Anda di halaman 1dari 6

1

Arahan Pengendalian Konversi Hutan menjadi


Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Paser,
Kalimantan Timur
Tantie Yulandhika dan Ardy Maulidy Navastara
Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Teknologi
Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111
ardy.navastara@urplan.its.ac.id

Abstrak— Kabupaten Paser merupakan salah satu tahunan maupun siklus beberapa tahun. Perubahan iklim
kabupaten di Provinsi Kalimantan Timur yang memiliki didefinisikan sebagai perubahan pada iklim yang dipengaruhi
kawasan hutan dengan potensi alih fungsi menjadi langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia yang
perkebunan kelapa sawit. Meningkatnya kebutuhan lahan merubah komposisi atmosfer [1].
perkebunan kelapa sawit mempercepat alih fungsi hutan yang Berdasarkan hasil kajian Intergovernmental Panel on
terdapat di Kabupaten Paser. Hutan memiliki fungsi yang Climate Change [2] menunjukkan bahwa dalam waktu kurun
salah satunya sebagai penyimpan cadangan karbon, sehingga 12 tahun terakhir terjadi kenaikan temperatur total pada tahun
alih fungsi atau konversi hutan berakibat pada perubahan 2001-2005 sampai dengan 0,76° Celcius dan kenaikan total
cadangan karbon. Oleh sebab itu, penelitian ini ditujukan muka air laut rata-rata 1,8 mm per-tahun. Perubahan iklim
untuk merumuskan arahan pengendalian konversi hutan
tersebut, menurut IPCC disebabkan karena ulah manusia, di
menjadi perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Paser.
mana dalam aktivitasnya manusia melakukan pembakaran
Adapun sasaran untuk mencapai tujuan tersebut adalah
yang menghasilkan Gas Rumah Kaca (GRK) dan pembukaan
melalui identifikasi karakteristik konversi hutan beserta
hubungannya dengan cadangan karbon melalui analisa lahan yang meningkat karena pertumbuhan penduduk yang
deskriptif kuantitatif, identifikasi faktor-faktor yang diperlukan untuk pemukiman, perkebunan, perambahan hutan,
mempengaruhi konversi hutan melalui analisa Delphi serta ilegal logging, dan lain-lain. Dalam keadaan iklim normal,
merumuskan arahan pengendalian konversi hutan menjadi perubahan iklim mungkin tidak menimbulkan akibat nyata,
perkebunan menggunakan analisa triangulasi. tetapi pada skala ekstrim dapat menimbulkan kerugian yang
Berdasarkan hasil penelitian, kawasan yang sangat besar.
mengalami defisit cadangan karbon serta konversi hutan Indonesia merupakan salah satu negara yang
menjadi perkebunan kelapa sawit tertinggi di Kabupaten berkomitmen berpartisipasi aktif dalam upaya global untuk
Paser adalah Kecamatan Batu Engau dan Kecamatan Long mitigasi dan adaptasi fenomena perubahan iklim ini dengan
Ikis. Arahan pengendalian yang dihasilkan secara umum mencantumkan komitmen untuk meningkatkan kapasitas
adalah membentuk kepolisian khusus dan tim teknis nasional dalam beradaptasi terhadap perubahan iklim yang
pengawasan dan pertimbangan konversi hutan, membangun terjadi di semua aspek pembangunan [3]. Berkaitan dengan
peran serta masyarakat dalam pengawasan, merumuskan perubahan-perubahan iklim maka upaya pembangunan yang
peraturan daerah terkait pembatasan perizinan konversi dilakukan Indonesia dari bidang penataan ruang, yaitu upaya
hutan dan RDTRK tiap kecamatan, kompensasi untuk mitigasi dan upaya adaptasi.
reforestasi/regenerasi hutan melalui strategi REDD, Diantara negara-negara yang mempunyai hutan tropis,
inventarisasi dan pengukuhan kawasan hutan oleh pemerintah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki posisi
kabupaten, pengaturan harga dan permintaan produk
paling penting dalam upaya menurunkan emisi GRK yang
perkebunan kelapa sawit dan membangun kembali kearifan
disebabkan deforestasi dan degradasi hutan. Hutan menjadi
tradisional masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan
sistem yang memberikan keberlangsungan kehidupan dalam
hutan sedangkan arahan secara khusus adalah menghapus
subsidi yang mendorong ekspansi perkebunan dan penerapan fungsinya sebagai media pencegah pemanasan global[4]. Hal
peraturan zonasi menjadi kawasan yang tidak boleh ini dikarenakan hutan memiliki daya serap terhadap karbon
dikonversi. sebesar 569,07 ton/ha/tahun[5].
Di Indonesia, luas hutan sebesar 120,35 juta ha dengan
Kata Kunci: hutan,konversi,pengendalian,perkebunan komposisi; hutan produksi 48%, hutan konservasi 17%, hutan
lindung 28%, dan hutan produksi konservasi 7%. Dari luasan
tersebut 53,9 juta ha diantaranya terdegradasi dengan berbagai
I. PENDAHULUAN tingkatannya yang terjadi di hutan konservasi seluas 11,4 juta

