Anda di halaman 1dari 5

Rangkuman Undang – Undang Nomor 27 Tahun 2007

Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau – Pulau


Kecil

Indonesia merupakan Negara yang memiliki keanekaragaman hayati


yang sungguh indah salah satunya adalah wilayah pesisir dan pulau – pulau kecil. Agar dapat
terjaga dan dapat digunakan untuk pengembangan di bidang sosial, ekonomi, budaya,
lingkungan, dan penyangga kedaulatan bangsa sampai generasi Indonesia seterusnya, pemerintah
membuat Undang – undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan
Pulau – Pulau Kecil (“UU WP3K”).

Ruang Lingkup UU WP3K

Wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara Ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh
perubahan di darat dan laut. Pulau kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan
2000 (dua ribu) km2 beserta kesatuan ekosistem. Ruang lingkup pengaturan Wilayah Pesisir dan
Pulau – Pulau Kecil (“WP3K”) meliputi daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang
dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut, ke arah darat mencakup wilayah administrasi
kecamatan dan ke arah laut sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai. Pengelolaan
WP3K meliputi kegiatan perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian terhadap
interaksi manusia dalam pemanfaatannya serta proses alamiah secara berkelanjutan dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

Hak Pengusahaan Perairan Pesisir


Pemanfaatan perairan pesisir diberikan dalam bentuk Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (“HP-
3”) meliputi pengusahaan atas permukaan laut dan kolom air sampai dengan permukaan dasar
laut. HP-3 diberikan kepada pihak – pihak dalam bentuk sertifikat HP-3, yaitu sebagai berikut:

1. Orang perseorangan warga negara Indonesia.


2. Badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia.
3. Masyarakat adat.

Pemanfaatan pulau – pulau kecil dan perairan diprioritaskan untuk kepentingan sebagai berikut:

1. Konservasi.
2. Pendidikan dan pelatihan.
3. Penelitian dan pengembangan.
4. Budidaya laut.
5. Pariwisata.
6. Usaha perikanan kelautan dan industri perikanan secara lestari.
7. Pertanian organik.
8. Peternakan.

Untuk mendapatkan HP-3, para pemohon HP-3 wajib untuk memenuhi 3 (tiga) persyaratan,
antara lain:

1. Persyaratan teknis:
2. Administratif:
3. Operasional:

1. Kesesuaian dengan rencana Zona dan/atau rencana Pengelolaan WP3K.


2. Hasil konsultasi publik sesuai dengan besaran dan volume pemanfaatannya.
3. Pertimbangan hasil pengujian dari berbagai alternatif usulan atau kegiatan yang
berpotensi merusak sumber daya pesisir dan pulau – pulau kecil.

1. Penyediaan dokumen administratif.


2. Penyusunan rencana dan pelaksanaan pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau – pulau
kecil sesuai dengan daya dukung ekosistem.
3. Pembuatan sistem pengawasan dan pelaporan hasilnya kepada pemberi HP-3.
4. Dalam hal HP-3 berbatasan dengan garis pantai, maka pemohon wajib memiliki hak atas
tanah.

1. Memberdayakan masyarakat sekitar lokasi.


2. Mengakui, menghormati, dan melindungi hak – hak masyarakat adat dan/atau masyarakat
local.
3. Memperhatikan hak masyarakat untuk mendapatkan akses ke sempadan pantai dan muara
sungai.
4. Melakukan rehabilitasi sumber daya yang mengalami kerusakan di lokasi HP-3.
Pemanfaatan pulau – pulau kecil dan perairan kecuali untuk konservasi , pendidikan dan
pelatihan, serta penelitian dan pengembangan, pemanfaatan pulau – pulau kecil, pemohon wajib
memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Persyarataan pengelolaan lingkungan.


2. Memperhatikan kemampuan sistem tata air setempat.
3. Menggunakan teknologi yang ramah lingkungan.

HP-3 tidak dapat diberikan pada Kawasan Konservasi, suaka perikanan, alur pelayaran, kawasan
pelabuhan, dan pantai umum.

Jangka waktu HP-3 adalah 20 (dua puluh) tahun dimana dapat diperpanjang sebanyak 2 (dua)
kali melalui 2 (dua) tahap masing – masing tahap perpanjangan berjangka waktu 20 (dua puluh)
tahun. HP-3 dapat beralih, dialihkan, dan dijadikan jaminan utang dengan dibebankan hak
tanggungan. Pihak – pihak yang mempunyai wewenang berdasarkan UU WP3K sebagai berikut :

1. Menteri berwenang memberikan HP-3 di wilayah Perairan Pesisir lintas provinsi dan
Kawasan Strategis Nasional Tertentu.
2. Gubernur berwenang memberikan HP-3 di wilayah Perairan Pesisir sampai dengan 12
(dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan
kepulauan, dan Perairan Pesisir lintas kabupaten/kota.
3. Bupati/walikota berwenang memberikan HP-3 di wilayah Perairan Pesisir 1/3 (satu
pertiga) dari wilayah kewenangan provinsi.

