KELAS C1 SEMESTER 3
OLEH :
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih
atas bantuan dan dukungan semua teman - teman dan tim yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya. Terima kasih juga untuk rekan
rekan Baker Hughes Indonesia, balikpapan, yang sudah memberikan kesempatan kepada
kami untuk melakukan studi lapangan dan memberikan fasilitas ruang sebagai tempat
penelitian kami.
Ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada dosen-dosen pembimbing kami yang telah
memberikan bantuan besar berupa ilmu pengetahuan dan materi materi menyangkut tugas
kami, sehingga tugas ini dapat kami susun dan kami selesaikan.
Makalah dibuat sebagai salah satu tugas mata kuliah Proteksi Kebakara 2 untuk semester
III. Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik
Penulis
JUDUL ............................................................................................................................... i
2.2 Proteksi Pasif Sebagai Unsur Pokok Dalam Sistem Proteksi Total ........................ 17
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
Pendahuluan
Perkembangan zaman yang semakin maju terjadi di berbagai sektor, seperti industri,
kegiatan usaha formal, kegiatan sosial budaya dan lainnya. Dalam pelaksanaan aktivitas
usaha tersebut, manusia membutuhkan tempat yang nyaman dan aman agar segala aktivitas
dapat berjalan lancar. Hal tersebut juga mempengaruhi pembangunan gedung di indonesia
Menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun 2002 dalam pasal 1 tentang bangunan
gedung adalah wujudd fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat
kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air,
yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau
tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun
kegiatan khusus. Sedangkan dalam pasal 3 pada undang undang yang sama, menyatakan
bahwa bangunan gedung yang difungsikan untuk berbagai macam aktivitas penghuni
merupakan ancaman serius bagi penghuni atau pun pemakai gedung-gedung bertingkat
terutama di daerah yang menjadi sentra layanan dan bisnis. Risiko yang diakibatkan oleh
bahaya kebakaran bisa menjadi semakin besar apabila pemilik atau pemakai bangunan
tersebut tidak memiliki kesadaran yang tinggi untuk mengantisipasi bahaya yang mungkin
yang diterbitkan tahun 2008 menjelaskan tentang kerugian yang diakibatkan dari bencana
kebakaran. Dari rata rata 350.000 kali bencana kebakaran didaerah perumahan dan
perkantoran yang terjadi dalam setahun, 15.300 kali merupakan kebakaran di gedung gedung
bertingkat diseluruh amerika serikat dengan rata rata 60 orang meninggal, 930 luka-luka dan
bertingkat tersebut. Hasil temuan menyatakan bahwa kebakaran di gedung gedung bertingkat
tersebut sangat mematikan dan merugikan dari lokasi-lokasi lain dimana bencana tersebut
terjadi. Ditambah lagi penanganan kebakaran dilokasi gedung bertingkat lebih menyulitkan
Salah satu contoh ledakan dan disusul dengan kebakaran yang terjadi di kawasan
perkantoran lewissville, texas, Amerika serikat, pada jumat 11 Januari 2013, menurut laporan
media lokal, ledakan diduga berasal dari kebocoran gas di dalam gedung. Saksi mata yang
berada di dalam gedung mengaku mencium bau gas di sekitar gedung beberapa jan sebelum
ledakan dan kebakaran terjadi. Satu orang terluka dan dilarikan ke rumah sakit akibat
Berdasarkan data kementrian dalam negeri republik Indonesia, pada tahun 2011
terjadi sebanyak 16.500 kebakaran di498 kota dan kabupaten yang ada di indonesia, Di
Medan kebakaran terjadi sebanyak 163 kali, di Surabaya 187 kejadian, Bandung 163 kali,
Bekasi 127 kali, Depok 124 kali dan kota Tangerang 167 kali (Nasional Kompas.com).
Sedangkan menurut Dinas sosial Provinsi Kalimantan Timur banyaknya kejadian kebakaran
pada tahun 2014 sebanyak 62 kasus dengan korban jiwa sebanyak 2833 jiwa, serta kerusakan
bangunan sebanyak 473 bangunan. Sepanjang tahun 2015 di kota Samarinda telah terjadi
kebakaran sebanyak 294 kali, dan menelan kerugian mencapai 22,833 Miliar rupiah dan
kebakaran yang terjadi di lantai 3 gedung BRI jalan Gajah Mada Kota Samarinda, Provinsi
Kalimantan Timur, Kebakaran tersebut terjadi pada hari Rabu 8 Juni 2016,pukul 18.30 Wita.
Menurut informasi dari saksi mata pada saat kejadian, kobaran api berasal dari plafon lantai 3
Dengan banyaknya dampak negatif dari risiko kebakaran, sehingga untuk upaya pencegahan
No.10/KPTS/2000, UU RI No.28 Tahun 2002, Kep. Dirjen Perkim No. 58/KPTS/2002, dan
Pengamanan terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, Kepmen
Perkotaan, UU RI No.28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, dan secara teknis juga telah
diperinci dalam Badan Standardisasi Nasional (2006) melalui beberapa SNI Tahun 2000
sampai 2002 (edisi terakhir). Beberapa NSPM (Norma, Standar, Pedoman, Manual) yang
tersebut di atas membuktikan bahwa masalah kebakaran adalah masalah yang cukup serius
4. Sebagai referensi dalam menentukan dan mencari proteksi pasif yang tepat bagi
5. Agar pembaca lebih menyadari pentingnya pemilihan bahan bangunan dan proteksi
penghuninya.
mendatang.
Bagi Peneliti
kesehatan kerja.
Api Adalah proses oksidasi atau proses kimia cepat antara yang melepaskan energi
Kebakaran dapat terjadi karena adanya tiga unsur antara lain bahan bakar, sumber
panas dan oksigen. Panas ssangat penting untuk nyala api tetapi bila api telah timbul dengan
sendirinya maka menimbulkan panas untuk tetap menyala (ILO, 1992). Ketiga unsur tersebut
bila bertemu akan terjadi api, hal inilah yang disebut segitiga api (gambar 1).
Pertemua dari ke tiga unsur (bahan bakar, panas dan oksigen) tersebut baru menjadi
bara Sedangkan agar pembakaran dapat berlangsung harus ada unsur ke 4 (empat) unsur
penunjang yang bertemu menjadi satu (PIRAMIDA API) gambar 2. Ke 4 (empat) unsur
tersebut adalah:
Unsur Panas.
Unsur Oksigen.
peristiwa oksidasi dimana bertemunya tiga unsur yaitu bahan yang dapat terbakar, oksigen
yang terdapat di udara dan panas yang dapat berakibat menimbulkan kerugian harta benda
BAB II
Tinjauan Pustaka
filosofis adalah suatu upaya dan pemikiran untuk menjamin keutuhan, dan
kesempurnaan baik jasmani ataupun rohani manusia pada umumnya dan tenaga kerja
pada khususnya serta hasil karya dan budayanya untuk menuju masyarakat yang adil,
kesehatan kerja adalah ilmu dan penerapannya secara teknis dan teknologis untuk
Tarwaka (2008) juga menyatakan bahwa Keselamatan dan kesehatan kerja secara
hukum merupakan suatu upaya perlindungan agar tenaga kerja dan orang lain yang
memasuki tempat kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat serta sumber-sumber
berikut:
1) Agar tenaga kerja dan setiap orang lain yang berada di tempat kerja selalu
2) Agar hasil produksi dapat diakui dan digunakan secara aman dan efisien.
3) Agar proses produksi dapat berjalan dengan lancar tanpa hambatan apapun.
3. Sasaran Keselamatan dan Kesehatan Kerja menurut Suma’mur (1996) adalah sebagai
berikut:
3) Mencegah dan mengurangi angka kematian, cacat tetap, dan luka ringan.
5) Meningkatkan produktivitas.