IKLIM merupakan proses interaktif alamiah (kimia, biologis


dan fisis). Dalam skala waktu perubahan iklim akan
membentuk pola atau siklus tertentu, baik harian, musiman,
ha, hutan lindung seluas 17,9 juta ha, dan hutan produksi
seluas 24,6 juta ha[6]. Salah satu penyebab degragasi lahan
hutan tersebut adalah diakibatkan adanya penebangan
2

komersil, kebakaran hutan dan pembukaan hutan untuk kebun tertentu, tingkat konversi dan distribusi wilayah[8]. Analisis
kelapa sawit. Menurut data FAO Laju kerusakan hutan, 2 yang digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik konversi
persen atau 1,87 juta hektar per tahun. Luas areal kebun sawit hutan ialah analisis overlay. Peta tematik yang akan
yang ada seluas 7,3 juta hektar, masih akan terus diperluas digunakan/di overlay dalam penelitian ini ialah peta
hingga mencapai 20 juta hektar. penggunaan lahan atau spesifik pada peta penggunaan lahan
Ekspansi perkebunan kelapa sawit dan karet serta hutan dan perkebunan kelapa sawit pada tahun 2001, 2006 dan
kegiatan pertambangan adalah pendorong deforestasi di 2011 yang diolah dari citra landsat Kabupaten Paser pada
Kalimantan Timur, tidak terkecuali Kabupaten Paser. tahun tersebut. Hasil dari analisis ini adalah theme baru yang
Berdasarkan data dari Kabupaten Paser dalam Angka pada berbentuk poligon, di mana luas poligon tersebut
menunjukkan luas hutan dan perkebunan kelapa sawit pada
Tahun 2009, diketahui bahwa terjadi penurunan luas hutan
tahun 2001, 2006 dan 2011 sehingga dapat ditemukan jumlah
mencapai 22% dan meningkatnya luas perkebunan mencapai
perubahan luas hutan menjadi perkebunan kelapa sawit.
2x lipat apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya[7].
Hal ini berakibat pada hilangnya kemampuan daya serap hutan Identifikasi perkiraan perubahan cadangan karbon di
terhadap karbon mencapai 10 juta ton per tahunnya. Adanya Kabupaten Paser
konversi lahan ini sangat bertentangan dengan prinsip Identifikasi ini dilakukan dengan membandingkan luas
penyelamatan lingkungan hidup dan hutan di tengah hutan yang diasumsikan berdasarkan tinjauan pustaka
meningkatnya bencana ekologis seperti banjir besar tiga kali memiliki cadangan karbon berkisar antara 103,16- 264,70 Ton
setahun, tanah longsor dan meningkatnya rawan bencana di C/ha[9] dengan luas perkebunan kelapa sawit yang memiliki
kabupaten/kota di Kalimantan Timur. Bahkan menurut data cadangan karbon berkisar antara 5,00 – 84,6 Ton C/ha[10].
Badan Nasional Penanggulangan Bencana pada Tahun 2002
hingga 2010 frekuensi bencana paling banyak terjadi salah Identifikasi tipologi kawasan
satunya di Kabupaten Paser. Berdasarkan hasil identifikasi perkiraan perubahan
Oleh sebab itu penelitian ini perlu memberikan arahan- cadangan karbon dan karakteristik perubahan luas hutan pada
