Anda di halaman 1dari 6

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

Akreditasi PB IDI–2 SKP

Tatalaksana Leukemia Mieloid Kronik


Hastarita Lawrenti
Medical Department PT Kalbe Farma Tbk. Jakarta, Indonesia

Abstrak
Leukemia mieloid kronik merupakan kanker yang berasal dari sel-sel di sumsum tulang pembentuk sel-sel darah putih (selain limfosit), sel
darah merah, atau trombosit. Penyakit ini dijumpai pada sekitar 15% dari semua leukemia dan 7-20% dari leukemia pada dewasa. Median usia
saat didiagnosis adalah 55-60 tahun. Sampai dengan 50% pasien tidak menunjukkan gejala dan sering didiagnosis secara tidak sengaja saat
pemeriksaan darah rutin. Kromosom Philadelphia akibat translokasi kromosom 9 dan 22, diidentifikasi pada sebagian besar pasien. CML (Chronic
Myeloid Leukemia) diklasifikasikan menjadi 3 fase, yaitu fase kronik, akselerasi, dan blast. Pilihan terapi CML termasuk transplantasi sel punca
alogeneik, penghambat tyrosine kinase, penghambat sintesis protein, serta obat-obat lain yang sedang dikembangkan. Penghambat tyrosine
kinase memperbaiki harapan hidup. Pemilihannya tergantung fase penyakit, profil efek samping, dan kondisi pasien.

Kata kunci: Leukemia mieloid kronik, tatalaksana

Abstract
Chronic myeloid leukemia (CML) is a cancer from bone marrow cells that may produce white blood cells (except lymphocytes), red blood cells,
or platelets. It accounts for approximately 15% of all leukemias and 7-20% of adult leukemias. Median age at diagnosis is 55-60 years old. Up to
50% of patients are asymptomatic and incidentally diagnosed by routine blood test. The Philadelphia chromosome, as a result of translocation
of chromosomes 9 and 22, is identified in most CML patients. CML is classified into 3 phases, which are chronic phase, accelerated phase, and
blast phase. Treatment options include allogeneic stem cell transplantation, tyrosine kinase inhibitors, protein synthesis inhibitor, and other
drugs. Tyrosine kinase inhibitors may improve patients’ survival. The selection of tyrosine kinase inhibitors depends on the disease phase, side
effect profile, and condition of the patient. Hastarita Lawrenti. Management of Chronic Myeloid Leukemia.

Keywords: Chronic myeloid leukemia, management

PENDAHULUAN akut, sedangkan jika sel-sel lebih menyerupai membentuk sel darah putih (selain limfosit),
Leukemia merupakan kanker yang berasal sel normal (matur) maka dikatakan kronik.1 sel darah merah, dan trombosit.1-3 Leukemia
dari sel-sel pembentuk darah dalam sumsum Pada leukemia akut, sel-sel imatur terus mieloid kronik ditandai dengan terdeteksinya
tulang.1,2 Penyakit ini dijumpai pada anak memperbanyak diri dan tidak dapat menjadi kromosom Philadelphia (Ph).4-6 Abnormalitas
dan dewasa, yang dapat terjadi jika terdapat matur sebagaimana mestinya.1,3 Tanpa kromosom ini pertama kali ditemukan di
perubahan dalam proses pengaturan sel terapi, sebagian besar pasien leukemia akut Philadelphia pada tahun 1960 oleh Peter C.
normal sehingga mengakibatkan proliferasi hanya hidup beberapa bulan.1,3 Berbeda Nowell dan David Hungerford.6,7 Kromosom
sel-sel punca hematopoietik dalam sumsum halnya dengan sel-sel pada leukemia kronik, Philadelphia merupakan hasil translokasi
tulang.2 Ada 4 subtipe leukemia yang pertumbuhannya lambat dan pasien dapat kromosom 9 dan 22 yang mengakibatkan fusi
ditemukan yaitu leukemia limfositik akut, hidup lebih lama sebelum timbul gejala.1,3 gen BCR-ABL, menghasilkan protein fusi BCR-
leukemia mieloid akut, leukemia limfositik Kali ini, yang akan dibahas lebih lanjut adalah ABL yang berperan dalam terjadinya leukemia
kronik, dan leukemia mieloid kronik.1-3 mengenai leukemia mielogenous kronik. mieloid kronik.4,5,8 BCR-ABL memiliki aktivitas
tyrosine kinase yang memicu pertumbuhan
Suatu leukemia dikatakan akut atau kronik Leukemia Mieloid Kronik dan replikasi sel leukemik melalui downstream
adalah tergantung pada sebagian besar sel- Leukemia mieloid (disebut juga mielositik, pathway seperti RAS, RAF, JUN kinase, MYC,
sel abnormal yang dijumpai.1 Jika sel-sel lebih mielogenous, atau non-limfositik) berasal dan STAT.8 Kromosom Philadelphia ditemukan
menyerupai sel punca (imatur) maka dikatakan dari sel-sel mieloid tahap awal, yang akan pada 95% pasien leukemia mieloid kronik,9,10

