MODUL 3
MANUSIA DAN PERADABAN
Pendahuluan
Modul ini memuat hal-hal yang berkaitan dengan peradaban antara lain moral,
norma, etika dan estetika serta problematika peradaban. Modul ini akan membahas
tentang adab dan peradaban, bagaimana definisi tentang adab dan peradaban yang
dikemukakan oleh para ahli serta keterkaitan antara peradaban dan norma. Selain itu,
juga dibahas mengenai wujud peradaban seperti, moral, norma, etika dan estetika
serta evolusi budaya dan tahapan peradaban.
Selanjutnya dibahas pula mengenai peradaban dan perubahan sosial dimana
modernisasi yaitu sebuah proses yang dilandasi oleh seperangkat rencana dan
kebijakan yang didasari untuk mengubah masyarakat ke arah kehidupan masyarakat
kontemporer yang menurut pemikiran para pemimpin lebih maju dalam derajat
kehormatan tertentu dan masyarakat madani yaitu sebuah konsep hubungan antara
pemerintah dan rakyat, negara dan masyarakat.menjadi sub bahasannya.
Masyarakat yang beradab juga menjadi salah satu bahasan yang ada didalam
modul ini. Suatu masyarakat yang beradab akan membutuhkan adab atau norma. Jika
dikaitkan kebutuhan akan adab ini dengan peradaban, maka kita mengacu pada
masyarakat yang memiliki organisasi sosial, kebudayaan, dan cara kehidupan yang
sudah maju, yang menyebabkan berbeda dari masyarakat lain, oleh karena itu,
masyarakat yang beradab tentunya memilliki norma atau aturan yang selalu ada
dalam kehidupan masyarakat tersebut.
Yang terakhir dibahas dalam modul manusia dan peradaban ini adalah
mengenai problematika peradaban dalam kehidupan manusia. Problematika yang
sering muncul dalam konteks peradaban adalah pertama, kemajuan iptek dimana
kemajauan iptek ini memiliki dampak positif dan negatif dalam perkembangan
peradaban manusia. Kedua, dampak globalisasi terhadap peradaban yang oleh
Azyumardi Azra dikatakan bahwa dominasi yang dilakukan oleh satu peradaban
68
kedalam cara hidup yang mungkin oleh kebanyakan anggota masyarakat dianggap
elit dan tidak egaliter5.
sopan santun, lebih dikenal dengan istilah etiket, seperti etika makan, etika
berbicara, berpakaian dan sebagainya.
4. Estetika
Berhubungan dengan segala sesuatu yang tercakup dalam keindahan, mencakup
kesatuan (unity), keselarasan (balance), dan kebalikan (contrast).
Ada perbedaan antara nilai dengan norma. Misalnya: mengenai keadilan
putusan pengadilan ada yang secara hukum, dari tinjauan norma yang ada sudah
benar. Namun bisa jadi putusan tersebut belum memenuhi rasa keadilan bagi para
pihak, juga masyarakat. yang acuannya adalah nilai keadilan dari masyarakat itu
sendiri.
Gelombang Pertama.
Gelombang ini terjadi pada masa-masa tradisional, dimana tekhnologi masih
belum ditemukan. Kehidupan sosial-budaya masayaratkat pada gelombang ini
pun masih dianggap tradisional. Dengan kata lain gelombang ini dianggap
sebagai tahap peradaban pertanian, dimana dimulai kehidupan baru dari budaya
meramu ke bercocok tanam. Toffler menyebutnya sebagai revolusi agraris.
Gelombang Kedua.
Gelombang kedua dari evolusi budaya adalah tahap peradaban industri. Yang
ditandai dengan penemuan mesin uap, energi listrik, mesin untuk mobil dan
pesawat terbang. Toffler menyebutnya sebagai revolusi industri
Gelombang Ketiga.
Gelombang ini dianggap sebagai tahapan evolusi budaya yang lebih modern dan
serba canggih atau dapat juga disebut sebagai tahap peradaban informasi.
Penemuan-penemuan di bidang Tekhnologi Informasi dan komunikasi dengan
komputer atau alat komunikasi digital dapat dijadikan tolok ukur dalam evolusi
budaya gelobang ketiga oleh Toffler ini.
dianggap sebagai negara yang telah menerapkan modernisasi dalam setiap aspek
bidang kehidupannya, sedang negara yang sedang berkembang dianggap sebagai
negara yang sedang mengadakan modernisasi.
Koentjaraningrat10 menyatakan modernisasi adalah usaha untuk hidup sesuai
dengan zaman dan konstelasi dunia sekarang. Anthony D Smith 11 (1973:62)
menyatakan modernisasi bukan semata-mata proses yang spontan dan tanpa
perencanaan. “modernization then is a conscious set of plant and policies for
changing a particular society in the direction of contemporary societies which the
leaders think are more ‘advanced’ in certain respect”. Moderniasi merupakan proses
yang dilandasi oleh seperangkat rencana dan kebijakan yang didasari untuk
mengubah masyarakat ke arah kehidupan masyarakat kontemporer yang menurut
pemikiran para pemimpin lebih maju dalam derajat kehormatan tertentu. Modernisai
merupakan proses mengangkat kehidupan, suasana batin yang lebih baik dan maju
daripada kehidupan sebelumnya, suasana kehidupan yang serasi dengan kemajuan
zaman. Oleh karena itu, pada kehidupan modern, tercermin alam pikiran rasional,
ekonomis, efektif, efisien menuju ke kehidupan yang makin produktif.
