Anda di halaman 1dari 10

A.

Pengertian Pemecahan Masalah Matematika

Terdapat banyak interpretasi tentang pemecahan masalah dalam matematika.


Di antaranya pendapat Polya (Firdaus, 2009) yang banyak dirujuk pemerhati
matematika. Polya mengartikan pemecahan masalah sebagai suatu usaha mencari
jalan keluar dari suatu kesulitan guna mencapai suatu tujuan yang tidak begitu
segera dapat dicapai.
Menurut Lenchner (Wardhani, 2010:15), memecahkan masalah matematika
adalah proses menerapkan pengetahuan matematika yang telah diperoleh
sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum di kenal. Sementara menurut
Robert Harris (Wardhani, 2010:15) menyatakan bahwa memecahkan masalah
adalah pengelolan suatu masalah sehingga berhasil memenuhi tujuan yang di
tetapkan untuk melakukannya.
Sujono (Firdaus, 2009) melukiskan masalah matematika sebagai tantangan
bila pemecahannya memerlukan kreativitas, pengertian dan pemikiran yang asli
atau imajinasi. Berdasarkan penjelasan Sujono tersebut maka sesuatu yang
merupakan masalah bagi seseorang, mungkin tidak merupakan masalah bagi
orang lain atau merupakan hal yang rutin saja.
Menurut Holmes (Wardhani, 2010:21), terdapat dua kelompok masalah
dalam pemebelajaran matematika di SMP yaitu masalah rutin dan masalah non
rutin. Masalah rutin dapat dipecahkan dengan metode yang sudah ada. Masalah
rutin sering disebut sebagai masalah penerjemahan karena deskripsi situasi dapat
di terjemahkan dari kata-kata menjadi simbol-simbol. Masalah rutin dapat
membutuhkan satu, dua atau lebih langkah pemecahan.
Holmes (Wardhani, 2010:22) mengemukakan pula bahwa menurut Charles
R, masalah rutin memiliki aspek penting dalam kurikulum, karena hidup ini penuh
dengan masalah rutin. Oleh karena itu, tujuan pembelajaran matematika yang
diprioritaskan terlebih dahulu adalah siswa dapat memecahkan masalah rutin.
Kuoba dkk. (Wardhani, 2010:22) menyatakan bahwa masalah nonrutin kadang
mengarah kepada masalah prose. Masalah nonrutin membutuhkan lebih dari
sekedar menerjemahkan masalah menjadi kalimat matematika dan penggunaan
prosedur yang sudah diketahui. Masalah mengharuskan pemecah masalah untuk
membuat sendiri strategi pemecahan. Dia harus merencanakan dengan seksama
bagaimana memecahkan masalah tersebut. Strategi-strategi seperti menggambar,
menebak dan melakukan cek, membuat tabel atau urutan kadang perlu dilakukan.
Masalah nonrutin kadang memiliki lebih dari satu solusi nonrutin atau
pemecahan.
Menurut Holmes (Wardhani, 2010:22), masalah nonrutin kadangkala dapat
memilki lebih dari saru penyelesaian. Masalah tersebut kadang melibatkan situasi
kehidupan atau melibatkan berbagai hubungan subjek.
Apapun jenis masalahnya, rutin atau nonrutin, menurut Holmes (Wardhani,
2010:23) tetap bergantung pada si pemecah masalah. Suatu masalah rutin untuk
kelas IX mungkin akan menjadi nonrutin jika diberikan kepada kepada siswa
kelas VII. Masalah nonrutin dapat menjadi masalah rutin jika si pemecah masalah
telah memilki pengalaman memecahkan masalah dengan tipe yang sama dan
dapat dengan mudah mengenali metode dan kalimat matematika yang akan
digunakan.
Lebih spesifik Sumarmo (Firdaus, 2009) mengartikan pemecahan masalah
sebagai kegiatan menyelesaikan soal cerita, menyelesaikan soal yang tidak rutin,
mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari atau keadaan lain, dan
membuktikan atau menciptakan atau menguji konjektur. Berdasarkan pengertian