Larangan

UU WP3K melarang setiap orang secara langsung atau tidak langsung melakukan kegiatan yang
dapat merusak WP3K seperti menambang terumbu karang atau mengambilnya dari kawasan
konservasi, kegiatan – kegiatan yang dapat merusak mangrove di WP3K, dan lain – lain.

Pengawasan dan Penelitian

Pengawasan dan pengendalian WP3 dilakukan oleh pegawai negeri sipil yang berwenang di
bidang pengelolaan WP3K sesuai dengan sifat pekerjaaannya dan dengan wewenang kepolisian
khusus. Pengawasan dengan wewenang kepolisan khusus adalah pengawasan yang dengan
melakukan kegiatan patroli dan tugas polisional lainnya di luar tugas penyidikan.

Penelitian dan Pengembangan

Dalam rangka meningkatkan kualitas perencanaan dan implementasi Pengelolaan WP3K,


Pemerintah melakukan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
pengembangan sumber daya manusia. Setiap orang asing yang melakukan penelitian di WP3K
wajib terlebih dahulu memperoleh izin dari Pemerintah dan harus mengikutsertakan peneliti
Indonesia. Kemudian hasil dari penelitian tersebut harus diserahkan kepada pemerintah.

Penyelesaian Sengketa
Penyelesaian sengketa dalam pengelolaan WP3K dapat dilakukan melalui pengadilan atau di luar
pengadilan. Terhadap penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak berlaku untuk tindak pidana
pengelolaan WP3K dimana dalam hal penyelesaiannya dapat mengunakan pihak ketiga untuk
membantu penyelesaian sengketa. Hasil kesepakatan penyelesaian harus dibuat secara tertulis
dan mengikat para pihak.

Terhadap penyelesaian sengketa melalui pengadilan, apabila sudah ada putusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap, pengadilan membebankan kewajiban kepada setiap orang dan/atau
penanggung jawab kegiatan yang telah merusak WP3K untuk melakukan dan membayar biaya
untuk rehabilitasi dan pemulihan kondisi WP3K. Selain itu, hakim dapat menetapkan sita
jaminan dan uang paksa apabila keterlambatan pembayaran rehabilitasi dan pemulihan kondisi
WP3K. Masyarakat atau organisasi kemasyarakatan (“Ormas”) dapat mengajukan gugatan
perwakilan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan. Ormas yang dapat mengajukan
gugatan apabila sudah memenuhi ketentuan organisasi kemasyarkatan sesuai UU WP3K.
Tuntutan oleh Ormas hanya sebatas tuntutan untuk melakukan tindakan rehabilitasi dan
pemulihan kondisi WP3K tanpa ada tuntutan ganti rugi.

Sanksi Administratif dan Ketentuan Pidana

UU WP3K mengatur sanksi administratif berupa peringatan, pembekuan sementara, denda


administratif, dan/atau pencabutan HP-3 apabila telah melanggar mengenai persyaratan HP-3.
Pengelolaan WP3K yang tidak sesuai dengan dokumen perencanaan, maka pemerintah dapat
melakukan pembekuan sementara bantuan melalui akreditasi dan/atau pencabutan tetap
akreditasi program. Selain sanksi administratif, UU WP3K mempunyai ketentuan pidana berupa
pidana penjara dan denda. Ancaman pidana penjara paling lambat 2 (dua) tahun dan paling lama
10 (sepuluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 2.000.0000.000,00 (dua miliar rupiah)
dan paling banyak Rp 10.000.0000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) bagi setiap orang perorangan
dan/atau badan hukum (“Orang”) yang dengan sengaja melakukan:

1. Kegiatan menambang terumbu karang, mengambil terumbu karang di kawasan


konservasi, menggunakan bahan peledak dan bahan beracun dan/atau cara lain yang
dapat merusak ekosistem terumbu karang.
2. Menggunakan cara dan metode yang merusak ekosistem mangrove, konversi ekosistem
mangrove, menebang pohon mangrove untuk kegiatan perindustrian dan pemukiman
dan/atau kegiatan lain yang dilarang dalam UU WP3K.
3. Mengunakan cara dan metode yang merusak padang lamun.
4. Penambangan minyak dan gas yang dilarang dalam UU WP3K.
5. Penambangan mineral yang dilarang dalam UU WP3K.
6. Pembangunan fisik yang menimbulkan kerusakan dan/atau merugikan masyarakat.
7. Tidak melaksanakan mitigasi bencana WP3K yang diakibatkan oleh alam dan/atau Orang
sehingga mengakibatkan bencana, atau dengan sengaja melakukan kegiatan yang
mengakibatkan kerentanan bencana.

Apabila kelalaian dari kegiatan tersebut sehingga mengakibatkan kerusakan, dapat dikenakan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
Pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga
ratus juta), untuk setiap Orang yang karena kelalaiannya tidak melaksanakan kewajiban
rehabilitasi dan/atau reklamasi, dan melakukan kegiatan usaha di wilayah pesisir tanpa hak
dan/atau tidak melaksanakan kewajiban dari persyaratan operasional, sesuai dengan ketentuan
dalam UU WP3K.

Anda mungkin juga menyukai