Kesehatan kerja bertujuan agar tenaga kerja dapat bekerja secara sehat tanpa
memberikan resiko akibat kerja sehingga dapat diperoleh produktivitas kerja setinggi-
tingginya. Oleh karna itu perlu adanya keseimbangan dan hubungan interaktif antara
tiga komponen utama yaitu Kapasitas kerja, Beban Kerja, dan Beban tambahan akibat
yang lainnya, hal ini sangat tergantung dari beberapa hal antara lain :
Keterampilan, Keserasian, Keadaan gizi, Jenis Kelamin, Usia, Pendidikan,
b. Beban Kerja
yang dimaksud adalah berupa beban fisik misalnya : Menyapu, memikul dan
sebagainya, beban mental misalnya seperti berfikir dan tekanan dari jenis
satu dengan yang lainnya. Ada yang hanya lebih sesuai untuk menerima beban
fisik dan juga ada yang lebih sesuai untuk menerima beban mental dan ada
juga yang dapat menerima beban keduanya. Pada umumnya tenaga kerja
hanya mampu memikul beban ringan hingga beban berat tertentu, atau sering
disebut dengan maksimal. Sehingga perlu penempatan tenaga kerja yang tepat
lain-lain
Faktor Fisiologis meliputi : Konstruksi peralatan, Sikap kerja, Cara Kerja
dan lain-lain.
3. Yang dimaksud dengan tempat kerja sesuai dengan Undang – undang Nomor 1 tahun
“Tempat kerja” ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau
tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk
keperluan suatu usaha dan di mana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya
Pasal 2, ayat 1
Yang diatur oleh Undang-undang ini ialah keselamatan kerja dalam segala tempat kerja,
baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang
Proteksi kebakaran (fire protection) adalah merupakan aspek paling utama dalam program
perlindungan kebakaran. Perencanaan yang baik dalam aktifitas pencegahan kebakaran akan
dapat menyelamatkan miliaran rupiah dan juga nyawa manusia akibat kebaran. Salah satu
penyebab utama terjadinya kebakaran pada berbagai industri adalah tindakan tidak aman atau
kondisi lingkungan yang kurang baik. Dengan memperbaiki tindakan tidak aman (unsafe act)
dan kondisi lingkungan kerja maka penyebab terjadinya kebakaran dapat dikurangi.
kebakaran, waktu dan biaya-biaya lain yang cukup besar bagi perusahaan, namun hal ini
lebih kecil jika dibandingkan dengan kerugian yang dapat terjadi akibat kebakaran.
Program pencegahan kebakaran dapat kelompokkan menjadi tiga kategori utama yaitu;
1. Program engineering
yaitu program yang meliputi perencanaan bangunan yang yang aman dari kebakaran
dan perencanaan proses yang aman dari kebakaran, misalnya instalasi fire detection
2. Program edukasi
kebakaran.
program penegakkan sistem adalah program untuk memastikan bahwa semua sistem
pencegahan kebakaran sesuai atau comply dengan fire code atau regulasi yang ada.
Maka harus dilakukan inspeksi terhadap semua fasilitas pencegahan kebakaran secara
berkala.
kebakaran. prinsip teknis yang baik, program edukasi dan penegakkan sistem tidak akan bisa
bisa optimal dalam mencegah terjadinya kebakaran. Prinsip engineering dalam pencegahan
b. bahan bangunan
Hal lain yang sangat penting dalam program pencegahan kebakaran adalah pemahaman
terhadap fire code atau standar baku kebakaran. Personel pencegah kebakaran harus
mengetahui dan memahami fire code dan regulasi yang harus diterapkan untuk jenis industri
mereka. Fire code dan regulasi yang harus dipahami misalnya adalah NFPA, OSHA, regulasi
pemerintah, kebijakan perusahaan, perusahaan asuransi yang digunakan dan fire code atau
kebakaran sebagai bagian dari sistem keselamatan secara keseluruhan. Namun jika sistem
pencegahan kebakaran tidak merupakan bagian dari teknologi yang diggunakan seperti
industri moderen, maka komite keselamatan kebakaran harus dibentuk untuk membantu
Penegakan sistem adalah merupakan program penting lainnya dalam mencegah terjadi
kebakaran. Untuk menjamin bahwa sistem kebakaran yang sudah dibuat berjalan dan alat-alat
pemadam selalu dalam kondisi baik maka perlu dilakukan inspeksi secara rutin. Setiap
temuan dalam inspeksi sistem kebakaran harus dilaporkan kepada pihak manajemen untuk
rancangan bangunan sedemikian rupa sehingga api akan silit untuk menyala atau menyebar
Tujuan ke dua struktur ini adalah untuk menciptakan sebuah penghalang dan pemisah
Salah satu metode yang baik untuk menghindari dan mengendalikan kebakaran dalam
gedung adalah membuat bangunan dari struktur atau bahan yang tidak mudah
terbakar.
Sistem Proteksi Pasif (SPP) adalah sistem perlindungan bangunan terhadap kebakaran
dalam bangunan, serta persyaratan ketahanan api struktur bangunan. Termasuk pula dalam
sistem pasif ini hal-hal yang menyangkut pengaturan tapak bangunan (site plan), persyaratan
akses ke bangunan, perancangan arsitektur dan penataan ruang bangunan dan sistem
bangunan dan sistem pengendalian asap diatur tersendiri. Selanjutnya dalam bahasan ini SPP
ditekankan pada pertimbangan sifat bahan terhadap api (material fire properties), persyaratan
sruktur tahan api, kompartemenisasi dan perlindungan bukaan sebagai unsur pembentuk
pembatas api (fire barrier), serta sistem pembatas asap untuk pencegahan aliran asap masuk
Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, yang
dimaksud dengan sistem proteksi kebakaran pasif adalah sistem perlindungan terhadap
kebakkaran yang dilaksanakan dengan melakukan pengaturan terhadap komponen bangunan
gedung dari aspek arsitektur dan struktur sedemikian rupa sehingga dapat melindungi
penghuni dan benda dari kerusakan fisik saat terjadi kebakaran, maka Sistem Proteksi Pasif
(Bab IV) ditekankan kepada aspek bahan bangunan dan konstruksi yang meliputi persyaratan
sebagai berikut :
Dalam Kepmen ini, pengaturan mengenai tapak bangunan termasuk akses pemadam
kebakaran ke lingkungan
Jurnal Permukiman Vol. 2 No. 2 September 2007 bangunan diatur tersendiri dalam
Bab II, sarana penyelamatan termasuk evakuasi diatur dalam Bab III sedangkan sistem
kontrol asap tercantum sebagai bagian dari sistem proteksi aktif (SPA) pada Bab V Bagian 5
yang terdiri atas sistem deteksi asap dan sistem pembuangan asap. SPP bertujuan untuk :
penyelamatan
2.2 Proteksi Pasif Sebagai Unsur Pokok Dalam Sistem Proteksi Total
Paradigma baru proteksi kebakaran memunculkan sistem proteksi total (SPT) sebagai
upaya yang efektif dalam pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran baik pada
bangunan maupun industri. SPT terdiri atas sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif dan
fire safety management. Sistem proteksi aktif (SPA) merupakan sistem yang menggunakan
energi dalam pengoperasiannya (energized systems), sistem pasif merupakan built-in system,
sedang fire safety management (FSM) lebih merupakan sebagai human-oriented systems.
Dibandingkan dengan SPA dan FSM, sistem proteksi pasif memiliki rentang tanggung jawab
terpanjang ditinjau dari historis perkembangan kebakaran yang ditunjukan dalam kurva suhu-
api, tindakan yang perlu dilakukan penghuni, jenis pendeteksian dan peran sistem proteksi
Sarana Penyelamatan jiwa adalah sarana yang dapat dipersiapkan oleh penghuni
maupun petugas pemadaman kebakaran dalan upaya penyelamayan jiwa maupun harta benda
Tujuan utama dari adanya sarana penyelamatan jiwa adalah mencegah terjadinya kecelakaan
atau luka pada waktu melakukan evaluasi pada saat keadaan darurat terjadi (Permen PU No.