yang dikemukakan Sumarmo tersebut, dalam pemecahan masalah matematika
tampak adanya kegiatan pengembangan daya matematika (mathematical power)
terhadap siswa.
Oleh karena itu dengan mengacu pada pendapat-pendapat di atas, maka
pemecahan masalah dapat dilihat dari berbagai pengertian. Yaitu, sebagai upaya
mencari jalan keluar yang dilakukan dalam mencapai tujuan. Juga memerlukan
kesiapan, kreativitas, pengetahuan, dan kemampuan serta aplikasinya dalam
kehidupan sehari-hari. Di samping itu pemecahan masalah merupakan persoalan-
persoalan yang belum dikenal serta mengandung
pengertian sebagai proses berfikir tinggi dan penting dalam pembelajaran
matematika.
Pemecahan masalah merupakan bagian kurikulum dari matematika yang
sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa
dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta
keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang
bersifat tidak rutin (Choto, 2010).
Ruseffendi (1979: 336) mengemukakan bahwa suatu soal merupakan
soal pemecahan masalah bagi seseorang bila ia memiliki pengetahuan dan
kemampuan untuk menyelesaikannya, tetapi pada saat ia memperoleh soal itu ia
belum tahu cara menyelesaikannya. Dalam kesempatan lain Ruseffendi (1979-
337) juga mengemukakan bahwa suatu persoalan itu merupakan masalah bagi
seseorang jika: pertama, persoalan itu tidak dikenalnya. Kedua, siswa harus
mampu menyelesaikannya, baik kesiapan mentalnya maupun pengetahuan
siapnya; terlepas daripada apakah akhirnya ia sampai atau tidak kepada
jawabannya. Ketiga, sesuatu itu merupakan pemecahan masalah baginya, bila ia
ada niat untuk menyelesaikannya.
Lebih spesifik Sumarmo (2005: 21) mengartikan pemecahan masalah
sebagai kegiatan menyelesaikan soal cerita, menyelesaikan soal yang tidak rutin,
mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari atau keadaan lain, dan
membuktikan atau menciptakan atau menguji konjektur. Berdasarkan pengertian
yang dikemukakan Sumarmo tersebut, dalam pemecahan masalah matematika
tampak adanya kegiatan pengembangan daya matematika (mathematical power)
terhadap siswa.
Oleh karena itu dengan mengacu pada pendapat-pendapat di atas, maka
pemecahan masalah dapat dilihat dari berbagai pengertian. Yaitu, sebagai upaya
mencari jalan keluar yang dilakukan dalam mencapai tujuan. Juga memerlukan
kesiapan, kreativitas, pengetahuan dan kemampuan serta aplikasinya dalam
kehidupan sehari-hari. Di samping itu pemecahan masalah merupakan persoalan-
persoalan yang belum dikenal, serta mengandung pengertian sebagai proses
berfikir tinggi dan penting dalam pembelajaran matematika.
Pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar yang harus dikuasai
oleh siswa. Tuntutan akan kemampuan pemecahan masalah dipertegas secara
eksplisit dalam kurikulum tersebut yaitu, sebagai kompetensi dasar yang harus
dikembangkan dan di integrasikan pada sejumlah materi yang sesuai.
Hudoyo (1988) menyatakan bahwa soal/pertanyaan disebut masalah tergantung
kepada pengetahuan yang dimiliki penjawab. Dapat terjadi bagi seseorang,
pertanyaan itu dapat dijawab dengan menggunakan prosedur rutin baginya, namun
bagi orang lain untuk menjawab pertanyaan tersebut memerlukan
pengorganisasian pengetahuan yang telah dimiliki secara tidak rutin. Senada
dengan pendapat Hudoyo, Suherman, dkk. (2003) menyatakan bahwa suatu
masalah biasanya memuat suatu situasi yang mendorong seseorang untuk
menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus
dikerjakan untuk menyelesaikannya.