arahan pengendalian bagi konversi kawasan agar tetap terjaga tahun 2011 dapat diketahui tipologi kawasan-kawasan di
kelestariannya meskipun harus mengalami alih fungsi bagi wilayah penelitian. Analisa tipologi kawasan menggunakan
kepentingan perkebunan sawit di Kabupaten Paser dan dapat analisa kuartil dengan Software Minitab sehingga akan
menjadi usaha bersama antara pemerintah, swasta dan didapatkan output sebagi berikut.
masyarakat dalam keberlanjutan lingkungan wilayah di masa
Tabel 1
yang akan datang. Indikator Penentu Tipologi Wilayah
Tipologi Perubahan Luas Hutan
No Input Data Tipologi Tipologi Tipologi
II. METODOLOGI Tinggi Sedang Rendah
Rata-Rata
1
A. Pengumpulan Data Perubahan
2 Defisit Karbon I
Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan
3 Defisit Karbon II
teknik survei data primer dan sekunder. Data primer diperoleh
dengan melakukan survei yang meliputi teknik observasi
lapangan secara langsung dan wawancara. Wawancara yang Kawasan-kawasan tersebut selanjutnya dikelompokkan
digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan sebagai berikut.
Tabel 2
opini/pendapat dari para stakeholder terkait faktor-faktor yang Pembagian Kecamatan Berdasarkan Indikator Penentu Tipologi
menyebabkan konversi hutan menjadi perkebunan kelapa Defisit karbon
Tipologi Perubahan
sawit di Kabupaten Paser. Survei lapangan terhadap kondisi Cadangan Karbon Tipologi Tipologi Tipologi
eksisting digunakan untuk mengetahui gambaran secara umum Rendah Sedang Tinggi
Tipologi
dari penggunaan lahan di Kabupaten Paser. Rendah
Rata-rata
Pengumpulan data sekunder diperoleh melalui literatur yang Tipologi
laju
Sedang
berkaitan dengan konversi hutan menjadi perkebunan kelapa perubahan
Tipologi
sawit, serta survei instansional pada beberapa instansi Tinggi
pemerintahan, di antaranya Badan Pusat Statistik Kabupaten
Paser, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Setelah dilakukan pengelompokan kawasan berdasarkan
Kabupaten Paser, Dinas Kehutanan, Pertambangan dan Energi tingkat perubahan cadangan karbon, selanjutnya dilakukan
Kabupaten Paser, Dinas Perkebunan Kabupaten Paser dan analisis deskriptif terhadap kawasan-kawasan tersebut.
Kantor Pertanahan Kabupaten Paser.
Identifikasi faktor penyebab konversi hutan menjadi
B. Analisa Data perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Paser
Identifikasi karakteristik konversi hutan menjadi perkebunan Tahapan untuk melakukan identifikasi faktor-faktor yang
kelapa sawit mempengaruhi konversi hutan di Kabupaten Paser dilakukan
Karakteristik konversi hutan dapat diidentifikasi secara dengan menggunakan teknik Delphi. Tujuan dari teknik ini
spasial berdasarkan perubahan penggunaan lahan pada waktu
3

untuk mengombinasikan pendapat para pakar terhadap suatu


masalah atau kejadian.

