MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Etika Bisnis Islam
Dosen Pengampu: M. Arif Hakim, M.Ag
Disusun oleh:
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan ruang lingkup produksi menurut Islam?
2. Apa nilai-nilai Islam dalam produksi?
3. Bagaimana etika dalam produksi barang dan jasa?
4. Apa saja prinsip etika bisnis islam dalam produksi?
5. Bagaimana etika Islam dalam berproduksi?
1
BAB II
PEMBAHASAN
1
Pusat Pengkajian Dan Pengembangan Ekonomi Islam, Ekonomi Islam, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm. 230-231
2
Abdu Aziz, Etika Bisnis Perpestif Islam, Alfabet, Cirebon, 2013, hlm.142
2
Secara teknis produksi adalah proses mentransformasi input menjadi
output, tetapi definisi produksi dalam pandangan ilmu ekonomi jauh lebih
luas. Pendenfinisikan produksi mencakup tujuan kegiatan menghasilkan
output serta karakter-karakter yang melekat padanya. Beberapa ahli ekonomi
Islam memberikan definisi yang berbeda mengenai pengertian produksi,
meskipun substansinya sama. Berikut ini beberapa pengertian produksi,
meskipun para ekonom Muslim Kontemprer:
1. Kahf (1992) mendefinisikan kegiatan produksi dalam perpesif Islam
sebagai usaha manusia untuk memperbaiki tidak hanya kondisi fisik
materialnya, tetapi juga moralitas, sebagai sarana agama Islam, yaitu
kebahagiaan dunia dan akhirat.
2. Mannan (1992) menekannya pentingnya motif altruism (altruism) bagi
produsen yang Islami sehingga ia menyikapi dengan hati-hati konsep
Pareto Optimality dan Given Demand Hypothcsis yang banyak dijadikan
sebagai konsep dasar produksi dalam ekonomi konvensional.
3. Rahman (1995) menekankan pentingnya keadilan dan kemerataan
produksi (distribusi produksi secara merata)
4. Ul Haq (1996) menyatakan bahwa tujuan dari produksi adalah memenuhi
kebutuhan barang dan jasa yang merupakan fardlu kifayah, yaitu,
kebutuhan yang bagi banyak orang pemenuhannya bersifat wajib.
5. Saddiqi (1992) mendefinisikan kegiatan produksi sebagai penyediaan
barang dan jasa dengan memerhatikan nilai keadilan dan kebijkan atau
kemanfaatan (mashlahah) bagi masyarakat. Dalam pandangannya,
sepanjang produsen telah bertindak adil dan membawa kebijakan bagi
masyarakat maka ia telah bertindak Islami.3
3
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam., Op.cit, hlm.252
3
mashlahah yang maksimum dapat terwujud apabila produsen
mengaplikasikan nilai-nilai Islam.
Secara rinci nilai-nilai Islam dalam produksi meliputi:
1. Berwawasan jangka panjang, yaitu berorienasi kepada tujuan akhirat;
2. Menepati janji dan kontrak, baik dalam lingkup internal atau eksternal;
3. Memenuhi takaran, ketepatan, kelugasan, dan kebenaran;
4. Berpegang teguh pada kedisiplinan dan dinamis;
5. Memuliakan prestasi atau produktivitas;
6. Mendorng ukhuwah anatar sesame pelaku eknomi;
7. Menghormati hak milik individu;
8. Mengikuti syarat sah dan rukun akad atau transaksi;
9. Adil dalam berinteraksi;
10. Memiliki wawasan social;
11. Pembayaran upah tepat waktu dan layak;
12. Menghindari jenis dan proses produksi yang diharamkan dalam Islam.4
4
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid 1, PT Dana Bakti Wakaf, Yogyakarta,
1995, hlm. 3
4
perusahaan dan masyarakat umum.Hokum harus dijadikan sarana pencegahan
bagi pelaku bisnis.Perilaku pelaku bisnis yang dapat membahayakan
masyarakat dalam memproduksi barang dan jasa harus dijerat dengan norma-
norma hokum yang berlaku sehingga masyarakat umum tidak dirugikan, dan
pemerintah juga ikut membna pelaku-pelaku bisnis di Indonesia agar
memiliki moral dan etika bisnis yang baik sehingga diharapkan dapat
bermanfaat.5
D. Prinsip-prinsip produksi
