Anda di halaman 1dari 5

Korupsi di Rumah Sakit

Korupsi di bidang kesehatan akan meningkatkan biaya barang dan jasa di bidang

kesehatan, yang pada akhirnya kesemuanya harus ditanggung oleh konsumer atau rakyat

Keberhasilan terhadap program program kesehatan tidak ditentukan semata hanya kuantitas dari

program itu sendiri, namun sedikit banyaknya ditentukan oleh berjalannya sistem yang ada

melalui kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan. Kewenangan dan kekuasaan pada tahap

implementasi dapat diterjemahkan secara berbeda oleh tiap-tiap daerah dan cenderung

ditafsirkan dengan keinginan masing-masing daerah. Kondisi ini akan dapat menciptakan

peluang-peluang KKN yang dapat berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap

pelayanan kesehatan masyarakat.

Contoh Korupsi di Rumah Sakit

1. Tingginya biaya kesehatan.

Tingginya biyaya kesehatan saat ini sangatlah membuat kalangan masyarakat

menengah kebawah untuk mendapat pelayanan yang optimal, fenomena ini terjadi

akibat prilaku nakal dari pejabat-pejabat yang rusak moralnya sehingga dana-dana yang

seharusnya digelontorkan untuk menunjang kesehatan masyarakat miskin “dimakan”

oleh para pejabat-pejabat nakal yang menduduki kursi di pemerintahan, sehingga

masyarakat miskin yang jadi korbannya.

2. Tingginya angka kematian ibu hamil, ibu menyusui dan bayi.

Penurunan angka kematian ibu per 100.000 kelahiran bayi hidup masih terlalu

lamban untuk mencapai target Tujuan PembangunanMillenium (Millenium

Development Goals/MDGs) dalam rangka mengurangi tiga per empat jumlah

perempuan yang meninggal selama hamil dan melahirkan pada 2015. Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) dalam pernyataan yang diterbitkan di laman resmi WHO itu

dijelaskan, untuk mencapai target MDGs penurunan angka kematian ibu antara 1990

dan 2015 seharusnya 5,5 persen pertahun. Data WHO, UNICEF, UNFPA dan Bank

Dunia menunjukkan angka kematian ibu hingga saat ini masih kurang dari satu persen

per tahun. Tahun 2005, sebanyak 536.000 perempuan meninggal dunia akibat masalah

persalinan, lebih rendah dari jumlah kematian ibu tahun 1990 yang sebanyak 576.000.

Menurut data WHO, sebanyak 99 persen kematian ibu akibat masalah persalinan atau

kelahiran terjadi di negara-negara berkembang. Rasio kematian ibu di negara-

negaraberkembang merupakan yang tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100.000

kelahiran bayihidup jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di sembilan negara

maju dan 51 negara persemakmuran.

Terlebih lagi, rendahnya penurunan angka kematian ibu global tersebut

merupakan cerminan belum adanya penurunan angka kematian ibu secara bermakna.

Sebanyak 20-30 persen dari kehamilan mengandung resiko atau komplikasi yang dapat

menyebabkan kesakitan dan kematian ibu dan bayinya. Salah satu indikator utama

derajat kesehatan suatu negara adalah Angka Kematian Ibu (AKI). Angka Kematian

Ibu adalah jumlah wanita yang meninggal mulai dari saat hamil hingga 6 minggu

setelah persalinan per 100.000 persalinan. Angka Kematian Ibu menunjukkan

kemampuan dan kualitas pelayanan kesehatan, kapasitas pelayanan kesehatan, kualitas

pendidikan dan pengetahuan masyarakat, kualitas kesehatan lingkungan, sosial budaya

serta hambatan dalam memperoleh akses terhadap pelayanan kesehatan.

Tingginya AKI dan lambatnya penurunan angka ini menunjukkan bahwa

pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) sangat mendesak untuk ditingkatkan baik
dari segi jangkauan maupun kualitas pelayanannya. Menurut WHO tahun 2010,

sebanyak 536.000 perempuan meninggal akibat persalinan. Sebanyak 99 persen

kematian ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran terjadi di negara-negara

berkembang. Rasio kematian ibu di negara-negara berkembang merupakan tertinggi

dengan 450 kematian ibu per 100.000 kelahiran bayi hidup jika dibandingkan dengan

rasio kematian ibu di 9 negara maju dan 51 negara persemakmuran. Jumlah angka

kematian ibu di Indonesia masih tergolong tinggi diantara negara-negara ASEAN

lainnya. Menurut Depkes tahun 2008 jikadibandingkan AKI Singapura adalah 6 per

100.000 kelahiran hidup, AKIMalaysia mencapai 160 per 100.000 kelahiran hidup.