26 tahun 2008). Sarana penyelamatan jiwa seperti sarana jalan keluar darurat, pintu darurat,
tangga darurat, penunjuk arah jalan keluar, komunikasi darurat, penerangan darurat dan
1000
Pembakaran
Pertumbuhan
Surut
20
Waktu
Tahap Pertumbuhan Pembakaran Surut
Prilaku Api Dikendalikan bahan bakar Dikendalikan Dikendalikan
Pendeteksi Detector asap, Detector panas Nyala api dan asap eksternal
pemadam kebakaran,
Sistem Pasif Kontrol sifat bahan, batasi Ketahanan api, pengurungan api,
Gambar 3. Kurva suhu – waktu, indikasi bahaya dikaitkan dengan intensitas kebakaran serta
Bahan bangunan mempengaruhi intensitas kebakaran. Oleh karena itu agar kebakaran
yang mungkin terjadi dapat diminimasi intensitasnya, maka pemakaian bahan bangunan
menghambat api – semi menghambat api – sukar terbakar) termasuk pula disini bahan
c. Jumlah dan perletakan bahan mudah terbakar dalam suatu ruangan menentukan beban
d. Beban api dan faktor bukaan menentukan intensitas kebakaran dalam ruangan.
e. Penggunaan bahan penghambat api (fire retardant materials) untuk meningkatkan klas
mutu bahan, apabila pemakaian bahan mudah terbakar tidak dapat dihindari.
f. Pertimbangan beban api sesuai dengan klas penggunaan bangunan.
g. Integrasi dengan sistem aktif dan fire safety management membentuk sistem proteksi
Setelah upaya meminimasi intensitas kebakaran agar kebakaran yang terjadi tidak
parah saat dilakukan evakuasi, maka selanjutnya bagaimana agar jalur evakuasi aman
terhadap kemungkinan penjalaran kebakaran dan juga kemungkinan keruntuhan akibat panas
tinggi. Dalam hal ini Life Safety Code (NFPA 101) banyak mengatur mengenai sarana jalan
ke luar (means of egress). Sarana jalan ke luar adalah jalur menerus yang tidak terhalangi dari
setiap titik ruangan dalam bangunan ke halaman luar bangunan (tentunya di lantai dasar).
Sarana jalan ke luar terdiri atas akses ke eksit (exit access), eksit dan pelepasan eksit (exit
disharge). Sedangkan eksit (exit) diartikan sebagai bagian dari sarana jalan ke luar yang
dipisahkan dari ruang-ruang lainnya dalam bangunan lewat konstruksi tahan api atau
peralatan proteksi kebakaran agar terwujud jalan ke luar yang aman menuju ke pelepasan
eksit. Sarana jalan ke luar dengan komponen-komponen nya digambarkan pada Gambar 4.
A
The stage of
B typical escape
C
route
A-B : Stage 1
B-C : Stage 2 D
C-D : Stage 3
E
D-E : Stage 4 Place of
safety outside
at ground
level
Gambar 4. Komponen jalan keluar darurat (means of egress)
A – E + sarana : Means of egress
Travel Distance : A ke E apabila exit dalam konstruksi tahan api sesuai ketentuan,
Sejauh mana sistem proteksi pasif berperan dalam hal ini dapat dilihat dari persyaratan dasar
namun pokok pada sarana jalan ke luar berdasarkan NFPA 101 Bab 2 yang disusun dalam
Tabel berikut.
1 Setiap bangunan (baru maupun lama) harus dilengkapi dengan - Konstruksi jalan ke
sarana jalan ke luar dan kelengkapan lainnya untuk menjamin luar yang aman
penyelamatan segera dari penghuni atau sarana lain yang - Struktur tahan api
sedemikian rupa agar terhindar dari bahaya yang mengancam Penerapan sistem
keselamatan jiwa penghu-ni akibat asap, nyala api dan rasa kompartemenisasi
3 Setiap bangunan harus dilengkapi dengan exit dan pengaman - Konstruksi tahan
lainnya yang sesuai dalam jumlah cukup, terpasang di lokasi api utk sarana jalan
yang memenuhi
4 Exit harus diatur dan dipelihara untuk menjamin jalur - Konstruksi tahan
pada setiap saat. Pintu dalam keadaan tidak terkunci agar - Sistem
5 Setiap exit harus mudah dilihat atau setiap rute ke exit harus - Exit signs
berlaku
emergency.
dalam bangunan, setiap bagian bangunan atau area dimana jumlah eksit sesuai
keluar, sementara asap dan api menghalangi jalan tersebut. - Sistem kontrol
Dalam NFPA 101 section 5-1.3 sebagai berikut. Apabila exit disyaratkan harus
diletakkan terpisah dari bagian atau ruang-ruang lain dalam bangunan dengan konstruksi
c. Exit harus dibuat dari bahan-bahan yang tidak mudah terbakar (non combustible) dan
d. Apabila konstruksi pemisah tersebut memiliki bukaan maka harus dilindungi dengan
akses masuk ke dalam kontruksi pelindung exit dari ruang-ruang hunian normal dan
susunan konstruksi pelindung exit tidak diperbolehkan kecuali untuk pintu-pintu exit
yang disyaratkan, saluran udara dan peralatan yang diperlukan untuk sistem
presurisasi independen pada tangga, pipa sprinkler, selang kebakaran dan jaringan
listrik yang melayani tangga. Tidak boleh ada penembusan atau bukaan komunikasi
Berdasarkan data dari SNI 03 – 1736 – 2000 (Butir 4.1), Suatu bangunan gedung harus
mempunyai bagian atau elemen bangunan yang pada tingkat tertentu bisa mempertahankan
a) fungsi bangunan.
b) beban api.
c) intensitas kebakaran.
e) ketinggian bangunan.
k) evakuasi penghuni.
Suatu bangunan gedung harus memiliki elemen bangunan yang pada tingkat tertentu dapat
b) ke unit-unit hunian tunggal dan koridor umum hanya berlaku pada banguna kelas 2, 3,
c) antar bangunan;
d) dalam bangunan, serta ditentukan sesuai butir 4.1.a sampai dengan butir 4.1.k.
Bahan dan komponen bangunan harus mampu menahan penjalaran kebakaran untuk
membatasi pertumbuhan asap dan panas serta terbentuknya gas beracun yang ditimbulkan
Dinding luar bangunan yang terbuat dari beton yang kemungkinan bisa runtuh dalam
bentuk panel utuh (contoh beton yang berdiri miring dan beton pracetak) harus dirancang
sedemikian rupa, sehingga pada kejadian kebakaran dalam bangunan, kemungkinan runtuh
tersebut dapat dihindari, (ketentuan ini tidak berlaku terhadap bangunan yang mempunyai 2
mampu mencegah penyebaran asap kebakaran, yang berasal dari peralatan utilitas yang
berpotensi bahaya kebakaran tinggi atau bisa meledak akibat panas tinggi (4.6).
Suatu bangunan harus mempunyai elemen yang sampai pada batas-batas tertentu
pada bangunan akan terus beroperasi selama jangka waktu tertentu yang diperlukan pada
Setiap elemen bangunan yang dipasang atau disediakan untuk menahan penyebaran
harus dilindungi terhadap kebakaran sehingga diperoleh kinerja yang memadai dari elemen
tersebut (4.8).
a. Tipe konstruksi yang dirancang sesuai jenis bahan pembentuknya (A,B atau C)
Persyaratan pemisahan
Gedung dan Lingkungan, Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum No. 10/KPTS/2000
(2000 : 3 ), kelas bangunan adalah pembagian bangunan atau bagian bangunan sesuai dengan
1. Bangunan kelas 1
kurang dari 300 m2 dan tidak ditinggali lebih dari 12 orang secara tetap.
2. Bangunan kelas 2.
Merupakan bangunan hunian yang terdiri atas 2/lebih unit yang masing-masing
3. Bangunan kelas 3.
Meupakan bangunan hunian diluar bangunan kelas 1 dan 2 yang umum digunakan
sebagai tempat tinggal lama/sementara oleh sejumlah orang yang tidak saling
berhubungan. Seperti :
4. Bangunan kelas 4.
Merupakan bangunan hunian campuran untuk tempat tinggal yang berada di dalam
5. Bangunan kelas 5.
Merupakan bangunan gedung yang dipergunakan untuk tujuan wisata professional,
6. Bangunan kelas 6.
7. Bangunan kelas 7.
8. Bangunan kelas 8.
9. Bangunan kelas 9
renang/sejenisnya.
Berdasarkan SNI 03-1736-2000, Suatu bangunan gedung harus mempunyai bagian atau
elemen bangunan yang pada tingkat tertentu bisa mempertahankan stabilitas struktur selama
1. Fungsi bangunan.
2. Beban api.
3. Intensitas kebakaran.
5. Ketinggian bangunan.
yang semakin beragam serta tuntutan keselamatan yang semakin tinggi, membuat pihak
pemilik atau pengembang bangunan harus mulai memikirkan Fire Safety Management.
