Anda di halaman 1dari 5

Aluww c3M3ntz cEmMeNtzz, mEtzz c1aNkz?? bUol3Hh kEn4Lanzt guGs?

K4lEantdz t4uw
gUgs cI3hh hRi N3cCh tUch 4ckUhH G4lwW bU4ngEttzz ...

Bahasa alay, bahasa pada jejaring sosial semakin berlimpah. Haruskah kita menjadi
bagian di dalamnya?

Tidak ada yang dapat menyangkal, bahasa memiliki peran yang sangat penting.
Bahasa menjadi alat yang paling efektif dalam setiap aktivitas komunikasi. Setiap
manusia memerlukan bahasa agar dapat menyampaikan apa yang ada dalam
pikirannya. Dalam pemakaiannya, bahasa menjadi sangat beragam. Keragaman
bahasa sangat bergantung pada kebutuhan dan tujuan komunikasi. Bahasa dapat
dilakukan secara lisan maupun tulisan. Seiring majunya peradaban manusia,
termasuk di Indonesia, banyak cara yang dipilih pemakai bahasa dalam
berkomunikasi. Bahkan pilihan cara komunikasi tidak hanya makin beragam tapi
juga semakin canggih. Salah satu fenomena komunikasi yang paling pesat saat ini
adalah penggunaan bahasa yang didukung oleh perangkat teknologi mutakhir,
khususnya bahasa yang digunakan pada dunia maya dan jejaring sosial, seperti
internet, facebook, twitter, chatting, email, sms, dan sebagainya. Penggunaan
bahasa di dunia maya dan jejaring sosial inilah yang patut mendapat perhatian para
praktisi dan pemerhati bahasa. Apalagi di tengah kemunculan fenomena “bahasa
alay” yang makin merasuk di kalangan remaja. Dukungan kecanggihan teknologi
telah menjadikan bahasa dalam segala bentuknya mengalami kemajuan varian yang
sangat pesat. Bagaimana tidak? Fakta bahwa pengguna internet di Indonesia hingga
tahun 2012 ini telah mencapai 63 juta orang (Okezone, 12 Desember 2012) atau
naik 300% dalam 5 tahun terakhir. Kondisi ini diperkuat dengan adanya 29 juta
orang meng-akses internet secara mobile sebagai tanda tingkat produktivitas
pemakaian bahasa pemakainya. Proyeksi ini akan terus berkembang hingga
mencapai 80 juta orang pada tahun 2014. Di sisi lain, data Kominfo April 2012
menyebutkan jumlah pengguna jejaring sosial di Indonesia juga sangat besar.
Setidaknya tercatat sebanyak 44,6 juta pengguna Facebook dan sebanyak 19,5 juta
pengguna Twitter di Indonesia. Kondisi ini bertolak belakang dengan kenyataan
adanya 15 bahasa daerah yang sudah punah dan 139 bahasa daerah yang
terancam punah dari 726 bahasa daerah yang ada di Indonesia. Perkembangan
teknologi begitu cepat dan dahsyat, manusia selalu mencari cara berkomunikasi
yang cepat, murah dan praktis. Hanya dalam hitungan detik, kita dapat terhubung ke
seluruh penjuru dunia tanpa batas ruang dan waktu. Inilah yang dinamakan dunia
maya. Kita dapat dengan mudah beranjang sana kapanpun, dimanapun dan kepada
siapapun asalkan memiliki dukungan teknologi yang dibutuhkan dan terkoneksi ke
berbagai penjuru dunia tersebut. Jika saja teknologi mampu “bergerak cepat”,
bagaimana bahasa mengantisipasinya? Berlatar pada kondisi itulah, kita perlu
berdiskusi dan menentukan sikap terhadap fenomena bahasa pada dunia maya dan
jejaring sosial yang semakin mengglobal. Bagaimana kita memandang bahasa pada
dunia maya dan jejaring sosial; ancaman atau peluang?
Bahasa Indonesia adalah salah satu aset penting bangsa Indonesia. Kenapa?
Karena Bahasa Indonesia merupakan satu-satunya bahasa resmi yang membantu
berbagai suku di Indonesia untuk berkomunikasi secara baik (Mustakim, 1994 : 2).