B. Pentingnya Kemampuan Penyelesaian Masalah Matematis

Pemecahan masalah merupakan kegiatan yang sangat penting dalam pembelajaran


matematika (Sumarmo,1994). Kemampuan pemecahan masalah matematis
merupakan tujuan umum pembelajaran matematika sebagai jantungnya
matematika. Pentingnya kemampuan penyelesaian masalah oleh siswa dalam
matematika ditegaskan juga oleh Branca (1980) :

1) Kemampuan menyelesaikan masalah merupakan tujuan


umum pengajaran matematika.
2) Penyelesaian masalah yang meliputi metode, prosedur dan strategi
merupakan proses inti dan utama dalam kurikulum matematika .
3) Penyelesaian masalah merupakan kemampuan dasar dalam belajar
matematika.

Pandangan bahwa kemampuan menyelesaikan masalah merupakan tujuan


umum pengajaran matematika, mengandung pengertian bahwa matematika dapat
membantu dalam memecahkan persoalan baik dalam pelajaran lain maupun dalam
kehidupan sehari-hari. Oleh karenanya kemampuan pemecahan masalah ini
menjadi tujuan umum pembelajaran matematika.

Pandangan pemecahan masalah sebagai proses inti dan utama dalam


kurikulum matematika, berarti pembelajaran pemecahan masalah lebih
mengutamakan proses dan strategi yang dilakukan siswa dalam menyelesaikannya
aripada hanya sekedar hasil. Sehingga
keterampilan proses dan strategi dalam memecahkan masalah tersebut
menjadi kemampuan dasar dalam belajar matematika.

Walaupun kemampuan pemecahan masalah merupakan kemam-puan yang


tidak mudah dicapai, akan tetapi oleh karena kepentingan dan kegunaannya maka
kemampuan pemecahan masalah ini hendaknya diajarkan kepada siswa pada
semua tingkatan. Berkaitan dengan hal ini, Ruseffendi (1991) mengemukakan
beberapa alasan soal-soal tipe pemecahan masalah diberikan kepada siswa,

1) dapat menimbulkan keingintahuan dan adanya motivasi,


2) menumbuhkan sifat kreatif. disamping memiliki pengetahuan dan
keterampilan (berhitung dan lain-lain), disyaratkan adanya kemampuan
untuk terampil membaca dan membuat pernyataan yang benar; dapat
menimbulkan jawaban yang asli, baru, khas, dan beraneka ragam, serta
dapat menambah pengetahuan baru;
3) dapat meningkatkan aplikasi dari ilmu pengetahuan yang sudah
diperolehnya;
4) mengajak siswa memiliki prosedur pemecahan masalah, mampu membuat
analisis dan sintesis, dan dituntut untuk membuat evaluasi tehadap hasil
pemecahannya;
5) merupakan kegiatan yang penting bagi siswa yang melibatkan bukan saja
satu bidang studi tetapi mungkin bidang atau pelajaran lain.

Sumarmo mengungkapkan (1994) pemecahan masalah matematika tampak


adanya kegiatan pengembangan daya matematika (mathematical power)terhadap
siswa. Pemecahan masalah merupakan salah satu tipe keterampilan intelektual
yang menurut Gagné, dkk (1992) lebih tinggi derajatnya dan lebih kompleks dari
tipe keterampilan intelektual lainnya. Gagné, dkk (1992) berpendapat bahwa
dalam menyelesaikan pemecahan masalah diperlukan aturan kompleks atau aturan
tingkat tinggi dan aturan tingkat tinggi dapat dicapai setelah menguasai aturan dan
konsep terdefinisi
Kemampuan Pemecahan masalah meliputi kemampuan siswa dalam
memahami masalah, merencanakan pemecahan masalah, dan melakukan
perhitungan serta memeriksa kembali hasil perhitungan yang dilakukannya. Hal
ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Polya. Polya (dalam Anna Fauziah,
2009:21) memberikan alternatif pemecahan masalah ditempuh melalui empat
tahap, yaitu (1) memahami persoalan; (2) membuat rencana penyelesaian; (3)
menjalankan rencana; (4) melihat kembali apa yang telah dilakukan.Selain Polya,
Hudoyo (dalam Fakhrudin, 2010:22) juga mengemukakan strategi pemecahan
masalah yang meliputi 4 tahap utama dengan sejumlah langkah pendukung yaitu:
1) mengerti masalah, meliputi: apa yang ditanyakan atau dibuktikan, data apa
yang diketahui, dan bagaimana syarat-syaratnya?
2) merencanakan penyelesaian, meliputi: pengumpulan informasi yang
berkaitan persyaratan yang telah ditentukan, menganalisis informasi
dengan menggunakan analogi masalah, dan jika siswa menemui jalan
buntu, guru membantu mereka melihat masalah dari sudut yang berbeda,
3) melaksanakan penyelesaian, dan
4) melihat kembali, dengan maksud untuk mengetahui kecocokan hasil,
apakah ada hasil yang lain, apakah ada cara lain untuk menyelesaikan
masalah tersebut, dan dengan cara yang berbeda apakah hasilnya sama
Namun demikian, pada hakikatnya pemecahan masalah merupakan proses
berpikir tingkat tinggi high level thinking dan mempunyai peranan yang penting
dalam pembelajaran matematika dalamSumarmo (1994:8)