Alamat Korespondensi email: Hastarita.Lawrenti@kalbe.co.id

CDK Edisi Suplemen/ Vol. 44 th. 2017 1


CONTINUING MEDICAL EDUCATION

5% pasien mengalami translokasi kompleks 3. Fase Blast darah perifer atau dari sumsum tulang.1
atau varian yang melibatkan kromosom Jika blast ≥ 20% dalam darah atau sumsum
tambahan yang akhirnya mengakibatkan fusi tulang, proliferasi blast ekstrameduler 3. PCR
gen BCR-ABL.10 (di kelenjar getah bening, kulit, jaringan Polymerase chain reaction termasuk
subkutan, tulang, dan sistem saraf pusat), pemeriksaan yang sangat sensitif untuk
EPIDEMIOLOGI dan adanya fokus blast besar dalam sumsum memberikan informasi adanya BCR-ABL
Pada tahun 2016, di AS diperkirakan ada tulang atau limpa.4,9,12 Pada fase ini, gejalanya transcript.1,13 Pemeriksaan PCR untuk diagnosis
sekitar 8.220 kasus baru leukemia mieloid antara lain penurunan berat badan, demam, adalah PCR kualitatif, sedangkan PCR
kronik dan sekitar 1.070 orang meninggal berkeringat malam hari, nyeri tulang, infeksi, kuantitatif untuk memantau hasil terapi.13
karena penyakit tersebut.1 Usia median saat dan perdarahan.9,12 Pemeriksaan ini dapat menggunakan sampel
didiagnosis leukemia mieloid kronik 55-60 darah perifer atau dari sumsum tulang.1
tahun, penyakit ini terutama dijumpai pada DIAGNOSIS
orang dewasa.1,9,11 Di Indonesia median usia Pemeriksaan diagnostik pasien leukemia TERAPI
saat didiagnosis leukemia mieloid kronik mieloid kronik adalah: Transplantasi Sel Punca Alogeneik
adalah 34-35 tahun.11 1. Sitogenetika Transplantasi sel punca alogeneik bersifat
Merupakan pemeriksaan baku emas untuk kuratif pada pasien leukemia mieloid kronik
Leukemia mieloid kronik dijumpai sekitar 15% deteksi kromosom Philadelphia.9,13 Hasil tertentu dan paling efektif jika dilakukan
dari semua leukemia dan 7-20% dari leukemia pemeriksaan ini yaitu jumlah kromosom selama fase kronik.4,9 Pada fase kronik,
pada dewasa.9 Pria sedikit lebih sering Philadelphia positif dari setidaknya 20 transplantasi sel punca alogeneik dikaitkan
dibandingkan wanita (1,3-2,2 : 1).9 metafase.13 Walaupun sensivitas rendah dengan 3to5-year survival rate 40-80% dan
dan spesimen diambil dari aspirasi sumsum 10-year survival rate 30-60%.9 Transplantasi
KLINIS tulang, pemeriksaan ini banyak dilakukan di sel punca mulai menurun setelah ada agen
Sampai dengan 50% pasien asimptomatik pusat-pusat kesehatan dan dalam uji klinik.13 penghambat tyrosine kinase4 karena adanya
dan didiagnosis secara tidak sengaja setelah Selain untuk diagnosis, pemeriksaan ini risiko kematian (5-50%) dan penggunaan
pemeriksaan laboratorium.12 Gejala umumnya juga diperlukan untuk memantau respons agen penghambat tyrosine kinase secara
tidak spesifik dan sering akibat anemia atau sitogenetik.13 oral lebih nyaman.4,9 Transplantasi sel punca
splenomegali (46-76%), seperti fatigue, nyeri, alogeneik tetap penting sebagai pilihan terapi
atau massa perut kiri atas.8,9,12 Gejala lain 2. FISH pasien leukemia mieloid kronik fase kronik
berupa demam, anoreksia, penurunan berat Fluorescent in situ hybridization dilakukan yang gagal dengan setidaknya 2 penghambat
badan, berkeringat malam hari.12 Manifestasi untuk mencari gen BCR-ABL yang spesifik tyrosine kinase dan yang mengalami mutasi
yang jarang yaitu perdarahan, trombosis, pada kromosom.1 FISH terutama digunakan T315I.8 Untuk pasien fase akselerasi dan blast,
artritis gout, priapismus.8,9,12 Hiperleukositosis jika pemeriksaan sitogenetika negatif atau transplantasi sel punca alogeneik termasuk
dan hiperviskositas juga dapat dijumpai.8,9,12 tidak dapat mendapat sel-sel metafase.13 kuratif dengan overall cure rate 15-40% dan
Pemeriksaan ini dapat menggunakan sampel 5-20%.8
Penyakit ini dibagi menjadi 3 fase:
1. Fase Kronik
Sebagian besar pasien (85%) pada fase ini,
jika tidak diterapi akan berlanjut menjadi fase
akselerasi dan blast.9 Progresivitas menjadi fase
blast terjadi pada 3-5 tahun setelah diagnosis
pada pasien yang tidak diterapi, dengan atau
tanpa fase akselerasi.12 Pada fase ini, pasien
memiliki blast dalam darah atau sumsum
tulang kurang dari 10%.1 Gejala ringan dan
biasanya berespons terhadap terapi.1