Arahan pengendalian konversi hutan menjadi perkebunan


kelapa sawit di Kabupaten Paser
Analisis untuk menentukan arahan pengendalian konversi
hutan ini menggunakan teknik analisis triangulasi. Analisis
Triangulasi dalam penelitian ini dilakukan untuk
mensintesakan pengamatan empiris peneliti, literatur empirik
arahan pengendalian konversi hutan serta kebijakan yang
terkait dengan kehutanan yang berlaku di Kabupaten Paser.
Sehingga dapat diketahui bahwa di Kabupaten Paser pada
III. HASIL DAN PEMBAHASAN rentang tahun 2001-2011 telah terjadi penambahan luas
perkebunan kelapa sawit dari yang semula seluas 109.718,74
A. Identifikasi Karakteristik Konversi Hutan Menjadi Ha menjadi 341.480,00 atau terjadi penambahan seluas
Perkebunan Kelapa Sawit
232.761,26 Ha. Hal ini berbanding terbalik dengan luas hutan
Berdasarkan hasil identifikasi, dapat diketahui bahwa dalam yang mengalami penurunan.
rentang waktu 2001-2011, di Kabupaten Paser telah terjadi Grafik 1
penurunan luas hutan yang semula 918.807,63 Ha menjadi Perbandingan Perkembangan Luas Hutan
dan Perkebunan Kelapa Sawit
700.942,88, atau mengalami penurunan luas sebesar
217.864,75 Ha dan penurunan luas hutan ini terjadi di seluruh
wilayah kecamatan. Kecamatan dengan laju penurunan luas
hutan tertinggi adalah Kecamatan Batu Engau, yaitu seluas
4.927 Ha/thn disusul oleh Kecamatan Long Ikis, yaitu seluas
3.211,30 Ha/thn.
Diagram 1
Laju Rata-rata Penurunan Luas Hutan

B. Identifikasi Perkiraan Perubahan Cadangan Karbon Di


Kabupaten Paser
Berdasarkan hasil identifikasi, dapat diketahui bahwa
cadangan karbon yang terkandung pada hutan mengalami
penurunan selama rentang tahun 2001-2011 sebagaimana luas
hutan yang berkurang, sebaliknya cadangan karbon
perkebunan kelapa sawit mengalami peningkatan sebagaimana
luas perkebunan kelapa sawit yang terus bertambah.
Peningkatan cadangan karbon pada perkebunan sawit tidak
banyak mempengaruhi jumlah cadangan karbon di Kabupaten
Dari jumlah luas lahan perkebunan kelapa sawit pada tahun Paser yang terus berkurang akibat menurunnya luas tutupan
2001-2011 dapat diketahui laju rata-rata penambahan luas hutan.
lahan di tiap kecamatan, bahwa Kecamatan Batu Engau Diagram 3
Perkiraan Jumlah Defisit Cadangan Karbon akibat Konversi Hutan menjadi
merupakan kecamatan dengan laju rata-rata pertambahan luas Perkebunan kelapa Sawit (Ton C/Ha)
perkebunan kelapa sawit tertinggi, yaitu seluas 6.776,96
Ha/thn dan Kecamatan Batu Sopang merupakan kecamatan
dengan rata-rata laju pertambahan luas perkebunan kelapa
sawit terendah, dengan luas hanya 845,9 Ha/thn.

Diagram 2
Laju Rata-rata Pertambahan Luas Perkebunan Kelapa Sawit

C. Identifikasi Tipologi Kawasan


Berdasarkan identifikasi, didapatkan 3 tipologi kawasan.
Tipologi kawasan ini sesuai dengan hasil analisa karakteristik
4