Modernisasi sebagai konsep dalam kepustakaan ilmu-ilmu sosial dapat
diartikan sebagai suatu sikap pikiran yang mempunyai kecenderungan untuk
mendahulukan sesuatu yang baru daripada yang bersifat tradisi, dan satu sikap pikiran
yang hendak menyesuaikan hal-hal yang sudah menetap dan menjadi adat kepada
kebutuhan-kebutuhan yang baru12.
Adapun efek-efek prkatis dari pada sikap modern itu dapat bersifat
konservatif maupun revolusioner. Dapat bersifat konservatif oleh karena sikap
penyesuaian itu pada prinsipnya dan pada tujuannya yang terakhir masih hendak
menyelesaikan yang lama, yang telah menjadi tradisi dengan menghindarkannya dari
kerusakan dan sikap masa bodoh, sesudah datang perubahan dan pembaharuan.
Sedang efek yang bersifat revolusioner adalah karena ada keinginan untuk sama
sekali mengganti adat tradisi dengan cara meninggalkannya sama sekali. Adapun
sikap modern yang berarti mendahulukan sesuatu yang baru dari pada yang sudah
75
menjadi tradisi itu, terutama disebabkan oleh penggunaan ilmu pengetahuan positif,
sehingga modernisasi dapat pula kita batasi sebagai sesuatu pikiran yang hendak
berusaha untuk mengharmoniskan hubungan antara lembaga-lembaga yang telah
lama ada dengan ilmu pengetahuan13.
Alex Inkeles memberikan pendapatnya mengenai modernisasi dalam upaya
melengkapi uraian-uraian tentang modern dan modernisasi. Inkeles meninjau arti
modernisasi sebagai sikap dan nilai-nilai yang ada pada manusia. Menurutnya ada
sembilan unsur yang terdapat pada konsep tentang manusia modern 14, yang antara
lain yaitu :
1. Seorang manusia modern memiliki sikap untuk siap menerima ha-hal atau
pengalaman-pengalaman yang baru dan terbuka untuk inovasi dan perubahan.
Sebaliknya manusia tradisionil kurang bersikap untuk menerima ide-ide baru,
cara-cara baru untuk berperasaan dan bertindak. Sikap ini bukan suatu
ketrampilan, melainkan suatu sikap batin. Oleh karena modern adalah suatu sikap
pikiran, maka orang yang bekerja di sawah dengan bajak memiliki suatu sikap
modern dan dapat membuka pikirannya terhadap perubahan dan pembaharuan dan
bersedia mengganti alat kerjanya dengan yang baru yang lebih efektif.
2. Opini. Manusia dikatakan sebagai manusia modern apabila dia mempunyai
disposisi untuk membentuk atau memiliki opini atau pendapat tentang berbagai
masalah dan isu yang timbul tidak hanya yang berasal dari dalam lingkungannya
namun juga yang berasal dari luar lingkungannya. Dengan kata lain, manusia
modern memiliki sikap demokratis dengan tidak menolak opini-opini orang lain,
dan menganggapnya sebagai sebuah keanekaragaman opini tetapi tidak mudah
begitu saja menerima opini orang lain tanpa pertimbangan-pertimbangan yang
cukup. Mampu berbeda pendapat dengan orang lain dan menyatakannya adalah
sikap manusia modern.
3. Faktor waktu. Manusia di nilai modern apabila dia lebih banyak berorientasi ke
masa yang akan datang dari pada berorientasi ke masa yang silam. Manusia
76
B. Masyarakat Madani.
Wirutomo15 menerjemahkan kata “civil society” yang dikenal di Indonesia
sebagai “masyarakat sipil”, “masyarakat warga”, “masyarakat madani” atau
“masyarakat adab”. Pada dasarnya konsep ini sebenarnya sudah lama, berasal dari
kata societas civilis atau political society. Tekanan konsep ini lebih kepeda hubungan
antara pemerintah dan rakyat, negara dan masyarakat. Karena bidang politik pada
masa lalu selalu dikaitkan dengan negara, maka muncul konsep civil society sebagai
77
arena bagi negara yang aktif dalam politik. Tetapi lebih luas lagi konsep ini sering
juga dikaitkan dengan “peradaban masyarakat” (civilization) yaitu suatu kualitas
kebudayaan masyarakat yang ditandai oleh supremasi hukum.
