PRAKTIKUM
KOSMETOLOGI
MOISTURIZER CREAM
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 5
B. Asam stearat
a) Sinonim : Acid stearicum, ctylaceticacid, crodacid, edenor, emersol,
stereophonic acid, pearl steric.
b) Rumus Molekul : C18H36O2
c) Berat Molekul : 284.47
d) Rumus Bangun :
C. Gliserin
a) Sinonim : Glycerol, glycerin, glycerolum, glycon, pricerine, 1,2,3-
propanetriol, trihydroxypropan gliserol
b) Rumus Molekul : C3H8O3
c) Rumus Bangun :
D. Borax
a) Sinonim : Sodium borate, borax decahydrate, boric acid disodium salt,
natrii tetraboras, sodium biborate decahydrate, sodium pyroborate
decahydrate, sodium tetraborat decahydrate.
b) Nama Kimia : Disodium tetraborate decahydrate
c) Rumus Molekul : Na2B4O7.H2O
d) Berat Molekul : 381,37
e) Pemerian : Putih, kristal keras, granul, atau serbuk kristal. Bahan
tidak berbau dan dapat mengalir.
f) Kelarutan : 1:1 gliserin, 1:1 air mendidih, 1:16 air, praktis tidak larut
dalam etanol (95%), etanol (99.5%), dan dietil eter.
g) Khasiat : Agen alkali, antimikroba, buffer, desinfektan, bahan
pengemulsi, bahan stabilisasi.
h) pH : 9.0-9.6
i) Titik lebur : 75oC
j) Stabilitas : Disimpan dalam keadaan tertutup rapat dalam tempat
sejuk dan kering.
k) Inkompatibilitas : asam dan garam metal serta garam alkaloid
Sumber: Handbook of Pharmaceutical Excipients Edisi Keenam hal. 184
F. Nipagin
a) Sinonim : Methyl hydroxybenzoate (BP), Methyl parahydroxybenzoate
(JP), Methylis parahydroxybenzoates (PhEur), Methylparaben
f)
g) Pemerian : Kristal putih atau bedrupa serbuk, berbau lemah atau
hampir tidak berbau, rasa khas (kuat)
h) Kelarutan : Praktis tidak larut dalam minyak mineral, 1:2 etanol, 1:3
etanol (95%), 1:6 etanol (50%), 1:10 eter, 1:60 gliserin, 1:200 minyak
kacang, 1:5 propilenglikol, 1:400 air, 1:50 air suhu 50 oC, 1:30 air suhu
80oC.
i) Khasiat : Bahan antimikroba
j) pH: 4-8
k) Titik lebur : 125-128oC
l) Stabilitas : Larutan yang mengandung nipagin pada pH 3-6 mungkin
disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 120oC selama 20 menit.
m) Penyimpanan : Disimpan dalam tempat tertutup rapat dalam keadaan
sejuk dan kering.
n) Inkompatibilitas : Tereduksi dengan surfaktan nonionik seperti
polisorbat 80. Inkompatibilitas dengan bentonit, magnesium trisilicat,
talk, tragakan, sodium alginat, minyak essensial, sorbitol, atropin.
Bereaksi dengan macam-macam gula dan alkohol gula.
o) Kadar : Topikal (0.02-0.3%)
Sumber: Handbook of Pharmaceutical Excipients Edisi Keenam hal. 794
Stratum korneum terbuat dari sisik-sisik keratin dan semn yang mirip
lilin yang mengisi celah-celah piringan-piringan keratin tersebut. Keratin terdiri
dari molekul-molekul rantai panjang yang dhubungkan satu sama lain dengan
jembatan garam atau hydrogen. Semakin sedikit jumlah air di antara rantai-
rantai, semakin kuat ikatan itu dan semakin rendah elastisitas jaringan
kreatinin stratum korneum. Kulit akan kering dan pecah- pecah membentuk
retak-retak mendalam miri huruf V. Mikroorganisme, kotoran, sisa sabun dan
lain-lain akan masuk dan menumpuk dalam celah-celah itu, sehingga
menimbulkan berbagai gangguan kebersihan dan kesehatan serta menjadi
sumber infeksi. Bila bakteri atau bahan iritan menembus retak V tersebut
sampai ke bawah lapisan rennin, tipe kelainan kulit yang lain, kreatinasi yang
tidak sempurna dan tidak normal dapat terjadi. Stratum germinativum
bereaksi terhadap bahan iritan dengan meningkatkan pembelahan sel-selnya.