dan perkiraan perubahan cadangan karbon yang menunjukkan pengendalian konversi 2. Efektivitas kelembagaan
korelasi antara perubahan luas hutan terhadap cadangan hutan
2. Faktor implementasi Arahan RTRW
karbon, di mana bahwa ketika terjadi perubahan luas hutan hukum/peraturan
yang tinggi maka berakibat pada defisit cadangan karbon yang pengendalian konversi
tinggi dan demikian pula sebaliknya. hutan
3. Faktor daya tarik investasi 1. Kemudahan berinvestasi
Tabel 3 2. Izin perkebunan
Tipologi Perubahan Cadangan Karbon pada Kawasan-kawasan Tertentu 4. Faktor peningkatan 1. Tingkat perekonomian
pertumbuhan ekonomi masyarakat
No Tipologi Konversi Anggota Kecamatan
2. Nilai PDRB
Kecamatan Long Ikis 3. Pajak
1 Tipologi I
dan Batu Engau 4. Meningkatnya kebutuhan
Kecamatan Long Kali, lahan perkebunan sawit
Kuaro, Muara Komam, 5. Nilai lahan
2 Tipologi II Pasir Belengkong. 6. Harga hasil produksi
Muara Samu dan perkebunan
Tanjung Harapan 5. Faktor pertumbuhan Pertumbuhan penduduk
3 Tipologi III Kecamatan Batu Sopang jumlah penduduk
6. Faktor kepemilikan lahan Status kepemilikan lahan
Berdasarkan tebal tipologi di atas, penjelasannya adalah 7. Faktor daya dukung lahan 1. Potensi lahan
2. Produktivitas lahan
sebagai berikut. 3. Aksesibilitas ke pasar
Tipologi I (Kecenderungan defisit cadangan karbon dan laju 8. Faktor perkembangan 1. Pemenuhan permintaan
rata-rata perubahan luas hutan tinggi) terdiri dari Kecamatan wilayah lahan infrastruktur
Long Ikis dan Batu Engau. Pada kelompok kecamatan ini 9. Faktor sosial - budaya 1. Tradisi/budaya
masyarakat 2. Struktur sosial
terjadi laju rata-rata perubahan luas yang lebih tinggi
dibanding wilayah lain dan berhubungan dengan defisit E. Arahan Pengendalian Konversi Hutan Menjadi
cadangan karbon yang juga lebih tinggi. Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Paser
Tipologi II (Kecenderungan defisit cadangan karbon dan Berdasarkan analisa triangulasi dari arahan pengendalian
laju rata-rata perubahan luas hutan sedang) terdiri dari konversi hutan yang dikaitkan antara kriteria pengendalian,
Kecamatan Long Kali, Kuaro, Muara Komam dan Pasir kebijakan yang berlaku, tinjauan literatur dengan faktor-faktor
Belengkong. Ke empat kecamatan di atas termasuk dalam yang mempengaruhi konversi hutan menjadi perkebunan
kelompok tipologi yang memiliki kecenderungan defisit kelapa sawit di Kabupaten Paser, maka diperoleh arahan
cadangan karbon sedang dengan laju rata-rata perubahan luas pengendalian pada tiap tipologi kawasan maupun secara
hutan yang juga tergolong sedang. Kecamatan Muara Samu umum sebagai berikut.
dimasukkan ke dalam kelompok tipologi II dikarenakan nilai I. Arahan Umum
defisit cadangan karbon yang masuk dalam kelompok rendah - Membentuk kepolisian khusus untuk mengadakan
mendekati nilai sedang, yaitu 2.296.504 Ton C/Ha dengan patroli/perondaan secara berkala dalam kawasan hutan yang
rentang nilai sedang 2.308.250-9.991.133 Ton C/Ha, selain itu dibekali dengan teknologi dan persenjataan yang lengkap
Kecamatan Tanjung Harapan juga dimasukkan ke dalam - Membentuk tim teknis pengawasan dan pertimbangan
tipologi ini dikarenakan rata-rata perubahan luas hutan yang konversi hutan.
masuk ke dalam kelompok rendah mendekati nilai sedang, - Membangun peran serta masyarakat dalam pengawasan
yaitu dengan nilai 1.207 Ha/thn dengan rentang nilai sedang keberadaan hutan
1265-2687 Ha/thn. - Merumuskan peraturan daerah terkait pembatasan perizinan
Tipologi III (Kecenderungan defisit cadangan karbon dan konversi hutan dan RDTRK tiap kecamatan yang dapat
laju rata-rata perubahan luas hutan rendah) hanya terdiri dari mengatur secara detail dan konsisten arahan pengendalian
Kecamatan Batu Sopang. Pada tipologi kecamatan ini terjadi konversi hutan, yang penyusunannya melalui partisipasi
laju rata-rata perubahan luas yang lebih tinggi dibanding kelompok pemangku kebijakan, masyarakat/komunitas lokal,
wilayah lain dan berhubungan dengan defisit cadangan karbon dan swasta.
yang juga lebih tinggi. - Skema transfer pembayaran dengan penerapan insentif yang
diberikan kepada Pemerintah Daerah sebagai pengawas
konversi dan Masyarakat sebagai pemilik lahan. Penerapan
D. Identifikasi Faktor Penyebab Konversi Hutan Menjadi
insentif pengendalian konversi hutan yang diberikan :
Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Paser
a. Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah :
Berdasarkan analisis delphi untuk mendapatkan kesepakatan - Penghargaan kepada pemerintah yang serius dalam
mengenai faktor yang mempengaruhi konversi hutan ke mengendalikan konversi hutan
perkebunan kelapa sawit, maka didapatlah faktor tersebut - Penambahan dana alokasi khusus
sebagai berikut: b. Pemerintah Daerah ke Masyarakat :
Tabel 4 - Kompensasi untuk reforestasi/regenerasi hutan dan
Faktor yang mempengaruhi konversi hutan ke perkebunan kelapa sawit di
Kabupten Paser kompensasi dari tindakan tidak melakukan pembukaan
No. Faktor Variabel Anggota hutan atau pembalakan
1. Faktor pengawasan 1. Kontrol kelembagaan
5