Safrudin Setia Budi membedakan pengertian antara masyarakat madani dan
civil society16. Dia menjelaskan bahwa istilah masyarakat madani diperkenalkan
pertama kali oleh Timbalan Perdana Menteri Malaysia, Datuk Anwar Ibrahim, dalam
ceramahnya di festival Istiqlal tahun 1991. Istilah masyarakat madani berdasarkan
pada konsep negara kota Madinah pada tahun 622 masehi yang dibangun oleh Nabi
Muhammad SAW. Konsep ini tertuang dalam piagam Madinah yang bernuansakan
islami yang berisi wacana kebebasan beragama, persaudaraan antar umat beragama,
perdamaian dan kedamaian, persatuan, etika politik, hak dan kewajiban warga negara,
serta konsistensi penegakan hukum berdasarkan kebenaran dan keadilan. Jadi, pada
prinsipnya masyarakat madani mengarah kepada terciptanya masyarakat yang
demokratis dan dapat menghargai hask-hak azasi manusia sebagai individu yang
sesuai dengan rambu-rambu yang telah ditetapkan atau ditentukan oleh Al-Quran.
Sedangkan istilah Civil Society, berasal dari kata latin yaitu “Civilis Societas”, yang
merupakan pendapat dari Cicerio, yang hidup pada abad pertama sebelum kristus.
Pengertian awalnya terkait dengan konsep tentang warga dan bangsa Romawi yang
hidup di kota-kota yang memiliki kode hukum. Kode hukum itu merupakan ciri dari
masyarakat atau komunitas politik yang beradab, yang berhadapan dengan
masyarakat di luar Romawi yang (oleh bangsa Romawi dianggap) belum beradab.
Konsep Cicerio ini mencakup kondisi individu maupun masyarakat secara
keseluruhan yang telah memiliki mudaya hidup di kota yang menganut norma-noram
kesopanan.
Pada perkembangannya, pada akhir abad 17 dan awal abad 18, istilah civil
society lebih ditekankan kepada “masyarakat politik”, yang membedakan diri dari
lingkungan keluarga atau masyarakat kecil yang dipimpin oleh bapak keluarga atau
bapak masyarakat yang belum melek politik. Namun konsep “masyarakat politik” ini
mendapat bantahan dari Hegel (1770-1871) yang mengatakan civil society bukanlah
78
kepentingan pribadi dan umum, antara individu dan masyarakat. Dan Indonesia
berada pada suasana ketiga, yakni terpisahnya antara political society dan civil
society.
Dengan terpisahnya masyarakat dan negara, maka bila selama ini masyarakat
madani yang lazimnya disetarakan dengan civil society belum terbentuk di Indonesia,
kuncinya pada demokratisasi yang belum berjalan, sebab secara historis bisa dilihat
bagaimana perjalanan bangsa ini yang tertatih-tatih dalam penegakan demokrasinya.
hidupnya sendiri, dengan syarat bertitik tolak dari rasio, intelektualitas, dan
pengalamannya. Kualitas hidup manusia bukan hanya diukur dari materi dan sekedar
gaya hidup. Tapi nilai kerohanianlah yang tertinggi dan menjadi penentu dari kwalitas
hidup manusia, yang akhirnya melahirkan suasana kehidupan ideal berupa
ketenangan, kedamaian, kesejahteraan, dan sebagainya.
berguna dalam penelitian tentang struktur suatu logam. Dari beberapa contoh tersebut
dapat dikatakan bahwa, konsep ilmu pengetahuan, teori serta hukum yang
dikemukakan oleh para ilmuwan membawa dampak pada penemuan tekhnologi22.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi sendiri dapat membawa
dampak positif maupun dampak negatif. Dapat diambil contoh yaitu dalam bidang
telekomunikasi dan tekhnologi informasi. Segi positif dari adanya peralatan
telekomunikasi dan peralatan tekhnologi informasi yang makin canggih atau modern,
maka beberapa kelompok masyarakat dari beberapa negara dapat berinteraksi dengan
mudah. Bahkan Indar Siswarini23 mengatakan bahwa perkembangan tekhnologi
informasi dan komunikasi membuat dunia menjadi sempit. Ruang dan waktu menjadi
sangat relatif dan dalam banyak hal batas-batas negara sering menjadi kabur bahkan
mulai tidak relevan. Bahkan budaya suatu negara akan lebih mudah diketahui dan
bahkan di tiru oleh bangsa atau negara lain.