Mengakibatkan migrasi sel yang sangat cepat ke atas sehingga terjadi
penebalan stratum korneum dengan penebalan sel-sel semi-kreatinisasi.
Komposisi bahan semen stratum korneum juga menjadi abnormal, membuat
aglomerasi sel-sel menjadi sisik-sisik yang lebih kasar. Bila sisi-sisik ini lepas,
+
Asam stearat TEA
Setil alcohol merupakan zat pengemulsi untuk menstabilkan emulsi
minyak dalam air. setil alcohol digunakan sebagai absorpsi air. Setil alcohol
bertindak sebagai pengemulsi lemah pada tipe air dalam minyak. Setil alcohol
juga dilaporkan dapat meningkatkan konsistensi emulsi air dalam minyak.
Setil alcohol digunakan sebagai agen pengemulsi pada konsentrasi 2-5 %.
Pada emulsi minyak dalam air (m-a), setil alkohol dapat meningkatkan
stabilitas dengan mengkombinasikan dengan agen pengemulsi larut air. Setil
alkohol digunakan sebagai peningkat konsistensi dengan adanya campuran
antara setil alkohol dengan pengemulsi hidrofi (Handbook of Pharmaceutical
Excipient 5th Edition page 155). Setil alkohol ini berungsi sebagai emolien ,
karena mempunyai kemampuan mengabsorpsi air pada emulsi tipe A/M,
merupakan emulgator lemah untuk emulsi tipe A/M .dapat meningkatkan
konsistensi (viskositas krim).
Penambahan NaOH pada formula 2A dan 2B karena basis krim
bersifat asam, maka perlu ditambahkan NaOH sebagai pengatur pH.
Penampilan dan kelenturan sediaan krim ditentukan dari proporsi basa yang
ditambahkan pada basis. Krim stearat bereaksi alkali lemak (pH 7,2 sampai
8,4). Akan tetapi reaksi alkalinya tidak boleh berlebihan. Sebab alkalisasi kulit
sehat akan terhalangi secara sempurna dalam waktu singkat dan pH
Setil alcohol
g = gravitasi
r = jari-jari partikel sferis
sc – sd =bobot jenis cairan
ɳ = viskositas
jika sd lebih besar dari sc maka partikel dispersi akan mengambang ke
permukaan, walaupun ada pengaruh gravitasi.
Inversi fase
Adalah ketidakstabilan emulsi yang terjadi sekonyong-konyong karena
perubahan fase m/a menjadi a/m atau sebaliknya.
Faktor utama yang dapat menyebabkan terjadinya inversi fasa antara
lain adalah:
1. Konsentrasi volume kedua zat
2. Sifat serta jumlah zat pengemulsi
Jika kadar fase dispersi naik, tetapi faktor lain masih tetap, tidak terjadi
inversi fase. Inversi fase terjadi jika kadar mencapai 75% atau jika PFD 74%
Sifat dan jumlah zat pengemulsi, suhu dan kondisi dinamik pada waktu
proses emulsifikasi akan mempengaruhi inversi fase emulsi
De-emulsifikasi
Adalah proses pemisahan sempurna emulsi menjadi masing-masing
komponen cair. Proses pemisahan tersebut dapat terjadi dalam 2 tahap yaitu:
1)
Ansel, Howard C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
2)
Dewan Redaksi Panitia Formularium Kosmetika Indonesia. 1985. Formularium
Kosmetika Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
3)
Farmakope Indonesia Ed. III
4)
Farmakope Indonesia Ed. IV
5)
Lachman, Leon. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri 2 Edisi ke-3. Jakarta : UI
Press.
6)
Rowe, C Raymond; Sheskey, Paul J and Quinn, Marian E. 2009. Handbook of
Pharmaceutical Excipients 6th Edition. London: Pharmaceutical Press.
7)
Rowe, Raymond C; Sheskey, Paul J and Owen Siân C. 2006. Handbook of
Pharmaceutical Excipients 5th edition. London: Pharmaceutical Press.
8)
Tranggono, Retno Iswari, DR. SpKK dan Latifah, Fatimah, Dra. Apt. 2007. Buku
Pegangan Ilmu Pengeahuan Kosmetik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
9)
Voigt, R. 1995. Buku Pelajaran Tehknologi Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.