Namun Bahasa Indonesia hari ini menghadapi tantangan yang berat seiring
intervensi dan realitas penggunaan bahasa pada dunia maya atau jejaring sosial
yang bertolak belakang dengan prinsip penggunaan Bahasa Indonesia yang baik
dan benar. Apalagi bahasa pada dunia maya atau jejaring sosial semakin mendapat
tempat di kalangan anak muda. Sebut saja, fenomena “bahasa alay” yang benar-
benar sudah menjadi bahasa favorit mereka daripada Bahasa Indonesia itu sendiri.
Hal ini terjadi karena anak muda sekarang membutuhkan pengakuan akan
eksistensi mereka. Mereka hampir tidak punya ruang untuk mewujudkan eksistensi
mereka. Jadi, anak muda yang tidak memakai bahasa alay maka tidak disebut anak
gaul, dan status sosial seseoranglah yang paling mempengaruhi penggunaan
bahasa itu sendiri (Meyerhofff, 2006:108). Mari kita simak salah satu contoh “bahasa
alay” dalam status Facebookseorang anak muda: · haii, namaq aiiu (Ayu),
quwtinggal dii dkeeet mumphunk (mampang) quw niie tmenndna kakag kaoo sii
mhilaa, lam knall ya, oiyawh, aq single lowh. kaloo kmuu minadd maoo xmxx aq,
xmx quuw jaa dii 0816xxxxxx, quwwtunggu yaachh !! aiiu-chann. XoXoo ! ·
beiibbhskuw chayaanx!kuuw chaiang kalii ma kmuuwh, cnenxz beuudh niiy arii bsaa
ktmuuw kmuwhh!!!! cmogaaa qtaa bsaa slamanaaablsamaaa…..
nathaacwamiikuwww-loubhe chaaaduuds..20072009 tilltheendophtaimm..
lophelophe phorepherr. Sungguh tidak mudah untuk memahami bahasa di atas.
Namun apabila dikaji, tampak sudah ada kesepahaman dalam penggunaan
kombinasi huruf dan angka untuk merujuk pada kata tertentu yang dimaksudkan.
Tentu, kesepahaman ini tidak membutuhkan “Kongres Bahasa Alay” tetapi cukup
dengan saling belajar dan meniru melalui sms dan media sosial lainnya. Kita juga
patut bersyukur generasi alay ini belum muncul saat perumusan Sumpah Pemuda
tahun 1928. Bayangkan, jika generasi alay diberi mandat membuat teks Sumpah
Pemuda maka kalimat-kalimat yang dihasilkan seperti berikut ini: Smph
PMd4K54tu:kaM1 p03tR4d4n p03tr1 1ndn35i4 m3n64qubrt0mP4H d4Rh j4N6
54t03, t4n4h A1r 1ndn35i4 Kdw4:kaM1p03tR4 d4n p03tr1 1ndon35i4 m3n64qu
brBngs4 j4ng 54t03 B4n654 1ndn35i4KTi64:kaM1p03tR4 d4n p03tr1 1ndon35i4
m3n64qu m3njUnj0En6 b4h454 pr54tU4n b4h45a 1ndon35i4 Hal yang menarik dari
fenomena “bahasa alay” adalah salah satu lembaga survey besar di Indonesia
menyatakan bahwa penggunaan "bahasa alay" dalam marketing produk, membuat
para remaja tertantang untuk membacanya dan 83% dari mereka akhirnya tertarik
dan memutuskan untuk membelinya! Promosi memakai bahasa alay = kenaikan
penjualan, sungguh dampak yang luar biasa! Ciyusss? Enelan ..... Miapah, begitulah
kata-kata bahasa dunia maya dan jejaring sosial yang sedang menjadi tren saat ini.