Beberapa kejadian kebakaran pada bangunan tinggi baik bangunan komersial maupun
perkantoran mestinya menjadi pelajaran penting dalam penyiapan Fire Safety Management.
bagi penghuni bangunan tinggi telah ditetapkan dalam UU No. 28 tahun 2002 tentang
bangunan gedung (UUBG 2002) dimana faktor keselamatan telah menjadi persyaratan
penting yang harus dipenuhi. Salah satu persyaratan keselamatan gedung adalah kemampuan
kebakaran harus dilaksanakan secara periodik sebagai bagian dari kegiatan pemeliharaan
sarana proteksi aktif yang terpasang pada bangunan. Selain itu ditegaskan pula dalam
seperti NFPA 101 dalam hal keselamatan kebakaran menyiratkan bahwa pemilik atau
pengelola gedung harus menyiapkan atau melaksanakan Fire Safety Management dan harus
Setiap bangunan harus dilengkapi dengan sarana evakuasi yang dapat digunakan oleh
penghuni bangunan, sehingga memiliki waktu yang cukup untuk menyelamatkan diri dengan
aman tanpa terhambat hal-hal yang diakibatkan oleh keadaan darurat. Komponen dari sarana
Tangga kebakaran adalah suatu tempat yang menghubungkan ruangan bawah dengan ruangan
diatasnya yang juga berfungsi sebagai tempat melarikan diri dari gangguan bahaya kebakaran
(Dwi Tanggoro, 2000:43). Tangga kebakaran adalah tangga yang direncanakan khusus untuk
penyelamatan bila terjadi kebakaran. Tangga kebakaran dilindungi oleh saf tahan api dan
termasuk didalamnya lantai dan atap atau ujung atas struktur penutup. Tangga darurat dibuat
untuk mencegah terjadinya kecelakaan atau luka-luka pada waktu melakukan evakuasi pada
saat kebakaran (Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran Pada Bangunan
Gedung dan Lingkungan, Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum No. 10/KPTS/2000).
Perlu diperhatikan urut-urutan bahaya yang timbul akibat adanya kebakaran adalah:
a. Bahaya kepanikan
Untuk mengatasi ke tiga hal tersebut , maka kemudian jalan keluarnya adalah
melewati fire escape (tangga darurat). Koridor tiap jalan keluar menuju tangga darurat
dilengkapi dengan pintu darurat yang tahan api (lebih kurang 2 jam) dan panic bar sebagai
pegangannya sehingga mudah dibuka dari sebelah dalam dan akan tetap mengunci kalau
dibuka dari sebelah tangga (luar) untuk mencegah masuknya asap kedalam tangga darurat.
Tiap tangga darurat dilengkapi dengan kipas penekan / pendorong udara yang dipasang di
atap (Top). Udara pendorong akan keluar melalui grill di setiap lantai yang terdapat di
dinding tangga darurat dekat pintu darurat. Rambu-rambu keluar (exit signs) ditiap lantai
dilengkapi dengan tenaga baterai darurat yang sewaktu-waktu diperlukan bila sumber tenaga
Fungsi sistem pintu keluar baik berupa tangga kebakaran maupun pintu darurat
Dalam pemasangan jalan keluar atau jalan penyelamatan (emergency exit) berupa tangga
a. Tangga terbuat dari konstruksi beton atau baja yang mempunyai ketahanan kebakaran
selama 2 jam.
b. Tangga dipisahkan dari ruangan-ruangan lain dengan dinding beton yang tebalnya
selama 2 jam.
c. Bahan-bahan finishing, seperti lantai dari bahan yang tidak mudah terbakar dan tidak
e. Harus dapat dilewati minimal oleh 2 orang bersama-sama atau lebar bersih tangga
f. Untuk anak tangga, lebar minimum injakan tangga 27,9 cm, tinggi minimum 10,5 cm,
g. Harus mudah dilihat dan dicapai (dilengkapi dengan penunjuk arah). Jarak maksimum
pegangan tangga
ketinggian anak
pada gambar
berikut:
ii. Dipasang didalam tangga yang secara otomatis berfungsi memasukkan udara
untuk memberikan tekanan pada udara di dalam tangga darurat yang berfungsi
mengatur tekanan udara dalam tangga agar lebih besar daripada udara dalam
bangunan khususnya saat terjadi kebakaran sehingga saat pintu dibuka asap
iii. Untuk bangunan khusus atrium, dipakai alat exhaust vent yang secara otomatis
terbuka saat terjadi kebakaran sehingga asap dapat keluar melalui alat tersebut.
2. Pressure fan yang berfungsi menekan/memberi tekanan di dalam ruang tangga yang
lebih besar daripada tekanan pada ruang luar. Di dalam dan di depan tangga diberi
Pintu darurat adalah pintu yang langsung menuju tangga kebakaran dan hanya dipergunakan
apabila terjadi kebakaran. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pintu darurat adalah :
c. Pintu juga harus dilengkapi dengan alat penutup otomatis (door closer) Bila pintu
dioperasikan dengan tenaga listrik maka harus dapat dibuka secara manual bila terjadi
kerusakan, dapat membuka langsung kearah jalan umum dan harus dapat membuka
otomatis bila terjadi kegagalan pada daya listrik atu saat aktivasi alarm kebakaran.
d. Pintu dilengkapi dengan tuas atau tungkai pembuka pintu yang berada diluar ruang
tangga (kecuali tangga yang berada dilantai dasar, berada didalam ruang tangga) dan
(panic bar).
KEMBALI”.
g. Ambang pintu harus tidak mengenai anak tangga atau ramp minimal selebar daun
pintu.
h. Pintu paling atas membuka kearah luar (atap bangunan) dan semua pintu lainnya
membuka kearah ruangan tangga kecuali pintu paling bawah membuka keluar dan
3. Jalur Sirkulasi/Penyelamatan.
Jalur sirkulasi pada bangunan dapat berupa koridor. Koridor ini melayani jalan keluar dari 2
atau lebih unit hunian tunggal ke eksit di lantai tersebut atau bagian yang disediakan sebagai
eksit dari suatu bagian dari setiap tingkat menuju jalan keluar.
tinggi bebas tidak kurang dari 2 m dan lebarnya tidak boleh kurang dari 1 m.
c. Jumlah akses sedikitnya 2 jalan keluar dan langsung menuju jalan atau ruang terbuka.
Ruang pertemuan 6 45 70
Pendidikan 6 45 70
- Sistem terbuka Tidak perlu 45 70
- Sistem fleksibel Tidak perlu 45 70
Kesehatan
- Bangunan baru 9 30 45
- Kondisi yang Tidak perlu 30 45
ada
Hunian
- Hotel 10 30 45
- Apartemen 10 30 45
- Asrama 0 30 45
- Rumah tinggal Tidak perlu Tidak perlu Tidak perlu
Komersial
- Pengunjung
>100 orang 15 30 45
- Ruang terbuka 0 Tidak perlu Tidak perlu
- Mall tertutup 15 70 90
- Perkantoran 15 70 90
e. Harus dilengkapi tanda penunjuk arah keluar Pemberian petunjuk arah keluar bertujuan
untuk memberikan petunjuk atau rambu yang cukup jelas untuk menuju jalan keluar (exit)
dan alur pencapaian menuju exit. Dalam menunjang proses evakuasi, tanda-tanda yang
cocok atau cara lain untuk dapat mengenali, sampai pada tingkat yang diperlukan harus
memenuhi syarat :
3. Pada setiap ruangan yang digunakan lebih dari 10 orang, harus dipasang denah
5. Penunjuk arah keluar harus mempunyai kuat penerangan minimal 50 lux dan
berwarna hijau dengan warna tulisan adalah putih (tinggi huruf 10 cm dan tebal
huruf 1 cm).
6. Penempatan penunjuk arah keluar harus mudah terlihat jelas dan terang dari jarak
20 m.
7. Jarak antara penunjuk arah keluar minimal 15 m & maksimal 20 m dan, tinggi
Data dari SNI 03 – 1736 – 2000 Dikaitkan dengan ketahanannya terhadap api, terdapat 3
Tipe A :
Konstruksi yang unsur struktur pembentuknya tahan api dan mampu menahan secara
struktural terhadap beban bangunan. Pada konstruksi ini terdapat komponen pemisah
bersebelahan dan dinding yang mampu mencegah penjalaran panas pada dinding
Tipe B :
Konstruksi yang elemen struktur pembentuk kompartemen penahan api mampu
Tipe C :
Konstruksi yang komponen struktur bangunannya adalah dari bahan yang dapat
terbakar serta tidak dimaksudkan untuk mampu menahan secara struktural terhadap
kebakaran.