Hal ini tentu akan berakibat pada adanya perubahan nilai budaya pada
masyarakat tertentu. Sebagai contoh misalnya, banyak orang yang melihat dari
tayangan televisi (yang merupakan kemajuan produk tekhnologi elektronika) melihat
tayangan-tayangan kekerasan, yang berakibat pada terpengaruhnya orang-orang
tertentu terhadap tayangan tadi yang kemudian melakukan tindakan-tindakan
kekerasan serpeeti yang ia lihat di tayangan tersebut. Contoh lainnya adalah budaya
sebagian masyarakat Amerika dengan kebebasannya, seksualitas maupun gaya hidup
hedonisme mereka, bisa saja ditiru dan dapat dijadikan pedoman dalam berkehidupan
oleh sebagian masyarakat Indonesia, terutama generasi mudanya.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang semakin cepat dewasa
ini, telah menumbuhkan cakrawala pandangan manusia. Teknologi yang sebenarnya
merupakan alat bantu atau ekstensi kemampuan diri manusia, saat ini telah menjadi
sebuah kekuatan yang justru (baik disadari ataupun tidak) telah “membelenggu”
perilaku dan gaya hidup kita sendiri. Dengan daya pengaruhnya yang sangat besar,
karena ditopang pula oleh sistem-sistem sosial yang kuat, dan dalam kecepatan yang
makin tinggi, teknologi telah menjadi pengarah hidup manusia. Masyarakat yang
83
yang menjurus ke arah terciptanya nilai budaya universal. Jadi, dapat dikatakan
bahwa saat ini sedang tercipta sistem-sistem nilai global yang berlaku dimana-mana.
Akibat lain dari globalisasi yaitu masyarakat mengalami anomi atau tidak
punya norma atau heteronomy atau banyak norma, sehingga terjadi kompromisme
sosial terhadap hal-hal yang sebelumnya dianggap melanggar norma tunggal
masyarakat. Selain itu juga terjadinya disorientasi atau alienasi, keterasingan pada
diri sendiri atau pada perilaku sendiri, akibat pertemuan budaya-budaya yang tidak
sepenuhnya terintegrasi dalam kepribadian kita.
Masyarakat Indonesia saat ini sedang mengalami dilematis karena globalisasi,
dimana masyarakat Indonesia (secara langsung maupun tidak langsung) dituntut
untuk terbuka terhadap globalisasi, namun di sisi lain masyarakat Indonesia
mengalami “ketakutan” dengan dampak negatif dari globalisasi yang dapat merusak
nilai-nilai (sosial-budaya) yang telah ada. Tetapi, jika masyarakat Indonesia ingin
maju maka mengisolasi diri dari globalisasi dianggap sebagai kesalahan karena
menolak peluang dan kesempatan untuk maju. Dan jika masyarakat Indonesia
memutuskan untuk maju dan dengan sadar menerima globalisasi, maka untuk
menghindari dampak negatif dari globalisasi salah satunya solusi alternatifnya adalah
dengan penguatan nilai-nilai keagamaan.
Ketiga, yang mewakili dunia-dunia yang beru berkembang atau kemampuan sosial-
ekonomi serta pertumbuhan ekonominya masih tertatih-tatih untuk maju, seperti
Indonesia.
Setelah Perang Dingin usai atau Pasca Perang Dingin, pembagian dan
pengelompokan dunia (atas prakarsa Amerika tersebut) dalam bidang sosial-ekonomi
sudah tidak relevan lagi. Konstelasi politik dunia internasional yang terjadi pasca perang
dingin tidak lagi menjadikan isu-isu sosial-ekonomi serta pertumbuhan ekonomi (bahkan
ideologi) sebagai tolok ukur dalam membagi dunia. Pembagian dunia saat ini mengarah
kepada hal lain yaitu atas dasar budaya dan peradaban.
Peradaban adalah suatu entitas budaya. Desa-desa, kawasan-kawasan, kelompok-
kelompok etnis, nasionalitas, kelompok-kelompok keagamaan, semuanya memiliki
budaya yang berbeda-beda pada tingkat keragaman budaya yang berbeda-beda
pula25. Dapat diambil contoh yaitu di Indonesia, budaya orang-orang di daerah-daerah
di Indonesia berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Budaya Jawa berbeda
dengan budaya Sunda, budaya Sumatra atau Batak berbeda dengan dengan budaya
Kalimantan atau Dayak, dan lain-lainnnya. Tetapi kesemuanya sama-sama berbudaya
Indonesia, sehingga membedakan dengan mereka yang dari Malaysia atau yang dari
Brunei Darussalam. Budaya yang berbeda-beda antara Indonesia, Malaysia, Brunei
Darussalam dan sekitarnya di wilayah Asia, mempunyai satu budaya yang sama yaitu
Budaya Asia.
Begitu pula dengan budaya-budaya yang ada di Eropa. Perbedaan budaya antara
Inggris, Italia, Prancis, Jerman dan lain-lainnya tidak bisa menghapus identitas budaya
mereka yaitu Budaya Barat (hal yang sama juga berlaku untuk Amerika). Pada
masyarakat Arab juga memiliki identitas budaya yaitu Budaya Arab yang membedakan
mereka dari masyarakat Cina dengan Budaya Cina. Tetapi satu hal yang pasti yaitu
Barat (Eropa dan Amerika), Arab dan Cina, bukanlah menjadi bagian dari entitas
budaya yang lebih luas. Mereka semua merupakan peradaban-peradaban. Karena
itu suatu peradaban adalah pengelompokan tertinggi dari orang-orang dan tingkat
identitas budaya yang paling luas yang dimiliki orang sehingga membedakan dari
86
spesies lainnya. Ia dibantu oleh unsur-unsur obyektif yang sama: seperti bahasa,
sejarah, agama, adat-istiadat, institusi, dan juga dibatasi oleh unsur-unsur
subyektif, identifikasi diri dari orang-orang itu26. Jadi dapat dikatakan bahwa peradaban
adalah tingkat identifikasi yang luas yang dimiliki orang, dan dengan peradaban ia
memberi identifikasi dirinya secara intens. Orang-orang atau bangsa-bangsa bisa
dan melakukan redefinisi identitas mereka. Tetapi, dengan adanya redefinisi ini,
komposisi dan batas-batas peradaban berubah.
