Anda di halaman 1dari 6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Hipertensi


Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140mmHg dan
tekanan darah diastolik lebih dari 90mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu
lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang (Kemenkes RI, 2014).
Hipertensi adalah suatu kondisi di mana pembuluh darah terus-menerus mengalami
peningkatan tekanan. Darah dibawa dari jantung ke seluruh bagian tubuh melalui pembuluh
darah. Setiap kali jantung berdetak maka akan memompa darah ke dalam pembuluh darah.
Tekanan darah dibuat oleh kekuatan darah yang mendorong terhadap dinding pembuluh
darah (arteri). Semakin tinggi tekanan semakin keras jantung harus memompa (WHO, 2013).

2.2. Klasifikasi Hipertensi


Hipertensi dapat disebabkan banyak faktor, sehingga hipertensi sendiri dapat dibagi
menjadi hipertensi primer/esensial dan hipertensi sekunder :
2.1.2.1 The Joint National Committe VIII
2.1 Tabel Kategori Hipertensi Menurut JNC VIII
Diagnostic Category Systolic Diastolic
Optimal <120 <80
Normal <130 <85
Normal Tinggi 130-139 85-89
Hipertensi Derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi Derajat 2 160-179 100-109
Hipertensi Derajat 3 ≥180 ≥110

2.1.2.2 Hipertensi Primer


Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik), walaupun kadang dikaitkan
dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang aktivitas dan pola makan. Terjadi pada
sekitar 90% penderita hipertensi (Infodatin, 2013).
Hipertensi primer (esensial) suatu bentuk tekanan darah tinggi yang tidak diketahui
penyebabnya atau tanpa tanda-tanda kelainan di dalam tubuh (Hustrini & Tanto, 2014).

4
2.1.2.3 Hipertensi Sekunder
Hipertensi yang penyebabnya diketahui. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi,
penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2% penyebabnya adalah kelainan hormon
atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB) (Kemenkes RI, 2014).
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang dikeahui penyebabnya sperti stenosis
aorta renalis, penyakit ginjal, hiper aldosteronisme, dan sebagainya (Hustrini & Tanto, 2014).

2.3. Etiologi
Telah dikemukakan di atas bahwa penyebab hipertensi yang telah diketahui adalah
hipertensi sekunder, sedangkan penyebab hipertensi esensial belum diketahui secara pasti.
Adapun penyebab dari hipertensi sekunder antara lain kelainan pembuluh darah ginjal,
gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), dan penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteron)
(Dalimartha,dkk 2008). Berikut ini beberapa faktor penyebab hipertensi :
a. Stenosis Arteri Ginjal
Stenosis arteri ginjal adalah kondisi dimana terjadi penyempitan arteri pada arteri
yang mensuplai darah ke ginjal sehingga menyebabkan tekanan darah menjadi tinggi.
Keadaan ini dapat diperbaiki dengan cara pembadahan atau dilatas (melebarkan arteri)
(Dalimartha,dkk, 2008).
Stenosis arteri ginjal menyebabkan suplai darah ke ginjal berkurang. Perfusi ginjal
yang tidak cukup menyebabkan peningkatan sekresi renin dan sistem angio-tensin menjadi
aktif, akibatnya terjadi percepatan hipertensi (Baradero, 2009).
b. Gagal ginjal
Adanya kelainan/kerusakan pada ginjal menyebabkan gangguan pengaturan tekanan
darah melalui produksi renin oleh sel juxtaglomerulus ginjal. Ginjal juga mensekresi hormon
antidiuretik (ADH) dan aldosteron (Baradero, 2009).
ADH dikeluarkan kelenjar hipofisis posterior di otak sehingga terjadi peningkatan
rabsorbsi air dan penurunan volume urin. Sedangkan, aldosteron merupakan hormon steroid
yang diproduksi korteks adrenal yang dapat meningkatkan peningkatan reabsorbsi natrium
(Muchtadi, 2013).
c. Sindroma cushing dan aldosteronisme
Sindrom ini merupaka suatu keadaan yang sangat jarang terjadi, disebabkan karena
adanya tumor/pertumbuhan yang berlebihan dari lapisan luar kelenjar adrenal. Sehingga
menyebabkan hormon stress/kortisol meningkatkan yang mengakibatkan ginjal menahan
5
garam (natrium). Selain sindrom cushing produksi aldestron yang berlebihan dapat
menyebabkan hipertensi dengan kadar kalium yang rendah di dalam darah. Kadar kalium
rendah dapat menimbulkan kelemahan otot dan hilangnya kemampuan memekatkan air seni
(Dalimartha,dkk, 2008). Sindrom aldesteronisme menyebabkan retensi natrium, dan air yang
membuat volume darah meningkat (Baradero, 2008).