2. Fase Akselerasi
Sekitar 10-20% pasien meninggal pada fase
ini.9 Menurut kriteria WHO, pasien dikatakan
berada pada fase akselerasi jika blast 10-19%
dalam darah atau sumsum tulang, basofil
dalam darah perifer ≥ 20%, trombosit < 100
x 109/L tidak terkait terapi atau > 1000 x 109/L
tidak terkontrol dengan terapi, abnormalitas
kromosom, peningkatan jumlah leukosit dan
ukuran limpa.4,12 Gambar. Kromosom Philadelphia4,5,8

2 CDK Edisi Suplemen/ Vol. 44 th. 2017


CONTINUING MEDICAL EDUCATION

PENGHAMBAT TYROSINE KINASE pada tahun 1998, dan imatinib disetujui oleh dijumpai pada 10-20% semua mutan yang
Dengan penghambat tyrosine kinase, US FDA pada tahun 2001.17 Salah satu indikasi terdeteksi.24
5-year survival rate leukemia mieloid kronik imatinib adalah untuk leukemia mieloid kronik „„ Pertumbuhan dan harapan hidup sel
meningkat sekitar 2 kali lipat dari 31% pada fase kronik dan fase kronik, akselerasi, dan maligna tidak tergantung pada aktivitas
awal tahun 1990-an menjadi 63% pada tahun blast setelah gagal dengan terapi interferon.18 kinase BCR-ABL (target independent
2005-2011.14 Target penghambat tyrosine Response rate tinggi pada pasien leukemia resistance). Ada jalur lain yang memicu
kinase adalah BCR-ABL tyrosine kinase sehingga mieloid kronik fase lanjut dan pasien yang progresivitas penyakit seperti jalur PI3K-
menghambat proliferasi, harapan hidup, dan pernah diterapi interferon alfa.19 Studi lain, mTOR dan Src family kinase.
diferensiasi sel leukemia mieloid kronik.1 yaitu IRIS, pada pasien leukemia mieloid „„ Ketersediaan obat dalam sel tidak cukup
kronik fase kronik memberikan hasil respons untuk menghambat aktivitas kinase BCR-
Tujuan pertama terapi leukemia mieloid sitogenetik komplit pada 5 tahun sebesar ABL (drug dependent resistance). Adanya
kronik adalah normalisasi hitung darah 87% dan overall survival pada 5 tahun sebesar efflux pump atau peningkatan kadar
(mencapai respons hematologi komplit) dan 89%.20 A1AGP mengakibatkan penurunan kadar
tujuan berikutnya adalah mencapai respons obat intraseluler.
sitogenetik komplit (kromosom Philadelphia Imatinib umumnya ditoleransi dengan baik,
negatif).4 efek samping biasanya ringan dan jarang Beberapa strategi dikembangkan untuk
menyebabkan terapi dihentikan.21 Efek mengatasi resistensi terhadap imatinib
Definisi Respons Terapi dan Pemantauan samping imatinib antara lain edema dan seperti meningkatkan dosis imatinib,
Respons Terapi retensi cairan; mual; ruam kulit; nyeri sendi, mengkombinasikan imatinib dengan agen
Untuk banyak penyakit, pengukuran efektivitas otot, dan tulang; toksisitas hati; mielosupresi lain, dan menggunakan penghambat BCR-
terapi adalah survival.15 Namun, untuk (neutropenia dan trombositopenia).17,19,21 ABL generasi berikutnya (contohnya nilotinib,
leukemia mieloid kronik, pemantauan terapi dasatinib, dll).17,23
untuk menentukan efikasi atau kegagalan Walaupun imatinib menunjukkan hasil baik,
terapi menggunakan definisi:12,15 sekitar 40% pasien beralih, antara lain karena 2. Nilotinib
„„ Respons hematologi komplit (CHR): resisten.22 Pada prinsipnya, terdapat 2 tipe Nilotinib merupakan penghambat tyrosine
hitung darah normal dan tidak terdapat resistensi terhadap imatinib:23 kinase generasi kedua yang dikembangkan
splenomegali. „„ Resistensi primer yaitu kurangnya respons karena adanya resistensi terhadap imatinib.15
„„ Respons sitogenetik (CyR) terhadap terapi imatinib inisial. Studi in vitro menunjukkan bahwa
„„ Dibagi berdasarkan persentase kromosom „„ Resistensi sekunder (didapat) yaitu tidak nilotinib setidaknya 10-30 kali lebih poten
Philadelphia positif dari 20 metafase (dari terdapat manfaat imatinib setelah respons dibandingkan imatinib.25
sumsum tulang), yaitu: inisial.
„„ Respons sitogenetik komplit (CCyR) : Nilotinib telah disetujui untuk leukemia
kromosom Philadelphia 0%. Mekanisme resistensi:23 mieloid kronik Philadelphia positif fase kronik
„„ Respons sitogenetik minor (minor „„ Imatinib gagal menghambat aktivitas dan fase kronik, fase akselerasi yang resisten
CyR): kromosom Philadelphia 36-95%. kinase BCR-ABL secara efektif (target- atau intoleransi terhadap terapi sebelumnya
„„ Respons sitogenetik mayor (major dependent resistance). Hal ini dapat termasuk imatinib.26 Nilotinib menghasilkan
CyR): kromosom Philadelphia 1-35%. disebabkan oleh amplifikasi gen BCR-ABL respons sitogenetik mayor sebesar 31% pada
„„ Respons molekuler mayor (MMR): BCR- yang akhirnya meningkatkan protein BCR- fase akselerasi, 40% pada fase blast, dan 57%
ABL skala Internasional ≤ 0,1%. ABL dan mutasi BCR-ABL. Mutasi T315I pada fase kronik pada pasien yang resisten
„„ Respons molekuler komplit (CMR): BCR-
ABL tidak terdeteksi dengan sensitivitas
assay ≥ 4,5 atau 5 log. Tabel 1. Pemantauan respons terapi penghambat tyrosine kinase16