Prinsip-prinsp produksi secara singkat adalah pedoman yang harus
diperhatikan, ditaati, dan dilakukan ketika akan berproduksi. Prinsip-prinsip
produksi dalam Islam, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Berproduksi dalam lingkaran halal
Prinsip produksi yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim, baik
individu maupun komunitas adalah berpegang pada semua yang dihalalkan
Allah dan tidak melewati batas. Pada dasarnya, produsen pada ekonomi
konvensional tidak mengenal istilah halal dan haram. Yang menjadi
prioritas kerja mereka adalah memenuhi keinginan pribadi dengan
mengumpulkan laba, harta, dan uang. Ia tidak mementingkan apakah yang
diproduksinya itu bermanfaat atau berbahaya, baik atau buruk, etis atau
tidak etis. Adapun sikap seorang muslim sangat bertolak belakang. Ia tidak
boleh menanam apa-apa yang diharamkan. Seorang muslim tidak boleh
menanam segala jenis tumbuhan yang membahayakan manusia, seperti
tembakau yang menurut keterangan WHO, sains, dan hasil riset berbahaya
bagi manusia. Selain dilarang menanam tanaman-tanaman yang berbahaya
bagi manusia, sorang muslim juga dilarang memproduksi barang-barang
haram, baik haram dikenakan maupun haram dikoleksi. Misalnya
membuat patung atau cawan dari bahan emas dan perak, dan membuat
gelang emas untuk laki-laki. Syariat juga melarang memproduksi produk
5
Agus Arijanto, Etika Bisnis Bagi Pelaku Bisnis, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012,
hlm. 52
5
yang merusak akidah, etika, dan moral manusia, seperti produk yang
berhubungan dengan pornografi dan sadisme, baik dalam opera, film, dan
musik.
3. Seluruh kegiatan produksi terikat pada tataran nilai moral dan teknikal
yang Islami.
Sejak dari kegiatan mengorganisisr faktor produksi, proses
produksi hingga pemasaran dan pelayanan kepada konsumen semuanya
harus mengikuti moralitas Islam. Metwally (1992) mengatakan
”perbedaan dari perusahaan-perusahaan non Islami tak hanya pada
tujuannya, tetapi juga pada kebijakan-kebijakan ekonomi dan strategi
pasarnya”. Produksi barang dan jasa yang dapat merusak moralitas dan
menjauhkan manusia dari nilai-nilai relijius tidak akan diperbolehkan.
Selain itu Islam juga mengajarkan adanya skala prioritas (dharuriyah,
hajjiyah dan tahsiniyah) dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi serta
melarang sikap berlebihan, larangan ini juga berlaku bagi segala mata
rantai dalam produksinya.
6
4. Kegiatan produksi harus memperhatikan aspek sosial-kemasyarakatan
Kegiatan produksi harus menjaga nilai-nilai keseimbangan dan
harmoni dengan lingkungan sosial dan lingkungan hidup dalam
masyarakat dalam skala yang lebih luas. Selain itu, masyarakat juga
berhak menikmati hasil produksi secara memadai dan berkualitas. Jadi
produksi bukan hanya menyangkut kepentingan para produsen (staock
holders) saja tapi juga masyarakat secara keseluruhan (stake holders).
Pemerataan manfaat dan keuntungan produksi bagi keseluruhan
masyarakat dan dilakukan dengan cara yang paling baik merupakan tujuan
utama kegiatan ekonomi.
7
mempertimbangkan hal ini, 3. optimasi keuntungan diperkenankan
dengan batasan kedua prinsip di atas.6
6
Hendrie Anto, Pengantar Ekonomika Mikro Islami, Jalasutra, Yogyakarta, 2003,
hlm.156
7
Abdu Aziz, Etika Bisnis Perpestif Islam, Alfabet, Cirebon, 2013, hlm.148-149
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Produksi adalah kegiatan manusia untuk menghasilkan barang jasa
yang kemudian dimanfaatakan oleh konsumen. Berproduksi (istishna’) adalah
apabila ada seseorang memproduksi bejana, mobil, atau apa saja yang
termasuk dalam katagori produksi.
9
DAFTAR PUSTAKA
10