solusi”
Model 4 W + 1 H (What, Why, Where, When + How) bisa digunakan untuk
menyusun permasalahan jadi lebih pasti dan terukur.
Contoh :
Apa masalahnya ?
Mengapa terjadi/ada masalah ?
Dimana terjadi masalah ?
Kapan terjadi masalah ?
Bagaimana mengetahui masalah ? (informasi, konfirmasi dll)
Menetapkan batasan-batasan masalah
Masalah harus dibatasi agar mengenai sasaran dan tidak melebar ke arah yang tidak
penting atau yang tidak menjadi prioritas. Batasan masalah tersebut adalah proses kegiatan
pelayanan kesehatan itu sendiri, dari mana memulainya dan di mana mengakhirinya. Ruang
lingkupnya, fasilitas tertentu, pelayanan klinik, lokasi geografi, ukuran spesifikasi dari mutu,
waktu, efektivtias dan sebagainya. Contoh statement masalah yang keliru dan yang benar
terukur seperti dalam tabel berikut :
Statement Statement Masalah Kelemahannya Statement Masalah
Masalah Sebelumnya Seharusnya
1 Rumah sakit kekurangan Pernyataan Bidan RS kelebihan
tenaga bidan masalah hanya beban, saat ini tidak
secara kualitatif, bisa melayani ± 10
tidak bisa diukur persalinan setiap
hari
2 Peralatan kedokteran Pernyataan Peralata bedah
bagian bedah kurang masalah hanya thorax yang tersedia
memenuhi syarat secara kualitatif sudah tua (th. 1980)
dan tidak umum, perlu diperbaharui
kurang spesifik, agar kapasitasnya
tidak bisa diukur dapat lebih efisien
(output/input, dapat
diukur)
3 Kerjasama puskesmas Pernyataan Anggota tim masih
lemah memerlukan masalah sudah membuat
kepemimpinan efektif terisi solusi perencanaan kerja
sendiri-sendiri, tidak
ada pertemuan
koordinasi,
pemimpin tidak
melaksanakan
fungsinya (ketiga hal
tersebut dapat diukur
frekuensi dan
presentase)
4 Dokternya kurang Pernyataan Dalam melakukan
profesional masalah bersifat pemeriksaan dan
umum, kualitatif, pengobatan pasien,
tidak bisa diukur dokter kurang
memperhatikan
standar operating
procedure (SOP)
terapi (dapat
diobservasi dan
dinilai)

7. Langkah 7 : Memilih Tim (Identifikasi Siapa yang Seharusnya Bekerja)


Tim akan mengalisis masalah, membuat rencana perbaikan, melaksanakan,
mengevaluasi, dan melakukan usaha-usaha peningkatan. Di dalamnya termasuk juga
menghitung input yang diperlukan, sumber daya, kegiatan-kegiatan, dan manfaat-
manfaat penyelesaian masalah yang terjadi.
Tim harus orang-orang terlatih yang dapat bekerja kompak, bersatu, dan
seirama sehingga bisa bekerja secara efektif dan efisien. Rumah sakit dan puskesmas
umumnya sering melakukan pelatihan-pelatihan dasar yang berakian dengan
perencanaan manajemen, termasuk manajemen pelayanan kesehatan,
menyelenggarakan seminar, pertemua, teknik pengambilan keputusan dan
sebagainya.
Tim adalah sekelompok orang yang memiliki kontribusi untuk mencapai
tujuan bersama. Anggota tim sebaiknya tidk terlalu banyak, umpamanya 8 orang.
Karena semakin banyak anggota tim maka akan semakin luas statement persoalan.
(Cut Sriyanti, SST. 2016)

8. Langkah 8 : Analisis Masalah dan Identifikasi Penyebab Masalah


Analisis masalah dan identifikasi penyebab masalah adalah suatu tahap
bagaimana tim atau anggota tim memahami lebih luas tentang masalah, atau
kekurangan mutu pelayanan kesehatan yang dimonitornya. Studi tentang
permasalahan guna mengidentifikasi penyebab masalah utama dipusatkan pada hal-
hal berikut :
a. Statement masalah dan klarifikasi masalah
b. Memahami proses yang berkaitan dengan masalah
c. Membuat hipotesis tentang penyebab masalah. Sebaiknya hipotesis dibuat
berdasarkan landasan teori yang berkaitan dengan permasalahan
d. Uji hipotesis dan menetapkan penyebab utama. (Cut Sriyanti, SST. 2016)

9. Langkah 9 : Membuat Solusi-solusi dan Kegiatan-kegiatan untuk Peningkatan


Mutu
Dalam peningkatan mutu perlu dibuat solusi-solusi yang harus mengikuti
tahap-tahap konsisten sebagai berikut :
a. Memilih dan mendesain semua solusi
b. Daftarkan semua solusi potensial
c. Seleksi kriteria untuk menetapkan solusi terkait
d. Memilih solusi untuk melaksanakan penyelesaian masalah/peningkatan mutu
e. Ungkapkan solusi untuk pelaksaan menyelesaikan masalah/peningkatan mutu
f. Ungkapkan solusi secara praktis dan mudah dilaksanakan(Cut Sriyanti, SST.
2016)

10. Langkah 10 : Melaksanakan dan Mengevaluasi Upaya-upaya Peningkatan Mutu


Merencanakan pelaksanaan solusi (siapa, apa, dimana, bagaimana)
memutuskan test-test, dan menetapkan bagaimana mengembangkan pelaksanaan dan
modifikasi solusi untuk membuat lebih efektif. Solusi yang tepat berarti perbaikan
mutu yang tepat pula. langkah kegiatan penyelesaian atau solusi terakhir/final ini
dikenal dengan istilah PDCA (Plan, Do, Check, Action).
Setiap solusi hampir pasti perlu adanya perubahan teknik pekerjaan, sikap dan
perilaku, serta peran dan tanggung jawab. Semua staf harus memahami hal ini, agar
tidak menjadi stress menerima instruksi atau informasi-informasi mengenai harus
terjadinya perubahan. Untuk itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar tidak
terjadi salah pengertian seperti :
a. Perlu mengundang para staf untuk berpartisipasi dalam perencanaan
perubahan
b. Memberikan gambaran yang jelas mengenai perubahan yang diinginkan
c. Membagi informasi tentang perubahan, agar tidak terjadi stress
d. Mendemontrasikan komitmen terhadap perubahan, sehingga timbul percara
diri dan siap berubah ke arah positif, dan
e. Menawarkan kembali pelaksanaan perubahan dan berhasil secepatnya.(Cut
Sriyanti, SST. 2016)

DAFTAR PUSTAKA

Cut Sriyanti, SST., M.Keb. 2016. “No Title.” In Mutu Layanan Kebidanan Dan
Kebijakan Kesehatan, Pertama, 237. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/08/Mutu-dan-Kebijakan-Layanan-Kesehatan-
Komprehensif.pdf.

Anda mungkin juga menyukai