Time Optimal response Failure Warnings


Berikut tabel pemantauan respons terapi Diagnosis N/A N/A High risk or
penghambat tyrosine kinase sebagai terapi lini CCA/Ph+a, major route
pertama (Tabel 1).16 3 months BCR-ABL1 ≤10% and/or Ph+ ≤35% Non-CHR and/or Ph+ BCR-ABL1 >10% and/or Ph+ 36-95%
>95%
6 months BCR-ABL1 <1% and/or Ph+0 BCR-ALB1 >10% and/or Ph >35% BCR-ABL1 1-10% and/or Ph+ 1-35%
Sediaan penghambat tyrosine kinase dari 12 months BCR-ABL1 ≤0.1% BCR-ABL1 >1% and/or Ph+ >0 BCR-ABL1 >0.1-1%
berbagai generasi: Any time BCR-ABL1 ≤0.1% Loss of CHR Loss of CCyR Confirmed CCA/Ph- (-7. or 7q-)
1. Imatinib during loss of MMR* Mutations CCA/Ph+a
treatment
Imatinib (awalnya disebut STI571) merupakan
penghambat tyrosine kinase generasi a
CCA/Ph+ is a warning factor at diagnosis. Its occurrence during treatment (i.e. clonal progression) is a marker of
pertama, yang pertama kali ditemukan oleh treatment failure.
sekelompok ahli yang dipimpin oleh Nicholas Two consecutive cytogenetic tests are required and must show the same CCA in at least two Ph+ cells.
Lyndon di laboratorium Ciba-Geigy pada awal MMR loss in 2 consecutive tests, of which one with a BCR-ABLI transcripts level ≥1%
*

tahun 1990-an.15,17 Uji klinik pertama dilakukan CCA: clonal chromosome abnormalities