C. Jenis-Jenis Pemecahan Masalah


Dalam pembelajaran matematika, masalah dapat disajikan dalam bentuk soal
tidak rutin yang berupa soal cerita, penggambaran fenomena atau kejadian, ilustrasi
gambar atau teka-teki. Masalah tersebut kemudian disebut masalah matematika karena
mengandung konsep matematika.

Menurut Hudoyo (1997 : 191), jenis-jenis masalah matematika adalah sebagai


berikut :

a. Masalah transalasi, merupakan masalah kehidupan sehari-hari yang untuk


menyelesaikannya perlu translasi dari bentuk verbal ke bentuk matematika.

b. Masalah aplikasi, memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikan masalah


dengan menggunakan berbagai macam-maacam keterampilan dan prosedur matematika.

c. Masalah proses, biasanya untuk menyusun langkah-langkah merumuskan pola dan


strategi khusus dalam menyelesaikan masalah. Masalah seperti ini dapat melatih
keterampilan siswa dalam menyelesaikan masalah sehingga menjadi terbiasa
menggunakan strategi tertentu.

d. Masalah teka-teki, seringkali digunakan untuk rekreasi dan kesenangan sebagai alat
yang bermanfaat untuk tujuan afektif dalam pembelajaran matematika.

Sedangkan menurut Holmes (1995:35) terdapat dua kelompok masalah dalam


pembelajaran matematika yaitu masalah rutin dan masalah nonrutin.

a. Masalah Rutin

Masalah rutin dapat dipecahkan dengan metode yang sudah ada. Masalah rutin
seringdisebut sebagai masalah penerjemahan karena deskripsi situasi dapat diterjemahkan
dari kata-kata menjadi simbol-simbol. Masalah rutin dapat membutuhkan satu, dua atau
lebih langkah pemecahan. Charles dalam Holmes (1995:35) pada intinya menyatakan
bahwa masalah rutin memiliki aspek penting dalam kurikulum, karena hidup ini penuh
dengan masalah rutin. Oleh karena itu tujuan pembelajaran matematika yang
diprioritaskan terlebih dahulu adalah siswa dapat memecahkan masalah rutin.

b. Masalah Nonrutin
Kouba dalam Holmes (1995:36) pada intinya menyatakan bahwa masalah nonrutin
kadang mengarah kepada masalah proses. Masalah nonrutin membutuhkan lebih dari
sekadar penerjemahan masalah menjadi kalimat matematika dan penggunaan prosedur
yang sudah diketahui. Masalah nonrutin mengharuskan pemecah masalah untuk membuat
sendiri metode pemecahannya. Dia harus merencanakan dengan seksama bagaimana
memecahkan masalah tersebut. Strategi-strategi seperti menggambar, menebak dan
melakukan cek, membuat tabel atau urutan kadang perlu dilakukan. Holmes (1995:36)
menyatakan yang intinya bahwa, masalah nonrutin dapat berbentuk petanyaan open
ended sehingga memiliki lebih dari satu solusi atau pemecahan. Masalah tersebut kadang
melibatkan situasi kehidupan atau membuat koneksi dengan subyek lain.