- Meningkatkan pengelolaan hutan lestari melalui b. Faktor-faktor yang mempengaruhi konversi


strategi REDD, yaitu pemberian insentif bagi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit di
masyarakat yang melestarikan hutan Kabupaten Paser adalah pengawasan
- Melakukan inventarisasi dan pengukuhan kawasan hutan pengendalian konversi hutan, implementasi
oleh pemerintah kabupaten hukum/peraturan pengendalian konversi hutan,
- Melakukan monitoring kesehatan hutan untuk pengelolaan daya tarik investasi, peningkatan pertumbuhan
hutan yang sehat dan berkelanjutan ekonomi, pertumbuhan jumlah penduduk,
- Melakukan pengaturan harga dan permintaan untuk produk- kepemilikan lahan, daya dukung lahan,
produk hasil perkebunan kelapa sawit. perkembangan wilayah dan sosial - budaya
- Mengidentifikasi dan membangun kembali kearifan masyarakat.
tradisional masyarakat asli dalam pengelolaan dan c. Secara umum, arahan pengendalian konversi
pemanfaatan hutan hutan menjadi perkebunan sawit ialah
membentuk kepolisian khusus dan tim teknis
II. Arahan Khusus pengawasan dan pertimbangan konversi hutan,
- Tipologi 1 membangun peran serta masyarakat dalam
a. Menghapus subsidi yang mendorong ekspansi pengawasan keberadaan hutan, merumuskan
perkebunan peraturan daerah terkait pembatasan perizinan
b. Penerapan peraturan zonasi dengan menetapkan konversi hutan dan RDTRK tiap kecamatan,
Tipologi I menjadi Kawasan yang tidak boleh penghargaan kepada pemerintah yang serius
dikonversi dalam mengendalikan konversi hutan,
c. Melalui identifikasi dan pengembangan sektor kompensasi untuk reforestasi/regenerasi hutan
selain sektor perkebunan kelapa sawit dan melalui strategi REDD, inventarisasi dan
adanya tumpang sari tanaman pertanian pada pengukuhan kawasan hutan oleh pemerintah
lahan sawit yang telah ada. kabupaten, pengaturan harga dan permintaan
- Tipologi 2 untuk produk-produk hasil perkebunan kelapa
a. Memperbesar pajak/retribusi berupa terhadap sawit dan yang terakhir mengidentifikasi dan
penerbitan izin usaha yang berakibat pada membangun kembali kearifan tradisional
terjadinya konversi hutan masyarakat asli dalam pengelolaan dan
b. Penerapan peraturan zonasi dengan menetapkan pemanfaatan hutan..
Tipologi I menjadi Kawasan konversi berbatas
c. Izin usaha diterbitkan apabila ada penyediaan UCAPAN TERIMA KASIH
lahan pengganti konversi dan penanggungan
biaya reboisasi terhadap lahan pengganti “Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ardy
d. Adanya pemilihan tanaman kelapa sawit yang Maulidy Navastara selaku dosen pembimbing dalam
unggul sehingga hasil yang didapat dari kegiatan penyusunan penelitian, serta kepada seluruh civitas akademika
perkebunan dapat maksimal di lahan yang Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, instansi
terbatas. pemerintahan terkait penelitian di Kabupaten Paser dan
- Tipologi 3 berbagai pihak yang telah memberikan dukungan demi