CDK Edisi Suplemen/ Vol. 44 th. 2017 3


CONTINUING MEDICAL EDUCATION

atau intoleran terhadap imatinib.27 Studi ENEST ABL resisten imatinib (kecuali mutasi T315I akut Philadelphia positif dengan mutasi T315I
membandingkannya dengan imatinib pada dan V299L).35,36 Tidak seperti penghambat dan jika terapi penghambat tyrosine kinase lain
pasien leukemia mieloid kronik fase kronik, tyrosine kinase generasi kedua lainnya, tidak diindikasikan.41 Studi fase III pada pasien
menunjukkan bahwa nilotinib memberikan bosutinib lebih minimal dalam c-KIT dan baru fase kronik tidak dapat dinilai karena
manfaat klinis jangka panjang yang lebih PDGFR (platelet-derived growth factor receptor) dihentikan lebih awal sehubungan dengan
bermakna dalam hal respons molekuler dan yang berperan dalam hematopoiesis normal adanya efek samping vaskular di kelompok
survival.28 Namun, nilotinib lebih dikaitkan sehingga berpotensi mielosupresi lebih ponatinib.42 Ponatinib tidak dianjurkan pada
dengan kejadian kardiovaskular, peningkatan rendah terutama neutropenia derajat 3 atau pasien fase kronik newly diagnosed. Dalam
kadar kolesterol, dan kadar gula darah.28 4.35 Bosutinib telah disetujui untuk leukemia informasi produk ponatinib, disebutkan
Informasi produk nilotinib telah memberi mieloid kronik Philadelphia positif fase kronik, risiko oklusi vaskular, gagal jantung, dan
peringatan adanya pemanjangan interval QT.26 akselerasi, atau blast yang resisten atau hepatotoksisitas.41
Efek samping nilotinib antara lain mielosupresi intoleransi terhadap terapi sebelumnya.37
(neutropenia dan trombositopenia), toksisitas 6. Radotinib
hati, toksisitas kulit, dan sakit kepala.25,27 Jika dibandingkan dengan imatinib, pada Radotinib merupakan penghambat tyrosine
pasien fase kronik bosutinib superior dalam kinase generasi kedua yang disetujui sebagai
3. Dasatinib hal respons molekuler mayor pada 12 bulan, terapi lini kedua leukemia mieloid kronik di
Dasatinib merupakan penghambat waktu sampai respons sitogenetik komplit Korea.43 Studi pra-klinik menunjukkan bahwa
tyrosine kinase generasi kedua yang juga dan respons molekuler mayor, transformasi radotinib superior dibandingkan imatinib
dikembangkan karena adanya resistensi menjadi fase akselerasi/blast, dan kematian terhadap wild-type dan mutant BCR-ABL1
terhadap imatinib.15 Dasatinib dikatakan 325 terkait leukemia mieloid kronik.38 Profil positive CML cell lines.44 Hasil studi fase II
kali lebih poten dibandingkan imatinib dan 16 keamanan bosutinib dan imatinib berbeda, tampak menjanjikan pada pasien fase kronik
kali lebih poten dibandingkan nilotinib.29,30 efek samping saluran cerna dan hati lebih yang resisten dan/atau intoleransi terhadap
sering pada bosutinib, sedangkan neutropenia, penghambat tyrosine kinase sebelumnya.45
Indikasi dasatinib hampir serupa dengan gangguan muskuloskeletal, dan edema lebih Respons sitogenetik komplit dicapai sebesar
nilotinib, dengan tambahan indikasi untuk sering pada imatinib.38 47% pada 12 bulan dengan efek samping
leukemia limfositik akut Philadelphia positif yang sering dijumpai adalah trombositopenia,
yang resisten atau intoleransi dengan terapi 5. Ponatinib hepatotoksisitas, hiperbilirubinemia, dan
sebelumnya.31 Ponatinib termasuk penghambat tyrosine hiperglikemia. Overall survival rate dan
kinase generasi ketiga yang sangat poten, progression free survival rate pada 12 bulan
Dalam hasil final (5 tahun), studi DASISION didesain secara spesifik untuk terapi mutasi adalah 96,1% dan 86,3%.44,45
pada pasien leukemia mieloid kronik fase T315I.39 Studi awal ponatinib menghasilkan
kronik menyebutkan bahwa pasien dengan respons sitogenetik mayor sebesar 60% pada Studi radotinib fase III pada pasien leukemia
dasatinib mengalami respons molekuler lebih pasien leukemia mieloid kronik fase kronik mieloid kronik fase kronik newly diagnosed
cepat dibandingkan imatinib, dengan PFS dan heavily treated.39 Ponatinib disetujui oleh US menghasilkan respons sitogenetik komplit dan
OS sebanding.32 Efek samping efusi pleura FDA pada tahun 2012 tetapi karena kejadian molekuler mayor yang lebih tinggi dan lebih
lebih sering dijumpai pada dasatinib.32,33 trombosis vaskular, ditarik sementara dari cepat dibandingkan imatinib.46 Efek samping
peredaran di US dan kemudian diperkenalkan adalah trombositopenia, neutropenia, ruam
Dasatinib dan nilotinib menghasilkan outcome kembali pada Januari 2014.39,40 kulit, mual muntah, sakit kepala, dan pruritus.46
respons dan survival yang sebanding pada
pasien leukemia mieloid kronik fase kronik.34 Ponatinib diindikasikan untuk leukemia Penghentian Terapi
Kedua obat tersebut dapat dipertimbangkan mieloid kronik fase kronik, akselerasi, blast Uji klinik STIM (The Stop Imatinib) dilakukan
sebagai pilihan terapi lini pertama pada pasien dengan mutasi T315I atau leukemia limfositik untuk meneliti risiko kekambuhan pada pasien
tersebut.34
Tabel 2. Terapi yang dikembangkan untuk leukemia mieloid kronik51
4. Bosutinib
Bosutinib merupakan penghambat tyrosine Therapeutic Target Drug Clinical Studies
kinase generasi kedua yang dikembangkan DNA methylation Decitabine Phase II clinical study
karena adanya resistensi dengan penghambat Janus kinase Ruxolitinib Preclinical studies

tyrosine kinase lainnya.15 Obat ini memiliki Hedgehog signaling LDE225 Preclinical studies combination with
nilotinib
aktivitas tambahan terhadap Src kinase yang Alox5 pathway Zilruton Preclinical studies
berperan dalam transformasi sel maligna, Heat-shock protein 90 IPI-504,17-allylamino- Preclinical studies
progresivitas tumor, dan metastasis.35 demethoxygeldamycin and
Selain itu, bosutinib juga memiliki aktivitas 17-dimethylamino-geldanamycin
Programmed cell death 1 None yet in development
terhadap tyrosine kinase dan serine-threonine
ABL/Lyn kinase Bafetinib Phase 1 clinical trial
kinase yang dikaitkan dengan proliferasi sel
Aurora kinase Tozasertib and danusertib Preclinical trials
leukemia mieloid kronik dan hambatan BCR-