Bahkan AKI Vietnam sama seperti Negara Malaysia, sudah mencapai 160 per 100.000

kelahiran hidup, filipina 112 per 100.000 kelahiran hidup, brunei 33 per 100.000 per

kelahiran hidup, sedangkan di Indonesia 228 per 100.000 kelahiran hidup. Menurut

depkes pada tahun 2010, penyebab langsung kematian maternal di Indonesia terkait

kehamilan dan persalinan terutama yaitu perdarahan 28 persen. Sebab lain, yaitu

eklampsi 24 persen, infeksi 11 persen, partus lama 5 persen, dan abortus 5 persen.

3. Tingkat kesehatan masih buruk.

Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang

memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pemeliharaan

kesehatan adalah upaya penaggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang

memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan

persalinan

4. Banyaknya kasus gizi buruk


Masalah gizi, khususnya anak pendek, menghambat perkembangan anak muda,

dengan dampak negatif yang akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya. Studi

menunjukkan bahwa anak pendek sangat berhubungan dengan prestasi pendidikan yang

buruk, lama pendidikan yang menurun dan pendapatan yang rendah sebagai orang

dewasa Meskipun Indonesia telah menunjukkan penurunan kemiskinan secara tetap,

tetapi masalah gizi pada anak-anak menunjukkan sedikit perbaikan. Dari tahun 2007

sampai 2011, proporsi penduduk miskin di Indonesia mengalami penurunan sebesar

16,6 - 12,5 persen, tetapi masalah gizi tidak menunjukkan penurunan secara signifikan

(Gambar 1). Prevalensi anak pendek sangat tinggi, mempengaruhi satu dari tiga anak

balita, yang merupakan proporsi yang menjadi masalah kesehatan masyarakat menurut

kriteria Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Dari fakta tersebut terbukti bahwa gizi

buruk di indonesia masih banyak, penyebab signifikan dari hal ini adalah pelayanan

kesehatan yang kurang memadai, dan yang mengakibatkan pelayanan kesehatan yang

kurang memadai adalah dana yang “dimakan” oleh para pejabat diatas yang melakukan

“korupsi”

5. Kinerja petugas kesehatan yang tidak sesuai standar.

Resiko kerusakan dapat terjadi pada kesehatan dan keselamatan manusia berbagai

akibat kualitas lingkungan yang buruk kualitas petugas kesehatan yang masih buruk,

penanaman modal yang anti-lingkungan atau ketidakmampuan memenuhi standarisasi

kesehatan dan lingkungan. Korupsi akan menyebabkan kualitas pembangunan buruk,

yang dapat berdampak pada kerentanan bangunan sehingga memunculkan resiko

korban.
Penanganan Korupsi di Sektor Kesehatan

Secara prinsip dikenal ungkapan Pencegahan lebih baik dibanding dengan Pengobatan.

Oleh karena itu, diperlukan pencegahan korupsi di sektor kesehatan melalui berbagai cara, antara

lain:

1. Pembangunan karakter tenaga kesehatan, pimpinan pemerintahan dan politik, serta

konsultan, yang dimulai sejak masa kecil;

2. Rekrutmen pimpinan lembaga kesehatan dan rumah sakit dan serta SDMnya harus

dilakukan secara baik ,dan transparan;

3. Pendampingan kegiatan yang potensi korupsi sejak awal perencanaan, terutama pada

proyek-proyek di sektor kesehatan yang rentan menjadi proyek yang dapat dirancang

untuk dikorupsi;

4. Cermat dalam melakukan kegiatan, termasuk administrasi perkantoran;

5. Dokter, tenaga kesehatan, manajer RS harus memahami peraturan dan perundangan

mengenai korupsi melalui pendidikan dan pelatihan.

Anda mungkin juga menyukai