Masalah rutin dan masalah nonrutin dapat diuraikan ke dalam beberapa tipe
masalah. Terkait tipe masalah, Charles R (1982: 6 -10) menyatakan bahwa ada
sedikitnya lima tipe masalah di luar bahan latihan (drill exercise) yang sering digunakan
dalam penugasan matematika berbentuk pemecahan masalah. Lima tipe masalah tersebut
pada intinya sebagai berikut.

a. Masalah penerjemahan sederhana (simple translation problem)

Penggunaan masalah dalam pembelajaran dimaksudkan untuk memberi pengalaman


kepada siswa menerjemahkan situasi dunia nyata ke dalam pengalaman matematis.

b. Masalah penerjemahan kompleks (complex translation problem)

Sebenarnya masalah ini mirip dengan masalah penerjemahan yang sederhana, namun di
dalamnya menuntut lebih dari satu kali penerjemahan dan ada lebih dari satu operasi
hitung yang terlibat.

c. Masalah proses (process problem)

Penggunaan masalah tersebut dalam pembelajaran dimaksudkan untuk member


kesempatan kepada siswa mengungkapkan proses yang terjadi dalam pikirannya. Siswa
dilatih untuk mengembangkan strategi umum dalam memahami, merencanakan, dan
memecahkan masalah, sekaligus mengevaluasi hasilnya.

d. Masalah penerapan (applied problem)


Penggunaan masalah tersebut dalam pembelajaran dimaksudkan untuk member
kesempatan kepada siswa mengeluarkan berbagai keterampilan, proses, konsep dan fakta
untuk memecahkan masalah nyata (kontekstual). Masalah ini akan menyadarkan siswa
pada nilai dan kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

e. Masalah puzzle (puzzle problem)

Penggunaan masalah tersebut dalam pembelajaran dimaksudkan untuk memberi


kesempatan kepada siswa mendapatkan pengayaan matematika yang bersifat rekreasi
(recreational mathematics). Mereka menemukan suatu penyelesaian yang terkadang
fleksibel namun di luar perkiraan (memandang suatu masalah dari berbagai sudut
pandang). Perlu diperhatikan di sini bahwa masalah puzzle tidak mesti berujud tekateki,
namun dapat pula dalam bentuk aljabar yang penyelesaiannya diluar perkiraan.

Daftar pustaka

Ahmad, Firdaus. 2009. Akutansi Biaya . Edisi 2. Jakarta : Salemba 4

Choto,Aan . 2009. Defenisi dan Karakteristik Matematika . Jakarta : Universitas


Terbuka

Erman Suherman, dkk. 2003 . Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.


Bandung: JICA.
Hudoyo, H. 1980 . Pemecahan Masalah dalam Matematika . Jakarta : Depdikbud
P3G

Laporan Penelitian. Bandung: FPMIPA IKIP Bandung.

Ruseffendi, E.T. 1979 . Dasar-Dasar Matematika Modern Untuk Guru . Bandung


: Tarsito

Suherman, Erman, dkk. 2003. StrategiPembelajran Matematika Kontemporer.


Bandung: UPI.
Suherman, E. 1986. Interaksi BelajarMengajar Matematika, Jakarta:Karunika.
Sumarno, U. 2005. Alternatif Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Bandung : UPI Bandung

Sumarmo, U. 1994. Suatu Alternatif Pengajaran untuk Meningkatkan


KemampuanPemecahan Masalah Matematika pada Guru dan Siswa SMP.
Turmudi. 2008. Landasan Filsafat dan TeoriPembelajaran Matematika.
Jakarta:Leuser Cita Pustaka.
Wardhani, Sri, dkk. 2010. Pembelajaran Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika . Yogyakarta : Kementrian Pendidikan Nasional Direktorat
Jendral Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pusat
Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Matematika

Anda mungkin juga menyukai