4 CDK Edisi Suplemen/ Vol. 44 th. 2017


CONTINUING MEDICAL EDUCATION

yang menghentikan terapi imatinib setelah dari ekstrak batang Chinese plum yew masih ada yang belum mencapai respons
mencapai respons molekuler komplit lebih Cephalotaxus, yang dibawa ke negara Barat memuaskan dan dijumpai resistensi terhadap
dari 2 tahun. Pada median follow up 50 bulan, oleh Earl of Harrington.47 Omacetaxine penghambat tyrosine kinase generasi pertama
secara keseluruhan dijumpai 61% pasien termasuk penghambat sintesis protein yang dan kedua.51 Mutasi T315I pada domain kinase
mengalami kekambuhan molekuler, 95% bekerja menurunkan kadar onkoprotein BCR-ABL dijumpai pada sampai dengan 40%
terjadi dalam 7 bulan setelah menghentikan multipel termasuk BCR-ABL dan menginduksi pasien resisten penghambat tyrosine kinase.51
imatinib.4,8 Hampir semua pasien kembali apoptosis sel-sel leukemik.48 Studi pra-klinik Selain itu, terdapat concern mengenai minimal
mencapai respons molekuler komplit setelah menunjukkan omacetaxine memiliki aktivitas residual disease.51
terapi imatinib dimulai kembali.4,8 terhadap sel-sel leukemik dengan mutasi
T315I.47 Omacetaxine telah disetujui untuk Beberapa alternatif target terapi leukemia
Uji klinik TWISTER mengamati pasien yang pasien leukemia mieloid kronik fase kronik mieloid kronik tampak pada tabel 2.51
menghentikan imatinib setelah minimal atau akselerasi yang resisten atau intoleransi
residual disease tidak terdeteksi selama lebih terhadap 2 atau lebih penghambat tyrosine SIMPULAN
dari 2 tahun.8 Pada median follow up 43 bulan, kinase.47 Leukemia mieloid kronik merupakan
22 dari 40 pasien mengalami kekambuhan keganasan hematologi yang ditandai dengan
molekuler, hampir 70%-nya dalam 6 bulan Studi omacetaxine pada pasien fase kronik kromosom Philadelphia hasil translokasi
pertama terapi dihentikan.8 Serupa dengan uji atau akselerasi yang resisten atau intoleran kromosom 9 dan 22 yang mengakibatkan
klinik sebelumnya, pasien kembali mencapai terhadap ≥ 2 penghambat tyrosine kinase fusi gen BCR-ABL dan dihasilkannya protein
respons molekuler setelah mendapat terapi menghasilkan respons sitogenetik mayor fusi BCR-ABL. BCR-ABL memiliki aktivitas
penghambat tyrosine kinase.8 sebesar 18% pada fase kronik dan respons tyrosine kinase yang memicu pertumbuhan
hematologi mayor sebesar 14% pada fase dan replikasi sel leukemik. Penyakit ini lebih
Walaupun penghentian terapi penghambat akselerasi.49 Studi pada pasien mutasi T315I sering dijumpai pada dewasa, asimptomatik,
tyrosine kinase tampak feasible, saat ini hanya dan gagal dengan penghambat tyrosine sering ditemukan secara tidak sengaja
boleh dilakukan dalam konteks uji klinik.8 kinase sebelumnya menghasilkan respons saat pemeriksaan kesehatan. Terapi antara
European LeukemiaNet merekomendasikan hematologi mayor 77% dan respons lain transplantasi sel punca alogeneik,
bahwa pasien leukemia mieloid kronik sitogenetik mayor 23%.50 Efek samping antara penghambat tyrosine kinase, penghambat
yang berespons optimal tetap melanjutkan lain mielosupresi, infeksi, diare, mual.50 sintesis protein, dan beberapa terapi lain
terapi dengan dosis standar yang yang sedang diteliti. Terapi penghambat
direkomendasikan.16 TERAPI LAIN tyrosine kinase telah memperbaiki harapan
Pengembangan penghambat tyrosine kinase hidup. Pemilihan penghambat tyrosine kinase
PENGHAMBAT SINTESIS PROTEIN menghasilkan perbaikan survival pasien tergantung fase penyakit, profil toksisitas, dan
Omacetaxine telah lama diteliti, berasal leukemia mieloid kronik, namun tetap kondisi pasien.