a. Penerapan peraturan zonasi dengan menetapkan kelancaran penelitian.
Tipologi I menjadi Kawasan boleh dikonversi
b. Izin usaha diterbitkan apabila ada penyediaan
DAFTAR PUSTAKA
lahan pengganti konversi dan penanggungan
biaya reboisasi terhadap lahan pengganti [1] Trenberth, K. E., J. T. Houghton, and L. G. Meira Filho. 1996: The
climate system: An overview. Chapter 1 of Climate Change 1995. The
c. Adanya pemilihan tanaman kelapa sawit yang science of Climate Change. Contribution of WG 1 to the Second
unggul sehingga hasil yang didapat dari kegiatan Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change.
perkebunan dapat maksimal di lahan yang J.T. Houghton, L.G. Meira Filho, B. Callander, N. Harris, A.
terbatas. Kattenberg, and K. Maskell (eds). Cambridge University Press. 51-64.
[2] Solomon, S., dkk. 2007: The Physical Science Basis. Contribution of
Working Group I to the Fourth Assessment Report of the
Intergovernmental Panel on Climate Change. Solomon, S., D. Qin, M.
IV. KESIMPULAN Manning, Z. Chen, M. Marquis, K.B. Averyt, M. Tignor and H.L. Miller
Berdasarkan sasaran yang terdapat dalam penelitian (eds.) Cambridge University Press, Cambridge, United Kingdom and
New York, NY, USA.
ini, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: [3] Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem
a. Terjadi konversi hutan menjadi perkebunan Perencanaan Pembangunan Nasional Pasal 32.
kelapa sawit di Kabupaten Paser dengan [4] FAO. 1996a. FRA 1990: survey of tropical forest cover and study of
kecamatan yang mengalami konversi hutan change processes. FAO Forestry Paper No. 130. Rome.
[5] Prasetyo, L. B., dkk. 2007. Analysis of land-use changes and greenhouse
menjadi perkebunan kelapa sawit tertinggi gas emission (GHG) using geographical information system (GIS)
adalah Kecamatan Batu Engau dan Kecamatan technologies, Bogor, Indonesia: Workshop on Improving Land-
Long Ikis. use/cover change and greenhouse gas emission biophysical data, Institut
Pertanian Bogor.
6

[6] Laporan Departeman Kehutanan Republik Indonesia Tahun 2007


[7] Badan Pusat Statistik Kabupaten Paser. 2009. Kabupaten Paser Dalam
Angka Tahun 2009.
[8] Briassoulis, Helen (2000), Analysis of Land Use Change: Theoritical
and Modelling Approaches, Regional Research Institute of West
Virginia University, Virginia
[9] Harris et al. 2008. Identifying Optimal Areas for REDD Intervention:
East Kalimantan, Indonesia as a Case Study. Environmental Research
Letters. Environ.Res.Lett.3 (2008) 035006 (11pp). USA: IOP Publishing
[10] Lasco et al. 2001. 8 Carbon Budgets of Tropical Forest Ecosystems in
Southeast Asia: Implication of Climate Change.Institute of Renewable
Natural Resources (IRNR) and Enviromental Forestry Program
(ENFOR) College of Forestry and Natural Resources, University of the
Philippines, College, 4031 Laguna, Philippines

Anda mungkin juga menyukai