Minimum tipe konstruksi tahan api dari suatu bangunan harus sesuai dengan ketentuan pada
c) panggung terbuka dan stadion olahraga dalam ruang pada butir 5.10 SNI 03-1736-
Dari jenis-jenis konstruksi, konstruksi Tipe A adalah yang paling tahan api dan Tipe C yang
4 atau lebih A A
3 A B
2 B C
1 C C
tidak menjalar ke ruangan ruangan lainnya dalam bangunan tersebut. Menurut KEPMEN PU
sebagaimana tercantum pada 5.4.1 SNI 03-1736-2000. dan setiap balok atau kolom yang
menjadi satu dengan elemen tersebut harus mempunyai TKA tidak kurang dari yang tertulis
1. Dinding luar, dinding biasa, dan bahan lantai serta rangka lantai untuk sumuran lif ( lift
penyebaran kebakaran ke ruang antara langit-langit dan atap tidak kurang dari
60 menit ( 60/60/60 ).
memenuhi tabel 4, maka permukaan bawah penutup atap yang terbuat dari
atau kurang, tidak boleh digantikan dengan bahan kayu atau bahan mudah
terbakar lainnya.
struktur/integritas/isolasi
Elemen bangunan
Kelas 2,3 atau Kelas 5,9 atau Kelas 7
Bagian-bagian pemikul
beban
Bagian-bagian bukan
pemikul beban :
- Memikil beban
semacamnya :
beban
3. Dinding pemikul beban seperti dinding dalam dan dinding pemisah tahan api termasuk
dinding-dinding yang merupakan bagian dari saf pemikul beban harus dari bahan beton
4. Bila suatu struktur yang tidak memikul beban yang berfungsi sebagai :
b. saf untuk lif, ventilasi, pembuangan sampah atau semacamnya yang tidak
maka harus dari konstruksi yang tidak mudah terbakar (non combustible).
5. Tingkat ketahanan api sebagaimana tercantum pada tabel 4 untuk kolom luar, berlaku
pula untuk bagian dari kolom dalam yang permukaannya menghadap atau berjarak 1,5 m
6. Persyaratan kolom dan dinding internal. Bangunan dengan ketinggian efektif tidak lebih
dari 25 m dan atapnya tidak memenuhi tabel 4, tetapi mengikuti persyaratan butir 5.4.1.c)
SNI 03-1736-2000, maka pada lantai tepat di bawah atap, kolom-kolom internal di luar
yang diatur dalam butir 5.4.1.a).5) SNI 03-1736-2000 serta dinding internal pemikul
B. Persyaratan lantai.
terletak langsung di atas tanah. di bangunan kelas 2, 3, 5 atau 9 yang ruang di bawahnya
bukanlah suatu lapis bangunan, tidak digunakan untuk menampung kendaraan bermotor,
bukan suatu tempat penyimpanan atau gudang ataupun ruang kerja dan tidak digunakan
untuk tujuan khusus lainnya. lantai panggung dari kayu di bangunan kelas 9 b yang
terletak di atas lantai yang mempunyai TKA dan ruang di bawah panggung tersebut tidak
1. lantai yang terletak didalam unit hunian tunggal di bangunan kelas 2, 3 atau
2. lantai dengan akses terbuka (untuk menampung layanan kelistrikan dan peralatan
lantai bangunan kelas 5 dan 9 b yang dirancang untuk beban hidup tidak melebihi
3 kPa, maka :
b. atap, bila terletak langsung di atas lantai tersebut (termasuk balok atap)
C. Persyaratan atap.
1. Penempatan atap di atas plat beton penutup tidak perlu memenuhi butir 5.1. SNI 03-
2. Suatu konstruksi atap tidak perlu memenuhi tabel 4. bila penutup atap terbuat dari
1) Bangunan kelas 2 yang ketinggian lantainya tidak lebih dari 3 lantai boleh
gedung.
2) Suatu bangunan kelas 2 yang mempunyai jumlah lapis bangunan tidak lebih dari 4
diperbolehkan 3 (tiga) lapis teratas boleh dikonstruksikan sesuai butir 5.4.1.a) SNI
bermotor atau fungsi tambahan lainnya dan konstruksi lapis tersebut termasuk lantai
antara lapis tersebut dengan lapis diatasnya terbuat dari struktur beton atau struktur
pasangan.
3) Pada bangunan kelas 2 yang memenuhi persyaratan butir 1) dan 2) serta dipasang
tentang tata cara perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatis untuk
pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung, maka setiap kriteria TKA
a) untuk tiap lantai dan tiap dinding pemikul beban bisa dikurangi sampai 60,
menit.
3 bahan isolasi yang dipasang menutupi rongga atau lubang pada dinding dibuat dari
4 tiap sambungan konstruksi, ruang atau semacamnya yang terletak di antara bagian atas
dinding dan lantai, langit-langit atau atap ditutup rapat terhadap penjalaran asap
menggunakan bahan dempul jenis intumescent atau bahan lainnya yang setara.
5 Tiap pintu di dinding dilindungi dengan alat penutup otomatis, terpasang rapat, yang
bagian inti dari pintu tersebut terbuat dari bahan padat dengan ukuran ketebalan minimal
35 mm.
ketentuan sebagai tercantum pada tabel 5 dan setiap balok atau kolom yang menyatu dengan
elemen tersebut harus memiliki TKA tidak kurang dari yang tertera pada tabel tersebut untuk
struktur/integritas/isolasi
Kelas 7
Kelas 2,3
Elemen bangunan Kelas 5,9 (selain
atau bagian
atau 7 tempat Kelas 6 tempat
bangunan
parkir parkir) atau
kelas 4
8
berikut :
beban :
3m
m.
memikul beban.
3m
utama adalah :
DINDING DALAM.
tahan api :
tunggal
1) Dinding-dinding luar, dinding-dinding biasa dan lantai serta kerangka lantai di tiap
2) Bilamana saf tangga menunjang lantai atau bagian struktural dari lantai tersebut,
maka :
a) lantai atau bagian struktur lantai harus mempunyai TKA 60 / --/ -- atau lebih.
b) sambungan saf tangga harus dibuat sedemikian sehingga lantai atau bagian
lantai akan bebas lepas atau jatuh saat terjadi kebakaran tanpa menimbulkan
unit-unit hunian tunggal di lantai teratas dan hanya ada satu unit di lantai tersebut,
harus diteruskan ke :
penjalaran api awal ke arah ruang di atasnya tidak kurang dari 60 menit.
tersebut terbuat dari bahan tidak mudah terbakar dan tidak disambungkan
dengan kayu atau komponen bangunan lainnya dari bahan yang mudah
kurang.
4. Dinding dalam dan dinding pembatas yang memikul beban (termasuk bagian saf yang
5. Dinding dalam yang tidak memikul beban namun disyaratkan agar tahan api, maka
6. Pada bangunan kelas 5, 6, 7, 8 atau 9 pada tingkat bangunan yang langsung berada di
7. Lif, jalur ventilasi, pipa, saluran pembuangan sampah, dan saf-saf semacam itu yang
bukan untuk dilalui produk panas hasil pembakaran dan tidak memikul beban, harus
b. Persyaratan lantai.
Pada bangunan kelas 2 atau 3, kecuali dalam unit hunian tunggal, dan bangunan kelas 9,
lantai yang memisahkan tingkat-tingkat bangunan ataupun berada di atas ruang yang
digunakan untuk menampung kendaraan bermotor atau digunakan untuk gudang ataupun
dari 60 menit.
2) Mempunyai lapis penutup tahan api pada permukaan bawah lantai termasuk balok-
balok yang menyatu dengan lantai tersebut, bilamana lantai tersebut dari bahan
mudah terbakar atau metal atau memiliki TKA tidak kurang dari 30/30/30.