DAFTAR PUSTAKA:
1. American Cancer Society. Leukemia-chronic myeloid (myelogenous): What is chronic myeloid leukemia? [Internet]. 2016 Feb 22 [cited 2016 Aug 29]. Available from:
http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/003112-pdf.pdf
2. Davis AS, Viera AJ, Mead MD. Leukemia: An overview for primary care. Am Fam Phys. 2014;89(9):731-8.
3. National Cancer Institute. What you need to know about leukemia [Internet]. 2013 [cited 2016 Aug 29]. Available from: http://www.cancer.gov/publications/
patient-education/leukemia.pdf
4. Apperley JF. Chronic myeloid leukemia. Lancet 2014. doi: 10.1016/S0140-6736(13)62120-0.
5. Kantarjian HM, Deisseroth A, Kurzrock R, Estrov Z, Talpaz M. Chronic myelogenous leukemia: A concise update. Blood 1993;82(3):691-703.
6. Koretzky GA. The legacy of the Philadelphia chromosome. J Clin Invest. 2007;117:2030-2.
7. Druker BJ. Translation of the Philadelphia chromosome into therapy for CML. Blood 2008;112:4808-17.
8. Jabbour E, Kantarjian H. Chronic myeloid leukemia: 2014 update on diagnosis, monitoring, and management. Am J Hematol. 2014;89:548-56.
9. Garcia-Manero G, Faderl S, O’Brien S, Cortes J, Talpaz M, Kantarjian HM. Chronic myelogenous leukemia: A review and update of therapeutic strategies. Cancer
2003;98(3):437-57.
10. Sawyers CL. Chronic myeloid leukemia. N Engl J Med. 1999;340(17):1330-40.
11. Reksodiputro AH, Tadjoedin H, Supandiman I, Acang N, Kar AS, Bakta IM, et al. Epidemiology study and mutation profile of patients with chronic myeloid leukemia
(CML) in Indonesia. J Blood Disord Transfus. 2015;6:3.
12. Thompson PA, Kantarjian HM, Cortes JE. Diagnosis and treatment of chronic myeloid leukemia in 2015. Mayo Clin Proc. 2015;90(10):1440-54.
13. Tohami T, Nagler A, Amariglio N. Laboratory tools for diagnosis and monitoring respons in patients with chronic myeloid leukemia. IMAJ. 2012;14:501-7.
14. Harrison C. Life expectancy of patients with CML greatly improved, but at what cost? Cancer Therapy Advisor [Internet]. 2016 July 22 [cited 2016 Sept 1]. Available
from: http://www.cancertherapyadvisor.com/hematologic-cancers/chronic-leukemia-cml-life-expectancy-greatly-improved-what-cost/article/511376/
15. Hamad A, Sahli Z, El Sabban M, Mouteirik M, Nasr R. Emerging therapeutic strategies for targeting chronic myeloid leukemia stem cells. Stem Cells International
2013. doi: 10.1155/2013/724360.
16. Baccarani M, Deininger MW, Rosti G, Hochhaus A, Soverini S, Apperley JF, et al. European LeukemiaNet recommendations for the management of chronic myeloid
leukemia: 2013. Blood 2013;122(6):872-84.