Suatu peradaban meskipun dapat mencakup sebagian besar orang atau
masyarakat, namun juga bisa mencakup tentang sejarah sebuah negara bangsa,
seperti misalnya yaitu peradaban Barat, Eropa, Amerika, Arab, dan Asia serta
lain-lainnya. Di sini dapat dilihat bahwa peradaban bisa juga bercampur aduk
dan tumpang tindih, tetapi yang pasti, ada juga peradaban yang mencakup
beberapa peradaban atau sub-sub peradaban. Peradaban Barat misalnya,
memiliki dua sub peradaban yaitu peradaban Eropa dan Amerika Utara atau
Peradaban Islam yang memiliki tiga sub peradaban yaitu Arab, Turki, dan
Melayu. Peradaban merupakan entitas yang jelas, dan kalaupun garis-garis
pemisah antara peradaban-peradaban itu biasanya tidak tajam, tapi nyata.
Identitas peradaban dianggap suatu hal yang sangat penting dimasa yang
akan datang, dan interaksi dunia akan dibentuk oleh peradaban-peradaban besar
yang beberapa diantaranya adalah peradaban Barat, Asia, Amerika Latin, Islam
dan lain-lainnya. Namun, konflik yang mungkin akan terjadi di masa mendatang
akan terjadi sepanjang garis pemisah budaya yaitu identitas peradaban itu
sendiri, yang saling memisahkan peradaban-peradaban tersebut.
Menurut Huntington 27, hal ini bisa terjadi karena disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu Pertama, perbedaan antara peradaban tidak hanya riil, tapi
juga mendasar. Peradaban terdiferensiasi oleh sejarah, bahasa, budaya, tradisi,
dan yang lebih penting lagi adalah agama. Perbedaan peradaban melahirkan perbedaan
dalam memandang hubungan manusia dengan Tuhan, individu dengan kelompok, warga
dengan negara, orang tua dengan anak, suami dengan istri, hak dengan kewajiban,
87
kebebasan dengan kekuasaan, dan kesejajaran atau kesamaan dengan hirarki. Perbedaan
ini hasil proses berabad-abad. Mereka tidak mudah hilang, jauh lebih mendasar
daripada ideologi atau rezim politik. Perbedaan tidak mesti melahirkan konflik, dan
konflik tidak dengan sendirinya melahirkan kekerasan. Tapi selama berabad-abad,
perbedaan antara peradaban telah menimbulkan konflik yang paling keras dan yang
paling lama.
Kedua, dunia sekarang semakin menyempit. Interaksi antara orang yang
berbeda peradaban semakin meningkat. Interaksi yang meningkat ini mempertajam
kesadaran dan rasa perbedaan peradaban antara orang-orang atau masyarakat yang
berbeda peradaban tapi juga mempertajam kesadaran akan kesamaan- kesamaan
yang terdapat dalam peradaban-peradaban itu. Imigrasi dari Afrika Utara ke
Perancis melahirkan kebencian di antara orang-orang Perancis terhadap para imigran
dari Afrika Utara tersebut, tapi bersamaan dengan itu terjadi peningkatan penerimaan
imigran Polandia, Katolik Eropa “yang taat”. Orang-orang Amerika bereaksi lebih
negatif terhadap penanaman modal dari Jepang daripada penanaman modal dari
Canada dan negara-negara Eropa. Demikian juga halnya dengan, apa yang
diungkapkan Donald Horowitz, “Seorang Ibo mungkin... seorang Ibo Owerri atau
seorang Ibo Onitsha di daerah Timur Nigeria. Di Lagos, ia hanya seorang Ibo. Di
Inggris, ia adalah seorang Nigeria. Di New York, ia adalah seorang Afrika.”
Interaksi antara orang-orang atau bangsa-bangsa yang berbeda peradaban
meningkatkan kesadaran peradaban mereka sehingga pada gilirannya memperkuat
perbedaan dan kebencian yang merentang atau dipandang merentang jauh ke
belakang dalam sejarah.
Ketiga, proses modernisasi ekonomi dan perubahan sosial dunia membuat
orang atau masyarakat tercerabut dari identitas lokal mereka yang sudah berakar
dalam, di samping memperlemah negara-bangsa sebagai sumber identitas mereka.