Ada yang benar-benar benci dengan bahasa tersebut, ada yang apatis, ada yang
senang-senang saja. 1. Bahasa dunia maya dan jejaring sosial Satu hal yang pasti
dalam bahasa dunia maya dan jejaring sosial adalah adanya peralihan dari
komunikasi lisan menjadi komunikasi tulisan. Hal ini terjadi karena dilakukan melalui
internet. Cara berkomunikasi ini yang mendorong terjadinya eksplorasi untuk
memperkaya bahasa tulis yang dipakai, termasuk penggunaan emotikon sebagai
simbol ekspresi tertentu. Dari segi sifatnya, bahasa dunia maya biasanya terjadi
pada pemakai bahasa yang sudah saling kenal, meskipun berada di ruang publik.
Penggunaan singkatan-singkatan yang umum, seperti km dan u untuk ’kamu’ atau
’Anda’; thx atau tks untuk ’terima kasih’; gpp untuk ’tidak apa-apa’; ce untuk ’cewek’;
co untuk ’cowok’, menjadi contoh adanya konsensus atau kedekatan emosional di
antara pemakainya. Bahasa dunia maya dan jejaring sosial telah menjadi realitas.
Dalam konteks berbahasa, kita hanya perlu mencermati beberapa ciri bahasa pada
dunia maya dan jejaring sosial, antara lain: 1. Adanya sisipan istilah atau kosakata
bahasa Inggris yang digunakan dalam konstruksi kalimat bahasa Indonesia, seperti:
install, blogging, googling, dan sebagainya). 2. Adanya singkatan pada sebagian
besar konstruksi kalimat yang digunakan, seperti: met pagi, pa kbr? 3. Kalimat yang
digunakan relatif lebih singkat dan cenderung tidak lengkap. 4. Dihiasi dengan
beragam bentuk emotikon sebagai simbol ekspresi wajah, di samping untuk
menghadirkan nuansa emosi dalam komunikasi tulisan. 5. Disisipi dengan kosakata
khas penyedia layanan tertentu di internet, seperti facebook, Google, Yahoo!,
friendster, Wikipedia, dan lain-lain. 6. Tulisan mencampuradukan huruf besar, huruf
kecil, angka, dan emotikon. 7. Tulisan sering ditambahkan huruf yang tidak perlu dan
tidak penting. 8. Tidak ada pola baku yang diterapkan dalam penulisan bahasa dunia
maya dan jejaring sosial. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, bahasa dunia maya dan
jejaring sosial dalam bentuk kosakata, ejaan, atau singkatan pada dasarnya dapat
dengan mudah dikreasikan oleh siapapun. Bahasa “gaya maya dan alay” telah
menjadi bahasa pemersatu pergaulan kalangan anak muda dan remaja saat ini.
Karena sifatnya yang santai, bahasa dunia maya dan jejarimg sosial perlu dikawal
agar tidak merambah ke aktivitas komunikasi dan berbahasa yang bersifat formal.
Inilah sikap penting yang harus dijunjung setiap pemakai bahasa. 2. Bahasa dunia
maya; ancaman atau peluang? Ada yang menerima, ada yang menolak penggunaan
bahasa dunia maya dan jejaring sosial. Sebagian kalangan tetap “ngotot” pentingnya
penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Namun, ada juga yang
menganggap Bahasa Indonesia terlalu kaku dan terlalu banyak aturan. Di sisi lain,
fakta membuktikan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah hasilnya tidak cukup
menggembirakan. Pada UN 2011 lalu, pelajaran Bahasa Indonesia memiliki nilai
rata-rata lebih rendah jika dibandingkan dengan mata pelajaran lain, bahkan dengan
pelajaran Bahasa Inggris. Bahasa Indonesia yang baik dan benar masih menjadi
bahasa yang sulit untuk digunakan baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Jika
demikan, salahkah kemunculan bahasa pada dunia maya dan jejaring sosial? Tidak
ada yang salah. Peradaban manusia, budaya, dan lingkungan/demografis adalah
faktor- faktor yang mempengaruhi pola berbahasa seseorang (Meyerhoff, 2006:108).