1) Suatu bangunan kelas 2 yang mempunyai tingkat bangunan tidak lebih dari 2
1. tiap dinding pembatas api atau dinding dalam yang memenuhi syarat
penutup atap dari bahan tidak mudah terbakar tidak ditumpangkan dengan
komponen bangunan dari bahan mudah terbakar, terkecuali untuk
2. tiap isolasi yang dipasang pada lubang atau rongga di dinding yang
2) Pada bangunan kelas 2 yang memenuhi persyaratan butir a) dan pada bangunan
tersebut dipasang sistem springkler sesuai SNI 03-3989-2000 tentang tata cara
bahaya kebakaran pada bangunan gedung, maka setiap kriteria TKA yang
a) untuk setiap dinding memiliki beban dapat berkurang hingga 60, kecuali
nilai TKA sebesar 90 untuk dinding luar harus tetap dipertahankan bila
b) untuk tiap dinding dalam yang bukan memikul beban, tidak perlu
tahan api.
iii. tiap isolasi yang terpasang pada rongga atau lubang di dinding
tepat lainnya.
Elemen bangunan harus memenuhi ketentuan yang tercantum pada tabel 5.4.3. dan setiap
balok atau kolom yang menjadi satu dengan elemen bangunan tersebut harus mempunyai
TKA tidak kurang dari yang tercantum dalam tabel tersebut sesuai dengan kelas
bangunannya.
kelas 4
DINDING LUAR,
dari 3 m
jaraknya ke sumber
utama adalah :
dari 3 m.
API.
DINDING DALAM
semacamnya
membatasi unit-unit
hunian tunggal
disyaratkan memiliki
TKA
Atap -- / -- / -- -- / -- / -- -- / -- / -- -- / -- / --
a) Persyaratan dinding.
1. Suatu dinding luar yang disyaratkan sesuai tabel 6, memiliki TKA hanya memerlukan
2. Suatu dinding pembatas api atau dinding dalam yang membatasi unit hunian tunggal
atau memisahkan unit-unit yang berdekatan bila dibuat dari bahan beton ringan harus
3. Dalam bangunan kelas 2 atau 3, suatu dinding dalam yang disyaratkan menurut tabel 6
terhadap penjalaran api awal ke ruang diatasnya tidak kurang dari 60 menit.
c. mencapai permukaan bagian bawah penutup atap bilamana penutup atap tersebut
terbuat dari bahan tidak mudah terbakar, dan terkecuali untuk penopang atap
d. menonjol di atas atap setinggi 450 mm bilamana penutup atap dari bahan mudah
terbakar.
b) Persyaratan lantai.
Pada bangunan kelas 2 atau 3, kecuali di dalam unit hunian tunggal, atau pada bangunan
kelas 9, maka lantai yang memisahkan tingkat-tingkat pada bangunan atau berada di atas
ruang untuk menampung kendaraan bermotor atau digunakan sebagai gudang atau
keperluan ekstra lainnya dan tiap kolom yang menopang lantai haruslah :
Bahan bangunan yang digunakan untuk unsur bangunan harus memenuhi persyaratan
pengujian sifat bakar (combustibility test) dan sifat penjalaran api pada permukaan (surface
harus memenuhi persyaratan pengujian sifat ketahanan api yang dinyatakan dalam waktu (30,
Bahan bangunan berikut sebagaimana dimaksud pada butir 5.14.1 SNI 03 – 1736 - 2000
diklasifikasi-kan sebagai :
Bahan bangunan yang mudah terbakar, dan atau yang mudah menjalarkan api melalui
permukaan tanpa perlindungan khusus, tidak boleh dipakai pada tempat-tempat penyelamatan
kebakaran, maupun dibagian lainnya, dalam bangunan di mana terdapat sumber api.
Bila suatu bangunan dengan ketinggian tidak lebih dari 2 (dua) lantai memiliki dinding luar
dari bahan beton yang kemungkinan bisa runtuh seluruhnya dalam bentuk panel (contoh :
beton, precast), maka dinding tersebut harus dirancang sedemikian rupa sehingga pada saat
Dinding luar bangunan yang berbatasan dengan garis batas pemilikan tanah harus tahan api
Pada bangunan yang berderet, dinding batas antara bangunan harus menembus atap dengan
Dinding sebagaimana dimaksud pada butir 2.5.1. tidak boleh menerus sampai langit-langit
serta tidak boleh mengganggu fungsi sistem instalasi dan perlengkapan bangunan pada ruang
tertentu.
a. Sarana proteksi pada bukaan dalam persyaratan ini adalah pintu kebakaran, jendela
b. Ketentuan dalam sub bab ini mengatur persyaratan untuk konstruksi pintu kebakaran,
2. Pintu kebakaran.
b. Tidak rusak akibat adanya radiasi melalui bagian kaca dari pintu tersebut selama
periode waktu, sesuai dengan nilai integritas dalam TKA yang dimiliki.
a. Persyaratan Umum.
Pintu penahan asap harus dibuat sedemikian rupa sehingga asap tidak akan melewati
pintu dari satu sisi ke sisi yang lainnya, dan bila terdapat bahan kaca pada pintu
tersebut, maka bahaya yang mungkin timbul terhadap orang yang lewat harus
minimal.
b. Konstruksi yang memenuhi syarat.
Pintu penahan asap, baik terdiri dari satu ataupun lebih akan memenuhi
o
2. daun pintu mampu menahan asap pada suhu 200 C selama 30 menit.
otomatis yang dideteksi oleh detektor asap yang dipasang sesuai dengan
standar yang berlaku dan ditempatkan disetiap sisi pintu yang jaraknya
2. dalam hal terjadi putusnya aliran listrik ke pintu, daun pintu berhenti aman
c. Pintu akan kembali menutup secara penuh setelah pembukaan secara manual.
d. Setiap kaca atau bahan kaca yang menyatu dengan pintu kebakaran atau
yang tidak terhalang, maka adanya kaca tersebut harus dapat dikenali dengan
4. Lubang tembus utilitas pada pintu keluar yang diisolasi terhadap kebakaran.
Pintu-pintu keluar yang diisolasi terhadap kebakaran tidak boleh ditembus oleh perangkat
1. Kabel-kabel listrik yang berkaitan dengan sistem pencahayaan atau sistem tekanan
udara yang melayani sarana keluar atau sistem inter komunikasi untuk melindungi
tanda “KELUAR”.
2. Ducting yang berkaitan dengan sistem pemberian tekanan udara bila hal itu :
3. Lingkup.
Ketentuan ini menjelaskan tentang bahan dan metoda instalasi utilitas atau
peralatan mekanikal dan elektrikal yang menembus dinding, lantai dan langit-
4. Penerapan.
5. Pipa metal.
a. Suatu pipa metal yang secara normal berisi cairan tidak boleh menembus
dinding, lantai ataupun langit-langit pada jarak 100 mm dari bahan mudah
mm.
2. besi tuang atau baja (selain baja tahan karat) dengan ketebalan dinding
minimal 2 mm.
c. Pipa metal tersebut harus dibungkus atau diberi selubung tetapi tidak perlu
d. Celah yang terjadi diantara pipa metal dan dinding, lantai atau langit-langit
yang ditembus harus diberi penyetop api sesuai dengan butir 7.17.7 SNI 03–
1736-2000
5. Pipa yang menembus ruang sanitasi.
Apabila sebuah pipa logam atau PVC menembus lantai ruang sanitasi sesuai butir 7.16 SNI
03–1736-2000, maka :
a. Bukaan atau lubang penembusan harus rapih dan berukuran tidak lebih besar dari
b. Celah antara pipa dan lantai harus diberi penyetop api (fire stopping) sebagaimana
Bilamana sebatang kawat atau kabel atau sekumpulan kabel menembus lantai, dinding atau
langit-langit, maka :
a. Lubang penembusan harus rapih baik melalui pemotongan ataupun pemboran dan
1. mm2 bila mengakomodasi hanya satu kabel dan celah antara kabel dan dinding,
c. Ketentuan yang berlaku atau celah yang terjadi antara utilitas dan dinding, lantai atau
langit-langit harus diberi penyetop api sesuai ketentuan butir 7.17.7. SNI 03–1736-
2000.
BAB III
Metodologi Penelitian
a. Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode penelitian kualititatif.