2.1.3.1 Faktor resiko penyebab hipertensi yang tidak dapat diubah yaitu :
1. Riwayat Keluarga
Sindrom ini merupaka suatu keadaan yang sangat jarang terjadi, disebabkan karena
adanya tumor/pertumbuhan yang berlebihan dari lapisan luar kelenjar adrenal. Sehingga
menyebabkan hormon stress/kortisol meningkatkan yang mengakibatkan ginjal menahan
garam (natrium). Selain sindrom cushing produksi aldestron yang berlebihan dapat
menyebabkan hipertensi dengan kadar kalium yang rendah di dalam darah. Kadar kalium
rendah dapat menimbulkan kelemahan otot dan hilangnya kemampuan memekatkan air seni
(Dalimartha,dkk 2008). Sindrom aldesteronisme menyebabkan retensi natrium, dan air yang
membuat volume darah meningkat (Baradero, 2008).
2. Usia
Umur mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko
terkena hipertensi menjadi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut
cukup tinggi, yaitu sekitar 40%, dengan kematian sekitar di atas 65 tahun. (Kemenkes RI,
2014). Hampir setiap orang mengalami peningkatan tekanan darah saat usianya semakin
bertambah. Sehingga semakin tua usia, kemungkinan besar terkena hipertensi juga meningkat
(Puspitorini,2008).
3. Jenis Kelamin
Hipertensi sering kali terjadi pada pada laki-laki dewasa muda dan paruh baya.
Kebanyakan pria memiliki gaya hidup yang buruk yang mudah meningkatkan tekanan darah
daripada wanita. Sebaliknya, hipertensi sering terjadi pada sebagian besar wanita setelah
berusia 55 tahun, atau yang mengalami menopause (Sutomo, 2009).
2.3.1.2 Faktor resiko penyebab hipertensi yang dapat dicegah yaitu :
1. Barat Badan
Berat badan yang berlebih membuat aktivitas fisik berkurang. Akibatnya, jantung
bekerja lebih keras untuk memompa darah (Sutomo, 2009). Marliani mengungkapkan
sebagian penderita hipertensi memilik berat badan berlebih sehingga menyebabkan curah

6
jantung dan sirkulasi volume darah lebih tinggi daripada seseorang dengan berat badan
normal (Marliani,dkk, 2007).
2. Kurang Olahraga
Seseorang yang kurang aktif berolahraga pada umunya cenderung mengalami
kegemukan. Olahraga sendiri memiliki banyak manfaat yaitu salah satunya dapat
mengurangi/mencegah obesitas serta mengurangi asupan garam ke dalam tubuh. Sehingga
Garam akan keluar dari dalam tubuh bersama keringat (Dalimartha,dkk, 2008).
Kegemukan dapat disebabkan akibat kurangnya aktivitas fisik. Kelebihan berat badan
memaksa jantung bekerja lebih keras lagi. Olahraga yang disertai dengan penurunan berat
badan dapat menurunkan tekanan darah dengan menurunkan kecepatan denyut jantung
istirahat dan tahanan perifer total dan meningkatkan HDL yang dapat mengurangi
terbentuknya ateroskelosis akibat hipertensi(Sari, 2008).
3. Kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alkohol
Hipertensi dapat disebabkan oleh nikotin yang terdapat dalam batang rokok. Hasil
penelitian menunjukan bahwa nikotin dapat menigkatkan terjadinya penggumpalan darah
dalam pembuluh darah. Nikotin juga dapat menyebabkan pengapuran pada dinding pembuluh
darah. Alkohol juga dapat merangsang hipertensi karena terjadi peningkatan sintesis
katekholamin dalam jumlah besar yang dapat memicu peningkatan tekanan darah
(Dalimartha,dkk, 2008).
Kandungan Nikotin bisa meningkatkan hormon epinefrin yang bisa menyempitkan
pembuluh darah arteri. Karbonmonoksida dapat menyebabkan jantung bekerja lebih keras
untuk menggantikan pasokan oksigen ke jaringan tubuh (Marlian & Tantan, 2007).
4. Konsumsi garam lebih
Garam mempunyai sifat menahan air, sehingga konsumsi garam berlebih dapat
meningkatkan tekanan dara (Dalimartha,dkk, 2008). Konsumsi natrium dalam garam yang
berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk
menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler
meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya
volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi. (Wolff, 2008).
5. Stres
Stres dapat meningkatkan tekanan darah dalam jangka waktu pendek dengan cara
mengaktifkan bagian otak dan sistem saraf yang biasanya mengendalikan tekanan darah
secara otomatis. Stres sulit untuk diberi batasan atau diukur karena peristiwa yang
menimbulkan stress pada seseorang belum tentu sama (Dalimartha,dkk, 2008).
7
Faktor stres yang dialami seseorang berhubungan dengan aktivitas saraf simpatis yang
merangsang sekresi hormon adrenalin. Hormon ini dapat membuat jantung berdenyut lebih
cepat sehingga dapat mengakibatkan penyempitan kapiler darah tepi (Ridwan, 2009).