Banyak agama dunia yang telah dapat mengisi gap (jurang pemisah) ini, sering dalam
bentuk gerakan yang dicap “fundamentalis”. Gerakan-gerakan, ini ditemukan pada
agama Kristen Barat, Judaisme, Buddhisme, Hinduisme, dan juga Islam. Di kebanyakan
88
negeri dan agama, orang yang aktif dalam gerakan fundamentalis adalah
orang-orang muda, berpendidikan universitas, kalangan profesional, teknisi kelas
menengah dan pengusaha. “Unsekularisasi dunia,” kata George Weigel, “adalah salah
satu fakta kehidupan sosial dominan di penghujung abad 20 ini”. Kebangkitan agama,
atau apa yang disebut Gilles Kepel “la revanche de Dieu”, memberikan suatu basis
identitas dan komitmen yang mentransendensikan batas-batas bangsa dan menyatukan
peradaban-peradaban.
Keempat, tumbuhnya kesadaran peradaban dimungkinkan karena peran ganda
Barat. Di satu sisi, Barat berada di puncak kekuatan. Dan di sisi lain, dan ini mungkin
akibat posisi Barat tersebut, kembalinya ke fenomena asal sedang berlangsung di antara
peradaban-peradaban non-Barat. Orang semakin banyak mendengar meningkatnya
kecenderungan-kecenderungan untuk “kembali ke dalam” dan “Asianisasi” di
Jepang. Berakhirnya warisan Nehru dan berlangsungnya “Hinduisme” India, kega-
galan ide-ide Sosialisme dan Nasionalisme Barat dan kemudian “re-Islamisasi” Timur
Tengah, dan sekarang perdebatan tentang Westernisasi lawan Rusianisasi di negeri Boris
Yeltsin. Barat yang berada di puncak kekuatannya berhadapan dengan non-Barat yang
semakin berkeinginan untuk membentuk dunia dengan cara-cara mereka, dan
menjadikan peradaban mereka sebagai sumber bagi pembentukan dunia tersebut.
Kelima, karakteristik dan perbedaan budaya kurang bisa menyatu dan karena
itu kurang bisa kompromi dibanding karakteristik dan perbedaan politik dan ekonomi.
Di negara-negara bekas Uni Soviet, orang-orang komunis bisa menjadi demokrat, yang
kaya bisa menjadi miskin, dan sebaliknya yang miskin menjadi kaya. Tapi orang-
orang Rusia tidak bisa menjadi orang Estonia dan orang-orang Azeris tidak bisa menjadi
orang-orang Armenia. Dalam konflik kelas dan ideologi, masalah kuncinya adalah
“Anda berada di pihak mana?” dan orang dapat memilih mau berada di pihak mana, dan
kemudian dapat berpindah ke pihak yang lain. Dalam konflik antara peradaban,
masalahnya adalah “Anda ini apa?”. Ini merupakan ketentuan yang tak bisa
berubah. Sebagaimana kita ketahui, dari Bosnia, Kaukasus, sampai ke Sudan,
jawaban yang salah terhadap pertanyaan itu bisa berarti anda akan (bahkan dipastikan)
89
kehilangan kepala. Bahkan lebih dari etnisitas, agama mendiskriminasi secara tajam
dan ekslusif sesama manusia. Orang bisa menjadi separuh Perancis dan separuh Arab,
dan dapat berwarga-negara ganda. Tapi sulit untuk menjadi setengah Katolik dan
setengah Muslim.
Keenam, regionalisme ekonomi semakin meningkat. Proporsi perdagangan
seluruhnya yang dulu bersifat intraregional bangkit antara tahun 1980-1989.
Pentingnya blok-blok ekonomi regional tampaknya terus meningkat pada masa
yang akan datang. Di satu sisi, regionalisme ekonomi yang berhasil akan
memperkuat kesadaran-peradaban. Di pihak lain, regionalisme ekonomi hanya bisa
berhasil jika ia berakar dalam budaya yang sama. Masyarakat Eropa bersandar pada
landasan budaya Eropa yang sama dan agama Kristen Barat. Keberhasilan Wilayah
Perdaganagan Bebas Amerika Utara tergantung pada konvergensi budaya Meksiko,
Canada, dan Amerika. Sebaliknya Jepang, menghadapi kesulitan dalam
menciptakan entitas ekonomi yang sebanding di Asia Timur karena masyarakat dan
peradaban Jepang unik, berdiri sendiri. Bagaimanapun kuatnya perdaganagan dan
hubungan-hubungan investasi yang mungkin dapat dikembangkan Jepang dengan
negara-negara Asia Timur lainnya, perbedaan budaya Jepang dengan negara-
negara tersebut menghambat dan mungkin menghalangi integrasi ekonomi
regional yang terus meningkat seperti yang dialami Eropa dan Amerika Utara.