Menurut Sugiono (2013:14) metode penelitian kuantitatif adalah “metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat positivisme yang digunakan untuk meneliti pada populasi dan
sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random,
pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kualitatif dengan
b. Objek Penelitian
Objek penelitian adalah objek yang dijadikan penelitian atau yang menjadi titik perhatian
suatu penelitian atau lembaran-lembaran Identifikasi Bahaya dan Penilaian Resiko dari
Kemungkinan kebakaran di tempat kerja, tempat tinggal atau pun gedung gedung yang
digunakan sebagai tempat aktivitas maupun hunian. Di dalam penelitian ini yang menjadi
objek penelitian adalah sistem proteksi pasif dari kebakaran yang dampak pada keselamatan
Lokasi penelitian ini dilakukan di perusahaan PT. Baker Hughes Indonesia, Balikpapan,
Kalimantan Timur. Beker Hughes adalah perusahaan yang bergerak di bidang reservoir
tubing minyak dan gas dengan pengeboran kinerja tinggi, produksi dan jasa. Adapun waktu
penelitian dalam menyusun karya tulis / Makalah ini adalah 1 minggu. Mulai dari tanggal 10
dalam dan area perkantoran tersebut penulis berupaya memberikan beberapa gambaran
potensi bahaya yang dapat terpapar pada pekerja dan proteksi pasif yang dapat di teraapkan
Dalam penelitian ini digunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Observasi lapangan
Teknik pengumpulan dan pengambilan data dengan pengamatan serta survei langsung ke
lapangan dan pengamatan langsung terhadap penerapan dan pengelolaan identifikasi bahaya
dan keselamatan dan kesehatan kerja, serta mencari potensi dan faktor resiko yang mungkin
Gambar 5. Baker Hughes Office Jalan Mulawarman Km 16 63, Manggar, Balikpapan Timut,
Yaitu teknik pengambilan dan pengumpulan data dengan cara wawancara langsung
dengan karyawan yang berwenang serta memiliki keterkaitan langsung dengan masalah
Wawancara dengan beberapa pekerja yang bekerja di area perkantoran maupun karyawan
yang bekerja di luar area perkantoran pada perusahaan Beker Hughes balikpapan, untuk
mengetahui segala sesuatu hal yang berkaitan dengan program pelaksanaan keselamatan kerja
khususnya dalam proteksi pasif serta Melakukan koordinasi dengan instansi yang terkait,
seperti Dinas Pemadam Kebakaran (PMK). Teknik ini digunakan pertama kali ketika peneliti
melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, tapi juga
digunakan saat peneliti mengetahui hal-hal dari responden yang sifatnya lebih mendalam.
Jadi dengan teknik wawancara ini, peneliti dapat mengetahui hal-hal yang lebih mendalam
3. Kepustakaan
Studi kepustakaan ini dilakukan dengan membaca dan mempelajari informasi yang
peneliti dapatkan dari beberapa buku dan literatur serta undang undang ketenaga-kerjaan
dan undang undang keselamatan kerja, dan juga peraturan-peraturan yang berhubungan
atau relevan terhadap penelitian. Studi kepustakaan ini digunakan untuk memperoleh
informasi dan sumber yang tepat guna mendukung peneliti untuk mengidentifikasi teori
secara sistematis, penemuan pustaka, dan analisis dokumen yang memuat informasi
Data primer diperoleh dari melakukan observasi secara langsung pada setiap area kerja
atau lapangan, wawancara dengan penanggung jawab dan karyawan perusahaan tersebut.
serta melakukan pengamatan secara langsung terhadap objek penelitian yang meliputi
2. Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari arsip-arsip atau dokumen / literatur serta undang undang
yang berhubungan dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, proses kerja pada sistem
proteksi pasif, buku referensi sumber kepustakaan yang berhubungan dengan penelitian.
Studi kepustakaan merupakan suatu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara menbaca bahan bahan mengenai hukum dan perundangan yang relevansinya
Metode yang digunakan dalam menganalisis Identifikasi Bahaya dan Penilaian Resiko
serta sistem proteksi pasif pada perusahaan Beker Hughes Balikappan adalah metode
deskriptif kualitatif. Seluruh data yang diperoleh selama pengamatan pada perusahaan
tersebut. Kemudian ditelaah dan disusun secara sistematis, sebagai bahan penelitian untuk
kemudian dianalisis dengan membandingkan identifikasi bahaya dan penilaian resiko serta
sistem proteksi pasif yang dilakukan oleh perusahaan tersebut dengan teori-teori, perundang-
undangan, serta referensi yang berkaitan dengan analisis dan penilaian resiko sebuah
pekerjaan atau tempat aktifitas atau hunian yang aman dan nyaman untuk kemudian dibuat
Pendahuluan
Landasan Teori
Penerapan data
1. Data primer
2. Data Sekunder
Analisa dan
pembahasan
Pembahasan
Selesai
Mulai
Pengendalian Operasionl
Selesai
Skala pengukuran dibagi menjadi beberapa macam skala. Menurut Sugiyono (2010:134)
“beberapa skala pengukuran yang dapat digunakan dalam penelitian adalah Skala Likert,
menggunakan skala Guttman. Skala yang digunakan untuk mendapatkan jawaban yang
bersifat jelas ( tegas dan konsisten ), yang hanya memberikan dua alternatif jawaban.
Menurut Sugiyono (2012) skala Guttman digunakan apabila ingin mendapatkan jawaban
yang jelas terhadap suatu permasalahan. Variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi
variable. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item –
SOAL 1 YA TIDAK
SOAL 2 YA TIDAK
Metode analisa data pada penelitian ini akan dilakukan melalui empat tahapan yang
meliputi editing, coding, tabulating dan entry. Editing adalah proses pengecekan jumlah
kuesioner, kelengkapan data yang diantaranya kelengkapan identitas, lembar kuesioner dan
dengan segera oleh peneliti. Coding adalah tindakan untuk melakukan pemberian kode atau
angka untuk memudahkan pengolahan data. Tabulating adalah merupakan tahapan ketiga
yang dilakukan setelah proses editing dan coding. Kegiatan tabulating dalam penelitian
meliputi pengelompokan data sesuai dengan tujuan penelitian kemudian dimasukan ke dalam
table-tabel yangtelah ditentukan berdasarkan kuesioner yang telah ditentukan. Tahap terakir
dalam pengolahan data adalah Entry. Entry bertujuan memasukan semua data yang telah
Kebakaran adalah peristiwa yang tidak terduga dan menimbulkan banyak kerugian. Hal
ini dapat terjadi pada gedung gedung yang tidak memiliki sistem perlindungan serta
management kebakaran dan keselamatan. Para pengelola gedung khususnya gedung tinggi
perkantoran, harus memiliki beberapa sistem standar kebakaran, salah satunya adalah sistem
proteksi pasif. Design proteksi pasif sangat penting bagi bangunan sebagai sistem untuk
menahan penjalaran asap dan api dalam bangunan saat terjadi bahaya kebakaran.
Gedung dan Lingkungan (Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum No. 10/KPTS/2000)
terhadap bahaya kebakaran, mulai dari perencanaan, pelaksanaan pembangunan sampai pada
fungsinya.
lingkungan bertujuan terselenggaranya fungsi bangunan gedung dan lingkungan yang aman
bagi manusia, harta benda, khususnya dari bahaya kebakaran sehingga tidak mengakibatkan
Berdasarkan maksud dan tujuan dari ketentuan tersebut, maka dalam penyelenggaraan
keamanan bangunan khususnya terhadap bahaya kebakaran dapat terlaksana dengan baik
sesuai ketentuan yang berlaku. Untuk mengatasi hal tersebut, dalam gedung Plasa
cepat dan efisien baik dari dalam maupun luar gedung, tetapi dalam kesempatan ini penulis
perlengkapannya.