Sikap bangsa Indonesia terhadap Bahasa Indonesia cenderung ambivalen,
sehingga terjadi dilematis. Artinya, di satu pihak kita menginginkan Bahasa
Indonesia menjadi bahasa modern, dan dapat mengikuti perkembangan zaman
serta menginginkan pemakaian yang baik dan benar, tetapi di pihak lain, kita telah
melunturkan identitas dan citra bahasa sendiri dengan lebih banyak mengapresiasi
bahasa asing sebagai lambang kemodernan (Warsiman, 2006:42-43). Atas dasar
itu, tidak heran jika kalangan muda dan remaja masa kini lebih cenderung
menggunakan varian bahasa baru/asing sebagai bagian dari dinamika peradaban
manusia. Satu hal yang harus tetap disepakati adalah penggunaan Bahasa
Indonesia yang bercampur kode dengan bahasa gaul, dunia maya, alay, slang,
ataupun bahasa daerah selagi tidak dipakai dalam situasi formal tidaklah perlu
dirisaukan. Namun, yang menjadi kerisauan kalau ragam formal bahasa Indonesia
(baku) itu digunakan tidak sebagaimana mestinya (Nababan, 1993). Jadi, bahasa
dunia maya dan jejaring sosial akan menjadi ancaman apabila penggunaannya yang
marak mulai merambah pada aktivitas berbahasa formal, baik lisan maupun tulisan.
Selain itu, kita juga harus mencermati pergerakan bahasa pada dunia maya dan
jejaring sosial pada akhirnya memiliki “nilai ekonomi” yang semakin tinggi atau tidak?
Karena bahasa yang memiliki “nilai ekonomi tinggi” biasanya langgeng dan tidak
bersifat sesaat sehingga mampu menggeser keberadaan bahasa utama atau formal.
Di sisi lain, fenomena bahasa pada dunia maya dan jejaring sosial dapat memberi
peluang kepada Bahasa Indonesia untuk semakin menegaskan posisinya sebagai
bahasa nasional dan bahasa persatuan. Setiap pemakai Bahasa Indonesia menjadi
“hati-hati” terhadap perkembangan varian bahasa yang berkembang di masyarakat.
Kita menjadi semakin “peduli” terhadap Bahasa Indonesia yang baik dan benar
setelah munculnya fenomena bahasa dunia maya dan jejaring sosial. Secara jujur,
inilah momentum bagi pemakai Bahasa Indonesia untuk menerapkan pola tutur yang
baik dan benar secara lisan maupun tulisan. Kita harus bersikap bangga terhadap
Bahasa Indonesia dan selalu menjunjung tinggi kaidah pemakaiannya agar tidak
hilang akibat dinamika peradaban manusia dan intervensi dari bahasa lain. Kita
harus aktif dan tepat dalam menggunakan Bahasa Indonesia dan tidak menjadikan
Bahasa Indonesia sebagai bahasa sarkasme terhadap generasi muda dan remaja.
Bahasa adalah keharmonian. “Tidak ada satupun negara di dunia ini yang
monolingual secara murni” (Meyerhoff, 2006:103). Bahasa pada dumia maya dan
jejaring yang semakin marak merupakan realitas akibat dinamika peradaban
manusia. Bahasa dunia maya dan jejaring sosial merupakan pola bahasa peralihan
dari bahasa lisan ke bahasa tulisan. Tidak ada yang salah dalam bahasa dunia
maya karena dinamika peradaban manusia, budaya, dan lingkungan/demografis
adalah faktor-faktor yang mempengaruhi pola berbahasa seseorang. Dunia maya
dan jejaring sosial akan menjadi ancaman apabila penggunaannya yang marak
mulai merambah pada aktivitas berbahasa formal, baik lisan maupun tulisan.
Namun, bahasa dunia maya dan jejaring sosial akan memberi peluang kepada
Bahasa Indonesia untuk semakin menegaskan posisinya sebagai bahasa nasional
dan bahasa persatuan. Setiap pemakai Bahasa Indonesia menjadi “hati-hati”
terhadap perkembangan varian bahasa yang berkembang di masyarakat, di
samping semakin “peduli” terhadap Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Setiap
pemakai Bahasa Indonesia harus aktif dalam menggunakan Bahasa Indonesia dan
tidak menjadikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa sarkasme terhadap generasi
muda dan remaja. Bravo Bahasa Indonesia ! (Syarifudin Yunus, Pemerhati Bahasa
Indonesia)

Anda mungkin juga menyukai