Berakhirnya negara-negara yang berbasis ideologi di Eropa Timur dan
bekas Uni Soviet memungkinkan identitas dan kebencian etnik tradisional mencuat
ke permukaan. Perbedaan budaya dan agama menciptakan perbedaan-perbedaan
dalam masalah-masalah kebijakan, mulai dari hak asasi manusia sampai imigrasi,
perdagangan, dan lingkungan. Yang paling penting, upaya-upaya Barat untuk
mendukung nilai-nilai demokrasi dan liberalisme sebagai nilai-nilai universal,
untuk mempertahankan kekuatan militernya dan untuk memajukan kepentingan
ekonominya, melahirkan respon balik dari peradaban-peradaban lain. Semakin
pemerintah tidak mampu memobilisasi dukungan dan membentuk koalisi atas dasar
ideologi, hal ini mengakibatkan pemerintah dan kelompok-kelompoknya akan
90
semakin berusaha memobilisasi dukungan dengan daya tarik agama yang sama dan
identitas peradaban.
91
LATIHAN
1. Jelaskan dengan kalimat Anda sendiri, pengertian adab dan peradaban, serta apa
yang menjadi tolok ukur manusia dikatakan mempunyai akhlak mulia, kesopanan
dan budi pekerti, sehingga manusia disebut beradab atau tidak!
2. Sebut dan Jelaskan wujud dan tahapan peradaban!
3. Alex Inkeles menyatakan ada sembilan unsur yang terdapat pada konsep tentang
manusia modern. Sebutkan dan jelaskan!
4. Sebutkan dan Jelaskan apa makna hakiki dari manusia beradab!
5. Sebutkan dan jelaskan problematika peradaban yang dihadapi masyarakat!
1. Adab berarti akhlak atau kesopanan dan kehalusan budi pekerti, sedangkan
peradaban salah satunya disampaikan oleh Fairchild adalah perkembangan
kebudayaan yang telah mencapai tingkat tertentu yang diperoleh manusia
pendukungnya. Norma menjadi tolok ukurnya. Secara detail Anda pelajari
kembali tentang pengertian adab dan peradaban.
2. Untuk bisa menjawab secara detail silahkan Anda baca dan pelajari secara cermat
bahasan mengenai wujud dan perkembangan peradaban di atas.
3. Untuk bisa menjawab secara detail silahkan Anda baca dan pelajari secara cermat
sub bahasan mengenai modernisasi.
4. Untuk bisa menjawab secara detail silahkan Anda baca dan pelajari secara cermat
bahasan mengenai manusia yang beradab.
5. Untuk bisa menjawab secara detail silahkan Anda baca dan pelajari secara cermat
bahasan mengenai problematika peradaban yang dihadapi masyarakat.
RANGKUMAN
93
Adab berarti akhlak atau kesopanan dan kehalusan budi pekerti. Manusia
beradab dengan demikian adalah manusia yang mempunyai akhlak mulia, yang
memiliki kesopanan dan kehalusan budi pekerti. Norma menjadi suatu hal yang
penting untuk dapat dijadikan sebagai konsep yang dapat mengukur bagi manusia
yang mempunyai akhlak mulia, kesopanan dan budi pekerti atau manusia tersebut
biadab. Jika mengacu pada perbedaan manusia anatara yang beradab dan biadab
(manusia yang berbudaya), maka peradaban dapat pula berarti tahapan yang tingi
pada skala evolusi. Karakteristik utama melekat pada perbedan tingkat intelektual,
perasaan keindahan, penguasaan teknologi, dan tingkat spiritual yang dimilikinya.
Modernisasi sebagai konsep dalam kepustakaan ilmu-ilmu sosial dapat
diartikan sebagai suatu sikap pikiran yang mempunyai kecenderungan untuk
mendahulukan sesuatu yang baru daripada yang bersifat tradisi, dan satu sikap pikiran
yang hendak menyesuaikan hal-hal yang sudah menetap dan menjadi adat kepada
kebutuhan-kebutuhan yang baru.
Ketenangan, kenyamanan, ketentraman, dan kedamaian sebagai makna hakiki
manusia beradab. Konsep masyarakat adab dalam pengertian lain adalah suatu
kombinasi yang ideal antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum yang
memperjuangkan penguatan posisi masyarakat terhadap negara. Manusia adalah
ukuran bagi segala, manusia mempunyai kemampuan untuk menyempurnakan
hidupnya sendiri, dengan syarat bertitik tolak dari rasio, intelektualitas, dan
pengalamannya. Peradaban adalah suatu entitas budaya. Desa-desa, kawasan-kawasan,
kelompok-kelompok etnis, nasionalitas, kelompok-kelompok keagamaan, semuanya
memiliki budaya yang berbeda-beda pada tingkat keragaman budaya yang berbeda-
beda pula.
DAFTAR PUSTAKA
94
TES FORMATIF 3
95
2. Hal apa yang menjadi tolak ukur bahwa manusia itu dikatakan beradab :
a) Nilai.
b) Norma.
c) Moral.
d) Etika.