Gedung dan Lingkungan (Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum No. 10/KPTS/2000,
2000 : 26), bahwa setiap bangunan harus dilengkapi dengan sarana evakuasi yang dapat
digunakan oleh penghuni bangunan, sehingga memiliki waktu yang cukup untuk
Lebar
Lebar min. pijakan
Kurang
pijakan (G) 27,9 cm (G) 25 cm
Memenuhi
Persyaratan
Tinggi min. Tinggi
pijakan tannga
pijakan (R) 10,2 cm pijakan
Tinggi max. (R) 17,5cm
Pijakan (R) 17,8 cm
1 Fisik
Bahan Beton Besi
Anak tangga
lantai tidak
Lantai kasar / Greting
licin Memenuhi
Standart
Susuran
Besi Carbon Steel
tangga
Tabel 8
Keterangan : Data hasil observasi di Beker Hughes Balikpapan
Lebar min 80 cm, tinggi lebar 90, tinggi 210 cm dan Memenuhi
1 Pintu darurat
210 cm dan tebal 5 cm tebal 5 cm persyaratan
Di samping kanan dan kiri Memenuhi
2 Pegangan tangga Tinggi 86 – 96 cm
tangga darurat rata-rata 90cm persyaratan
Memenuhi
3 Pengeras suara Harus disediakan Ada di setiap tangga darurat
persyaratan
Lampu Memenuhi **
4 Minimal 50 lux Memakai lampu TL : 20 watt
penerangan persyaratan
Tidak
Shaft smoke Tidak Ada di setiap tangga
5 Harus disediakan Memenuhi
exhaust darurat
persyaratan
Tabel 9
N = (50 lux x 2,95 m x 5 m) / (800 lumen x 0,6 x 0,8)= 2.119∞ 1 unit lampu
4.2 Pembahasan
Bangunan Gedung kantor Beker Hughes yang ditinjau memiliki struktur yang mampu
bertahan terhadap penjalaran api yaitu berupa beton bertulang, sehingga memberikan
waktu bagi penghuni gedung untuk melakukan evakuasi dengan aman. Selain itu juga
untuk memberikan waktu bagi petugas pemadam kebakaran untuk memadamkan api
2. Kompartemenisasi ruangan
Gambar 8
Ukuran kompartemenisasi dan konstruksi pemisah harus dapat membatasi kobaran api
yang terjadi, sehingga dapat memberikan perlindungan bagi penghuni yang berada diruangan
yang tidak dapat menahan api, yang akan membuat perambatan api dengan cepat. Di
beberapa tempat masih terdapat ruangan yang terbuat dari bahan yang mudah terbakar,
terbuat dari bakan tripleks, bangunan tersebut tidak memenuhi syarat sebagai system proteksi
pasif bangunan.
Gambar 10.
3. Pembuangan asap
Pembuangan asap merupakan alat yang berguna untuk mengeluarkan asap dari dalam
ruangan menuju keluar gedung pada saat kebakaran terjadi. Dalam peraturannya setiap
reservoir asap diberikan minimum 1 buah fan yang mampu menghisap asap. Selain itu
reservoir asap terletak dengan ketinggian 2 m dari lantai, alat ini tersedia di beberapa tempat
4. Cahaya darurat
Pencahayaan darurat pada gedung perkantoran dinilai baik karena sudah sesuai dengan
pembangunan gedung) yaitu pencahayaan darurat harus dipasang disetiap tangga yang
N = (50 lux x 2,95 m x 5 m) / (800 lumen x 0,6 x 0,8)= 2.119∞ 1 unit lampu
Gambar 12
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Proses identifikasi bahaya dan penilaian resiko sistem proteksi pasif memang cukup
efektif untuk mengetahui faktor dan potensi bahaya, serta besarnya resiko yang ditimbulkan
dari suatu proses kerja. Sehingga untuk proses pengendalian bahaya dan resiko bisa
pengendalian resiko harus menjadi bagian dari proses perencanaan yang sedang berlangsung.
Berdasarkan hasil pengamatan dan penelitian serta dilihat dari kondisi gedung menunjukkan
bahwa gedung tersebut masuk dalam kategori bagunan tipe B kelas 2 yang memiliki 2 lantai,
yang mana bangunan Tipe B Konstruksi yang elemen struktur pembentuk kompartemen
kebakaran.
5.2 Saran
penilaian resiko yang diharapkan dapat menurunkan angka kecelakaan kerja yang
tersebut.
1) Benda yang menjadi sumber bahaya (contoh: penataan kabel dan fitting extention
cable)
3) Kondisi kerja yang tidak standar pada peralatan, material, proses atau lingkungan
Hal ini telah sesuai dengan Permenaker No. 05/MEN/1996 tentang identifikasi sumber
bahaya.
Penilaian resiko ini ditujukan untuk menyusun prioritas penanganan bahaya yang
sudah di identifikasi. Tindakan kontrol dimulai dari bahaya yang mempunyai resiko
tinggi kemudian yang lebih rendah tingkat bahayanya. Hal ini telah sesuai dengan
2. Pengendalian Resiko
keberhasilan dari pengendalian resiko akan bergantung pada kemampuan pekerja untuk
mengidentifikasi bahaya, menilai resikonya dan menanggapinya dengan tepat atas
1) Keterampilan
2) Pengetahuan
3) Pengalaman
diambil untuk mengurangi tingkat potensi resiko sampai pada batas yang bisa ditoleransi
tindakan pengendalian atau penurunan resiko dapat dilakukan dengan penggunaan APD
standar, menyediakan JSA, instruksi kerja, dan pelatihan keselamatan. Hal ini sesuai
3. Tindakan Pengendalian
Disamping upaya pengendalian atau pengurangan resiko yang tercantum di atas juga
perlu diupayakan mengenai rancangan (design) atau rekayasa dan pengendalian administrasi.
yang tinggi. Namun tidak semua metode pengendalian diterapkan, metode yang dilakukan
antara lain:
a. Rekayasa/Engineering
Tindakan pengendalian yang berupa rekayasa teknik yang digunakan adalah dengan
menggunakan peralatan listrik yang memiliki tingkat proteksi tinggi atau memasang
bahaya api.
bahaya dengan memenuhi prosedur atau instruksi kerja dan manufaktur peralatan
atau terbakar.
dibuat rencana pelatihan K3 tahunan dan disahkan oleh direktur melalui pelatihan
K3 antara lain:
4) Pelatihan risk assessment dan job safety analysis diberikan kepada level
pengawas
5) Pelatihan kesehatan industri diberikan kepada level pengawas dan level pekerja.
d. Eleminasi
pun proses untuk menghilangkan bahaya. Selain mengacu pada Hierarki pengendalian,
salah satu upaya pengendalian potensi bahaya yang dilakukan yaitu dengan melakukan
penyuluhan tentang keselamatan dan inspeksi bulanan. Kegiatan ini dilakukan secara
rutin setiap bulan oleh jajaran manajemen Dinas kebersihan kota balikpapan. Temuan-
temuan dari hasil inspeksi ini akan ditindak lanjuti oleh departemen terkait. Selain itu
tujuan dari diadakannya inspeksi bulanan ini adalah untuk mengetahui bahaya-bahaya
baru yang timbul di area kerja agar dapat dilakukan identifikasi bahaya dan penilaian
pada resiko yang ada serta dicatat dalam Risk Register untuk kemudian
disosialisasikan agar potensi bahaya tersebut dapat diketahui oleh para pekerja.
Dalam upaya mencegak dan mengurangi tingkat kecelakaan maka perusahaan juga
memasang emergency plan atau jalur evakuasi jika terdi keadaan darurat, juga
4. Perlu penyesuain jumlah APAR dan alat pemadam lain seperti hydrant box, sprinkler
5. Tanda Petunjuk arah exit yang berada di area office lantai 1 dan 2 dan lampu pada
1. Buchanan, A.H (1994),” Fire Engineering Design Guide,” Centre for Advanced
2. Drysdale, Dougal (1985), “ An Introduction to Fire Dynamics,” John Wiley & Sons, pp
278 – 303
5. NFPA 101 (1994),” Life Safety Code Handbook,” National Fire Protection Association
6. Patterson, James (1993),” Simplified Design for Building Fire Safety,” John Wiley and
7. SNI no 03-1736-2000 tentang Standar Perencanaan Sistem Proteksi Pasif 117 Sistem
8. SNI no. 03 – 1735 - 2000 tentang Tatacara Perencanaan Akses Lingkungan untuk
10. Suprapto (2004),” Sistem Proteksi Pasif, kurang diperhatikan namun sangat penting,”
IFFC Bulletin, edisi Perdana, 2005 Jurnal Permukiman Vol.2 No.2 September 2007 118
11. Aji Kurniawan, 2010. System pemadam kebakaran pada gedung sejahtera family hotel
13. DPU 2000 ketentuan tekhnis pengamanan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan
14. DPU 1987 Panduan pemasangan alat bantu evakuasi untuk pencegahan bahaya kebakaran
15. Juwon, Jimmy S. 2005, panduan sistem bangunan tinggi untuk arsitek dan praktisi
17. Sumarjito 2010. Kajian terhadap sarana emergency exit pada bangunan bangunan pusat
perbelanjaan di yogyakarta.