2.4. Patofisiologi Hipertensi


Tekanan darah dipengaruhi oleh volume sekuncup dan tahanan vaskuler perifer.
Apabila terjadi peningkatan pada salah satu faktor tersebut yang tidak terkompensasi dengan
baik maka akan terjadi hipertensi. Tubuh memiliki sistem yang berfungsi mencegah
perubahan tekanan darah yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi dan mempertahankan
stabilitas tekanan darah dalam jangka panjang (Bianti, 2015). Terdapat dua mekanisme
pengendalian tekanan darah yaitu mekanisme neural dan mekanisme hormonal. Kedua
mekanisme ini saling mempengatruhi kontraksi dari otot jantung serta tahanan vaskuler
(Purnomo, 2007).
Mekanisme neural terjadi lewat sistem saraf otonom, yang melibatkan saraf simpatis
dan saraf parasimpatis. Rangsangan terjadi saat tekanan darah menurun yang mengakibatkan
terangsangnya saraf simpatis sehingga saraf simpati melepaskan Neurotransmitter
Norepinefrin (NE) yang menyebabkan otot jantung mengalami kontraksi dan vasokontriksi.
Jika tekanan darah meningkat, sistem saraf simpatis akan terangsang dan neuron post
ganglion saraf parasimpatis akan mengeluarkan Neurotransmitter Asetilkolin (Acth).
Reseptor Asetilkolin (Ach-R) yang terdapat di sel endotel akan menangkap asetilkolin,
sehingga sel endotel akan mensitesis dan mengeskresikan Nitrit Oksid (NO). Nitrit Oksid
adalah vasodilator dari sel endotel pada pembuluh arteri maupun resisten (Asdie & Sunarti,
2007).
Sedangkan mekanisme hormonal melibatkan sistem renin-angiotensin dan aldosteron.
Renin adalah enzim yang disintesis di Juxtaglomerulus yang nantinya menghidrolisis
angiotensinogen yang akan menghasilkan angiotensin I. Jika tekanan arteri rendah maka
Juxtaglomerulus akan melepaskan renin ke sirkulasi. Setelah itu angiotensin I akan diubah
menjadi angiotensin II oleh enzim angiotensin (Angiotensin Converting Enzyme, ACE).
Setelah itu, angiotensin II akan terikat pada reseptornya (ATR-1 : Angiotensin II reseptor tipe
1) yang terdapat di pembuluh darah (vascular ATR-1) dan menyebabkan vasokontriksi.
Namun, apabila angiotensin II terikat dengan reseptor yang berada di sel korteks kelenjar
adrenal (Adrenal ATR-1) maka menyebabkan sekresi aldosteron (Purnomo, 2007).
Aldosteron sendiri dapat mengurangi eskresi natrium untuk mengatur volume cairan
ekstraseluler dengan cara mengabsorbsi dari tubulus ginjal. Reabsorbsi natrium diikuti
8
dengan reabsorbsi air yang dapat meningkatkan volume plasma. Jika volume plasma
meningkat akan terjadi peningkatan arus balik vena (Purnomo, 2007).

Anda mungkin juga menyukai