CDK Edisi Suplemen/ Vol. 44 th. 2017 5


CONTINUING MEDICAL EDUCATION

17. Waclaw J, Sacha T, Stoklosa T. Imatinib in the treatment of chronic myeloid leukemia: Current perspectives on optimal dose. Blood and Lymphatic Cancer: Targets
and Therapy 2015;5:101-8.
18. Imatinib. Drugs.com [Internet]. 2016 [cited 2016 Sept 1]. Available from: https://www.drugs.com/pro/imatinib.html
19. Iqbal N, Iqbal N. Imatinib: A breakthrough of targeted therapy in cancer. Chemotherapy Research and Practice 2014. doi: 10.1155/2014/357072.
20. Druker BJ, Guilhot F, O’Brien SG, Gathmann I, Kantarjian H, Gattermann N, et al. Five-year follow-up of patients receiving imatinib for chronic myeloid leukemia. N
Engl J Med. 2006;355:2408-17.
21. Deininger MWN, Druker BJ. Specific targeted therapy of chronic myelogenous leukemia with imatinib. Pharmacol Rev. 2003;55:401-23.
22. Breccia M, Binotto G. Bosutinib chronic myeloid leukemia. Rare Cancers Ther. 2015;3:35-46.
23. Henkes M, van der Kuip H, Aulitzky WE. Therapeutic options for chronic myeloid leukemia: Focus on imatinib (Glivec®, GleevecTM). Therapeutics and Clinical Risk
Management 2008;4(1):163-87.
24. Quintas-Cardama A, Kantarjian H, Cortes J. Homoharringtonine, omacetaxine mepesuccinate, and chronic myeloid leukemia circa 2009. Cancer 2009;115:5382-93.
25. Jabbour E, Cortes J, Kantarjian H. Nilotinib for the treatment of chronic myeloid leukemia: An evidence-based review. Core Evidence 2009;4:207-13.
26. Nilotinib. Drugs.com [Internet]. 2016 [cited 2016 Sept 1]. Available from: https://www.drugs.com/pro/nilotinib.html
27. Harnicar S, Mathew S. Spotlight on nilotinib in the treatment of chronic myelogenous leukemia. Blood and Lymphatic Cancer: Targets and Therapy 2014;4:61-7.
28. Hochhaus A, Saglio G, Hughes TP, Larson RA, Kim DW, Issaragrisil S, et al. Long-term benefits and risks of frontline nilotinib vs imatinib for chronic myeloid leukemia
in chronic phase: 5-year update of the randomized ENESTnd trial. Leukemia 2016. doi: 10.1038/leu.2016.5.
29. Aguilera DG, Tsimberidou AM. Dasatinib in chronic myeloid leukemia: A review. Therapeutics and Clinical Risk Management 2009;5:281-9.
30. Chen R, Chen B. The role of dasatinib in the management of chronic myeloid leukemia. Drug, Design, Development and Therapy 2015;9:773-9.
31. Dasatinib. Product Information FDA.
32. Cortes JE, Saglio G, Kantarjian HM, Baccarani M, Mayer J, Boque C, et al. Final 5-year study results of DASISION: The dasatinib versus imatinib study in treatment naive
chronic myeloid leukemia patients trial. J Clin Oncol. 2016. doi: 10.1200/JCO.2015.64.8899.
33. Wei GQ, Rafiyath S, Liu DL. First-line treatment for chronic myeloid leukemia: Dasatinib, nilotinib, or imatinib. Journal of Hematology & Oncology 2010;3:47.
34. Takahashi K, Kantarjian HM, Yang Y, Sasaki K, Jain P, DellaSala S, et al. A propensity score matching analysis of dasatinib and nilotinib as a frontline therapy for patients
with chronic myeloid leukemia in chronic phase. Cancer 2016. doi: 10.1002/cncr.30197.
35. Doan V, Wang A, Prescott H. Bosutinib for the treatment of chronic myeloid leukemia. Am J Health-Syst Pharm. 2015;72:439-47.
36. Shen AQ, Wilson NM, Gleason SL, Khoury HJ. Bosutinib in the treatment of patients with Philadelphia chromosome-positive (Ph+) chronic myelogenous leukemia:
An overview. Ther Adv Hematol. 2014;5(1):13-7.
37. Bosutinib. Product Information FDA.
38. Cortes JE, Kim DW, Kantarjian HW, Brummendorf TH, Dyagil I, Griskevicius L, et al. Bosutinib versus imatinib in newly diagnosed chronic-phase chronic myeloid
leukemia: Results from the BELA trial. J Clin Oncol. 2012;30:3486-92.
39. Sanford D, Kantarjian H, Skinner J, Jabbour E, Cortes J. Phase II trial of ponatinib in patients with chronic myeloid leukemia resistant to one previous tyrosine kinase
inhibitor. Haematologica 2015;100:494.
40. Pal A, Panja B, Dutta T, Bhowmick S, Nath S, Bhattacharjee S. Ponatinib: A miracle or a disaster in chronic myeloid leukemia. Int J Basic Clin Pharmacol. 2014;3(6):933-6.
41. Ponatinib. Product Information FDA.
42. Lipton JH, Chuah C, Guerci-Bresler A, Rosti G, Simpson D, Assouline S, et al. Ponatinib versus imatinib for newly diagnosed chronic myeloid leukaemia: An
international, randomised, open-label, phase 3 trial. Lancet Oncol. 2016;17(5):612-21.
43. Zabriskie MS, Vellore NA, Gatnz KC, Deininger MW, O’Hare T. Radotinib is an effective inhibitor of native and kinase domain-mutant BCR-ABL1. Leukemia 2015. doi:
10.1038/leu.2015.42.
44. Kim SH, Menon H, Jootar S, Saikia T, Kwak JY, Sohn SK, et al. Efficacy and safety of radotinib in chronic phase chronic myeloid leukemia patients with resistance or
intolerance to BCR-ABL1 tyrosine kinase inhibitors. Haematologica 2014;99(7):1191-6.
45. Eskazan AE, Soysal T. Radotinib in the treatment of chronic phase chronic myeloid leukemia patients. Haematologica 2015;100:39.
46. Radotinib yields higher and faster rates of major molecular and complete cytological response than imatinib in newly diagnosed chronic myeloid leukemia. Practice
Update [Internet]. 2015 Dec 8 [cited 2016 Aug 29]. Available from: https://www.practiceupdate.com/content/radotinib-yields-higher-and-faster-rates-of-major-
molecular-and-complete-cytological-response-than-imatinib-in-newly-diagnosed-chronic-myeloid-leukemia/32785/62
47. Gandhi V, Plunkett W, Cortes JE. Omacetaxine: A protein translation inhibitor for treatment of chronic myelogenous leukemia. Clin Cancer Res. 2014;20(7):1735-40.
48. Nicolini FE, Khoury HJ, Akard L, Rea D, Kantarjian H, Baccarani M, et al. Omacetaxine mepesuccinate for patients with accelerated phase chronic myeloid leukemia
with resistance or intolerance to two or more tyrosine kinase inhibitors. Haematologica 2013;98:78-9.
49. Cortes JE, Kantarjian HM, Rea D, Wetzier M, Lipton JH, Akard L, et al. Final analysis of the efficacy and safety of omacetaxine mepesuccinate in patients with chronic-
or accelerated-phase chronic myeloid leukemia: Results with 24 months of follow-up. Cancer 2015;121:1637-44.
50. Cortes JE, Lipton H, Rea D, Digumarti R, Chuah C, Nanda N, et al. Phase 2 study of subcutaneous omacetaxine mepesuccinate after TKI failure in patients with
chronic-phase CML with T315I mutation. Blood 2012;120(13):2573-80.

6 CDK Edisi Suplemen/ Vol. 44 th. 2017

Anda mungkin juga menyukai