3. Jika mengacu pada perbedaan manusia antara yang beradab dan biadab
(manusia yang berbudaya), maka peradaban dapat pula berarti tahapan yang
tinggi pada skala evolusi. Karakteristik utama melekat pada, k e c u a l i :
a) Perbedan tingkat intelektual.
b) Penguasaan teknologi.
c) Tingkat spiritual yang dimilikinya.
d) Tingkah laku sehari-sehari
b) Berasal dari pandangan K. Marx, bahwa negara adalah alat represi dari
negara, oleh karenanya harkat manusia dapat terwujud dengan hapusnya
negara, oleh karenanya harkat manusia dapat terwujud dengan hapusnya
negara, bersamaan dengan itu hapus pula represi.
c) Pandangan A. Gramsci yang menyatakan bahwa negara adalah mewakili
paksaan dan dominasi, sedang masyarakat mewakili budaya, konsensus dan
ideologi.
d) Pandangan A. Smith bahwa pada dasarnya manusia itu memiliki kebebasan
dan kehidupan manusia tidak bisa diatur oleh negara. Sebaliknya
manusialah yang harus mengatur negara demi kepentingan individu-
individu bebas dalam masyarakat
8. Jika ditinjau dari berbagai pendekatan terhadap peradaban, maka ada satu hal
yang sama yakni tentang :
a) Organisasi sosial, kebudayaan dan cara berkehidupan yang sudah maju.
b) Kebudayaan, nilai-nilai kehidupan dan organisasi sosial.
c) Cara berkehidupan yang sudah maju, organisasi sosial dan modernisasi.
d) Modernisasi, kebudayaan dan organisasi sosial.
KUNCI JAWABAN
98
1. B- Kesopanan.
2. B- Norma.
3. D- Tingkah laku sehari-sehari.
4. B- Kebudayaan Barat.
5. D- Semua jawaban di atas salah.
6. D- Pandangan A. Smith bahwa pada dasarnya manusia itu memiliki
kebebasan dan kehidupan manusia tidak bisa diatur oleh negara.
Sebaliknya manusialah yang harus mengatur negara demi kepentingan
individu-individu bebas dalam masyarakat.
7. B- Rasio, intelektualitas dan pengalamannya.
8. A- Organisasi sosial, kebudayaan dan cara berkehidupan yang sudah
maju.
9. A - Perubahan nilai budaya pada masyarakat tertentu.
10. D - Dunia Barat mempunyai kecenderungan untuk mendahulukan sesuatu
yang baru daripada yang bersifat tradisi.
1
Supardi Damono, Manusia dan Kebutuhan Adab. Makalah dalam semilokakarya, dosen ISBD, Dirjen Dikti 5-8
November 2001, hal 2.
2
Dalam, Indar Siswarini, Manusia dan Peradaban, Makalah pelatihan dosen MBB ISBD, Denpasar, Bali, 7-9 Desember,
2003, hal. 3
3
H.P. Fairchild, Dictionary of Sosiology, Littlefield, Adam dan co, New York, 1980, hal. 41
4
Koentjaraningrat, Kebudayaan,Mentalitas dan Pembangunan, PT. Gramedia, Jakarta, 1990, hal. 182
5
Ibid.
6
F. Magnis Suseno, Etika Dasar, Kanisius, Jakarta, 1989.
7
William Chang, Pengantar Teologi Moral, Kanisius, Yogyakarta, 2001, hal 83.
8
Dalam, H.P. Fairchild, Op.Cit.
9
Alvin Toffler, The Third Wave, William Morrow, Co., Inc, New York, 1981, hal. 10
10
Koentjaraningrat, Op.Cit.
11
Anthony D. Smith, The Concept of Social Change, Routledge & Kegan Paul, London, 1973, hal. 62
12
Harsojo, Pengantar Antropologi, Binacipta, Bandung, 1967, hal 265.
13
Encyclopaedia of The Social Sciences, Edwin Seligman (ed), dalam Ibid.
14
Alex Inkeles, The Modernization of Man, dalam, Ibid.
15
Dalam Indar Siswarini, Op. Cit.
16
Safrudin Setia Budi, Mewujudkan Masyarakat Madani Melalui Pendidikan Dalam Perspektif Gender, Makalah
Kementerian Pemberdayaan Perempuan RI, Jakarta, September 2004.
17
Ibid.
18
Sulardi, Tata Negara Indonesia Menuju Pembaruan, IKIP Malang, Malang, 1990, hal 57
19
dalam Ibid.
20
Supardi Damono, Op.Cit.
21
Ibid.
22
Anna Poedjiadi, Sains Tekhnologi Masyarakat, kerjasama anatara Program Pascasarjana Universitas Pendidikan
Indonesia dengan PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2005, hal. 63.
23
Indar Siswarini, Fenomena Peradaban Indonesia Menghadapi Peradaban Dunia, Makalah pelatihan dosen MBB ISBD,
Denpasar, Bali, 7-9 Desember, 2003, hal. 3.
24
Azyumardi Azra, makalah dalam rangka seminar Hari Kebangkitan Tekhnologi Nasional ke-9. Kementerian Riset dan
Tekhnologi, Juni 2004.
25
F. Fukuyama dan Samuel P. Huntington, Iyubenu (Ed), The Future of The World Order : Masa Depan Peradaban dalam
Cengkraman Demokrasi Liberal versus Pluralisme, Ircisod, Yogyakarta, hal. 76
26
Ibid.
27
Ibid.